Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan


masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus
yang dilaporkan cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas.
Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam
keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan penduduk.
Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya pengobatan,
sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu
sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti
transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita. 1
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta
semakin luas penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes
aegypti (penular penyakit DBD) di seluruh pelosok tanah air, kecuali pada daerah
dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.1
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama menyerang anakanak, namun dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak
dilaporkan kasus DBD pada orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan panas
tinggi mendadak disertai kebocoran plasma dan pendarahan, dapat mengakibatkan
kematian serta menimbulkan wabah.1
Untuk memberantas penyakit ini diperlukan pembinaan peran serta
masyarakat yang terus menerus dalam memberantas nyamuk penularnya dengan
cara 3 M yaitu : menguras tempat penampungan air (TPA), menutup TPA dan
mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Cara pencegahan tersebut juga dikenal dengan istilah PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk). Upaya memotivasi masyarakat untuk melaksanakan 3M secara terus
menerus telah dan akan dilakukan Pemerintah melalui kerjasama lintas program
1

dan lintas sektoral termasuk tokoh masyarakat dan swasta. Namun demikian
penyakit ini masih terus endemis dan angka kesakitan cenderung meningkat di
berbagai daerah. Oleh karena itu upaya untuk membatasi angka kematian penyakit
ini sangat penting.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi2
Demam dengue/ dan demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic
Fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
B. Epidemiologi3
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD
yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain
seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit
DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat
tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2)
Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali. (3) Tidak adanya kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis. dan (4) Peningkatan sarana
transportasi.

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor


antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus
dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan
Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi
peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi
di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus
dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (2832C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup
untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak
sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal
Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan
April-Mei setiap tahun.
Distribusi wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia
baru, Tahiti, Cina, Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French
Guiana, Suriname. Brasil. Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia
merupakan wilayah endemis DBD dengan sebaran di seluruh tanah air. KLB
terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987, pada saat itu kira-kira 370.000
kasus dilaporan.
Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan
Jakarta) pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah
penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke
seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2006 selama periode Januari-September
tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu; Jawa Barat, Sumatera Barat dan
Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah kasus 1.323 orang, 21 orang
diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada tahun 2006 ini menurun
tajam dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi 12 propinsi di 35
kab/kota dengan jumlah kasus 3.336 orang, 55 orang diantaranya meninggal
(CFR=1,65%).

B. Faktor Determinan.4
1) Agent
Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4
serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama
menyebabkan Demam Berdarah Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat
menyebabkan DHF/DSS pada unitan menurun menurut frekwensi penyakit yang
ditimbulkan tipe 2. 3,4 dan 1.
2) Host
Faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan
dengan meningkat atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu.
Faktor pejamu yang merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah
genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologi, kekebalan, penyakit yang diderita
sebelumnya dan sifat-sifat manusia.
3) Vektor
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
ukuran

nyamuk

rumah

(Culex

quinquefasciatus)

mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya.
Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada
punggungnya (mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergarisgaris dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana
yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.
4) Reservoir
Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di
daerah perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi
reservoir di Asia Tenggara dan Afrika Barat.
5) Lingkungan(environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan
pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu
organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas dua macam yakni:

a. Lingkungan fisik.
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah yang
terdapat di sekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, misalnya
cuaca, musim, keadaan geografis dan struktur geologi. Pada kasus DBD dapat
berupa tempat perindukan Ae. aegypti yang merupakan tempat-tempat berisi
air bersih yang letaknya berdekatan dengan rumah penduduk (500m) dan
udara

yang

lembab.

Tempat

perindukan

buatan

manusia;

speerti

tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga,


kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah; juga berupa
tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun anaman, tempurung kelapa,
tinggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan.
b. Lingkungan non-fisik.
Yang dimaksud dengan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang
muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia. Ke dalam lingkungan
non-fisik ini termasuk faktor sosial budaya, norma, nilai dan adat istiadat.
Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit
dapat bermacam-macam. Salah satu di antaranya ialah sebagai reservoir bibit
penyakit (environmental reservoir). Adapun yang dimaksud dengan reservoir
ialah tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit.
c. Cara Transmisi. 5
Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes aegypti.
Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan peningkatan
aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam
sebelum matahari tenggelam. Nyamuk tersebut mendapat virus dari orang yang
dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit
Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai kekebalan, tidak tampak sakit
atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat virus
dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit kepada orang lain.
Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama 1 minggu. Orang
dewasa biasanya kebal terhadap virus dengue.

Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan


demam berdarah ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah,
Hotel/tempat penginapan) yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga,
khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan air (bak mandi. WC, dsb).
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi
nyamuk pada saat viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum panas sampai saat
masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk menjadi
infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita viremia dan tetap infektif
selama hidupnya.
d. Surveilans3
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah
merupakan hasil dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh
petugas di daerah tersebut. Data ini penting untuk mengetahui bahwa di daerah
tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami kejadian luar biasa. Daerah itu
dapat berupa: rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman transmigrasi, kota,
kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.
Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur
mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular
untuk mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami
cara penyebaran dan mengurangi atau memberantas penyebarannya.
Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis,
mulai timbulnya gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis
kelamin, alamat dan asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat
kerja, dan lain-lain).
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh
berbagai informasi tentang penyakit musiman atau kecenderungan jangka
panjang, perubahan daerah penyebaran, kelompok penduduk risiko tinggi yang
dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama, sosial ekonomi, dan penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara garis
besar dapat dilakukan secara: aktif dan pasif.

Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan
sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi
geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahanperubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.
Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung
untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan
dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu
sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tertentu.
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin,
pekerjaan, sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat
kejadian yang berkaitan dengan penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan
walaupun tidak ditemukan kasus baru.
e. Pengamatan Epidemiologi dan tindakan Pemberantasan3
a) Surveillance epidemiologi
1. Tujuan:

Deteksi secara dini adanya out break atau kasus-kasus yang endemis,
sehingga dapat dilakukan usaha penanggulangan secepatnya.

Mengetahui faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu


adanya penularan-penularan atau wabah.

2. Daerah pelaksanaan:

Surveillance tidak hanya dilaksanakan di desa-desa dimana sudah


pernah

terdapat

penderita/penularan

DBD

saja,

tetapi

harus

dilaksanakan juga di daerah- daerah yang receptive, yaitu daerah-daerah


dimana diketahui terdapat Aedes aegepti saja sudah cukup untuk
dinyatakan receptive.
Pelaksanaan:

Penemuan penderita.

Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis
dan konfirmasi laboratorium dari DBD.
o Pelaporan penderita.
o Penderita
Pembantu

yang
perlu

telah

ditemukan

dilaporkan

di

kepada

Puskesmas/Puskesmas
unit-unit

surveillance

epidemiologi.

Penelitian wabah. Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian


di lapangan, maksudnya ialah: 1) Untuk mengetahui adanya penderitapenderita lain atau penderita-penderita tersangka DBD yang perlu
dikonfirmasi laboratorium. 2) Menentukan luas daerah yang terkena dan
luas daerah yang perlu ditanggulangi. 3) Penilaian sumber-sumber
(inventory) mengenai keadaan umum setempat, mengenai fasilitas dan
faktor-faktor yang berperanan penting pada timbulnya wabah. 4) Setiap
kasus demam berdarah/tersangka demam berdarah perlu dilakukan
kunjungan rumah oleh petugas Puskesmas untuk penyuluhan dan
pemeriksaan jentik di rumah kasus tersebut dan 20 rumah di sekelilingnya.
Bila terdapat jentik, masyarakat diminta melakukan pemberantasan sarang
nyamuk (Pada umumnya Penyemprotan/fogging, dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Dati II. Prioritas fogging adalah pada areal dengan kasus-kasus
demam berdarah yang mengelompok, dan yang meninggal).
b) Surveillance vektor Untuk tingkat Puskesmas kegiatannya membantu
Tim Dati II atau Dati I dalam pelaksanaan surveillance vektor ini.

f. Teknik penemuan kasus DBD.


Penyelidikan

epidemiologi

DBD

merupakan

kegiatan

pelacakan

penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit


demam berdarah dengue di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah
sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang
diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut.

Metode pencarian kasus penyakit menular, terutama yang disebabkan


nyamuk, di Indonesia, dengan cara active case finding, passive case finding,
ataupun survey (Mass survey, Fever survey). Active Case Finding (ACD)
umumnya dilaksanakan dengan cara kunjungan dari rumah ke rumah oleh petugas
kesehatan biasanya setiap 1 dan 2 bulan. Semua rumah harus dapat dikunjungi
dan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kemungkinan infeksi DBD. ACD ini
umumnya dilakukan di daerah non-endemis DBD. Umumnya di Indonesia,
pencarian kasus DBD menggunakan teknik Passive Case Finding (PCD). Pada
teknik PCD si penderita dengan gejala DBD datang ke di rumah sakit, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu dan Poliklinik untuk berobat, kemudian dilakukan
pemeriksaan hingga didiagnosa penyakit DBD. PCD biasanya diperuntukkan di
daerah endemis.
g. Patofisiologi6
Fenomena

patofisiologi

utama

menentukan

berat

penyakit

dan

membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya


permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Meningginya nilai hematokrit
pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi
sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang
rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit.
Jika seseorang digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue masuk
bersama darah yang dihisapnya. Dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan
berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian
tubuh nyamuk dan sebagian besar virus tersebut berada dalam kelenjar liur
nyamuk. Dalam tempo 1 minggu, jumlahnya dapat mencapai ratusan ribu
sehingga siap dipindahkan ke orang lain.7 Virus merupakan mikrooganisme yang
hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus
harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam
mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada
daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan

10

timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi
makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder
yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue
yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan
proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue.
Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya
angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks
virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada
penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada
30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan reseptor dari membran leukosit
terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1.
2.

Supresi sumsum tulang


Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoeisis termasuk megakariopoesis.

11

Kadar trombopoeitin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru


menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis
sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopatidan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-hemoglobin dan PF4 yang merupakan degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga kberperan melalui aktivasi faktor XIa
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).
h. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular DBD5
1. Gejala umum DBD
a. Hari ke-1 :
(1 ) Mula-mula timbul panas mendadak (suhu badan 38 40)
(2) Badan lemah dan lesu
b. Hari ke-2 atau ke-3 :
(3) Perut (ulu hati) terasa nyeri
(4) Petechiae (bintik-bintik merah di kulit) pada muka, lengan,
paha, perut atau dada. Kadang-kadang bintik-bintik merah ini
hanya sedikit sehingga sering perlu pemeriksaan yang teliti. Bintikbintik merah ini mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya ranggangkan kulit: bila hilang, bukan demam
berdarah. Untuk melihat adanya petechiae lakukan pemeriksaan
dengan tourniquet (rumpel leede) test. Test positif setelah
pemeriksaan tourniquet (rumpel leede) keluar petechiae di tangan.
(5) Kadang-kadang terjadi perdarahan hidung (mimisan), mulut
atau gusi dan muntah darah atau berak darah. Tanda-tanda dan
gejala di atas disebabkan karena pecahnya pembuluh darah kapiler
yang terjadi di semua organ tubuh.

12

c. Hari ke-4 s/d 7 :


(6) Bila keadaan penyakit menjadi parah, penderita gelisah, berkeringat
banyak, ujung-ujung tangan dan kaki dingin (pre shock).
(7) Bila keadaan (pre-shock) ini berlanjut, maka penderita dapat
mengalami shock (lemah tak berdaya, denyut nadi cepat atau sukar
diraba), atau disebut dengan Dengue Shock Syndrome (DSS), dan bila
tidak segera ditolong dapat meninggal. Keadaan pre-shock dan shock ini
disebabkan oleh adanya gangguan pada pembuluh darah kapiler yang
mengakibatkan merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh darah.
Selain itu juga oleh karena adanya perdarahan.

Stadium DBD: (WHO, 1997)5


I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji torniquet +
II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun ( 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah
IV : syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak teratur
Catatan: Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan
DBD derajat I/II dengan DD. Pembagian derajat penyakit dapat juga
dipergunakan untuk kasus dewasa.

2. Pemeriksaan penunjang6
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak
hari ke-3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak
timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3

13

demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan


terjadinya gangguan koagulasi dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat
dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik
melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi
molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku
emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan
tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu),
serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali
yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi
genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih
sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi
pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi
yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.
Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan
serologi,

yaitu

dengan

mendeteksi

IgM

dan

IgG-anti

dengue.

Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai


minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat
terdeteksi mulai hari ke 2.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus
kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama
pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi
dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan USG.
i. Cara Diagnosis5
Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang pertama disertai adanya
thrombocytopenia sudah cukup untuk menegakkan diagnosa Demam Berdarah
secara klinik. Bila kriteria tersebut belum/tidak dipenuhi disebut sebagai

14

suspect Demam Berdarah. Diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan


serologis spesimen akut dan konvalescen.

Kriteria DBD: 1. Kriteria Klinis: a) demam tinggi mendadak, tanpa sebab


jelas, terus menerus selama 2 7 hari, b) manifestasi perdarahan (uji
torniquet positif, petekiia, akimosis, purpura, perdarahan mukosa,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena), c) pembesaran
hati, d) syok,ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah. 2. Kriteria Laboratoris: a) trombositopenia 100.000/mm3, dan b)
hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih.

j. Pengobatan umum di puskesmas1


Pertolongan pada penderita yang dapat dilakukan meliputi: a) Beri
penderita minum banyak-banyak (air masak, susu, teh, atau minuman lain), b)
Beri penderita obat penurun panas dan/atau kompres dengan es, dan c) Penderita
dengan gejala pre-shock harus dirawat (di rumah sakit/Puskesmas).7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi perlu
perawatan intensif.
o Tirah baring selama masih demam
o Obat antipiretik atau kompres panas hangat.
o Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan
gastritis, perdarahan atau asidosis.
o Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai
akibat demam, anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup,
susu. Disamping air putih, dianjurkan diberikan selama 2 hari.
15

o Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis


adalah pada saat suhu turun pada umumnya hari ke-3 -5 fase
demam.
o Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil
pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
dan pedoman kebutuhan cairan vena.
o Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer
asetat (RA), larutan garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan
ringer laktat (D5/RL), detroksa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA). (catatan : untukresusitasi syok dipergunakan larutan RL
atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)
o Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.
k. Penanggulangan dan Promosi Kesehatan3
Upaya penanggulangan DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1968, namun
diprogramkan secara teratur sejak tahun 1974 dengan dibentuknya Subdit
Arbovirosis di Departemen Kesehatan. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan
antara lain meliputi: 1) Pelatihan dokter, 2) Pemberantasan vektor dan 3)
Penyuluhan kepada masyarakat. Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat
untuk membasmi virusnya belum tersedia, maka cara yang dapat dilakukan
sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk penularnya (vektor).
Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa maupun
jentiknya.
Pada tahun 1969-1980 pemberantasan vektor menggunakan insektisida
dengan fogging terutama bila terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Pada
tahun 1988, selain fogging juga dilaksanakan abatisasi massal untuk membunuh
jentik, yang dilakukan sebelum musim penularan di daerah endemis.
Sejak tahun 1989/1990 dilaksanakan pemberantasan DBD secara terpadu,
yaitu terdiri dari penanggulangan fokus, fogging massal sebelum musim penularan
dan abatisasi setiap tiga bulan di kelurahan-kelurahan endemis. Di kelurahan16

kelurahan lain dalam wilayah kecamatan yang sama, dilakukan penyuluhan


kepada masyarakat untuk melaksanakan PSN DBD. Cara tersebut mulai
diterapkan secara intensif pada tahun 1991/1992, namun luas wilayah yang
ditanggulangi masih sangat terbatas.
Namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum
berhasil di Indonesia, sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan
KLB di berbagai daerah. Permasalahan utama dalam upaya menekan angka
kesakitan adalah masih belum berhasilnya upaya penggerakan peran serta
masyarakat dalam PSN DBD melalui Gerakan 3M yang mulai diintensifkan sejak
1992.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD
pada tahun 2004 baik selama KLB maupun sesudah KLB dan untuk tahun-tahun
yang akan datang diperlukan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam
melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta
menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.2
Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan
sarang

nyamuk).

Penyuluhan/informasi

tentang

demam

berdarah

dan

pencegahannya dilakukan melalui jalur- jalur informasi yang ada:7


o Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain,
kelompok agama, guru, murid sekolah, pengelola tempat
umum/instansi, dll.
o Penyuluhan perorangan:
1. Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu
2. Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas
3. Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas
Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan
Tk. II, I dan pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama
sebelum musim penularan (musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan
oleh kepala Wilayah setempat. Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya
diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah dalam rangka program Kebersihan

17

dan Keindahan Kota. Di tingkat Puskesmas, usaha/kegiatan pemberantasan sarang


nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya diintegrasikan dalam program
Sanitasi Lingkungan.

Cara Melakukan Penyuluhan Kelompok


1. Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma,
pertemuan arisan atau pada pertemuan Warga RT/RW, pertemuan dalam
kegiatan keagamaan atau pengajian, dan sebagainya.
2. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok:
Usahakan agar setiap peserta pertemuan dapat duduk dalam posisi saling
bertatap muka satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau
setengah lingkaran.
Mulailah dengan memperkenakan diri dan perkenalan semua peserta
Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah
dengue, antara lain bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada
semua umur terutama anak-anak.
Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan
menggunakan gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik
(flipchart) atau leaflet/poster
Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau
mengajukan pertanyaan tentang materi yang dibahas

18

Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui


sejauh mana materi yang disampaikan telah dipahami.
Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan
1. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan
penderita demam berdarah dengue menggunakan formulir :
1. W1/laporan KLB (wabah)
2. W2/laporan mingguan wabah
3. SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan
bulanan data kematian. Sedangkan untuk pelaporan kegiatan
menggunakan formulir LB3/laporan bulanan kegiatan Puskesmas
(SP2TP).
2. Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil
specimen darahnya (akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis.
Specimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK)
melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.
K. Kriteria Penetapan KLB Demam Berdarah Dengue
1.

Timbulnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang


sebelumnya tidak ada di suatu daerah Tingkat II.

2.

Adanya peningkatan kejadian kesakitan DBD dua kali atau lebih


dibandingkan jumlah kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang
sama tahun sebelumnya.
Indikator KLB Demam Berdarah Dengue

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2002


tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dirumuskan indikator KLB
Demam Berdarah Dengue yaitu: Aneka kesakitan (morbiditas) DBD
adalah jumlah kasus DBD di suatu wilayah tertentu selama satu tahun

19

dibagi jumlah penduduk di wilayah dan kurun waktu yang sama, dikalikan
100.000.
L. Pencegahan & Pemberantasan vektor5
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992: upaya
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan
pencegahan,

penemuan,

pelaporan

penderita,

pengamatan

penyakit

dan

penyelidikan epidiomologi, penanggulangan seperlunya, penanggulangan lain dan


penyuluhan kepada masyarakat.
1. Cara memberantas nyamuk dewasa
Fogging (pengasapan). Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas
dengan fogging (pengasapan) racun serangga, termasuk racun serangga
yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan pengasapan
saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk
(dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul
nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya Karena itu
cara yang tepat adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah
PSN DBD yaitu singkatan dari Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue.
Fogging tertutup adlah pada saat fogging dilakukan semua pintu
dan jendela ditutup rapat rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan
jam 15.00 18.00. Fogging terbuka adalah pada saat fogging / pengasapan
dilakukan semua pintu dan jendeladibuka lebar lebar. Dilakukan sekitar
jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging fokus adalah fogging
yang dilakukan dititik fokus dan sekitarnya dengan jarak radius 100 m
atau 20 rumah sekitarnya. Dilakukan dua siklus dengan jarak seminggu,
diikuti

abatisasi.

Fogging

fokus

dilakukan

setelah

penyelidikan

epidemiologi positif.
Syarat PE /penyelidikan epidemiologi ( + ):

Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya

20

Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus
demam tanpa sebab jelas

Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan 1 kasus


meninggal karena sakit DBD

1. Cara memberantas jentik Aedes aegypti


i)

PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu:


2. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali.
3. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
4. Menguburkan,

mengumpulkan,

memanfaatkan,

atau

menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air


hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan lain-lain.
Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M
plus), seperti:
5. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya
seminggu sekali
6. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
7. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain
misalnya dengan tanah
8. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menapung air
seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempattempat lain yang dapat menampung air hujan di pekaranga, kebun,
pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain.
9. Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik
(Abate 1 G, Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5 G (DBD)) di tempattempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air

21

10. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk


11. Pasang kawat kasa di rumah
12. Pencahayaan dan ventilasi memadai
13. Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah
14. Tidur menggunakan kelambu, dan
15. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk
mencegah gigitan nyamuk.
Perlindungan perseorangan:5
Memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes
aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah.
Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang
dapat dibeli di toko-toko seperti baygon, raid dan lain lain.
Pemberantasan vektor jangka panjang (pencegahan)5
Satu cara pokok untuk pemberantasan vektor jangka panjang ialah
usaha peniadaan sarang nyamuk, vas bunga dikosongkan tiap minggu,
menguras bak mandi seminggu sekali yaitu dengan menggosok dinding
bagian dalam dari bak mandi tersebut, tempat-tempat persediaan air agar
dikosongkan lebih dahulu sebelum diisi kembali. Maksudnya agar larvalarva dapat disingkirkan.Dalam usaha jangka panjang untuk daerah dengan
vektor tinggi dan riwayat wabah DBD maka kegiatan Puskesmas lebih
lanjut yaitu: 1) Abatesasi untuk membunuh larva dan nyamuk, dan 2)
Fogging dengan malathion atau fonitrothion.
Pemberantasan vektor dalam keadaan wabah. Kegiatan Puskesmas
adalah membantu : a) Tim Propinsi/Dati II untuk survai larva dan nyamuk,
b) Membantu penyiapan rumah penduduk untuk di-fogging.
ii) Larvasidasi. Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik
ke dalam tempat- tempat penampungan air. Bila menggunakan Abate
22

disebut Abatisasi. Cara melakukan larvasidasi: Menggunakan bubuk


Abate 1 G (bahan aktif: Temephos 1%) Takaran penggunaan bubuk
Abate 1 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter cukup dengan 10 gram
bubuk Abate 1 G dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar,
gunakan sendok makan, satu sendok makan peres (yang diratakan di
atasnya) berisi 10 gram Abate 1 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau
menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan diabatisasi.
Takaran tidak perlu tepat betul.
Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%)
Takaran penggunaan Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter
air cukup dengan 2,5 gram bubuk Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200
liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia dalam setiap
kantong Altosid 1,3 G. Bila tidak ada alat penakar, gunakan sendok teh,
satu sendok teh peres (yang diratakan atasnya) berisi 5 gram Altosid 1,3
G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan
banyaknya air. Takaran tidak perlu tepat betul.
Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) (bahan aktif:piriproksifen
0,5%) Takaran penggunaan Sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai
berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk Sumilarv 0,5
G (DBD) atau 0.5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang
tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram). Takaran tidak perlu
tepat betul.
Angka Bebas Jentik5
Merupakan

salah

satu

indicator

keberhasilan

program

pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak


ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-3M menunjukan
tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ yang
dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah
DBD di lingkunagnnya masing-masing belum optimal.

23

Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik5


Cara-cara memeriksa jentik: i) Periksalah bak mandi/WC,
tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya, ii) Jika
tidak tampak, tunggu 0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul
kepermukaan air untuk bernapas, iii) Di tempat yang gelap gunakan
senter/battery. iv) Periksa juga vas bunga, tempat minum nurung, kalengkaleng, plastik, ban bekas dan lain-lain. Contoh formulir hasil pemeriksaan
jentik.
M. Diagnosis banding6
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. Pada awal perjalanan
penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit
seperti demam tifoid, campak, influenza, demam chikungunya, leptospirosis.
Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan
antara DBD dengan penyakit lain.
Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC).
Pada demam chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan
penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC
memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu
lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan
lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak semula
pasien tampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda tanda infeksi.
Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear
(pergeseran ke kiri pada hitung jenis), pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat
dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada menigitis

24

meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada


pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat
II oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari
hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada
ITP demam cepat menghilang atau bisa tidak diserta demam. Tidak dijumpai
leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan
pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat
kembali ke normal daripada ITP.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan sangat anemis.
Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia.
Pada anemia aplastik biasanya sangat anemia, demam timbul karena infeksi
sekunder. pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin
dan trombosit menurun). Pada pasien perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks
dan kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan
efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai perembesan plasma.

BAB III

STATUS PASIEN

25

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama

: An.R

Umur

: 9 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Walet

Tanggal kunjungan

: 02-10-2016

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Demam

Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak 3 hari yang lalu.secara terus menerus


tidak

turun

dengan

pemberian

obat

antipiretik,

perdarahan gusi (-), sakit kepala (+), mimisan (-), nyeri


ulu hati (+),mual (-), muntah (-) nyeri perut (-), nyeri
pada persendian (+) BAB biasa dan BAK lancar.
Riwayat Penyakit

: Tidak ada riwayat penyakit (-).

Dahulu
Riwayat Keluarga

: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang

sama dengan pasien


Riwayat Pengobatan

: Pasien berobat ke puskesmas namun dirujuk untuk di


rawat inap RSUD Undata

Riwayat Pendidikan

: SD

Riwayat Lingkungan : tetangga pasien pernah sakit serupa dengan pasien.

A. Status Umum :
Keadaan Umum : Sakit Sedang;
Status Gizi : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : TD : 90/60mmHg; N : 70x/m; S : 38,50; P : 20x/m

26

B. Pemeriksaan Fisik:
1.
Kepala :
Konjungtiva

: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)

Edema Palpebra : (-/-)

3.

Rhinorrhea

: (-/)

Otorrhea

: (-)

2.
Thorax :

Leher : Pembesaran Kelenjar (-)

Inspeksi : Pergerakan dada simetris (+/+), ictus cordis tidak


Tampak.
Palpasi : Nyeri tekan -/-, Vocal fremitus simetris (+/+), ictus cordis
teraba ICS V
Perkusi : Sonor (+/+), batas jantung normal.
Auskultasi: Vesikuler (+/+), bunyi tambahan (-/-), bunyi jantung
murni reguler S1/S2, ronki (-/-)

7.

4.
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bunyi peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Tymphani 4 kuadran abdomen.
Palpasi : Nyeri tekan (-)
5.
Genitalia : Tidak terdapat abnormalitas.
6.
Ekstremitas
: petechie (+)
Superior
: Akral hangat (-/-), edema (-/-), deformitas (-/-)
Inferior
: Akral hangat (-/-), edema (-/-), deformitas (-/-).
Tulang Belakang
: tidak terdapat gibbus
b. Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Haemoglobin

: 14,2 gr/dl

Hematokrit

: 58,0 %

Leukosit

: 3.800 /mm3

Trombosit

: 90.000 /mm3

Eritrosit

: 5,93 /mm3

III. Diagnosa : Demam Berdarah Dengue derajat 2


IV. Penatalaksanaan:
1. Pct syrup 500mg 3x1
2. Vitamin Bcomplex 1x1
27

3. Antacyd syrup sendok teh 3x1

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas pasien didiagnosis demam Berdarah dengue derajat 2
berdasarkan gambaran klinis yakni pasien mengalami demam secara tiba-tiba 3
hari terakhir, demam terus-menerus,tidak turun walaupun dengan pemberian
antipiretik. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala dan nyeri persendian
serta nyeri ulu hati. Dari pemeriksaan fisik didapatkan petekie dan pemeriksaan
lab

menunjukkan

adanya

leukopenia,

peningkatan

hematokrit

dan

trombositopenia. Hal ini sesuai dengan kepustakaan kriteria klinis dari demam
berdarah dengue yaitu demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,

28

berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, disertai nyeri kepala, mialgia dan
artralgia, petekie, rumple leed positif dan trombositopenia (100.000/mm 3 atau
kurang) ditambah dengan perdarahan spontan.
Dikatakan derajat 1 karena sesuai dengan teori menurut WHO derajat 2 adalah
demam gejala tidak khas disertai perdarahan spontan dikulit, seperti pada pasien
ini adalah adanya petekie.
Gejala klinis yang timbul juga sesuai teori yaitu pada hari 1-3 timbul panas
mendadak dengan suhu 38-40, nyeri ulu hati ,petechie, dan kadang-kadang dsertai
perdarahan lain,seperti mimisan dan gusi berdarah. Namun pada pasien ini tidak
ditemukan perdarahan lain. Nyeri ulu hati
ini dalam kepustakaan disebabkan setiap infeksi yang menyerang tubuh
manusia akan menyerang retikuloendothelial sehingga sistem ini bisa terganggu
menyebabkan reaksi antigen antibodi yang merangsang sistem hipothalamus,
sehingga menimbulkan peningkatan suhu tubuh serta mengaktifasi anafilaksis dan
kompensasinya adalah nyeri ulu hati.
Dari pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan trombositopenia, yaitu
trombosit <100.000/mm3. Hal ini sesuai dengan kriteria dari demam berdarah
dengue. Trombosititopenia terjadi pada hari ke 3-8. Dalam kepustakaan
menyebutkan trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi menunjukkan keadaan
hiposeluler

dan

supresi

megakariosit.5,15

Pada pemeriksaan lab juga didapatkan leukopenia. Dimana Jumlah leukosit pada
pasien demam berdarah dengue bervariasi dari leukopeni ringan hingga
leukopenia sedang. Leukopenia akan muncul antara hari demam pertama dan ke
tiga pada 50% kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh adanya
degenerasi sel PMN yang matur dan pembentukan sel PMN muda. Pada pasien
dijumpai leukosit < 5000/mm3. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, leukopenia
merupakan salah satu gejala laboratorium dari demam berdarah dengue.
Pasien merupakan siswa sekolah yang dimana bersekolah dipagi hari sesuai
dengan jam transmisi dari nyamuk aedes aegypty, yaitu 2 jam setelah matahari

29

terbit dan sekolah merupakan tempat resiko tinggi terkena gigitan nyamuk demam
berdarah.
Penatalaksanaan pada pasien ini di puskesmas sudah sesuai teori dimana
diberikan obat untuk menurunkan gejala simtomatik dahulu dan dirujuk, karena
pasien harus direhidrasi secara cepat dirumah sakit dan dirujuk untuk
mendapatkan pemeriksaan penunjang lainya yang tidak dapat dilakukan di
puskesmas.
Dari penelusuran rumah pasien tampak kondisi rumah pasien yang kurang
bersih dan kondisi dalam rumah yang terasa pengap karena kurangnya ventilasi
sebagai sirkulasi udara. Penampungan air yang kurang bersih, saluran air yang
kotor, tempat pembuangan sampah dan barang-barang bekas yang sembarangan,
Kondisi ini dapat menjadi penyebab mudahnya berkembang jentik-jentik nyamuk
aedes aegipty dalam lingkungan rumah pasien sehingga keluarga pasien juga akan
memiliki resiko yang besar untuk menderita penyakit DBD.

Berikut dokumentasi untuk lingkungan sekitar rumah pasien

30

31

32

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah
dengue. Katalog Dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI; 2007;3:1-3.
2. Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana demam berdarah dengue di indonesia.
Katalok Dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI; 2001:2.
3. Azwar A. Pengantar epidemiologi. Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Askara;
1988; hal.34-5.
4. Departemen Parasitologi, FKUI. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2008; hal.265-7.
5. Chin J. Manual pemberantasan penyakit menular. Edisi ke-17. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 2000; hal.144-9.
6. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW
dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.

33

Anda mungkin juga menyukai