PENDAHULUAN
dan lintas sektoral termasuk tokoh masyarakat dan swasta. Namun demikian
penyakit ini masih terus endemis dan angka kesakitan cenderung meningkat di
berbagai daerah. Oleh karena itu upaya untuk membatasi angka kematian penyakit
ini sangat penting.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi2
Demam dengue/ dan demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic
Fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
B. Epidemiologi3
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD
yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain
seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit
DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat
tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2)
Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali. (3) Tidak adanya kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis. dan (4) Peningkatan sarana
transportasi.
B. Faktor Determinan.4
1) Agent
Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4
serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama
menyebabkan Demam Berdarah Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat
menyebabkan DHF/DSS pada unitan menurun menurut frekwensi penyakit yang
ditimbulkan tipe 2. 3,4 dan 1.
2) Host
Faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan
dengan meningkat atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu.
Faktor pejamu yang merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah
genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologi, kekebalan, penyakit yang diderita
sebelumnya dan sifat-sifat manusia.
3) Vektor
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
ukuran
nyamuk
rumah
(Culex
quinquefasciatus)
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya.
Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada
punggungnya (mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergarisgaris dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana
yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.
4) Reservoir
Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di
daerah perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi
reservoir di Asia Tenggara dan Afrika Barat.
5) Lingkungan(environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan
pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu
organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas dua macam yakni:
a. Lingkungan fisik.
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah yang
terdapat di sekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, misalnya
cuaca, musim, keadaan geografis dan struktur geologi. Pada kasus DBD dapat
berupa tempat perindukan Ae. aegypti yang merupakan tempat-tempat berisi
air bersih yang letaknya berdekatan dengan rumah penduduk (500m) dan
udara
yang
lembab.
Tempat
perindukan
buatan
manusia;
speerti
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan
sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi
geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahanperubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.
Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung
untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan
dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu
sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tertentu.
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin,
pekerjaan, sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat
kejadian yang berkaitan dengan penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan
walaupun tidak ditemukan kasus baru.
e. Pengamatan Epidemiologi dan tindakan Pemberantasan3
a) Surveillance epidemiologi
1. Tujuan:
Deteksi secara dini adanya out break atau kasus-kasus yang endemis,
sehingga dapat dilakukan usaha penanggulangan secepatnya.
2. Daerah pelaksanaan:
terdapat
penderita/penularan
DBD
saja,
tetapi
harus
Penemuan penderita.
Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis
dan konfirmasi laboratorium dari DBD.
o Pelaporan penderita.
o Penderita
Pembantu
yang
perlu
telah
ditemukan
dilaporkan
di
kepada
Puskesmas/Puskesmas
unit-unit
surveillance
epidemiologi.
epidemiologi
DBD
merupakan
kegiatan
pelacakan
patofisiologi
utama
menentukan
berat
penyakit
dan
10
timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi
makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder
yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue
yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan
proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue.
Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya
angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks
virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada
penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada
30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan reseptor dari membran leukosit
terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1.
2.
11
12
2. Pemeriksaan penunjang6
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak
hari ke-3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak
timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3
13
yaitu
dengan
mendeteksi
IgM
dan
IgG-anti
dengue.
14
nyamuk).
Penyuluhan/informasi
tentang
demam
berdarah
dan
17
18
2.
19
dibagi jumlah penduduk di wilayah dan kurun waktu yang sama, dikalikan
100.000.
L. Pencegahan & Pemberantasan vektor5
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992: upaya
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan
pencegahan,
penemuan,
pelaporan
penderita,
pengamatan
penyakit
dan
abatisasi.
Fogging
fokus
dilakukan
setelah
penyelidikan
epidemiologi positif.
Syarat PE /penyelidikan epidemiologi ( + ):
Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya
20
Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus
demam tanpa sebab jelas
mengumpulkan,
memanfaatkan,
atau
21
salah
satu
indicator
keberhasilan
program
23
24
BAB III
STATUS PASIEN
25
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: An.R
Umur
: 9 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Walet
Tanggal kunjungan
: 02-10-2016
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Demam
turun
dengan
pemberian
obat
antipiretik,
Dahulu
Riwayat Keluarga
Riwayat Pendidikan
: SD
A. Status Umum :
Keadaan Umum : Sakit Sedang;
Status Gizi : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : TD : 90/60mmHg; N : 70x/m; S : 38,50; P : 20x/m
26
B. Pemeriksaan Fisik:
1.
Kepala :
Konjungtiva
3.
Rhinorrhea
: (-/)
Otorrhea
: (-)
2.
Thorax :
7.
4.
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bunyi peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Tymphani 4 kuadran abdomen.
Palpasi : Nyeri tekan (-)
5.
Genitalia : Tidak terdapat abnormalitas.
6.
Ekstremitas
: petechie (+)
Superior
: Akral hangat (-/-), edema (-/-), deformitas (-/-)
Inferior
: Akral hangat (-/-), edema (-/-), deformitas (-/-).
Tulang Belakang
: tidak terdapat gibbus
b. Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Haemoglobin
: 14,2 gr/dl
Hematokrit
: 58,0 %
Leukosit
: 3.800 /mm3
Trombosit
: 90.000 /mm3
Eritrosit
: 5,93 /mm3
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas pasien didiagnosis demam Berdarah dengue derajat 2
berdasarkan gambaran klinis yakni pasien mengalami demam secara tiba-tiba 3
hari terakhir, demam terus-menerus,tidak turun walaupun dengan pemberian
antipiretik. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala dan nyeri persendian
serta nyeri ulu hati. Dari pemeriksaan fisik didapatkan petekie dan pemeriksaan
lab
menunjukkan
adanya
leukopenia,
peningkatan
hematokrit
dan
trombositopenia. Hal ini sesuai dengan kepustakaan kriteria klinis dari demam
berdarah dengue yaitu demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
28
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, disertai nyeri kepala, mialgia dan
artralgia, petekie, rumple leed positif dan trombositopenia (100.000/mm 3 atau
kurang) ditambah dengan perdarahan spontan.
Dikatakan derajat 1 karena sesuai dengan teori menurut WHO derajat 2 adalah
demam gejala tidak khas disertai perdarahan spontan dikulit, seperti pada pasien
ini adalah adanya petekie.
Gejala klinis yang timbul juga sesuai teori yaitu pada hari 1-3 timbul panas
mendadak dengan suhu 38-40, nyeri ulu hati ,petechie, dan kadang-kadang dsertai
perdarahan lain,seperti mimisan dan gusi berdarah. Namun pada pasien ini tidak
ditemukan perdarahan lain. Nyeri ulu hati
ini dalam kepustakaan disebabkan setiap infeksi yang menyerang tubuh
manusia akan menyerang retikuloendothelial sehingga sistem ini bisa terganggu
menyebabkan reaksi antigen antibodi yang merangsang sistem hipothalamus,
sehingga menimbulkan peningkatan suhu tubuh serta mengaktifasi anafilaksis dan
kompensasinya adalah nyeri ulu hati.
Dari pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan trombositopenia, yaitu
trombosit <100.000/mm3. Hal ini sesuai dengan kriteria dari demam berdarah
dengue. Trombosititopenia terjadi pada hari ke 3-8. Dalam kepustakaan
menyebutkan trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi menunjukkan keadaan
hiposeluler
dan
supresi
megakariosit.5,15
Pada pemeriksaan lab juga didapatkan leukopenia. Dimana Jumlah leukosit pada
pasien demam berdarah dengue bervariasi dari leukopeni ringan hingga
leukopenia sedang. Leukopenia akan muncul antara hari demam pertama dan ke
tiga pada 50% kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh adanya
degenerasi sel PMN yang matur dan pembentukan sel PMN muda. Pada pasien
dijumpai leukosit < 5000/mm3. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, leukopenia
merupakan salah satu gejala laboratorium dari demam berdarah dengue.
Pasien merupakan siswa sekolah yang dimana bersekolah dipagi hari sesuai
dengan jam transmisi dari nyamuk aedes aegypty, yaitu 2 jam setelah matahari
29
terbit dan sekolah merupakan tempat resiko tinggi terkena gigitan nyamuk demam
berdarah.
Penatalaksanaan pada pasien ini di puskesmas sudah sesuai teori dimana
diberikan obat untuk menurunkan gejala simtomatik dahulu dan dirujuk, karena
pasien harus direhidrasi secara cepat dirumah sakit dan dirujuk untuk
mendapatkan pemeriksaan penunjang lainya yang tidak dapat dilakukan di
puskesmas.
Dari penelusuran rumah pasien tampak kondisi rumah pasien yang kurang
bersih dan kondisi dalam rumah yang terasa pengap karena kurangnya ventilasi
sebagai sirkulasi udara. Penampungan air yang kurang bersih, saluran air yang
kotor, tempat pembuangan sampah dan barang-barang bekas yang sembarangan,
Kondisi ini dapat menjadi penyebab mudahnya berkembang jentik-jentik nyamuk
aedes aegipty dalam lingkungan rumah pasien sehingga keluarga pasien juga akan
memiliki resiko yang besar untuk menderita penyakit DBD.
30
31
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah
dengue. Katalog Dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI; 2007;3:1-3.
2. Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana demam berdarah dengue di indonesia.
Katalok Dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI; 2001:2.
3. Azwar A. Pengantar epidemiologi. Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Askara;
1988; hal.34-5.
4. Departemen Parasitologi, FKUI. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2008; hal.265-7.
5. Chin J. Manual pemberantasan penyakit menular. Edisi ke-17. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 2000; hal.144-9.
6. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW
dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.
33