Anda di halaman 1dari 12

Proposal

Terapi Bermain Pada Anak Usia 3-6 tahun Di poliklinik Anak Pavilium Umum
Rumah Sakit Siloam

Nama Kelompok :

Lois Pernando Simanjuntak 00000008671


Stefani jein wagiu 00000008428
Septiniar laoli 00000003849
Insafni halawa 00000003830
Emelia 00000009368

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2018
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah
diberikan-Nya, sehingga Proposal Terapi Bermain dapat diselesaikan. Kami
berharap proposal terapi bermain ini bisa diterima.

Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing Profesi di Stase Pediatrik,


Ibu Kinananti dan koordinator ibu Roswita serta perseptor ruangan ibu berti,
sehingga proposal ini dapat selesai seperti yang diharapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga Terapi Bermain ini bermanfaat untuk
perkembangan tumbuh kembang anak.

Tangerang, 06 Juni 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang unik dan bukan miniatur orang dewasa.
Individu yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses
kematangan. Dimana anak mulai berkembang dan memiliki kesadaran pada dirinya
sebagai pria atau wanita, anak dapat mengatur diri dalam buang air, mengenal
beberapa hal yang dianggap berbahaya atau mencelaka dirinya. Oleh karena itu
anak-anak perlu mendapatkan perhatian dan pantauan setiap pertumbuhan (yusuf,
2009).

Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan


pengalaman traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan
atau stress hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
perpisahan dengan orang tua, kehilangan control, dan akibat dari tindakan invasif
yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai aksi seperti
menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif atau
menolak tindakan keperawatan yang diberikan. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meminimalkan pengaruh hospitalisasi pada anak yaitu dengan
melakukan kegiatan bermain. Menurut Landreth (2001) dalam Zellawati (2011)
berpendapat bahwa bermain dapat digunakan sebagai terapi karena bermain
merupakan simbol verbalisasi bagi anak sehingga anak dapat mengatasi
permasalahannya (Zellawati, 2011). Bermain merupakan suatu aktivitas dimana
anak dapat melakukan atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi
terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan
berperilaku dewasa (Aziz Alimul, 2009).

Terapi bermain membantu pelepasan stress dan cemas yang sedang


dirasakan anak dikarenakan bermain memiliki manfaat sebagai sarana pengalih
perhatian (distraksi) yang mengakibatkan anak menjadi rileks. Hal ini
menyebabkan anak yang awalnya mengalami kecemasan menjadi tidak cemas lagi.
Penelitian oleh Kaluas et. al. (2015) mendapatkan hasil bahwa terapi bermain
puzzle efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak usia prasekolah yang
sedang dihospitalisasi . Penelitian oleh Pratiwi dan Deswita (2013) juga
menyatakan bahwa terapi bermain puzzle mampu menurunkan angka kecemasan
anak usia prasekolah yang dihospitalisasi.

Untuk itu dengan melakukan permainan maka ketegangan atau stress yang
dialami akan terlepas karena dengan melakukan permainan terjadi proses relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan tersebut.

2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Untuk melatih anak berfikir dan berkonsentrasi dalam menyelesaikan suatu
tantangan dan merasa relaks sehinngga dapat menstimulasi perkembanagan
anak.

2.2 Tujuan Khusus


- Meningkatkan kemampuan dan kreatifitas.
- Meningkatkan keterampilan anak.
- Mengidentifikasi anak terhadap keterampilan tertentu.
- Memberikan kesenangan dan kepuasan.

2.3 Manfaat Terapi


- Untuk anak-anak sebagai salah satu terapi pengobatan dan
menghilangkan kejenuhan terhadap suasana rumah sakit.
- Sebagai sarana orang tua untuk mengetahui suasana hati anak saat
bermain.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Bermain
1.1. Pengertian Bermain

Bermain merupakan aspek yang penting dalam kehidupan anak dan salah
satu cara yang efektif untuk mengurangi stress. Saat sakit dan dirawat di rumah
sakit merupakan suatu krisis pada kehidupan anak dan sering menyebabkan stress
yang terbesar, dengan bermain ketakutan dan kecemasan dapat diminimalkan
(Hockenberry dan Wilson, 2009).

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau


mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz Alimul,
2009).

Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan tujuan


bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak dapat melepaskan rasa
frustasi (Santrock, 2007).

1.2. Fungsi Bermain di Rumah Sakit


Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) bermain secara umum
berfungsi untuk menstimulus perkembangan pada diri anak, diantaranya
adalah perkembangan sensori dan motorik, intelektual, meningkatkan
kemampuan sosialisasi, meningkatkan kreatifitas, membentuk kesadaran
diri, sebagai terapi dan untuk perkembangan moral (Hockenberry dan
Wilson, 2009).
Kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit bukan alasan bahwa anak
harus dipisahkan dan aktivitas bermainnya. Aktivitas bermain merupakan
bagian yang terintegrasi dalam kehidupan anak dan tidak dapat dipisahkan.
Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) aktivitas bermain di rumah sakit
sangat penting bagi anak karena bermain mempunyai peranan yang sangat
penting yaitu sebagai upaya untuk:
a. Memfasilitasi penyesuain diri terhadap situasi yang tidak
dikenal. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan
kontrol diri.
b. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian
tubuh, fungsinya dan penyakit atau kecacatan tubuhnya.
c. Memperbaiki konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis.
d. Membantu mengurangi stress akibat perpisahan. Memberi
hiburan dan relaksasi.
e. Membantu anak merasa lebih nyaman di lingkungan yang aman.
f. Memberi cara untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengekspresikan perasaan.
g. Untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap positif
terhadap orang lain.
h. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
serta memberi cara untuk mencapai tujuan-tujuan terapeutik.
(Hockenberry dan Wilson, 2009).

1.3. Prinsip Bermain di Rumah Sakit


Tujuan utama terapi bermain adalah untuk memfasilitasi emosional
dan fisik anak saat di rumah sakit. Beberapa penelitian membuktikan
kefektifan terapi bermain dalam mengurangi stress fisiologis dan stress
psikologis anak-anak yang mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) dalam memberikan aktivitas
bermain di rumah sakit ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh
perawat anak diantaranya adalah upayakan aktivitas bermain yang
diberikan tidak membutuhkan banyak energy, singkat, dan sederhana. Hal
yang paling penting dipertimbangkan perawat adalah keamanan dan infeksi
silang. Jika aktivitas bermain diselenggarakan dalam bentuk kelompok,
maka upayakan kelompok umur yang sama serta libatkan keluarga dan
orang tua untuk pendampingan anak selama proses bermain (Hockenberry
dan Wilson, 2009).
1.4. Jenis Permainan Anak Prasekolah
Jenis permainan pada anak usia prasekolah sesuai dengan
karakteristik aktivitas bermain yang imitative, imaginative dan dramatic.
Jenis permaianan yang sesuai adalah permainan pakaian boneka, mainan
rumah tangga, telepon, binatang dan peralatan peternakan, kereta api, truk,
pesawat terbang, boneka tangan, kit dokter dan perawat, sangat membantu
dalam mengekspresikan diri pada anak (Hockenberry dan Wilson, 2009).

1.5. Permainan Puzzle Alat permainan edukatif (APE) adalah alat permainan
yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak disesuaikan dengan
usianya dan tingkat perkembangannya serta berguna untuk:
a. Pengembangan aspek fisik kegiatan yang dapat menunjang atau
merangsang pertumbuhan fisik anak terdiri dari motorik kasar dan
motorik halus.
b. Pengembangan bahasa dengan melatih berbicara, menggunkan kalimat
yang benar. Contoh alat permainan: buku,bergambar, buku cerita,
majalah, radio, tape, TV.
c. Pengembangan aspek kognitif yaitu dengan penjelasan suara, ukuran,
bentuk, warna. Contoh alat permainan yaitu buku bergambar, buku
cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio. Pengembangan aspek sosial
khususnya dalam hubungan dengan interaksi ibu dan anak, keluarga,
dan masyarakat. Contoh alat permainan: alat permainan yang dapat
dipakai bersama, misalkan kotak pasir, bola, dan tali.

Puzzle sangat baik diberikan pada anak terutama pada usia 3-6 tahun. Hal
ini untuk melatih kecerdasan dalam merangkai gambar juga kecermatan dalam
memungut dan menepatkan puzzle pada tempatnya. Bermain puzzle dapat melatih
motorik halus anak .
BAB III

SAP TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan: Terapi bermain pada anak di Rumah Sakit

Sub Pokok Bahasan: Terapi bermain anak usia 3-6 tahun

Tujuan :

1. Anak bisa merasa senang dan tidak merasa takut lagi dengan perawat dan dokter

2. Menstimulasi perkembangan motorik halus anak

3. Melatih keterampilan anak

4. Melatih kemampuan konsentrasi anak

5. Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya

Manfaat :

1. Memfailitasi lingkungaan yang tidak familiar

2. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing

3. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk


mengekspresikanperasaan

4. Menganjurkan anak untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap sikap yang


positif terhadap orang lain

5. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat

Hari/Tanggal: Jumat, 08 Juni 2018

Jam/Durasi: Pkl. 13.00 s.d Selesai

Tempat bermain: Ruangan Poliklinik Anak


Peserta: Untuk kegiatan ini perserta yang dipilih adalah pasien diruang poliklinik
anak yang memenuhi kriteria:

- Anak usia 3-6 Tahun


- Tidak mempunyai keterbatasan fisik
- Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
- Pasien kooperatif
- Tidak bertolak belakang dengan pengobatan

Target: 4 Orang didampingi oleh orangtua

Sarana: Ruangan Poliklinik Anak

Media: Gambar yang belum disusun

Metode Permainan : Menyusun Puzzle

Pengorganisasian

Jumlah leader 1 orang, observer 2 orang dan fasilitator 2 orang

Leader: Lois Simanjuntak

Obsever: Emelia, Stefani Jein Wagiu

Fasilitator: Insafni Halawa, Septinar Laoli

Pembagian Tugas:

1. Peran Leader

Mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan situasi dan


suasana yang memugkinkan kllien termotivasi untuk mengekspresikan
perasaannya, Sebagai penopang bagi anggota yang lemah atau mendominasi,
mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara memberi
motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan.
2. Peran Observer

Mengamati keamanan jalannya kegiatan dalam memulai terapi bermain,


memperhatikan tingkah lakupeserta selama kegiatan, memperhatikan ketepatan
waktu jalannya kegitan terapi bermain, menilai performa dari setiap tim dalam
memberikan terapi bermain.

3. Peran Fasilitator

Mempertahankan kehadiran peserta, mempertahankan dan meningkatkan motivasi


peserta, mencegah gangguan atau hambatan dari kelompok baik dari luar maupun
dari dalam kelompok.

Susunan Kegiatan

Kegiatan Waktu Subjek Kegiatan


Persiapan (Pra Interaksi) 5 menit Ruangan, alat-alat
a. Anak dan orangtua permainan, anak dan
diberitahu tujuan bermain orantua sudah siap
b. Melakukan kontrak waktu
dan tempat pelaksanaan
c. Mengecek kesiapan dan
kondisi anak untuk bermain

Pembukaan (Orientasi) 5 menit Anak dan orangtua


a. Mengucapkan salam menjawab salam
b. Memperkenalkan anggota
tim
c. Menjelaskan tujuan dan
lakah-langkah pelaksanaan
kegiatan terapi bermain
menyusun puzzle pada
orangtua dan anak
d. Memberikan kesempatan
pada anak dan orangtua
untuk bertanya bila ada hal
yang belum jelas
Menyusun Puzzle 20 menit Anak dan orangtua
a. Memberi petunjuk pada anak memperhatikan
dan orangtua tentang penjelasan yang diberikan
prosedur menyusun puzzle dan memberikan respon
b. Memotivasi keterlibatan yang baik
anak dan orangtua dalam
menyusun puzzle
c. Anak menyusun puzzle
didampingi orangtua
d. Mengobsevasi emosi dan
hubungan interpersonal anak
e. Memberi pujian ketika anak
menyusun puzzle dengan
benar
Terminasi 5 menit Anak dan orangtua
a. Menanyakan perasaan anak tampak senang dan
dan pendapat orangtua menjawab salam
setelah menyusun puzzle
b. Memberitahu bahwa
kegiatan sudah selesai
c. Berpamitan dengan anak dan
orangtua
d. Mencatat respon anak dan
orangtua
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, A. Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Perawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kaluas, et. al. Perbedaan terapi bermain puzzle dan bercerita terhadap kecemasan
anak usia prasekolah (3-5 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Anak RS Tk. III. R.
W. Mongisidi Manado. eJurnal Keperawatan (e-Kp) 2015; 3(2).

Muzamil, Misbach, 2010, Pengertian Media Puzzle, [online],


(https://www.academia.edu/9717051/, diakses tanggal 06 Juni 2018)

Pratiwi, ES & Deswita. Perbedaan pengaruh terapi bermain mewarnai gambar


dengan bermain puzzle terhadap kecemasan anak usia prasekolah di IRNA Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan 2013; 9(1): 22-27

Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan (edisi kedua). (Penerj. Tri Wibowo
B.S). Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai