AMIGDALA 2015
PEMICU 3 MODUL HI
AULIYA YASMIN & ROMI RHOMADHON
SEBELUM KITA MEMULAI, MARILAH KITA MEMBACA DOA SEBELUM
BELAJAR TERLEBIH DAHULU…. AGAR ILMU YANG KITA PELAJARI
MENJADI BERKAH DAN BERPAHALA DISISI ALLAH SWT.. AAMIIN
“BELAJAR MEMANG MELELAHKAN, TAPI AKU TAK MAU MELIHAT
PASIEN DIDEPANKU MENINGGAL
AKIBAT KETIDAKTAHUANKU”
Virus dengue
Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009,
World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
Indonesia
DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
bendung.
Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun
(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak
tampak gelisah.
Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
DERAJAT KEPARAHAN DENGUE
PATOGENESIS
Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel
langerhans di epidermis dan keratinosit. Kemudian
menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel dendritik,
makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel
dendritik yang terinfeksi memproduksi banyak sitokin
proinflammatori dan kemokin yang selanjutnya
mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan
disfungsi endotelial. Disfungsi endotelial menyebabkan
peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian
menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga
peritonium, dan syok. Sel endotelial juga dirangsang untuk
menimbulkan respons imun yang mengakibatkan
permeabilitas vaskular meningkat .Menurut IDAI (2012),
patogenesis DHF belum jelas namun terdapat hipotesis
yang mendukung seperti heterologous infection hypothesis
atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah
terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi
kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu
6 bulan sampai 5 tahun (IDAI, 2012). Banyak para ahli
sependapat bahwa infeksi sekunder adalah penyebab
beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD .
PATOGENESIS
Menurut hipotesis infeksi sekunder sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan
transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit,
proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan
kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa (WHO,
1997).
Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk penyakit lebih
berat (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal ini dijelaskan dengan pembentukan
kaskade cross-reactive antibodi heterolog nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin (seperti
interferon gamma yang diproduksi o lek sel T spesifik) dan aktivasi komplemen yang
menyebabkan disfungsi endotel, destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif
FASE DENGUE
WHO pada tahun 2009 membagi gejala klinis
demam dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam,
2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery.
2. Fogging yang efektif merupakan salah satu cara menurunkan populasi nyamuk. Namun, perlu diperhatikan
dosis insektisida yang digunakan, perhitungan arah angin, dan perhitungan radius daerah cakupan. Fogging
sebaiknya dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 – 10.00 dan sore hari pukul 15.00 sampai 17.00. Bila dilakukan
pada siang hari, nyamuk sedang tidak beraktivitas dan asap fogging mudah menguap karena udara siang yang
panas. Fogging sebaiknya tidak dilakukan pada keadaan hujan.
3. Saat ini, vaksin DBD saat ini sudah tersedia dan dalam waktu dekat akan diedarkan di Indonesia. Pemberian
vaksin tidak lantas mengurangi upaya pencegahan DBD yang ada, dan dilakukan bersama-sama. Dengan
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya infeksi DBD, keikutsertaan masyarakat dalam usaha
pencegahan, dan adanya vaksin, maka diharapkan angka kesakitan dan kematian anak akibat DBD di Indonesia
dapat diturunkan.
TERIMA KASIH.. MOHON MAAF JIKA ADA
KESALAHAN