Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

SEPSIS

Disusun Oleh :
Seni Serdia S(1705028)
Sisi Utami H (1705029)
Tri Retno P (1705030)
Ummi Khoirunnisa’ (1705031)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN WIDYA HUSADA SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahma, karunia, sera taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Keperawatan Kritis Sepsis. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan
dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datan, menginggat tidak ada
sesuau yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Semarang, 4 Febuari 2020

Tim penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5

1.3 Tujuan ................................................................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 6

2.1 Pengertian Sepsis ................................................................................................ 6

2.2 Etiologi Sepsis .................................................................................................... 7

2.3 Patofisiologi Sepsis ............................................................................................. 8

2.4 Tanda Gejala Sepsis ............................................................................................ 9

2.5 Klasifikasi Sepsis ................................................................................................ 9

2.6 Manajemen keperawatan dan manajemen kolaboratif pasien sepsis ................ 10

BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 14

3.2 Saran ......................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 15
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sepsis yang dalam bahasa Yunani berarti “dekomposisi” atau “putrefaksi”
pertama kali disebutkan pada 2700 tahun lalu dalam puisi Homer. Banyak
studi saat ini yang menjelaskan secara detail mengenai sepsis dan pemahaman
dalam patofisiologinya. Penemuan – penemuan tersebut telah mendefinisikan
sepsis dan sekuelnya. Secara umum, sepsis adalah respons host terhadap
pathogen atau toksinnya dan merupakan sindrom yang terdiri atas berbagai
tanda klinis dan biokimiawi (Asmoro : 2017).
Patofisiologi sepsis merupakan kondisi yang kompleks, melibatkan
respon kekebalan tubuh bawaan, proses inflamasi, prokoagulan dan anti
fibrinolitik patway, gangguan metabolisme sel dan sinyal, dan disfungsi dari
sistem imun yang didapat. SIRS adalah kondisi dinamis yang terjadi ketika
suatu mikroorganisme masuk kedalam tubuh, kemudian berkembang menjadi
suatu proses peradangan sistemik yang hebat. Ketika ifeksi menjadi penyebab
dari gangguan klinis, respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
respons) dapat dengan cepat bergeser menjadi sepsis berat atau septik syok.
Indentifikasi dini pada pasien dengan potensi sepsis sangat penting di unit
gawat darurat (UGD). Hampir 30% dari semua pasien dengan diagnosis sepsis
masuk rumah sakit melalui UGD (Kusmiati : 2013).
Penatalaksanaan Pasien Perawatan Akut dengan Terapi farmakologi
(Koloid, kristaloid, Vasopresor : dopamin, norepinefrin, fenilefrin, Inotrop :
dobutamin, antibiotik) dan Pembedahan. Selain penatalaksaan sepsis bila
ditemukannya tanda – tanda vital pasien diukur setiap 4 jam dan suhu badan
setiap 2 jam; rentang suhu badan dari 39,9 derajat sampai 38 derajat setelah
pemberian asetaminofen (Tylenol). Kultul sputum, urine, dan area IV
dilakukan; hasilnya ditunggu. Kultul darah dilakukan 3 kali (antibiotic) IV
diberikan setiap 6 jam diberikan sebagai terapi permulaan terhadap hasil
kultur. Pasien mengalami sesak napas, ahli terapi pernapasan dipanggil untuk
mengevaluasi oksimetri nadi. Tekanan darah 90/55 mmHg, turun dari 120/70
mmHg 2 jam yang lalu. Pasien merasa sangat lemah, setelah bangkit dari kursi
selama 30 menit; baringkanlah kembali ditempat tidur dan tanda vital
diperiksa; suhu badan 38,8 derajat. Pasien mengalami mual dan muntah berat;
cairan IV ditinggalkan dan pasien menjalani puasa; Tylenol (penurunan suhu)
diganti dari PO menjadi PR.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan makalah keperawatan kritis tentang sepsis meliputi :
a. Apa yang dimaksud dengan sepsis ?
b. Bagaimana Etiologi sepsis ?
c. Bagaimana Patofisiologi sepsis ?
d. Bagaimana Tanda dan gejala sepsis ?
e. Bagaimana Klasifikasi sepsis ?
f. Bagaimana Manajemen keperawatan dan manajemen kolaboratif pasien
sepsis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep tentang sepsis.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang pengertian sepsis
b. Untuk mengetahui tentang Etiologi sepsis
c. Untuk mengetahui tentang Patofisiologi sepsis
d. Untuk mengetahui tentang Tanda dan gejala sepsis
e. Untuk mengetahui tentang Klasifikasi sepsis
f. Untuk mengetahui tentang Manajemen keperawatan dan manajemen
kolaboratif pasien sepsis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sepsis


Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi
proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan
terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari
interaksi yang kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun
tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi (Nasronudin, 2011).
Menurut American college of chest physicians mendefinisikan
beberapa pengertian antara lain:
1. Infeksi adalah respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme pada
jaringan yang secara normal seharusnya steril.
2. Bakteriemi, adanya bakteri hidup dalam darah.
3. Systemic inflammatory response syndrome (sindrom reaksi inflamasi
sistemik atau SIRS), merupakan reaksi inflamasi sebagai akibat dilepasnya
berbagai mediator inflamasi secara sistemik dengan tanda klinis yaitu :
a. Temperatur lebih dari 38,3 C
b. Denyut jantung lebih dari 90 kali/menit
c. Frekuensi nafas lebih dari 20 kali/menit atau PaCO2 kurang lebih 32
torr
d. Hitungan leukosit lebih dari 12.000 sel/mm3atau kurang dari 4000
sel/mm3
4. Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi
5. Sepsis berat (severe sepsis) adalah sepsis disertai disfungsi organ, yaitu
hipotensi (tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg atau terjadi penurunan
kurang dari 40 mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab
dari penurunan tekanan darah yang lain ), (Nasronudin, 2011).
6. Syok septik adalah sepsis dengan hipotensi dan masih didapatkan
gangguan perfusi jaringan walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan
yang adekuat
Sepsis adalah suatu sindrom yang berlangsung progresif, yang
menyebabkan disfungsi dan disregulasi tubuh. Meskipun telah dilakukan
identivikasi dini, treatmen, dan intervensi yang agresif, tetapi angka
mortalitas tetap mencapai 20% sampai 50% bagi pasien yang mengalami
perburukan kondisi menjadi severe sepsi dan syok sepsis sepsis tidak
memiliki batasan dan dan dapat terjadi pada setiap usia, jenis kelamin, atau
ras. Sepsis adalah timbulnya kondisi infeksi atau kecurigaan infeksi, dengan
dua atau lebih dari kriteria SIRS, (Kurniati, 2013).
2.2 Etiologi Sepsis
Etiologi sepsis menurut Asmoro (2017) dan Kumiati (2013) ialah
Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah
bakteri gram negative, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme
lain misalkan gram positif, jamur, virus bahkan parasite. Timbulnya syok
septik dan Acut Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sangat penting pada
bakteriemia gram negative. Syok terjadi pada 20% – 35% penderita
bakteriemia gram negative. Produk yang berperan penting terhadap sepsis
adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks
merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negative.
Limpopolisakarida merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada
penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dan LPS bertanggung jawab
terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Sthaphylococci, pneumococci,
streptococci dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis,
dengan angka kejadian 20% – 40 % dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur
oportunistik, virus (dengue dan herpes) atau protozoa (Falciparum malariae)
dilaporkan juga dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang. LPS atau
endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membrane
terluar dari bakteri gram negative yang merangsang peradangan jaringan,
demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. LPS merupakan faktor
utama pemicu terjadinya sepsis. Interaksi antara proses infeksi kuman
pathogen yang menghasilkan LPS, inflamasi dan jalur koagulasi sebagai
ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis factor –
a (TNF – a), interleukin – 1B (IL – 1B), IL – 6 dan interferon – y (IFNy)
dengan sitokin antiinflamasi seperti IL – 1 reseptor antagonis (IL – 1a), IL – 4
da IL – 10 memberikan manifestasi klinik sebagai tanda – tanda SIRS dan
sepsis. Baik respon imun walaupun karakteristik infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan tingkat
morbiditas pada sepsis. Sepsis dengan kegagalan fungsi organ primer terjadi
ketika respon tubuht terhadap infeksi tidak cukup kuat. Permasalahan sepsis
yang paling besar terletak pada karakteristik mikroorganisme, seperti
beratnya infeksi yang diakibatkannya serta adanya superantigen maupun agen
toksik lainnya yang resisten terhadap antibody maupun fagositosis.
2.3 Patofisiologi Sepsis
Patofisiologi sepsis dimana terdapat ketidakseimbangan antara sitokin
proinflamasi dengan sitokin anti inflamansi. Teori yang terkait dengan faktor
genetik penderita menyatakan bahwa sepsis terjadi karena respon immun
primer terdapat infeksi dan jejas (injury) berupa hiperinflamasi yang tidak
terkontrol akibat kegagalan regulasi ketat dari sistem immunitas alamiah yang
merupakan pertahanan tubuh terhadap patogen. Adanya dugaan keterlibatan
berbagai faktor transkripsi internal termasuk secondary messengerdan sitokin
pada proses inflamansi ikut memperberat terjadinya sepsis. Mekanisme lain
mengenai terjadinya sepsis yang telah diteliti adalah tentang kegagalan sistem
immunitas berupa kondisi immunosupresif dan hilangnya delayed
hipersensitivitas menyebabkan fokus infeksi dan menyebabkan terjadinya
peningkatan mediator inflamasi yang berkelanjutan (Asmoro, 2017).
LPS yang dihasilkan dari bakteri gram negatif dan bahan pathogen yang
lain dari bakteri gram positif (asam teichoic dan asam lipoteichoic), direspon
oleh sel tubuh host dengan mengaktifkan sistem immun innate sebagai respon
seluler pertama terhadap invasi organisme. Sel-sel yang terlibat pada sistem
immun innate ini adalah monosit (semua bentuk maturnya serta makrofag
jaringan), sel dendrit, dan neutrofil. Melalui berbagai mekanisme efektor
immune/inflamasi seperti ekspresi sitokin, metabolik asam arachidonat, dan
mekanisme yang diperantarai oleh reactive oxidase dan notrogen,
mengaktifkan reseptor khusus yang disebut toll-like receptors (TLR2-TLR4)
pada sel-sel tersebut serta sel endotel sehingga memicu dilepaskannya
mediator-mediator infliamasi dan faktor jaringan/tissue faktor (sekaligus
mengaktifkan koagulasi) melalui peran faktor transkripsi NF-kb dan
meningkatkan transkripsi gen-gen untuk ekspresi sitokin, kemokin, molekul
adesi, faktor apoptosis, dan mediator inflamasi lainnya yang terlibat dalam
sepsis.
2.4 Tanda Gejala Sepsis
Menurut Stillwell (2012), pasien yang mengalami atau mengidap sepsis
ditadai dengan muncul tanda gejala SIRS dan infeksi. Sedangkan tanda
gejala dari SIRS yaitu :
1) Suhu tubuh <36˚C atau >38˚C
2) Nadi >90×/menit
3) RR >20×/menit
4) Paco2 <32 mmHg (paco2 : tekanan karbonioksida arteri atau tekanan
parsial)
5) SDP >12.000/mm3 atau < 4000/mm3 atau >10% neutrofil imature
(SDP : Sel darah putih atau leukosit)
6) Penurunan status metal secara tiba – tiba
7) Leukositosis : >12.000/mm3
8) Leukopenia :4000/mm3
9) Hiperglikemia : > 120 mg/dL tanpa adanya diabetes
2.5 Klasifikasi Sepsis
Klasifikasi sepsis menurut (Stiwell 2012) dapat dibagi menjadi beberapa
bentuk antara lain :
a. Sepsis merupakan kedaruratan medik yang perlu mendapatkan pengelolaan
yang segera untuk menurunkan angka kematian
1) Demam ditas 38 celsius atau dibawah 36 derajat celsius
2) Denyut jantung/nadi lebih dari 90 kali/menit.
3) Laju pernapasan lebih dari 20 kali/menit.
b. Sepsis berat (mengindikasikan ada organ yang mengalami kegagalan fungsi).
Sepsis yang dapat menyebabkan disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi.
Hipoperfusi atau gangguan perfusi dapat terjadi, namun tidak sedikit juga
mengalami laktat asidosis, oliguria, atau perubahan akut pada status mental
1) Jumlah urin yang keluar sangat kurang (tidak BAK selama 12 jam)
2) Kesehatan mental berubah seperti gelisah, bingung.
3) Jumlah keping darah (trombosit) berkurang.
4) Kesulitan bernapas.
5) Detak jantung tidak normal.
6) Sakit dibagian perut
c. Syok septik
Syok sepsis didefinisikan sebagai hipotensi akibat sepsis yang menetap
walaupun resusitasi cairan yang adekuat dilakukan pada saat terjadi
hipoperfusi dan abnormalitas atau disfungsi organ. Gejala dan tanda sepsis
berat disertai dengan penurunan tekanan darah yang drastis yang tidak dapat
lagi dikoreksi hanya dengan penggantian cairan tubuh saja.
d. Sepsis onset dini merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi
obstertik.
1) Terjadi mulia dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama
kehidupan( 20 jam pertama kehidupan).
2) sering terjadi pada bayi prematur, lahir pecah dini, demam imparatu
maternal dan coricomnionitis.
e. Sepsis onset lambat
1) Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu ketiga kelahiran.
2) Ditemukan pada bayi cukup bulan.
3) Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat berat
2.6 Manajemen keperawatan dan manajemen kolaboratif pasien sepsis
Pengkajian umum pada pasien saat triase, digabungkan dengan riwayat
kesehatan dan pengkajian fisik, sangat penting dalam mengidentifikasi sepsis.
Pasien dengan sepsis datang ke sarana pelayanan kesehatan dengan demana,
menggigil, sesak nafas atau takipnea, takikardi, ruam kemerahan,, atau
gelisah. Gejala-gejala ini bisa ditemukan juga pada penyakit selain sepsis,
sehingga sulit untuk mendiagnosa sepsis di fase awal. Dalam proses triase,
penting untuk mempertimbangkan usia dan riwayat pasien.orang tua, anak-
anak, dan bayi memiliki insidensi yang lebih tinggi mengalami sepsis dari
pada usia dewasa muda. Selain hal tersebut, penting juga untuk menetukan
apakah pasien mengalami immune-compromised (gangguan kekebalan tubuh)
atau pasien baru saja menjalani tindakan operasi, infeksi saluran kemih,
infeksi pernafasan, infeksi kulit atau menjalani tindakan prosedur medis yang
invasif, riwayat penyakit seperti diabetes. Hal-hal tersebut seharusnya menjadi
dasar-dasar dalam menentukan keputusan triase. Pasien yang dicurigai
mengalami infeksi harus segera dinilai untuk tanda-tanda dan gejala SIRS.
Riwayat perawatan dan medikasi pasien harus dipertimbangkan ketika
menganalisis kriteria SIRS; sebagai contoh seorang pasien yang mendapatkan
terapi beta-blocker mungkin tidak akan mengalami peningkatan frekuensi
denyut jantung. Pemeriksaan lebih lanjut dengan tes laboratorium dapat
memberikan banyak informasi tentangg kondisi pasien. Apabila pada riwayat
pasien diduga mengalami infeksi baru, dan jika ditemuka dua dari tanda-tanda
atau gejala infeksi dibawah ini ada, maka pasien tersebut memiliki resiko
tinggi mengalami sepsis:
a. Demam tinggi lebih dari 38’C (100,8’F)
b. Hipotermia: suhu kurang dari 36’C (96,8’F)
c. Takikardi: denyut jantung lebih besar dari 90 kali per menit
d. Takipnea: pernafasan lebih dari 20 kali per menit
e. Penurunan status mental secara tiba-tiba
f. Nilai laboratorium abnormal
Jika terdapat kecurigaan terhadap infeksi dan ditemukan tanda-tanda
awal disfungsi organ, pasien memenuhi kriteria mengalami kondisi sepsis
berat:
a. Tekanan darah sistolik (SBP) kurang dari 90 mmHg atau MAP kurang dari
65 mmHg
b. SBP turun lebih dari 40 mmHg dari baseline
c. Insufisiensi pernafasan
d. Kreatinin lebih besar dari 2,0 mg/dL atau urine output yang kurang dari
0,5 mL/kg per jam selama lebih dari 2 jam
e. Bilirubin lebih besar dari 2 mg/dL
f. Jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm
g. Koagulopati
h. Laktat lebih besar dari 4 mmoL/L (Kurniati, 2013).
Pengkajian pada pasien sepsis :
a. Pemeriksaan Fisik
1) Neurologis : tidak berespons, dan sulit bangun
2) Kardiovaskuler : denyut nadi lemah, hampir tidak teraba
3) Pulmoner : bunyi krekles, mengi, gawat napas
4) Kulit : kulit dingin dan lembab
5) Lain – lain : adanya gagal organ multiple
Stillwell (2012)
b. Penatalaksanaan Pasien Perawatan Akut
1) Terapi farmakologi
a) Koloid, kristaloid
b) Vasopresor : dopamin, norepinefrin, fenilefrin
c) Inotrop : dobutamin
d) antibiotik
2) Pembedahan
Stillwell (2012)
c. Diagnosa Keperawatan yang Kemungkinan Muncul
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan maldistribusi
aliran darah, remodeling paru, dan depresi fungsi miokardium.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tahanan
vaskuler pulmonal, edema intertsisial paru, dan mikrotrombi paru.
3) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan patogen yang
menginfeksi.
Stillwell (2012)
d. Tindakan Keperawatan
1) Tanda – tanda vital pasien diukur setiap 4 jam dan suhu badan setiap 2
jam; rentang suhu badan dari 39,9 derajat sampai 38 derajat setelah
pemberian asetaminofen (Tylenol)
2) Kultur sputum, urine, dan area IV dilakukan; hasilnya ditunggu
3) Kultur darah dilakukan 3 kali (antibiotic) IV diberikan setiap 6 jam
diberikan sebagai terapi permulaan terhadap hasil kultur
4) Pasien mengalami sesak napas, ahli terapi pernapasan dipanggil untuk
mengevaluasi oksimetri nadi
5) Tekanan darah 90/55 mmHg, turun dari 120/70 mmHg 2 jam yang lalu
6) Pasien merasa sangat lemah, setelah bangkit dari kursi selama 30
menit; baringkanlah kembali ditempat tidur dan tanda vital diperiksa;
suhu badan 38,8 derajat
7) Pasien mengalami mual dan muntah berat; cairan IV ditinggalkan dan
pasien menjalani puasa; Tylenol (penurunan suhu) diganti dari PO
menjadi PR
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai
manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang
berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis
merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme
penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi
(Nasronudin, 2011).
Pengkajian umum pada pasien saat triase, digabungkan dengan
riwayat kesehatan dan pengkajian fisik, sangat penting dalam
mengidentifikasi sepsis. Pasien dengan sepsis datang ke sarana pelayanan
kesehatan dengan demana, menggigil, sesak nafas atau takipnea, takikardi,
ruam kemerahan,, atau gelisah. Gejala-gejala ini bisa ditemukan juga pada
penyakit selain sepsis, sehingga sulit untuk mendiagnosa sepsis di fase
awal. Dalam proses triase, penting untuk mempertimbangkan usia dan
riwayat pasien.orang tua, anak-anak, dan bayi memiliki insidensi yang
lebih tinggi mengalami sepsis dari pada usia dewasa muda.
Penatalaksanaan Pasien Perawatan Akut dengan Terapi farmakologi
(Koloid, kristaloid, Vasopresor : dopamin, norepinefrin, fenilefrin, Inotrop
: dobutamin, antibiotik) dan Pembedahan. Selain penatalaksaan sepsis bila
ditemukannya tanda – tanda vital pasien diukur setiap 4 jam dan suhu
badan setiap 2 jam; rentang suhu badan dari 39,9 derajat sampai 38 derajat
setelah pemberian asetaminofen (Tylenol). Kultul sputum, urine, dan area
IV dilakukan; hasilnya ditunggu. Kultul darah dilakukan 3 kali (antibiotic)
IV diberikan setiap 6 jam diberikan sebagai terapi permulaan terhadap
hasil kultur. Pasien mengalami sesak napas, ahli terapi pernapasan
dipanggil untuk mengevaluasi oksimetri nadi. Tekanan darah 90/55
mmHg, turun dari 120/70 mmHg 2 jam yang lalu. Pasien merasa sangat
lemah, setelah bangkit dari kursi selama 30 menit; baringkanlah kembali
ditempat tidur dan tanda vital diperiksa; suhu badan 38,8 derajat. Pasien
mengalami mual dan muntah berat; cairan IV ditinggalkan dan pasien
menjalani puasa; Tylenol (penurunan suhu) diganti dari PO menjadi PR.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya
dapat dipertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran
terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah dijelaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Aswoco Andyk. (2017) . Problematika Penanganan SEPSIS. Malang :


UB Press
Kurniati Amelia, dkk. (2013). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy,
Ist Indonesia.Elsevier Singapore : ELSEVER
Merelli, (2008). Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC
Stillwell, Susan B. 2012. Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC

Setyohadi, Bambang dkk (2006). Buku ajaran penyakit dalam . jakarta. Fakultas
kedokteran UI.

Anda mungkin juga menyukai