Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) telah menjadi
perhatian internasional dalam tiga dekade terakhir karena peningkatan frekuensi kejadian
yang dramatis secara global. Infeksi dengue merupakan penyakit menular melalui nyamuk
(musquito-borne) yang paling sering terjadi pada manusia. World Health Organization
(WHO) mengestimasikan sekitar 2,5 milyar atau 2/5 populasi penduduk dunia di negara
tropis dan subtropis sangat berisiko terinfeksi virus dengue. Diperkirakan saat ini terdapat 50
juta kasus DBD setiap tahunnya dengan 50.000 kasus memerlukan penanganan serius di
rumah sakit dan 25.000 diantaranya meninggal dunia.1,2

DBD secara epidemiologi berubah secara cepat dan merupakan salah satu penyebab
kematian yang signfikan pada anak-anak di seluruh dunia, terutama di negara-negara
berkembang. Sebagian besar (90%) dari kasus DBD yang memerlukan perawatan di rumah
sakit adalah anak-anak yang berusia kurang dari lima tahun.3,4

Penyebaran virus dengue secara geografi telah menyebabkan munculnya epidemi


DBD. Kasus kesakitan dan kematian akibat dengue dilaporkan terbanyak di daerah Asia
Tenggara. Sepuluh negara di daerah ini memberikan kontribusi terbesar terhadap peningkatan
morbiditas dan mortalitas dengue selama tiga tahun terakhir. Peningkatan kasus dengue yang
ringan hingga yang paling berat terdapat di negara Thailand, Myanmar, dan Indonesia.1,4

Menurut Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2013 jumlah penderita DBD
sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang dan Incidence Rate (IR) atau
angka kesakitan mencapai 45/85 per 100.000 penduduk, Case Fatality Rate (CFR) atau angka
kematian 0,77%. Terdapat tiga provinsi yang memiliki CFR tinggi, yakni Provinsi Jambi,
Kepulauan Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedangkan pada tahun 2014,
Departemen Kesehatan RI mencatat terjadinya penurunan jumlah kasus DBD di NTT yang
mengindikasikan kemajuan dalam upaya mengeradikasi penyakit ini.5,6

Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus flavivirus, famili flaviviridae
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Virus ini termasuk
dalam kelompok arbovirus atau arthropod-borne virus yang ditularkan ke manusia terutama
melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan A. Albopictus
yang terdapat hampir di seluruh Indonesia. Penularan juga dapat terjadi melalui transfusi
darah dan tranplantasi organ atau jaringan yang terinfeksi. Spektrum klinis penyakit ini dapat

1|Referat Demam Berdarah Dengue


dibagi menjadi gejala klinis paling ringan atau tanpa gejala (silent dengue infection), demam
dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan demam berdarah dengue disertai syok
(sindrom syok dengue, SSD).7,8,9

DEFINISI

Demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever, DHF) adalah penyakit


trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril yang
disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas
hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein
masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik.4,10

ETIOLOGI

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan panjang 50 nm terdiri dari
asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Virus ini terdiri atas
neukleokapsid yang ditutupi dengan envelope lipoprotein.4,11
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm yang terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6. Flavivirus terdiri atas empat jenis serotipe yakni,
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi pada salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe tersebut tetapi tidak menimbulkan antibodi untuk serotipe yang
lain. Oleh karena itu, seseorang yang tinggal di daerah endemis dapat terinfeksi 3 atau 4
serotipe sekaligus selama hidup. Keempat serotipe Flavivirus dapat ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 sebagai jenis serotipe terbanyak dan dapat menyebabkan DBD dengan
manifestasi klinis paling berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe virus dengue dengan
Flavivirus yang lain seperti pada penyakit Yellow Fever, Japanese encephalitis dan, West
Nile Virus.11,12
Di laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi
terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada arthropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes stegomyia dan
Toxorhynchintes.11

2|Referat Demam Berdarah Dengue


Virus Dengue tipe 3 merupakan serotipe yang terbanyak berhasil diisolasi, disusul
berturut-turut virus dengue tipe 1, virus dengue tipe 2 dan virus dengue tipe 4. Virus dengue
tipe 2 dan tipe 3 secara bergantian merupakan serotipe yang dominan, namun virus dengue
tipe 3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat (DBD derajat IV, DBD disertai ensefalopati,
DBD disertai hematemesis dan melena, dan DBD yang meninggal).13
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M
(membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran
atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan
antibodi spesifik untukproses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan
dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis
antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.14

TRANSMISI
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue, yaitu:
1. Vektor

Vektor penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue harus mudah terinfeksi
virus, mampu mereplikasi dan menularkan virus. Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes
albopictus merupakan vektor yang memenuhi untuk penularan virus dengue dari penderita
kepada orang lain melalui gigitan. Menurut persebarannya, kedua jenis nyamuk ini
ditemukan di daerah Afrika, Amerika dan Asia Tenggara. Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki risiko tinggi mengalami epidemi demam berdarah dengue karena
faktor persebaran vektor virus ini.4

Distribusi Ae. Agypti (WHO, 2011)

3|Referat Demam Berdarah Dengue


Distribusi Ae. albopictus (WHO, 2011)

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban)
karena sifatnya yang lebih menyukai darah manusia sebagai sumber makanan dibandingkan
darah hewan (anthropophilic). Selain itu Ae. aegypti merupakan nyamuk yang membutuhkan
lebih dari satu pejamu untuk menyempurnakan siklus gonotropiknya dan lebih dari satu
gigitan untuk memenuhi kebutuhan makannya (nervous feeder, discordant). Ae. Aegypti
berkembang biak dengan baik di tempat lembab dan genangan air bersih. Sebaliknya Ae.
albopictus adalah vektor penting di daerah pedesaan atau daerah pinggiran kota (daerah rural)
karena sifatnya yang menyukai baik darah hewan maupun darah manusia, tidak
membutuhkan lebih dari satu pejamu untuk menyempurnakan siklus gonotropiknya dan dapat
memenuhi kebutuhan makanannya dengan satu kali gigitan (aggresive feeder, concordant).
Ae. albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, dalam potongan bambu dan
genangan air lainnya, baik kotor maupun bersih.4
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina, karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah.
Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk
memproduksi telur. Nyamuk dewasa biasanya tinggal pada tempat gelap di dalam
ruanganseperti lemari baju dan di bawah tempattidur. Infeksi virus dalam tubuh nyamuk
dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi
vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan
nyamuk berulang kali menusukkan probosisnya, namun tidak berhasil menghisap darah,
sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain, akibatnya resiko penularan virus
menjadi semakin besar.15

4|Referat Demam Berdarah Dengue


Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan telur
pada permukaan air bersih secara individual, terpisah satu dengan yang lain, dan menempel
pada dinding tempat perindukkannya. Nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak
seratus butir telur tiap kali bertelur. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva
(jentik). Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan dari instar I ke instar IV memerlukan waktu sekitar lima sampai tujuh hari.
Setelah mencapai instar IV, larva berubah menjadi pupa (kepompong) di mana larva
memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa
keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu
kurang lebih sepuluh hari.15

Gambar
Sumber: Aedes Aegypti sebagai vektor demam berdarah dengue. 2010

Bila penderita demam berdarah digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus dalam
darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan
berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar
saliva. Dalam waktu 8-10 hari setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik),
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah
menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.16,17
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum
menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar
darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain.17
5|Referat Demam Berdarah Dengue
2. Pejamu (host)

Virus dengue berkembang biak di tubuh nyamuk, beradaptasi di tubuh hewan primata
dan mengalami tahap perkembangan selanjutnya di dalam tubuh manusia. Baik hewan
primata (monyet) dan manusia dapat menjadi pejamu untuk menularkan virus ini.4

Pada manusia terdapat beberapa faktor yang memengaruhi, yakni:


a. Umur

Salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi Dengue adalah
umur. Semua umur dapat terinfeksi oleh virus Dengue termasuk bayi yang berumur
beberapa hari setelah dilahirkan. Pada penelitian epidemi dengue di Bangkok dan
Gorontalo didapatkan hasil bahwa kelompok umur yang paling peka terinfeksi adalah
anak-anak. Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun. Namun
pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan dalam golongan usia
dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak ialah anak berumur 5-
11 tahun. Penderita DBD dengan usia dibawah 15 tahun memiliki derajat keparahan
yang cenderung lebih tinggi. Makin muda usia penderita, untuk derajat beratnya
penyakit, makin besar pula mortalitasnya.12

b. Status Gizi

Status gizi tidak mempengaruhi derajat berat ringannya penyakit infeksi dengue. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian di Yogyakarta dan Thailand yang menyebutkan bahwa
status gizi apa pun dapat terserang infeksi dengue yang berat. Namun, status gizi ini
berkaitan dengan kondisi hipoalbuminemia akibat kurangnya asupan nutrisi protein.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh kondisi malnutrisi.18
c. Status Imunitas
Kondisi imunokompromis merupakan salah satu faktor yang dapat memudahkan
infeksi virus dengue bahkan dapat memperberat manifestasi klinis penyakit ini.4
d. Genetik
Predisposisi genetik pada penyakit DBD telah dibuktikan melalui beberapa penelitian.
Hubungan antara alel dari HLA kelas I dengan kerentanan terhadap kejadian DBD telah
banyak dilaporkan di daerah endemis DBD.19
3. Lingkungan
Curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk, atau apabila seseorang tinggal atau
menetap di daerah endemis demam berdarah.18

6|Referat Demam Berdarah Dengue


PATOGENESIS
Virus DEN masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti
atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kupffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Data
dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa selsel monosit dan makrofag mempunyai
peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh
sel monosit perifer.14
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel
dengan bantuan organel- organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya,
baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen
struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus
DEN terjadi di sitoplasma sel.14
Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang
berbeda14:
a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip spesifik yang
dapat mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan SSD.

Sumber: Buletin Patogenesa DBD

7|Referat Demam Berdarah Dengue


Sumber: Buletin Patogenesa DBD

Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong
karena telah masuk dalam stadium SSD. Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita
DBD yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok
dan meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang secara klinis maupun
laboratoris nampak berat namun dapat sembuh dan selamat dari penyakitnya. Kenyataan ini
membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri dalam imunopatogenesis infeksi
dengue yang belum terungkap.20
Teori yang paling banyak dianut pada DBD dan SSD adalah teori infeksi sekunder
(secondary heterologous infection hypothesis) yang diajukan pertama kali oleh Halstead pada
tahun 1973. Teori ini menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya
dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko yang lebih besar untuk
menderita DBD yang lebih berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi dalam tubuh pasien.12
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain,
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadi infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-
sitolitik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1,
PAF (platelet activating factor) dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
dan kebocoran plasma. Aktivasi PAF akan menyebabkan agregasi dari trombosit yang akan
8|Referat Demam Berdarah Dengue
kemudian akan dihancurkan oleh sistem RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (DIC, Disseminated Intravascular
Coagulation), ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degredation Product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.11,16
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat DIC), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. Koagulopati terjadi sebagai akibat
infeksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian
menunjukkan koagulopati konsumtif terjadi pada DBD stadium III dan IV.11,16

Secondary heterologous infections hypothesis (Sumber: Suvatte, 1977 dikutip dari


Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, 2004)

9|Referat Demam Berdarah Dengue


Teori klasik aktivasi komplemen

Teori patogenesis yang lainnya, berhubungan dengan terbentuknya antibodi didalam


tubuh yaitu IgM dan IgG akibat masuknya virus Dengue yang dianggap sebagai antigen.
Tubuh merespon hal tersebut dengan membentuk antibodi yang pada akhirnya nanti akan
membentuk kompleks imun antigen-antibodi. Kompleks imun antigen-antibodi ini
selanjutnya akan mengaktivasi komplemen. Pada keadaan infeksi Dengue yang berat, maka
komplemen yang teraktivasi diantaranya C3a dan C5a juga akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma dan dapat
menimbulkan hipovolemia, hemokonsentrasi dan syok.18

Teori Sitokin atau Mediator


Limfosit dan monosit akan menghasilkan produk berupa sitokin atau mediator
berupa Interleukin (IL), Tumor Necrosis Factor (TNF), Interferon (IFN), limfokin dan
monokin apabila terjadi infeksi dalam tubuh. Sitokin dan mediator lainnya diperkirakan
menjadi penyebab terjadinya kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi akut virus Dengue maka sitokin yang dihasilkan adalah TNF-α, IL-1, TGF-β.
Limfosit T juga akan teraktivasi dan memproduksi sitokin yaitu interferon gama (IFN γ) dan
IL-2. Sitokin ini akan memacu terjadinya peningkatan permeabilitas vaskuler dan aktivasi
koagulasi serta fibrinolisis sehingga terjadi kebocoran plasma dan perdarahan.18

PATOFISIOLOGI
Sistem Vaskuler
Patofisiologi primer DBD (DBD) dan SSD (SSD) adalah peningkatan akut
permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma
menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan postmortem
meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia.20
Lesi destruktif yang tidak nyata pada vaskuler menunjukkan bahwa perubahan
sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah
stabil dan mulai sembuh, cairan ektravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan
penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan SSD melibatkan 3 faktor:
perubahan vaskuler, trombositopenia dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD

10 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dengan trombositopeni, dan banyak di antaranya
penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.20
Sistem Respon Imun
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Infeksi
virus ini mengakibatkan respon imun baik humoral maupun seluler, antara lain antinetralisasi,
antihemaglutinin, antikomplomen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM. Pada infeksi dengue primer mulai terbentuk antibodi baik IgG maupun IgM, dan pada
infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect) Antibodi terhadap
virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada
minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. 20
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik
antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG
meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu, diagnosis dini infeksi primer hanya dapat
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang
cepat. 20

Respon imun infeksi virus dengue


(dikutip dari: DBD Edisi Kedua, Soegeng Soegijanto, 2006)

11 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE
Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, demam yang
tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue. Pada
umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama
2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk
terjadi renjatan jika tidak mendapat terapi yang adekuat.11
Untuk diagnosis DBD, harus memenuhi beberapa kriteria dibawah ini11:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari
tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/uL)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu21,22:
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah
uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit
dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

12 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
Manifestasi klinis dan perubahan laboratoris pada infeksi dengue (WHO, 2011)

Tabel 1. Klasifikasi dan Derajat Keparahan Infeksi Dengue, WHO 2011

13 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
Derajat 3 dan derajat 4 diklasifikasikan ke dalam Sindrom Syok Dengue (SSD). Pada
keadaan SSD, kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium
akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan
segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi
syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik dan perdarahan hebat
saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya
terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul
ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya
nafsu makan.4,11
Syok pada infeksi dengue adalah akibat dari kehilangan cairan plasma masif dan
mendadak. Apabila syok segera dapat diketahui dan diberikan pengobatan yang adekuat,
maka pasien akan segera membaik tanpa komplikasi yang berarti (syok kompensata). Namun
pada syok berkepanjangan (prolonged shock) sebagai akibat hipoperfusi jaringan akan terjadi
asidosis metabolik, koagulasi intravaskular diseminata, dan keterlibatan organ lain (syok
dekompensata), dan akhirnya terjadi profound shock yang sangat sulit diatasi. Pada umumnya
komplikasi perdarahan hebat (khususnya perdarahan saluran cerna) akan terjadi apabila syok
yang tidak dapat diatasi lebih dari 60 menit.23
Sindrom syok dengue kompensata dan dekompensata
Syok kompensata Syok dekompensata (hipotensif)
 Takikardi  Takikardi
 Takipnea  Hipotensi
 Tekanan nadi <20 mmHg  Tekanan nadi menyempit
 Capilarry refill time >2 detik  Hiperpnae atau nafas Kussmaul
 Akral dingin  Sianosis
 Diuresis turun  Akral dingin
 Gelisah

Sumber: A-B-C-S pada sindrom syok dengue. Current Evidence in Pediatric Practices.2014

Klasifikasi DBD terbaru (WHO 2011) hampir sama dengan klasifikasi WHO 1997.
Penambahannya yaitu kasus infeksi dengue dengan unusual manifestation yang juga sering
didapat pada kasus anak yang pada umumnya berhubungan dengan keterlibatan organ hati,
ginjal, jantung dan gangguan neurologis pada pasien infeksi dengue. Kejadian unusual

14 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi pada kasus infeksi dengue tanpa
disertai perembesan plasma.4

Sumber : Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever (Revised and Expanded Edition)

PERJALANAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE


WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. Dalam panduan tersebut WHO membagi infeksi virus dengue menjadi 3 fase,
yaitu24:
a. Fase Demam
Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah, kulit
memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Ada juga gejala nyeri
tenggorokan, faring hiperemis, konjungtiva hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah muntah
umum terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue pada fase demam, uji
torniquet positif mempertinggi kemungkinan penderita mengalami infeksi virus dengue.
Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya (warning sign) yang akan
membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie
dan perdarahan membran mukosa (seperti perdarahan hidung dan gusi) dapat terjadi. Hati
dapat membesar dan tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari

15 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
pemeriksaan darah rutin adalah menurunnya total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi
dasar klinisi untuk menilai pasien sudah terjangkit virus dengue.
b. Fase Kritis

Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi ≤ 37,5-38 oC dan
bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas kapiler
bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini merupakan tanda awal
fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan menurunnya jumlah trombosit
mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari
derajat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi
abdomen dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan ascites. Syok dapat terjadi
didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign). Temperatur tubuh dapat subnormal
saat syok terjadi. Syok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ yang dapat mengakibatkan
kegagalan organ, metabolik asidosis dan disseminated intravascular coagulation (DIC).
Hepatitis akut yang berat, encephalitis, miokarditis dan atau terjadi perdarahan yang masif
dapat terjadi.
c. Fase Recovery
Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari kompartemen
extravascular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik, kembalinya nafsu makan,
berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil dan cukup diuresis. Bradikardia dan
perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit kembali normal atau lebih rendah
karena efek dilusi cairan yang diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan
meningkatnya trombosit.

16 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
Sumber: Fase hari sakit infeksi virus dengue (WHO, 2009)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tourniqet Test
Tourniquet test sering digunakaan untuk pemeriksaan demam berdarah. Pemeriksaan
ini adalah pemeriksaan yang paling sederhana untuk melihat tanda-tanda perdarahan dengan
melakukan pembendungan pada vena. Apabila uji tourniquet positif (>10 bintik perdarahan)
berarti fragilitas kapiler meningkat. Perlu diingat bahwa hal ini juga dapat dijumpai pada
penyakit virus lain (campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (tifus abdominalis) dan
lain-lain.16
Pemeriksaan Darah lengkap12
Tujuan pemeriksaan sebagai prosedur untuk skrining, dan sangat membantu untuk
menunjang diagnosis dari berbagai penyakit. Pemeriksaan darah lengkap dapat digunakan
untuk melihat kemampuan tubuh pasien dalam melawan penyakit dan dapat digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui kemajuan kondisi pasien. Pemeriksaan darah yang
biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam berdarah dengue adalah melalui
17 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
pemeriksaan jumlah trombosit, nilai hematokrit, jumlah leukosit, kadar hemoglobin dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaraan limfosit
plasma biru (sejak hari ke 3).
a. Pemeriksaan Jumlah trombosit
Pada DBD terjadi penurunan jumlah trombosit menjadi ≤100.000/mm3 atau kurang
dari 1-2 trombosit/lapangan pandang besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan
pada 10 lpb. Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan
terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/mm3 biasanya ditemukan antara hari
ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan dilakukan pertama saat pasien diduga menderita DBD,
bila normal maka diulang pada hari ketiga sakit, tetapi bila perlu diulangi setiap hari sampai
suhu turun.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsung
tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
fase awal infeksi menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Kadar
trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan,
hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia.12
b. Pemeriksaan Jumlah leukosit
Pada fase akhir demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sama menurun
sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal
atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di daerah tepi dapat dijumpai pada hari ketiga sampai
hari ketujuh. Telah dibuktikan pula dari penelitian di Thailand bahwa pasien infeksi dengue
berat memiliki jumlah persentasi limfosit atipikal lebih tinggi dibandingkan pasien infeksi
dengue ringan. Terjadinya leukopeni pada infeksi dengue disebabkan karena adanya
penekanan sumsum tulang akibat dari proses infeksi virus secara langsung ataupun karena
mekanisme tidak langsung melalui produksi sitokin-sitokin proinflamasi yang menekan
sumsum tulang.
Dalam hal membantu menegakkan diagnosis infeksi dengue sensitivitas leukopenia
pada spesimen awal sakit hampir sama dengan trombositopenia, namun mulai hari ke 5-7
lebih rendah. Penggunaan parameter gabungan trombositopeni dan leukopeni menunjukkan
sensitivitas yang lebih tinggi daripada sensitivitas masing-masing. Sensitivitas ini terus
meningkat dan mencapai 100% pada hari ke 5 sampai ke 7 panas. Beberapa jenis obat-
obatan yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan leukosit berupa menurunnya jumlah
neutrofil (neutropeni) diantaranya adalah fenilbutazon (anti radang), kloramfenikol
18 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
(antibiotik), fenitoin (antikonvulsan), karbimazol (antitiroid). Beberapa penyakit yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan leukosit berupa menurunnya jumlah neutrofil (neutropeni)
diantaranya adalah infeksi bakteri seperti tifus abdominalis, tuberkulosis milier, reaksi
hipersensitifitas dan anafilaksis, systemic lupus erythematosis (SLE), kegagalan sumsung
tulang, dan splenomegali.12
c. Pemeriksaan Nilai hematokrit
Merupakan indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit
mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥
20% mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu
mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau adanya
perdarahan. Beberapa penyakit lain yang dapat mempengaruhi peningkatan nilai hematokrit
diantaranya adalah dehidrasi, diare berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum, transcient
ischemic attack (TIA), eklampsia, trauma, pembedahan, luka bakar. 12
d. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Peningkatan nilai hematokrit yang disertai dengan peningkatan kadar hemoglobin
dapat memperlihatkan adanya kebocoran plasma dan banyaknya sel darah merah di dalam
pembuluh darah, hal ini dapat mengindikasikan adanya infeksi dengue dengan tanda bahaya
yang meningkatkan resiko terjadinya SSD. 12

Radiologi12
Pada foto toraks terutama pada SSD dapat ditemukan efusi pleura. Pemeriksaan foto toraks
sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat
dideteksi dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG).

Diagnosis Serologis12
a. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Haemagglutination Inhibition Test = HI Test)
Uji HI adalah uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan dipergunakan
sebagai gold standar pada pemeriksaan serologis. Walaupun demikian, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan pada uji HI ini:
 Uji HI ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukkan tipe virus yang menginfeksi
 Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesens 4x lipat dari titer serum akut atau
titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesens dianggap sebagai

19 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
presumptive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent
dengue infection)
b. IgM Elisa (Mac Elisa) dan IgG Elisa
Uji Elisa mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji HI, bahkan ada yang
mengatakan uji Elisa lebih sensitif. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya
antibodi IgM dan IgG dalam serum penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar
dalam darah penderita.12,25
Pemeriksaan IgM dan IgG dapat menentukan jenis infeksi virus dengue apakah primer
atau sekunder. Pada anak usia diatas 1 tahun infeksi primer biasanya terkait dengan
penampilan klinis ringan, sedangkan infeksi sekunder dapat tampil klinis berat. Pada
penelitian di Surabaya, melalui penetapan ratio IgM/IgG didapatkan angka 1,09 sebagai cut
off value infeksi primer dan sekunder. Dimana IgM/IgG ≤ 1.09 adalah infeksi sekunder,
sedangkan ratio IgM/IgG > 1,09 adalah infeksi primer.12,25
c. Uji dengue NS1 antigen
Uji NS1 mendeteksi virus dengue lebih awal dari pemeriksaan antibodi dengue dan
bahkan dapat terdeteksi pada hari pertama mulai demam. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan pada penderita demam yang disertai gejala klinis infeksi virus dengue pada hari 1-
3 mulai demam. Bila hasilnya negative tetapi gejala infeksi virus dengue menetap, dianjurkan
untuk periksa anti-dengue IgG & IgM, serta hematologi rutin.9
Isolasi Virus
Diagnosis pasti yaitu dengan cara isolasi virus dengue dengan menggunakan kultur
sel. Ada beberapa cara isolasi yang dikembangkan yaitu :
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 – 3 hari
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia dan nyamuk Aedes albopictus
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik/intraserebral pada larva.
Pengambilan spesimen biasanya dalam lima hari setelah demam,. Bahan untuk isolasi virus
dengue dapat berupa serum, plasma atau lapisan buffy-coat darah-heparinized. Keterbatasan
metode ini adalah sulitnya peralatan serta memerlukan waktu dua sampai tiga minggu untuk
mendapatkan hasil.12,24

Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)


Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe
tertentu. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus,

20 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi
hasil dari PCR. Selain untuk menentukan adanya RNA virus dengue juga dapat menetukan
serotipe virus dengue yang ditemukan.12,24

PENATALAKSANAAN
Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya
kegagalan sirkulasi dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan
plasma dan gangguan hemotasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya
perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada
umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai
<100.000/µl atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihtung pada 10 lpb) terjadi
sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan
hematokrit >20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk
pemberian cairan. Larutan garam isotonic atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada
kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit
<50.000/µl.16

Bagan Penatalaksanaan DBD derajat I dan II16,26:

Sumber : Tatalaksana DBD di Indonesia. 2004

21 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
Bagan Penatalaksanaan DBD derajat III dan IV (SSD)3,11

Sumber: Tatalaksana DBD di Indonesia. 2004

Bagan Penatalaksanaan DBD derajat III dan IV16,26:

22 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
Sumber: Tatalaksana DBD di Indonesia. 2004

Dalam tatalaksana DBD derajat III dan IV (sindrom syok dengue) perlu dipikirkan
keadaan yang seringkali terjadi bersamaandengan syok. Keadaan yang perlu dan penting
diperhatikan dirumuskan dalam singkatan A-B-C-S yang berarti A=acidosis, B=bleeding,
C=calsium, S=sugar. Artinya, apabila kita menghadapi pasien infeksi dengue yang disertai
syok maka A-B-C-S harus segera diatasi untuk memperbaiki prognosis.23

A-B-C-S pada sindrom syok dengue


Singkatan Pemeriksaan laboratorium Keterangan
A-Acidosis Analisis Gas Darah (AGD) Indikasi pada prolonged shock, terdapat
keterlibatan organ. Periksa fungsi hati,
ureum dan kreatinin.
B-Bleeding Hematokrit Apabila Ht turun dibandingkan
sebelumnya atau tidak meningkat, segera
periksa golongan darah.
C-Calsium Elektrolit, Ca2+ Hipokalsemia terjadi pada hampir semua
pasien DBD namun asimptomatik.
Indikasi kasus berat atau komplikasi.
B-Blood sugar Gula darah dektrostik Kasus DBD berat, nafsu makan menurun,
muntah, gangguan fungsi hati
menyebabkan hipoglikemi. Namun hati-
hati pada beberapa kasus dapat terjadi

23 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
hiperglikemia.

Sumber: A-B-C-S pada sindrom syok dengue. Current Evidence in Pediatric Practices.2014

Kriteria Memulangkan Pasien


Pasien dapat dipulangkan apabilatidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi,
jumlah trombosit > 50.000/μl dan tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi
pleura atau asidosis).20

KOMPLIKASI
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolic seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau somnolen,
dapat disertai kejang, dan dapat terjadi pada DBD/SSD. Apabila pasien syok dijumpai
penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi
terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi, maka perlu dievaluasi kembali mengenai
kesadaran pasien. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran telah
menurun (hati-hati bila jumlah trombosit <50.000/µl. pada ensefalopati dengue dapat
dijumpai peningkatan kadar transminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula
darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia.16
b. Kelainan ginjal
gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dieresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Dieresis diusahakan
>1ml/kgBB/jam. Pada keadaan syok yang berat seringkali dijumpai acute tubular necrosis,
ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan kratinin.16
c. Udem paru
udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan
yang berlebihan (overload). Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan
yang diberikan, biasanya tidak menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma
24 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskular cairan masih diberikan, pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto thorax.16

PENCEGAHAN
Memutuskan rantai penularan dengan cara24:
a. Menggunakan insektisida :
 Malathion (adultisida) dengan pengasapan
 Temephos (larvasida) dimasukkan ketempat penampungan air bersih.

b. Tanpa Insektisida :
 Menguras bak mandi dan tempat penampungan air bersih minimal 1x seminggu.
 Menutup tempat penampungan air rapat – rapat.
 Membersihkan halaman rumah dari kaleng – kaleng bekas, botol – botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

PROGNOSIS
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam penatalaksanaan yang dilakukan. Terapi yang
tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal. Umumnya DBD derajat I dan II tidak
menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna. DBD derajat III dan IV (dubia at
bonam).12

KESIMPULAN
1. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan vektornya adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
2. Penyakit ini utamanya menyerang anak-anak dan banyak ditemukan di daerah tropis
dan sub-tropis.
3. Untuk diagnosis DBD diperlukan pemahaman mengenai kriteria klinis, laboratorium
dan derajat keparahannya.
4. Keberhasilan penatalaksanaan DBD tergatung pada pemberian cairan yang adekuat,
tepat dan cepat.

25 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e
26 | R e f e r a t D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Anda mungkin juga menyukai