Anda di halaman 1dari 17

Nama : Melania Rofiqoh Rafsanjani

NIM : 6411418167
Kelas : 3D

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR


DEMAM BERDARAH (DBD)

A. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam
mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri
ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan
(petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah,
kesadaran menurun.Hal yang dianggap serius pada demam berdarah dengue adalah jika
muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/ renjatan (Mubin, 2009: 19).
Fever Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali ditandai dengan
sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan leukopenia sebagai gejalanya.
Demam berdarah dengue (Dengue Haemoragick Frever/DHF) ditandai dengan empat
gejala klinis utama: demam tinggi/ suhu meningkat tiba-tiba, sakit kepala supra, nyeri otot
dan tulang belakang, sakit perut dan diare, mual muntah. Fenomena hemoragi, sering
dengan hepatomegali dan pada kasus berat disertai tanda – tanda kegagalan sirkulasi.Pasien
ini dapat mengalami syok yang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut
Sindrom Syock Dengue (DSS) dan sering menyebabkan fatal ( Mubin, 2009:19).

B. KLASIFIKASI ILMIAH
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Subgenus : Stegomyia
Spesies : A. aegypti
C. ETIOLOGI
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat dalam tubuh nyamuk
Aedes aegepty (betina).Virus ini termasuk famili Flaviviridae yang berukuran kecil sekali
yaitu 35-45 mm. Virus ini dapat tetap hidup (survive) di alam ini melalui 2 mekanisme.
Mekanisme pertama, transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan
oleh nyamuk betina pada telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat
ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.Mekanisme
kedua, transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya.Nyamuk
mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang pada saat itu sedang
mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus yang sampai ke lambung
nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri/berkembang biak), kemudian akan
migrasi yang akhirnya akan sampai di kelejar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap
saat siap untuk dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
(Darmowandowo, 2001).

D. VEKTOR PENYAKIT
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-320C dan
kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama untuk
arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang siang
hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang 100 m – 1 km, dan ditularkan oleh
nyamuk betina yang terinfeksi.

MORFOLOGI AEDES AEGYPTI


1. Telur
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas
permukaan air. Setiap hari nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100
butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain.
Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan
lembab. Telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur
akan menetas pada waktu yang sama. Pada kondisi yang buruk (dalam kondisi
kekeringan yang lama), telur dapat bertahan hingga lebih dari satu tahun. Kapasitas telur
untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan
spesies ini.
2. Larva atau Jentik
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari.
Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan
kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari
penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7
hari, termasuk dua hari untuk masa menjadi pupa. Akan tetapi, pada suhu rendah,
mungkin akan dibutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.
3. Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian
kepala - dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,
sehingga tempak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada
terdapat alat bernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke- 8 terdapat sepasang alat
pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan
bulu di nomor 7 pada ruas perut ke- 8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan,
tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Pupa bertahan selama
dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.
4. Nyamuk dewasa
Orang awam mudah mengenali nyamuk tersebut dengan ciri-ciri umum
sebagai berikut (WHO, 2005):
a. Menghisap darah pada siang hari (08.00-12.00)
b. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
c. Senang hinggap pada pakaian menggantung
d. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan sekitar rumah
DAUR HIDUP NYAMUK AEDES AEGYPTI

Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada
permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur
rata-rata 100 butir. Setelah kira-kira dua hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan
pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi
dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9
hari.
Aktifitas nyamuk Aedes aegypti pada temperatur dibawah 17°C Aedes
aegypti tidak aktif menghisap darah. Kelembaban optimum bagi kehidupan Aedes aegypti
adalah 80% dan suhu udara optimum antara 28-29°C. Pada suhu yang tinggi meningkatkan
metabolisme tubuh, sehingga masa inkubasi ekstrinsik menjadi lebih pendek. Pada musim
hujan frekuensi gigitan akan meningkat, karena kelembaban yang tinggi memungkinkan
dapat memperpanjang umur nyamuk. Untuk daerah yang beriklim dingin, Aedes aegypti
tidak aktif mengigit. Aedes aegypti mengigit pada pagi, siang dan sore hari.

E. EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue ( DBD ) merupakan penyakit arbovirus dari keluarga
flavivirus yang memiliki empat serotype berbeda (DEN-1, -2, -3, and -4) yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Demam berdarah
dengue ( DBD ) menjadi perhatian di seluruh dunia terutama di Asia dikarenakan sebagai
penyebab utama kesakitan dan kematian anak. Data dari WHO menunjukkan sekitar 1,8
miliar (lebih dari 70%) dari populasi berisiko dengue di seluruh dunia yang tinggal di
negara anggota WHO wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat, menderita hampir 75%
dari beban penyakit global saat ini disebabkan oleh demam berdarah dengue ( DBD ).

Gambar 1. Negara dengan risiko transmisi virus Dengue.


Sumber : WHO, 2012

Epidemi demam berdarah dengue ( DBD ) adalah masalah kesehatan utama


masyarakat di Indonesia, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timor Leste yang berada di
zona hujan tropis dan katulistiwa dimana nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah
perkotaan dan pedesaan, tempat beberapa serotype virus beredar.2 Demam berdarah
dengue ( DBD ) pertama kali digunakan di Asia Tenggara tahun 1953 di Filipina. DBD di
Indonesia pertama kali dicurigai pada tahun 1968 terdapat di Surabaya dan konfirmasi
virologisnya diperoleh pada tahun 1970. Tahun 1972 epidemi pertama di luar Jawa
dilaporkan terdapat di Sumatera Barat dan lampung kemudian tahun 1973 disusul Riau,
Sulawesi Utara dan Bali. Saat ini demam berdarah dengue ( DBD ) sudah endemis di kota
besar dan penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan
jumlah penderita DBD di Indonesia sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah kematian 816
orang (Indeks Rate/IR= 37,27 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate/CFR= 0,90
%). Jumlah kasus penyakit DBD terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu 19.663
kasus diikuti oleh Jawa Timur (8.177 kasus), Jawa Tengah (7.088 kasus) dan DKI Jakarta
(6669 kasus). Keempatnya merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbesar
dimana ini merupakan faktor risiko dari penyebaran penyakit dengue.

Gambar 2. Jumlah Kasus Infeksi Dengue per Provinsi pada Tahun 2012.
Sumber : Kementrian Kesehatan, 2013

Sedangkan untuk jumlah kematian penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) tiap
provinsi pada tahun 2012, tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu 167 kematian
yang diikuti oleh Provinsi Jawa Timur (114 kematian) dan Jawa Tengah (108 kematian)
dan Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah kematian DBD yang rendah yaitu 4 kematian, hal
tersebut dikarenakan sistim surveilans dan manajemen penatalaksanaan kasus DBD di DKI
Jakarta yang cukup baik
Gambar 3. Jumlah Kematian Infeksi Dengue per Provinsi pada Tahun 2012.
Sumber : Kementrian Kesehatan, 2013

F. PATOGENESIS
Patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi DBD belum diketahui dengan
pastisehingga teori yang masih dianut sampai saat ini adalah the secondaryheterologous
infection hypothesis. Teori tersebut menyatakan bahwa DBD dapatterjadi apabila
seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kalimendapatkan infeksi kedua dengan
virus dengue serotipe lain dalam waktu 6bulan sampai 5 tahun.
Pada infeksi dengue terbentuk antibodi yang terdiri atas imunoglobulin Gyang
berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaituenhancing
antibody dan neutralising antibody.Dikenal 2 tipe antibodyberdasarkan virion determinant
specificity yaitu kelompok monoklonal reaktifyang mempunyai sifat menetralisasi tetapi
memacu replikasi virus dan antibodyyang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai
daya memacu replikasivirus. Antibodi non-netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer
akanmenyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan
akibatmemacu replikasi virus. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya
reaksiimmunologis.
Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD.Olehrangsang
monosit yang telah terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue,limfosit manusia
dapat mengeluarkan interferon (IFN) alfa dan gamma.Padainfeksi sekunder oleh virus
dengue serotipe berbeda dengan infeksi pertama,limfosit T CD4 berproliferasi dan
menghasilkan IFN alfa.IFN alfa itu merangsangsel yang terinfeksi virus dengue dan
mengakibatkan monosit memproduksimediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan
perdarahan.

G. CARA PENULARAN
Virus dengue (arbovirus) ditularkan ke manusia melalui gigitannyamukaedes
aigypti betina. Dapat pula melalui gigitan nyamuk aedes albopictus,namun didaerah
perkotan nyamuk tersebut bukansebagai vektor utama. Sekali terinfeksi dengan arbovirus,
makaseumur hidup nyamuk akan tetap terinfeksi dan dapat terusmenularkan virus
tersebutkepada manusia. Nyamuk betina yangterinfeksi juga dapat menurunkan virus ke
generasi berikutnyadengan cara transmisitransovarial.Akan tetapi hal tersebut jarangterjadi
dan tidak berpengaruh signigfikan pada penularan manusia.Hostdari virus yang paling
utama adalah manusia, walaupun ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa
jugaditemukan pada monyet.
Virus dengue bersirkulasi dalam tubuh manusiaselama 2-7 hari atau selama demam
terjadi. Dalam waktu 4-7 hari,virusdengueditubuh penderita dalam keadaan viremia
padamanusia itulah penularan terjadi. Apabila penderita digigit olehnyamuk penular, maka
virus dengue juga akan terhisap dalamtubuh nyamuk. Virustersebut kemudian berada
dalam lambungnyamuk dan akan memperbanyak diriselanjutnya akan berpindahke
kelenjar ludah nyamuk. Proses tersebut memakan waktu 8-10 hari sebelum
virusdenguedapat ditularkan kembali kemanusiamelalui gigitan nyamuk terinfeksi. Sama
waktu yang dibutuhkanselama inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi
lingkungan,terutama faktor suhu udara

H. FAKTOR PENYEBAB
Menurut WHO, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD, antara
lain faktor host, lingkungan (environment), dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu
kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu
kondisi geografis (ketinggian dari permukaan air laut, curah hujan, kecepatan angin,
kelembaban udara, musim), kondisi geografis ini juga dipengaruhi oleh kondisi demografis
(kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, perilaku, adat istiadat, dan sosial ekonomi
penduduk) (Lizda Iswari, 2008: E-79).
1. Faktor Agent (Penyebab)
Agent (penyebab penyakit) yaitu semua unsur atau elemen hidup dan mati
yang kehadiran atau ketidakhadirannya, apabila di ikuti dengan kontak yang efektif
dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimulus
untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam hal ini
yang menjadi agent dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah virus Dengue (Fitriyani, 2007: 4).
2. Faktor Host (Penjamu)
Host (Penjamu) yang dimaksud adalah penderita penyakit DBD. Faktor host
(penjamu) antara lain umur, ras, sosial ekonomi, cara hidup, status perkawian,
hereditas, nutrisi dan imunitas. Beberapa penyebab faktor penjamu (Bismi Rahma
Putri, 2009: 4)
a. Kelompok umur akan berpengaruh terhadap penularan penyakit. Beberapa
penelitian yang telah dilakuakn menunjukan bahwa kelompok umur yang paling
banyak diserang DBD adalah kelompok <15 tahun, yang sebagian besar
merupakan usia sekolah.
b. Kondisi sosial ekonomi akan mempengaruhi perilaku manusia dalam
mempercepat penularan penyakit DBD, seperti kurangnya pendingin ruangan
(AC) di daerah tropis membuat masyarakat duduk-duduk diluar rumah pada
pagi dan sore hari. Waktu pagi dan sore tersebut merupakansaat nyamuk Aedes
aegypti mencari mangsanya.
c. Tingkat kepadatan penduduk. Penduduk yang padat akan memudahkan
penularan DBD karena berkaitan dengan jarak terbang nyamuk sebagai
vektornya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian epidemi
DBD banyak terjadi pada daerah yang berpenduduk padat.
d. Imunitas adalah daya tahan tubuh terhadap benda asing atau sistem kekebalan.
Jika sistem kekebalan tubuh rendah atau menurun, maka dengan mudah tubuh
akan terserang penyakit.
e. Status gizi diperoleh dari nutrisi yang diberikan. Secara umum kekurangan gizi
akan berpengaruh terhadap daya tahan dan respons imunologis terhadap
penyakit.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang diklasifikasikan atas empat komponen yaitulingkungan
fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologi dan lingkungan sosial.
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim yang terdiri dari curah hujan,
kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, sinar matahari, dan ketinggian
tempat.Lingkungan fisik berpengaruh langsung terhadap komposisi spesies vektor
habitat perkembangan nyamuk sebagai vektor, populasi, longivitas dan
penularannya.
1) Curah Hujan
Curah hujan mempunyai kontribusi dalam tersedianya habitat
vektor.Curah hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan
nyamuk. Pengaruh curah hujan terhadap vektor bervariasi, tergantung pada
jumlah curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, frekuensi hari hujan,
keadaan geografis dan tempat penampunan air yang merupakan sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk.Di Asia Tenggara Di temukan hubungan yang kuat
antara curah hujan dan insident dengue.Biasanya puncak transmisi diketahui
pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi dengan temperatur tinggi, karena
pada prinsipnya habitat laarva Aedes aegypti adalah tersedianya water storage
container.Pada beberapa tempat penyakit Dengue datang sebelum tiba musim
hujan dan meningkat saat peralihan musim (Fitriyani, 2007: 5).

2) Kelembaban Udara
Kelembaban nisbi merupakan faktor yang membatasi bagi
pertumbuhan, penyebaran dan umur nyamuk.Hal ini erat kaitannya dengan
systempernafasan trakea, sehingga nyamuk sangat rentan terhadap kelembaban
rendah.Spesies nyamuk yang mempunyai habitat hutan lebih rentan terhadap
perubahan kelembaban dari pada spesies yang mempunyai habitat iklim kering
(Fitriyani, 2007: 5-6).
3) Temperatur Udara
Temperatur udara merupakan salah satu pembatas antara penyebaran
hewan.Suhu berpengaruh pada daur hidup, kelangsungan hidup, pertumbuhan
dan perkembangannya. Adaptasi suatu spesies terhadap keadaan suhu udara
yang tinggi dan rendah akan mempengaruhi sebaraan geografis spesies
tersebut. Siklus gonotropik atau perkembangan telur, umur dan proses
pencemaran nyamuk dipengaruhi oleh temperatur. Kondisi lingkungan dengan
temperatur 27o-30oC dalam waktu yang lama akan mengurangi populsi vektor
(Fitriyani, 2007: 5).
4) Kecepatan Angin
Kecepatan angin secara tidak langsung mempengaruhi suhu udara dan
kelembaban udara.Pengaruh langsung dari kecepatan angin yaitu kemampuan
terbang. Apabila kecepatan angin 11-14 m/detik akan menghambat aktivitas
terbang nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai jarak terbang paling
efektif 50-100 mil atau 81-161 km (Fitriyani, 2007: 6).
5) Sinar Matahari
Pada umumnya sinar matahari berpengaruh terhadap aktivitas nyamuk
dalam mencari makan dan beristirahat.Spesies nyamuk mempunyai
variasidalam pilihan intensitas cahaya untuk aktivitas terbang, aktivitas
mengigit dan pilihan tempat istirahat (Fitriyani, 2007: 6).
6) Ketinggian Tempat
Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD hidup pada
ketinggian 0-500 meter dari permukaan dengan daya hidup yang tinggi,
sedangkan pada ketinggian 1000 meter dari permukaan laut nyamuk Aedes
aegypti idealnya masih bisa bertahan hidup. Ketinggian 1000-1500 meter
dari permukaan laut pada daerah Asia Tenggara merupakan batas
penyebaran nyamuk Aedes aegypti.Namun di daerah Amerika Latin
nyamuk masih bisa bertahan pada ketinggian 2200 meter dari permukaan
laut dengan suhu 17oC (Bismi Rahma Putri, 2009: 5).

b. Lingkungan Kimia
Air adalah materi yang sangat penting dalam kehidupan.Tidak ada satupun
makhluk hidup yang dapat hidup tanpa air.Air merupakan habitat nyamuk
pradewasa.Air berperan penting terhadap perkembangbiakan nyamuk.Penyakit
dapat dipengaruhi oleh perubahan penyediaan air. Salah satu diantaranya adalah
infeksi yang ditularkan oleh serangga yang bergantung pada air (water related
insect vector) seperti Aedes aegypti dapat berkembangbiak pada air dengan pH
normal 6,5-9 ( Fitriyani, 2007: 6).

c. Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi berpengaruh terhadap resiko penularan penyakit
menular. Hal yang berpengaruh antara lain jenis parasit, status kekebalantubuh
penduduk, jenis dan populasi serta potensi vektor dan adanya predator dan populasi
hewan yang ada (Fitriyani, 2007: 6).

d. Lingkungan Sosial Ekonomi


Menurut Andriani (2001) secara umum faktor berkaitan dengan lingkungan
sosial ekonomi adalah (Bismi Rahma Putri, 2009: 6):
1) Kepadatan penduduk, akan mempengaruhi ketersedian makanan dan
kemudahan dalam penyebaran penyakit.
2) Kehidupan sosial seperti perkumpulan olahraga, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, fasilitas ibadah dan lain sebagainya.
3) Stratifikasi sosial berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis
dansebagainya.
4) kemiskinan, biasanya berkaitan dengan malnutrisi, fasilitas yang tidak
memadai, secara tidak langsung merupakan faktor penunjang dalam proses
penyebaran penyakit menular.
5) Keberadaan dan ketersediaan fasilitas kesehatan.

I. FAKTOR RISIKO
Demam berdarah dapat berkembang pada iklim serta kondisi lingkungan yang
hangat. Nyamuk Aides aegypti ini dengan mudah menyebar serta berkembang biak dengan
cepat. Nah, di bawah ini merupakan beberapa faktor resiko terjadinya penyakit demam
berdarah.
 Orang yang tinggal di kawasan perumahan padat penduduk.
 Wilayah yang mempunyai iklim hangat dan lembab.
 Lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik seperti terlalu banyak genangan air
baik bejana maupun di tanah.
 Wilayah yang sudah pernah mempunyai kasus demam berdarah.
 Anak-anak sampai orang dewasa bisa mempunyai resiko yang tinggi jika tinggal di
lingkungan yang memicu penyebaran nyamuk Aides aegypti.
J. TANDA DAN GEJALA
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD dengan masa
inkubasi antara 3-15 hari.Penderita biasanya mengalami demam akut atau suhu meningkat
tiba-tiba, sering disertai menggigil, saat demam pasien compos mentis. Gejala klinis lain
yang sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula
dijumpai pada saat penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat
berupa :
a. Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.
b. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang
tidak khas dijumpai pada penderita DBD adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi.
c. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot tulang dan sendi,
nyeri otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada
kulit, muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata
sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan badan
terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik perdarahan,
lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta
kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh,
panas turun secara tiba-tiba.Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau
keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak
mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut
nadi lemah atau tidak teraba) kadang kesadarannya menurun (Mubin, 2005: 8).
Kriteria klinis DBD menurut WHO 1986 (dalam Arif. M, 2001; 429) adalah
a. Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam
disertai gejala tidak spesifik
b. Manifestasi perdarahan.
c. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa icterus
d. Dengan/adanya renjatan
e. Kenaikan nilai hematokrit.

Menurut (Mubin, 2009) derajat penyakit DBD terbagi empat derajat :


1. Derajat 1 :
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji
tourniquet positif)
2. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada
hidung (epistaksis)
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (kurang dari 20 mm/Hg) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab
serta gelisah
4. Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat
diukur, akral dingin dan akan mengalami syok.

K. KOMPLIKASI
Demam berdarah yang tidak tertangani dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
dengue shock syndrome (DSS). Selain menampakkan gejala demam berdarah, DSS juga
memunculkan gejala seperti:
 Tekanan darah menurun.
 Pelebaran pupil.
 Napas tidak beraturan.
 Mulut kering.
 Kulit basah dan terasa dingin.
 Denyut nadi lemah.
 Jumlah urine menurun.
Tingkat kematian DSS yang segera ditangani adalah sekitar 1-2%.Namun sebaliknya,
bila tidak cepat mendapat penanganan, tingkat kematian DSS bisa mencapai 40%.Karena
itu, penting untuk segera mencari pertolongan medis, bila Anda mengalami gejala demam
berdarah.Pada kondisi yang parah, demam berdarah bisa menyebabkan kejang, kerusakan
pada hati, jantung, otak, dan paru-paru, penggumpalan darah, syok, hingga kematian.

L. DIAGNOSIS
Sardjana : 2007 (dalam Ahmad 2009: 23 ) menyebutkan diagnosis demam berdarah
dengue dapat ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet positif, terdapat
petekie, perdarahan mukosa atau perdarahan dari bagian tubuh lain danhematemesis
atau melena
c. Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul)
d. Terdapat minimal satu tanda dari kebocoran plasma seperti peningkatan hematokrit lebih
dari 20%, penurunan hematokrit lebih dari 20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya dan tanda kebocoran plasma seperti
efusi pleura, ascites, atau hipoproteinemia.
Seorang penderita DBD dikatakan mengalami Sindrom Syok Dengue (SSD) apabila
seluruh kriteria diatas terjadi ditambah tanda-tanda kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun sampai diastolik dibawah 20 mmHg, kulit
dingin serta pasien gelisah

C. PENCEGAHAN
1. PRIMER
Tindakan yang bisa dilakukan meliputi:
Promosi kesehatan, dimulai dari promosi kesehatan dasar dari kelurga untuk
memberitaukan bagaimana caranya mencegah penyakit DBD ini. Promosi kesehatan
bisa dilakukan dengan membuat suatu penyuluhan di rapat RT atau arisan bulanan RT
maupun RW mengenai bagaimana cara mencegah penyakit DBD yaitu :
a. Lakukan program 3M (menguras, menutup dan mengubur) tempat-tempat
penampungan air hujan dan lainnya.
b. Hindari ruangan yang lembab dan perbaiki sirkulasi udara.
c. Jangan biarkan baju kotor menumpuk atau digantung.
d. Menanam tanaman anti nyamuk.
e. Pastikan jendela dan pintu tidak memiliki lubang kecil sehingga memberi jalan
masuk bagi nyamuk. Pastikan ventilasi memiliki penyaring untuk mencegah
nyamuk masuk
f. Gunakan obat nyamuk oles maupun bakar pada siang maupun malam hari
g. Jika perlu upayakan ada jaring anti nyamuk (kelambu di tempat tidur).
h. Pemberian abate pada tempat-tempat penampungan air bersih yang sulit
dibersihkan.
2. SEKUNDER
Sasaran diagnosis dini dapat dilakukan pada kelompok masyarakat yang
mempunyai resiko tinggi terjadinya DBD seperti pada daerah endemic DBD
atau masyarakat pada daerah yang tiba-tiba terjadi peningkatan kejadian
DBD.Masyarakat di daerahini dapat secara rutin memeriksakan diri ke dokter
untuk pencegahan.
Tindakan yang bisa dilakukan meliputi:
a. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Pemeriksaan pada seseorang yang mengalami gejala awal dari DBD
seperti demam yang tinggi dengan memeriksa kadar trombosit pasien.
Apabila kadar trombosit sudah mulai meningkat dengan ditambah gejala
dan lingkungan yang mengarah pada penyakit DBD maka segera dilakukan
pengobatan segera
b. Pembatasan ketidakmampuan (disability)
Pada awal fase penyakit setelah diagnosis awal terkena DBD maka
diberikan pengobatan yang cukup untuk mengentikan proses penyakit dan
mencegah komplikasi dan sekuel yang lebih parah

3. TERSIER
Tindakan yang bisa dilakukan dalam pencegahan tersier meliputi:

1. Limitasi disabilitas
Dapat dilakukan dengan memberikan suplemen makanan atau
makan-makan yang bergizi agar pasien DBD pulih kembali tenaganya dan
dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari

2. Rehabilitasi
Karena selama pengobatan pasien akan tirah baring dan tidak
melakukan sedikit pergerakan otot tubuh maka kemungkinan besar pasien
akan merasa kesulitan untuk memulai melakukan aktivitas sehari-hari. Jadi
dapat dilakukan rehabilitasi dengan membantu pasien untuk bisa melakukan
aktivitas sehari-hari melalui pelatihan otot dan fungsi tubuh yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

____. 2016. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD). http://rsham.co.id/wp-


content/uploads/2015/01/Promosi-Kesehatan-Demam-Berdarah-Dengue.pdf.
Diakses pada 21 September 2019.
Kamelia. 2018. Demam Berdarah Dangue (DBD) : Etiologi, Patofisiologi, Terapi, dll.
http://klikfarmasi.com/artikel-ilmiah/demam-berdarah-dangue-dbd/. Diakses
pada 21 September 2019.

Maani. Yurike. ____. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus


Dengue. https://www.academia.edu/4661826/DBD_Patofisiologi. Diakses pada 21
September 2019.
Willy, Tjin. 2018. Komplikasi Demam Berdarah. https://www.alodokter.com/demam-
berdarah/komplikasi. Diakses pada 21 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai