Anda di halaman 1dari 23

Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di

Puskesmas
William Limadhy
102012241
williamlimadhy@live.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510
Telp: 021-569422061

Skenario
Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan DHF masih didapatkan
prevalensi DHF berkisar 18% dengan tngkat CFR 4%, rata-rata penderita dating terlambat
sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan pemantauan jentik, didapatkan dari
Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala Puskesman akan melakukan revitalisasi program
pemberantasan penyakit DHF dan ingin didapatkan insiden serendah-rendahnya dengan CRF
0%.

Pendahuluan
Kegagalan kita Indonesia melawan demam berdarah dengue bukan saja disebabkan
kelangkaan dana, jeleknya system pemberanasa, atau lemahnya layanan kesehatan, melainkan
lebih karena masyarakat sendiri belum diberdayakan dan belum bergugah berpartisipasi dalam
melawan demam berdarah dengue.
Kebiasaan masyarakat Indonesia lebih kearah mengobati demam berdarah dengue yang
sudah terjadi dari pada mencegah terhadap penyakit tersebut. Kurangnya pengetahuan dan
perilaku tentand tanda-tanda dari demam berdarah dengue yang kadang membuat masyarakat
datang terlambat untuk datang ke unit pelayanan kesehatan, agar dapat terwujud insiden
serendah-rendahnya dan CFR pada 0% pada kasus demam berdarah dengue. Maka, dalam

makalah ini menjelaskan program penyuluhan dilakukan petugas puskesmas tentang demam
berdarah dengue.

Definisi
Dengue haemorrhagic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus dan
ditulaskan melalui gigitan nyamus Aedes aegypti. Virus dengue penyebab DHF mempunyai
bebrapat tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Gejala DHF ditandai oleh empat
manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, sering disertai oleh
hepatomegaly dan pada keadaan berat terjadi tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Manifestasi klinis
yang lain adalah nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopeniam ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan hemoragik. Selama nyamuk Aedes aegypti tidak terkontaminasi virus
dengue, maka gigitan nyamuk tersebut tidak berbahaya. Jika nyamuk tersebut menghisap darah
penderita DHF, maka nyamuk menjadi berbahaya karena bias menularkan virus dengue yang
mematikan.

Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakah wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100,000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100,000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1
Ditinjau dari sudut ekologis ada 3 faktor yang dapat menimbulkan suatu kesakitan,
kecacatan, atau ketidak mampuan, atau kematian pada manusia. Tiga factor itu disebut sebagai
ecological atau epidemiological triad yang terdiri atas agen penyakit, manusia, dan
lingkungannya. Dalam keadaan normal, ketiga komponen tersebut atau dengan kata lain disebut
sehat. Pada suatu keadaan saat keseimbangan dinamis tersebtu terganggu, misalnya saat kualitas
lingkungan hidup menurun sampai tingkatan tertentu, agens penyakit dapat dengan mudah
masuk kedalam tubuh manusia dan menimbulkan sakit.2
Penyakit

Riwayat alamiah perjalanan penyakit atau sering disebut sebagai natural history of
disease merupakan riwayat alamiah perjalanan penyakit pada manusia yang terdiri atas :3
1. Fase Prepatogenesis
Pada fase ini mulai terjadi gangguan keseimbangan antara agens penyakit, manusia dan
lingkungan. Disini, kondisi lingkungan lebih menguntungkan agen penyakit dan
merugikan manusia.
2. Fase Patogenesis
Bila keadaan lingkungan yang menguntungkan agen penyakit berlangsung terus menerus
dalam waktu yang cukup lama, akan timbul gejala dan tanda klinis. Manusia menjadi
sakit selanjutnya dapat menjadi sembuh atau penyakit berjalan terus menyebabkan
ketidakmampuan, cacat kronis atau kematian.
Agen Penyakit
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue kelompok Arbovirus Bm yaitu arthropodborne virus atau virus yang disebabkan oleh arthropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari
family Flaviviridae. Virus dengue memiliki kode genetic (genom) RNA rantai tunggal, yang
dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid) icosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid
(lemak). Virus ini memiiki 4 tipe, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus dengue bersifat
labil terhadap panas (termolabil). Sifat ini mesti diperhatikan ketika hendak melakukan isolasi
ataupun mengultur virus, masing-masing dari vius ini dapat dibedakan melalui isolasi virus di
lab. Infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap
infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun , hanya memberikan imunitas
sementara dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya.4
Manusia
Orang yang didalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam
berdaarh dengue. Ada yang demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, bahkan ada yang
sama sekali tanpa gejala sakit. Dalam hal ini factor imunologis host beserta virulensi sangat
berpengaruh. Pada factor kelompok yang memiliki keterbatasan imunologis seperti: anak-anak
yang telah mengalami infeksi dengue sebelumnya, dan bayi dengan penyusutan kadar antibody
dengue maternal. Di Indonesia, penderita penyakit DHF terbanyak berusia 5-11 tahun. Perilaku
individu yang meliputi kebersihan individu serta kebersihan lingkungan juga berpengaruh

terhadap berperan penyakit DHF. Selain itu, kepadatan penduduk yang tinggi akan
mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk pada akan
meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.
Lingkungan
Pola siklus peningkatan penularan bersamaan dengan msuim hujan telah teramati di
beberapa negara. Interaksi suhu dan turunnya hujan adalah determinan penting dari penularan
dengue, karena makin dingin suhu mempengaruhi ketahanan hidup nyamuk dewasa, jadi
mempengaruhi laju penularan. Lebih jauh lagi, turunnya hujan da suhu dapat mempengaruhi
pola makan dan reproduksi nyamuk, dan meningkatkan kepadatan populasi nyamuk.
Vector
Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan
Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih


Berkembang biar di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot

tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain.


Jarang terbang 100 meter
Nyamuk betina bersifat multiple biter (mengigit beberapa orang karena sebelum

nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)


Tahan dalam suhu panas dalam kelembapan tinggi

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti


Nyamuk ini meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari
nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips
berwarna hitam dan terpidah satu dengan yang lainnya. Telur menetas dalam satu sampai dua
hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangana larva yang disebut instar.
Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah
mencapa instar ke empat, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman
(tidak aktif atau tidur).

Selanjutnya pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa
keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nymuk dewasa membutuhkan waktu sekitar 78 hari, tetepi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti
tahan terhadap kondisi kering, bahkan bias bertahan sampai 1 bulan dalam keadaan kering. Jika
terendam air, maka telur dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air
yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi
kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larca yang melebihi
ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam
menghisap darah.
Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi siang har. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal
itu juga dilakukan untuk memperoleh asupan protein, antara lain prostaglandin, yang diperlukan
untuk bertelur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber energy dari
nectar bunga ataupun tumbuhan.5
Nyamuk Aedes aegypti menyukai area yang gelap dan benda-benda yang berwarna hitam
atau merah. Penyakit DHF/DBD kerap menyerang anak-anak. Hal ini disebabkan karena anakanak cenderung duduk di dalam ruang kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang
tersembunyi di bawah mejad manjadi sasaran nyamuk jenis ini.
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang
mengarah pada peningkatang kompetensi vector, yaitu kemampuan untuk menyebarkan virus.
Infeksi dengue dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berkali-kali
menusukkan alat penusuk dan penghisap darah (proboscis), tetapi tidak berhasil menghisap
darah, sehingga nyamuk berpindah dari 1 orang ke orang lain. Akibatnya, resiko penularan
penyakit DHF semakin membesar.
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber
penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2
hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah
akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri

dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1
minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada
orang lain (masa inkubasi intrinsic). Virus ini akan tetap beraad dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue itu menajdi
penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menusuk/mengigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya
(proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
Di Indonesia, nyamuk ini umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, tempat
terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak mandi atupun tempayan yang menjadi sarang
berkembang biaknya.
Selain itu, di dalam rumah juga banyak terdapat baju yang tergantung atau lipatan gorden,
di tempat-tempat inilah biasnya nyamuk betina dewasa bersembunyi.
Distribusi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk ini merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropics yang banyak ditemukan
antara garis lintang 350U dan 350S. Distribusi nymuk ini dibatasi oleh ketinggian, biasanya tidak
dapat dijumpai pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter, meski pernah ditemukan
pada ketinggian 2121 meter di India dan 2200 meter di Kolombia.
Nyamuk betinanyalah yang menjadi vector penyakit DHF yang paling efektif dan utama.
Hal ini karena sifatnya yang sangat senang tinggal berdekatan dengan manusia dan lebih senang
menghisap darah manusia, bukan darah hewan (antropofilik). Selain Aedes aegypti, ada pula
nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan, Aedes scutellaris yang dapat berperan
sebagai vector DHF, tetapi kurang efektif.6
Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di daerah perkotaan lebih intensif dari
pada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan kepadatan jumlah penduduk yang tinggi didaerah
perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat berdekatan sehingga
memudahkan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes Aegypti) menyebarkan virus
dengue dari satu orang keorang lain yang ada disekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti
biasanya tidak lebih dari 100 meter). Selain itu mobilitas penduduk dikota pada umumnya jauh

lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Jumlah Dati II yang terjangkit penyakit Demam Berdarah
Dengue dari tahun ke tahun meningkat. Dalam tahun 1992 hanya ada 187 Dati II terjangkit, dan
pada tahun 1996 meningkat menjadi 211 Dati ll. Masih terus meningkatnya jumlah Dati II yang
terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue, salah satu penyebabnya karena masih kurangnya
upaya penggerakkan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk penular penyakit
Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), di berbagai daerah. Hal ini dapat dilihat dari masih
rendahnya rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) Hasil Pemantauan Jentik Berkala (pm) di seluruh
Propinsi dalam 6 tahun terakhir (1991-1996) berkisar 78.6-83,69. Angka ini masih jauh lebih
rendah dari 95% yaitu angka yang diharapkan untuk dapat membatasi penyebaran penyakit
Demam Berdarah Dengue. ABJ yang dicapai di beberapa daerah, sifatnya sangat dinamis, selalu
berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung dari upaya penggerakkan masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuknya (PSN DBD). Hal ini tampak dari data lampiran 2, dimana
rata-rata ABJ meningkat dari tahun 1991 s/d 1994, namun kemudian menurun kembali mulai
tahun 1995 dan 1996.7
Interaksi agen penyakit, manusia (host), lingkungan (environment) dan vector
Musim hujan merupkaan saat terjadinya peningkatan penyakit DBD. Karena saat musin
hujan terjadi banyak genangan air yang memudahkan perkembang biakan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk yang menjadi vector penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi
saat mengigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya).
Virus berkembang biak dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar
air liurnya, dan jika nyamuk ini mengigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan
bersama air liurnya. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang
tersebut akan mengalami sakit DBD. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan
berada dalam darah selama 1 minggu.
Pada saat nyamuk menggigit tubuh manusia, kemudia virus akan masuk ke dalam darah
manusia kemudian ber-replikasi. Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibody,
selanjutnya akan terbentuk kompleks antibody-antigen dengan virus yang berfungi sebagai
antigennya.

Kompleks AG-AB tersebuk akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh
darah yang disebut proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler
meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan melebarkan pori-pori pembuluh darah kapiler.
Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit.
Akibatnya tubuh akan mengalami perdarahn mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada
kulit, saluran cerna (muntah darah dan berak darah), saluran pernapasan (mimisan dan batuk
darah) dan organ vital (jantung, hati dan ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.

Kejadian luar biasa dan endemis DHF


Kejadian luar biasa merupakan timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/ 2004).
Sedangkan wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan mencabut daerah
tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.
Kriteria
Kriteria Kejadian Luar Biasa (Keputusan Dirjen PPM No 451/91) tentang Pedoman
Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Jika tergolong Kejadian luar biasa,
apabila ada unsur :8

Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.

Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut


penyakitnya (jam, hari, minggu).

Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, dan tahun).

Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per
bulan pada tahun sebelumnya
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama

Health Promotion
Promosi Kesehatan oleh Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelanggaarakan pembangunan kosehatan di suatu wilayah kerja. Tujuan
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah
kerjanya, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dalam rangka mencapai visi
Indonesia Sehat. Untuk mencapat tujuan tersebut, Puskesmas harus menyelanggarakan 3
fungsi, yaitu sebagai berikut:9
1. Pusak penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2. Pusa pemberdayaan masyarakat
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Secara umum tindakan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ini meliputi beberapa
kegiatan, yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Melakukan penyuluhan dan penididikan kesehatan


Memberi nutrisi yang sesuai standar
Meningkatkan kesehatan mental
Penyediaan perumahan yang sehat
Rekreasi yang cukup
Pekerjaan yang sesuai
Melakukan konseling perkawinan
Melaksanakan pemeriksaan berkala

Pada DBD promosi kesehatan penyakit tidak sekedar membuat leaflet atau poster saja
melainkan suatu komunikasi perubahan perilaku dalam pemberantasa sarang nyamuk melalui
pesan pokok 3M PLUS, merupakan suatu kegiatan yang terencana sejak dari tahap analisa
situasi, perencanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Saat ini kegiatan diintensifkan
menjadi sub program Peran Serta Masyarakat dalam PSN dan telah diterbitkan buku panduan
untuk ini. Diharapkan setiap wilayah memilih daera uji coba untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam PSN DBD. Contoh satu kota yang telah berhasil dalam penggerakkan peran
serta masyarakat bekerja sama dengan PKK dan LSM Rotary adalah Purwokerto. Pelaksana
kegiatan tidak hanya sector kesehatan tapi melibatkan semua pihak yang terkai anak sekolah,
pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader, tokoh masyarakat, petugas sekoral,
pemilik bangunan/pertokoan, dll.10
Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk).
Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahan dilakukan melalui jalur-jalur
informasi yang ada:
1. Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru,
murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.
2. Penyuluhan perorangan :
a. Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu
b. Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas
c. Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas
3. Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan). Menggerakkan
masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musin penularan (musim hujan) yang
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala wilayah setempat. Kegiatan PSN oleh
masyarakat ini diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah dalam rangka program

Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat Puskesmas, usaha/kegiatan pemberantasan


sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini diintegrasikan dalam program Sanitasi
Lingkungan.11
Cara Melakukan Penyuluhan Kelompok:
a. Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok dasawisma, pertemuan
arisan atau pada pertemuan warga RT/RW, pertemuan dalam kegiatan
keagamanan atau pengajian dan sebagainya.
b. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok:
i. Usahakan agar setiap peserta pertemaun dapat duduk dalam posisi saling
bertatap muka. Misalnya berbentuk U, O atau setengah lingkaran
ii. Mulailah dengan memperkenalkan diri dan perkenalan semua peserta.
iii. Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah
dengue, antara lain bahanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada semau
umur terutama anak-anak
iv. Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan
menggunakan gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik
(flipchart) atau leaflet/poster.
v. Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau
mengajukan pertanyaan tentang materi yang di bahas.
vi. Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui
sejauh mana materi yang disampaikan telah dipahami.
Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan:
a. Sesuai dengan ketentuan./system pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam
berdarah dengue menggunakan formulir:
W1/laporan KLB (wabah)
W2/laporan mingguan wabah
SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan bulanan data
kematina. Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB
3/laporan bulanan kegiatan puskesmas (SP2TP)
b. Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya
(akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama ke
Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan setempat.
Informasi Penanggulangan Demam Berdarah

Mengingat demam berdarah merupakan penyakit yang tergolong baru dan berbahaya maka
menjadi salah satu masalah kesehatan yang harus ditangani di Indonesia. Apalagi hal itu
dihubungkan dengan adanya kenyataan, sampai dewasa ini belum diketemukan vaksin untuk
mengatasi virus demam berdarah. Thomas Suroso dalam Sumarno et al mengatakan bahwa
penyakit ini mengakibatkan banyak kematian terutama pada anak-anak, selain penyebarannya
pun luas.
Untuk itu, berbagai usaha dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini. Salah satu upaya
yang dilakukan ialah dengan memberikan informasi penanggulangan demam berdarah kepada
masyarakat luas. Sebagai perbandingan misalnya, di Singapura telah dilaksanakan suatu sistem
tepadu untuk menanggulangi demam berdarah. Hal ini, dilakukan dengan melaksanakan sistem
terpadu penyuluhan, peraturan pemerintah dan pengamatan dalam kontrol spesies aedes.
Penanggulangan demam berdarah ini harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat secara
terpadu. Karena itu secara umum informasi penanggulangan demam berdarah ialah informasi
yang berhubungan dengan gejala dan tanda penyakit, ciri nyamuk pembawa virus, cara
pemberantasan nyamuk, upaya pencegahan panyakit, pertolongan dini serta tindakan
penanggulangan terhadap penderita demam berdarah.
Selain itu, masyarakat perlu tahu bagaimana tanda-tanda dan gejala kasus demam berdarah
antara lain : demam tinggi, perdarahan (terutama perdarahan kulit), hepatomegali dan kegagalan
peredaran darah. Hal ini harus diketahui sejak awal, terutama sejak anak demam tinggi, nyeri
kepala dan berbagai bagian tubuh, rasa menggigil, anoreksi dan malaise. Jika tanda-tanda
tersebut ada, anak harus segera dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh pengobatan dan
perawatan.8

Preventif
Secara garis besar kegiatan ini meliputi :
A. Pembersihan jentik
a. Program pemberantasa sarang nyamuk (PSN)
b. Larvasidasi
c. Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
B. Pencegahan gigitan nyamuk
a. Menggunakan kelambu
b. Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)

c. Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, mengantung baju)


d. Penyemprotan
Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD seperti juga penyakit menular lainnya
didasarkan pada usaha pemutusan rantai penularannya. Pada penyakit DBD yang merupakan
komponen epidemiologi adalah terdirnya dari virus dengue, nyamuk Aedes aegytpi dan manusia.
Oleh karena sampai saat ini belum terdapat vaksin atau obat yang efektif untuk virus dengue
maka pemberantasan ditujukan terutama pada manusia dan vektornya. Yangsakit diusahakan agar
sembuh guna menurunkan angkat kematian, sedangkan yang sehat terutama pada kelompok yang
paling tinggi terkena resiko, diusahakan agar jangan mendapatkan infeksi penyakit DBD dengan
cara memberanas vektornya.4
Menurut Harmadi Kalim (1976), sampai saat ini pemberantasan vector masih merupakan
pilihan yang terbaik untuk mengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini
pada prinsipnya sama dengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan diadakan
penyesuaian tentang ekologi vektor penyakit di Indonesia. Strategi tersebut terdiri atas
perlindungan perseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah dan pemberantasan vektor untuk
pencegahan wabah, dan pencegahan penyebaran penyakit DBD. Untuk mencapai sasaran sebaikbaiknya perlu diperhatikan empat prinsip dalam membuat perencanaan pemberantasan vektor,
yaitu :
1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk oleh pengaruh
alam, dengan melakukan pemberantasan vector pada saat kasus penyakit DBD paling
rendah.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan vector pada
tingkat yang rendah untuk memunkinkan penderita-penderita pada masa viremia
sembuh sendiri
3. Mengusahakan pemberantasan vector di semua daerah dengan potensi penularan
tinggi, yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan nyamuk cukup tinggi.
4. Mengusahakan pemberantasan vector di pusat-pusat penyebaran seperti sekolah,
Rumah Sakit, serta daerah penyangga sekitarnya. Pemberantasan vector dapat
dilakukan pada stadium dewasa maupun stadium jentik.
Pemberantasan vektor stadium dewasa

Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering dilakukan fogging
atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida malathion yang ditujukan pada nyamuk
dewasa. Caranya adalah dengan menyemprot atau mengasapkan dengan menggunakan mesin
pengasap yang dapat dilakukan melalui darat maupun udara.interval 1 minggu. Pada
penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif)
dan naymuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru
diantaranya akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan
terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua.
Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang pertama agar
nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain
(Depkes RI, 2005: 13).7
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan malathion
sangat efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa didukung dengan aplikasi
abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik
yang tidak mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor
stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
Pemberantasan vektor stadium jentik.
Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah (PSN DBD).9
1. Fisik
Untuk mencegah dan membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah, setiap keluarga
perlu melakukan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan cara 3M yaitu:

Menguras dengan menyikat dinding tempat penampungan air (tempayan,drum, bak


mandi, dan lain-lain) atau menaburkan bubuk abate/altosid bila tempat-tempat tersebut

tidak bisa dikuras


Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapat masuk dan

berkembang biak di dalamnya


Mengubur/membuang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan misalnya
ban bekas, kaleng bekas, tempat minuman mineral dan lain-lain.

Gerakan 3 M Plus adalah kegiatan yang dilakukan serentak oleh seluruh masyarakat
untuk memutuskan rantai kehidupan (daur hidup) nyamuk Aedes aegypti penular penyakit. Daur
hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri dari telur, jentik, kepompong hidup dalam air yang tidak
beralaskan tanah dan akan mati bila airnya dibuang. Agar telur, jentik dan kepompong tersebut
tidak menjadi nyamuk, maka perlu dilakukan 3M Plus secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali dengan gerakan 3M Plus. Yang dimaksud Plus yaitu: 10

Mengganti air vas bunga, tempat minum burung, atau tempat-tempat sejenis lainnya

seminggu sekali
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
Menutup lubang lubang pada potongan bambu / pohon dan lain lain
Menaburkan bubuk larvasida , misalnya ditempat tempat yang sulit dikuras atau di daerah

yang sulit air


Memelihara ikan pemakan jentik di kolam / bak penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

2. Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi
jentik (larvasida) ini antara lain dikenal istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan
antara lain adalah bubuk abate (temephos). Formulasi temephos yang digunakan adalah granules
(sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram ( 1 sendok makan rata) untuk setiap
100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat
pula digunakan golongan insect growth regulator. Teknik penggunaan temefos:10
a. aplikasi I dilakukan 2 bulan sebelum musim penularan di suatu daerah atau pada daerah
yang belum pernah terjangkit DBD.
b. aplikasi II dilakukan 2-21/2 bulan berikutnya (pada masa penularan/populasi Aedes yang
tertinggi)
c. aplikasi III dapat dilakukan 2-21/2 bulan setelah aplikasi II.10
3. Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan
cupang/tempalo dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringensisvar, Israeliensis (Bti)
(Depkes RI, 2005: 14).10

Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau
kekuatan

(strength)

kepada

masyarakat,

peningkatan

kemampuan

masyarakat

untuk

berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakat secara


bertanggung gugat demi perbaikan kehidupannya. 4
Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK)
Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik
Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat melalui Juru Pemantau jentik (Jumantik).
Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat agar dapat secara
mandiri dan sadar untuk selalu peduli dan membersihkan sarang nyamuk dan membasmi jentik
nyamuk Aedes Aegypti. Tujuan Umum rekrutmen Jumantik adalah menurunkan kepadatan
(populasi) nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes Aegypti) dan jentiknya dengan
meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD), melalui penyuluhan yang dilakukan secara terus menerus. Tugas pokok
seorang Jumantik adalah melakukan pemantauan jentik, penyuluhan kesehatan, menggerakkan
pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan periodik serta melaporkan hasil kegiatan
tersebut kepada Supervisor dan Petugas Puskesmas sehingga akan dapat dihasilkan sistem
pemantauan jentik berkala yang berjalan dengan baik. Untuk itu peran Jumantik akan dapat
maksimal apabila masyarakat dapat membantu kelangsungan kegiatan dengan kesadaran untuk
memberikan kesempatan kepada Jumantik memantau jentik dan sarang nyamuk di rumahnya. 4
Jumantik adalah petugas yang berasal dari masyarakat setempat atau petugas yang
ditunjuk oleh unit kerja (pemerintah atau swasta) yang secara sukarela mau bertanggung jawab
melakukan pemantauan jentik secara rutim, maksimal seminggu sekali di wilayah kerja serta
melaporkan hasil kegiatan secara berkesinambungan ke kelurahan setempat. Jumantik tidak
hanya terdiri dari petugas pusat kesehatan masyarakat tetapi juga dari masyarakat sekitar dan
anak-anak sekolah.4
Memantau jentik tidaklah terlalu sulit jika kita sudah mengenal ciri-ciri jentik nyamuk
Aedes aegypti. Jentik nyamuk ini memiliki ciri yang khas yaitu selalu bergerak aktif di dalam air.
Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun

kembali ke bawah untuk mencari makanan dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya
hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada disekitar dinding tempat
penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.
Bentuk kepompong adalah seperti koma, gerakannya lamban dan sering berada di permukaan air.
Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk baru. 4
Pemeriksaan jentik dilakukan dengan memeriksa tempat penampungan air di sekitar
rumah. Jika tidak ditemukan jentik di permukaan, tunggu selama kurang lebih 1 menit karena
untuk bernafas jentik akan muncul ke permukaan. Cocokkan ciri jentik dengan ciri-ciri
jentik aedes aegypti. Jika sudah dipastikan jentik tersebut adalah jentik aedes aegypti, maka
dilakukan abatisasi dan pencatatan. 4
Abatisasi yaitu memberikan abate pada tempat penampungan air di mana jentik
ditemukan untuk membunuh jentik yang ada. Sedangkan pencatatan yang dilakukan meliputi
tanggal pemeriksaan, kelurahan tempat dilakukan pemantauan jentik, nama dan alamat keluarga,
jumlah semua penampungan air yang diperiksa, serta jumlah container yang di temukan jentik.
Data tersebut akan digunakan untuk menghitung angka bebas jentik. Hasil pencatatan ini
dilaporkan ke Puskesmas setempat dan kemudian diserahkan ke Dinas Kesehatan. 4
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Merupakan salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan vector penular
DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Apabila angka bebas
jentik suatu daerah rendah, maka kemungkinan penduduk daerah tersebut untuk terkena demam
berdarah adalah lebih besar dibanding daerah lain yang angka bebas jentiknya lebih besar. ABJ
yang diharapkan adalah >95%. Cara menghitung Angka Bebas Jentik (ABJ):1
ABJ =

Jumlah bangunan diperiksa tidak ada jentik


100
Jumlah seluruh bangunan yang diperiksa

Manajemen program DHF di puskesmas


Setiap puskesmas dengan penuh tanggung jawab harus melaksanakan pencatatan
pelaporan sesuai dengan system yang berlaku dengan bimbingan petugas tingkat kabupaten,

melaksanakan tindakan sesuai dengan arahan yang diberikan dalam alternative tindakan
berdasarkan hasil pemantauan. (Depkes RI, 1998).4
Dalam penanggulangan DBD, menurut WHO, suatu panitia pengorganisasian atau
pengkoordinasian harus dibuat dan harus terdiri atas administrator, ahli epidemiologi, praktisi,
ahli entomologi, dan pekerja dari laboratorium virus. Tanggung jawab dari panitia yang dibuat
ini biasanya ditetapkan surat keputusan menteri kesehatan. Panitia tersebut harus:4
Menyusun dan mendistribusikan protokol untuk diagnosis klinis dan pengobatan
DBD/DSS.
Menyiapkan dan menyebarkan DBD/DSS untuk petugas perawatan kesehatan,
masyarakat, dan media massa.
Merencanakan dan menerapkan program pelatihan untuk petugas perawatan kesehatan
dan pembantunya (misalnya staff rumah sakit, peserta didik kedokteran, perawat, teknisi
laboratorium).
Mengkaji kebutuhan terhadap cairan intravena, obat-obatan, produk darah, peralatan
perawatan intensif, materi penyuluhan dan peralatan untuk memindahkan pasien.
Mengawasi penggunaan suplai dan hasil program perawatan klinis (setiap hari bila perlu).
Mengkoordinasikan penelitian klinis tentang DBD/DSS selama wabah.
Hasil dari penerapan tindakan diatas, maka suatu program pemberantasan dan
penanggulangan dapat dibuat untuk selanjutnya dilaksanakan oleh organisasi kesehatan yang
berurusan langsung dengan masyarakat, di Indonesia dikenal sebagai PUSKESMAS. 4
Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok (Depkes RI, 1991). Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan
tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut
Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di suatu wilayah kerja.4
Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang
bekerja secara senergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif. Manajemen
puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan (untuk mencapai tujuan dan sasaran), pelaksanaan,

pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan diatas merupakan


satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan (Depkes RI, 2006).4
Bentuk manajemen program oleh PUSKESMAS dalam menanggulangi Demam Berdarah
Dengue adalah sebagai berikut:1
1. Tujuan:
a) Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD.
b) Mencegah dan menanggulangi KLB.
c) Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang nyamuk
(PSN).
2. Sasaran national (2000):
a) Morbiditas di kecamatan endemik DBD < 2 per 10.000 penduduk.
b) CFR <2,5%
3. Strategi
a) Kewaspadaan dini
b) Penanggulangan KLB
c) Peningkatan keterampilan petugas
d) Penyuluhan
4. Kegiatan
a) Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis, PE) yaitu kegiatan mendatangi
rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita
lain dan memeriksan angka jentik dalam radius 100 m dari rumah indeks.
b) Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain. jika
terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus
termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat
c) Abatisasi selektif (AS) atau larvasidasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau
menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik
aedes
d) Fogging focus (FF), yaitu kegiataan menyemprot dengan insektisida (malation,
losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW pet 400 rumah per
1 dukuh
e) Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan
cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dapat
dilakukan dengan cara random atau metode spiral (dengan rumah ditengah
sebagai pusatnya) atau metode zig-zag. Dengan metode ini akan didapatkan angka
kepadatan jentik atau HI (house index)

f) Pembentukan kelompok kerja (POKJA) DBD di semua level administrasi, mulai


dari desa, kecamatan sampai pusat
g) Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M (menutup dan
menguras tempat penampungan air bersih, mengubur barang bekas, dan
membersihkan tempat yang berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk) di
daerah endemic dan sporadic
h) Penyuluhan tentang gejala awal penyakit
5. Pencegahan
Kegiatan ini meliputi:
a) Pembersihan jentik :
Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Larvasidasi
Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
b) Pencegahan gigitan nyamuk
Menggunakan kelambu
Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
Penyemprotan
6. Monitoring dan evaluasi:
Indikator pemerataan

Indikator efektivitas perlindungan

Indikator efisiensi program

7. Pengelolaan
Penderita atau tersangka DBD

Penyelidikan epidemiologi

Ada penderita DBD lain atau ada jentik


dan ada penderita demam tanpa sebab
yang jelas pada hari itu atau seminggu
sebelumnya 3 orang

Ya

Penyuluhan
PSN
Pengasapan
radius
200 m

Tidak

Penyuluhan
PSN

Gambar 1. Pengelolaan DHF di Puskesmas.9

Penutup
Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No.
128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Pada Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue, penting bagi para petugas puskesmas untuk melakukan pendekatan system dan
menbandingkan antara cakupan dengan target yang telah ditetapkan. Pemberantasan DBD
dibandingkan dengan target variable yang dinilai: jumlah penderita DBD, pemeriksaan jentik
berkala, kegiatan penyuluhan DBD, pemberantasan vector yaitu: kegiatan fogging, abatisasi dan
gerakan 3M/ gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).Untuk itu masyarakat harus
mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik tentang penyakit DBD dan PSN DBD

Daftar Pustaka
1. Budiarto, Eko, dkk. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC. 2001
2. Widoyono.

Penyakit

tropis

Epidemiologi,

penularan,

pencegahan

&

pemberantasannya. Jakarta : Erlangga, 2008. H. 59-66.


3. Saunders WB. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC, 2004. h. 1012.
4. Siregar FA. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD).
FKM Sumatera Utara : USU digital library, 2006. h. 1 3.
5. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, pengobatan,
pencegahan dan pengendalian. Jakarta : EGC, 2004. h. 72-105.
6. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC, 2007. h. 6 18.
7. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan komunitas.Jakarta : EGC, 2009. h. 22-4.
8. Yatim F. Macam macam penyakit menular dan pencegahannya. Jakarta : Pustaka
Popular Obor, 2005. h. 3-19.
9. Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dkk. Pedoman tatalaksana
klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan.
2005
10. Karmila. Peran Keluarga Dan Petugas Puskesmas Terhadap Penanggulangan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD). Sumatera Utara : USU, 2008. h. 34-6.
11. Widiyanto T. Kajian manejemen lingkungan terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD). Semarang : UNDIP, 2007. h. 39 -42.

Anda mungkin juga menyukai