PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bermain merupakan kebutuhan anak seperti halnya kasih sayang, makanan,
perawatan, dan lain-lainnya, karena dapat memberi kesenangan dan pengalaman
hidup yang nyata. Bermain juga merupakan unsur penting untuk perkembangan
anak baik fisik, emosi, mental, sosial, kreativitas serta intelektual. Oleh karena
itu bermain merupakan stimulasi untuk tumbuh kembang anak (Hidayat, 2008).
Terapi bermain adalah suatu bentuk permainan yang direncanakan untuk
membantu anak mengungkapkan perasaannya dalam menghadapi kecemasan
dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan baginya. Bermain
pada masa pra sekolah adalah kegiatan serius, yang merupakan bagian penting
dalam perkembangan tahun-tahun pertama masa kanak-kanak. Hampir sebagian
besar dari waktu mereka dihabiskan untuk bermain (Elizabeth B Hurlock, 2000).
Dalam bermain di rumah sakit mempunyai fungsi penting yaitu menghilangkan
kecemasan, dimana lingkungan rumah sakit membangkitkan ketakutan yang
tidak dapat dihindarkan (Sacharin, 2003).
Hospitalisasi biasanya memberikan pengalaman yang menakutkan bagi
anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuannya beradaptasi,
sehingga timbul hal yang menakutkan. Semakin muda usia anak dan semakin
lama anak mengalami hospitalisasi maka dampak psikologis yang terjadi salah
satunya adalah peningkatan kecemasan yanng berhubungan erat dengan
perpisahan dengan saudara atau teman-temannya dan akibat pemindahan dari
lingkungan yang sudah akrab dan sesuai dengannya (Whaley and Wong, 2001).
Anak-anak dapat merasakan tekanan (stress) pada saat sebelum
hospitalisasi, selama hospitalisasi, bahkan setelah hospitalisasi, karena tidak
dapat melakukan kebiasaannya bermain bersama teman-temannnya, lingkungan
dan orang-orang yang asing baginya serta perawatan dengan berbagai prosedur
yang harus dijalaninya terutama bagi anak yang baru pertama kali di rawat
menjadi sumber utama stress dan kecemasan / ketakutan. Hospitalisasi
merupakan masalah yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan bagi anak.
Dengan demikian berarti menambah permasalahan baru yang bila tidak
ditanggulangi akan menghambat pelaksanaan terapi di rumah sakit. Aktivitas
bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara optimal
(Carson, dkk, 2002).
Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress
yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada
prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan
secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih
efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain
tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 35 menit, diharapkan
kreativitas anak-anak berkembang baik anak merasa tenang dan senang selama
berada di ruang perawatan anak di ruang Melati RSUD dr. R. Koesma Tuban
dapat bersosialisasi dengan teman sebaya sesuai tumbuh kembang anak dan
dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan atau ketakutan yang dirasakan
oleh anak-anak akibat hospitalisasi.
1.3 SASARAN
Anak-anak yang berada di ruang perawatan anak di ruang Melati RSUD dr.
R. Koesma Tuban usia pra-sekolah. Peserta yang mengikuti terapi bermain ini
adalah anak usia pra-sekolah (3-6 tahun) yang sedang menjalani perawatan di
ruang anak dengan kesadaran compos mentis, dan keadaan umum baik.
1.4 PENGORGANISASIAN
1.4.1 Waktu dan Tempat :
Hari/Tanggal : Sabtu, 14 Desembr 2019
Tempat : Ruang Melati RSUD dr. R. Koesma Tuban
Sasaran : Anak usia pra-sekolah di Ruang Melati RSUD
dr. R. Koesma Tuban
Tema : Lipat Kertas Origami
Jumlah anak : 6 orang
2. Bermain pasif/hiburan
Energi yang dikeluarkan sedikit, anak tidak perlu melakukan aktivitas (hanya
melihat), kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain.
Contoh: memberikan support, menonton televisi.
1. Permainan Anak
Permainan sederhana oleh anggota keluarga dilakukan pada usia 0-1 tahun.
Contoh: petak umpet, dakon, kejar-kejaran.
2. Permainan Perorangan
Untuk menguji kecakapan, ada peraturan sedikit, dilakukan pada todler dan
prasekolah.
Contoh: menendang bola.
3. Permainan Tetangga
dan penjahat.
4. Permainan tim
Permainan terorganisir, punya aturan tertentu, dilakukan pada usia sekolah dan
remaja. Contoh: sepakbola, kasti, lari.
Permainan pada anak sakit atau lelah, dilakukan pada cuaca buruk atau hujan.
1. Menurut Isi
3) Skill play
1. Solitary play
orang lain yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita
todler.
2. Paralel play
mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak
ada interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan oleh anak
3. Asosiatif play
4. Kooperatif play
terencana dan ada aturan tertentu. Saling diskusi dan memiliki tujuan
Bayi dengan penglihatan, taktil, dan rangsangan. Todler dan pra sekolah
masing-masing usia.
2. Perkembangan Kognitif/intelektual
ini diperoleh melalui eksplorasi dan manipulasi benda disekitarnya baik dalam
hal warna, ukuran, dan pentingnya benda tersebut. Contoh: bermain mengisi
teka-teki silang.
3. Kreatifitas
media, puas dengan kreatifitas baru, dan minat terhadap lingkungan tinggi.
4. Perkembangan Sosial
peran dalam kelompok, belajar memberi dan menerima, belajar benar salah,
6. Perkembangan Moral
Diperoleh melalui interaksi dengan orang lain, bertingkah laku sesuai harapan
teman, menyesuaikan dengan aturan kelompok.
7. Terapi
8. Perkembangan Komunikasi
Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi anak yang belum dapat
mengatakan secara verbal, misalnya: melukis, menggambar, bermain peran.
3. Jenis kelamin, dimana anak laki-laki lebih tertarik dengan mekanika sementara
anak wanita mother role.
5. Alat permainan.
6. Intelegensia.
1. Tahap Eksplorasi
2. Tahap Permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap perminan.
4. Tahap Melamun
1. Bayi (1 bulan)
1) Visual: permainan dapat dilihat dengan jarak dekat (20-25 Cm), gantungkan
benda yang terang dan menyolok.
2) Auditori: bicara dengan bayi, menyanyi, musik, radio, detik jam.
3) Taktil: memeluk, menggendong, memberi kehangatan.
4) Kinetik: mengayun, naik kereta dorong.
1) Visual : bermain cermin, anak nonton TV, beri mainan dengan warna terang.
2) Auditori : anak bicara, ulangi suara yang dibuat, panggil nama, remas kertas
didekat telinga, pegang mainan berbunyi didekat telinga.
3) Taktil : beri mainan lembut/kasar, mandi cemplung/cebur.
4) Kinetik : bantu tengkurap, sokong waktu duduk.
4) mengalir, berenang.
5) Kinetik : letakkan mainan agak jauh lalu suruh anak untuk mengambilnya.
3) Taktil : beri makanan yang dapat dipegang, kenalkan dingin, panas dan
hangat.
Kartu, boneka, robot, buku, alat olah raga, alat untuk melukis, mencatat,
sepeda.
2. 8-12 tahun
Buku, mengumpulkan perangko, uang logam, pekerjaan tangan, kartu, olah
raga bersama, sepeda, sepatu roda.
1. Pengertian
2. Kegunaan
1) Pengembangan aspek fisik: merangsang pertumbuhan fisik anak.
2) Pengembangan bahasa: melatih bicara dan menggunakan kalimat yang
benar.
3) Pengembangan aspek kognitif: pengenalan suara, bentuk, ukuran, dan
warna.
4) Pengembangan aspek sosial: hubungan atau interaksi ibu-anak,
keluarga, masyarakat.
3. Syarat
1) Aman, disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan anak.
2) Ukuran dan berat sesuai usia.
3) Desainnya harus jelas. Memiliki ukuran, susunan, warna tertentu serta
jelas maksud dan tujuannya.
4) Berfungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak
(motorik, bahasa, kognitif, sosialisasi).
5) Dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tidak terlalu sulit dan tidak
terlalu mudah.
6) Harus tetap menarik.
7) Mudah diterima oleh semua kebudayaan.
8) Tidak mudah rusak. Jika ada bagian yang rusak mudah diperbaiki dan
diganti, pemeliharaan mudah, terbuat dari bahan yang mudah didapat,
harga terjangkau.
3.1 EVALUASI
1. Apakah anak bersedia berkenalan dan bersalaman dengan perawat tanpa rasa
takut.
2. Apakah anak mengikuti proses bermain dari awal hingga akhir
3. Apakah pasien / anak ikut berpartisipasi aktif dalam terapi bermain dan
dapat menyelesaikan proses melipat kertas hingga selesai
BAB 4
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
4.3 Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan. maka peneliti ingin
menyampaikan beberapa saran kepada:
1. Orang tua
Bagi orang tua yang mempunyai anak usia pra-sekolah yang sementara dirawat
di rumah sakit, diharapkan dapat mendampingi dan memperhatikan kebutuhan
anak selama dirawat di rumah sakit, termasuk kebutuhan bermain, misalnya
dengan membacakan buku cerita, agar dapat mengurangi stressor pada anak
terhadap lingkungan yang baru.
2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perawat dan
pihak Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien anak yang mengalami dampak hospitalisasi,
yaitu dengan meningkatkan perhatian dan memberikan terapi bermain sesuai
dengan tahap perkembangan anak serta diharapkan kepada pihak rumah sakit
untuk menyediakan sarana bermain dan buku cerita, agar anak-anak selama
dalam perawatan di rumah sakit, karena dengan adanya aktivitas bermain, anak-
anak akan merasa aman dan nyaman selama dalam perawatan.
Sarana bermain disesuaikan dengan kebutuhan anak selama sakit, missal
memberikan buku cerita sesuai usia.
3. Instansi Pendidikan Keperawatan
Bagi pendidikan keperawatan diharapkan dapat menyusun dan memberikan
buku cerita sesuai dengan tahap perkembangan anak sebagai sarana pengobatan
dan diharapakan dapat menjadi tambahan ilmu bagi profesi perawatan dalam
pengembangan ilmu serta skill sehingga dapat memberikan mamfaat bagi
masyarakat luar.
4. Peneliti Selanjutnya
Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variabel yang
mempengaruhi kecemasan pada pasien anak usia prasekolah seperti jenis
kelamin, dan lama hari rawat, atau dengan menggunakan metode penelitian yang
lain misalnya dengan metode penelitian kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA