NPM 2128021010
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
Abstrak
Latar belakang: Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di
Indonesia dan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. WHO menyatakan untuk
mengendalikan populasi Ae. aegypti dan Ae. Albopictus sebagai vektor penularan demam berdarah dengue terutama dilakukan
dengan cara pengelolaan lingkungan (environtmental management) (WHO, 1982). Kebiasaan masyarakat yang merugikan
kesehatan dan kurang memperhatikan kebersihan lingkungan akan meningkatkan risiko terjadinya transmisi DBD. Hasil:
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Terdapat beberapa faktor
penularan DBD baik dari segi pengetahuan, perilaku dan sikap manusia; lingkungan fisik dan lingkungan biologis. Pencegahan
penularan dapat dilakukan dengan pengendalian vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan cara pemberantasan sarang
nyamuk dan 3M-Plus. Simpulan: Pencegahan untuk mengurangi angka kesakitan DBD memerlukan kerjasama lintas sector
untuk memperhatikan kondisi sanitasi lingkungan sehingga tidak menjadi tempat yang baik (breeding place) untuk
berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Memberikan penyuluhan pada masyarakatyang berfokus pada sumber permasalahan,
dan masyarakat agar dapat mencegah terjadinya penularan DBD dengan memutuskan rantai penularan melalui kegiatan 3 M Plus.
I. LATAR BELAKANG
Demam berdarah merupakan salah satu penyakit tropis yang paling sering menyerang manusia
dan telah menjadi masalah kesehatan utama didunia internasional dalam beberapa dekade
terakhir (Wang, 2020). Demam berdarah di Indonesia sering menimbulkan suatu kejadian luar
biasa dengan kematian yang besar. Pada tahun 2009, WHO menetapkan Indonesia sebagai salah
satu negara hiperendemik dengan jumlah provinsi yang terkena DBD sebanyak 32 provinsi dari
33 provinsi di Indonesia dan 355 kabupaten/kota dari 444 kota terkena DBD. Setiap hari
dilaporkan, sebanyak 380 kasus DBD dan 1-2 orang meninggal setiap hari (Arsin, 2013).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2019 dilaporkan jumlah penderita DBD yang
dilaporkan adalah sebanyak 138.127. jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2018
sebesar 65.602 kasus. Kematian karena DBD tahun 2019 juga mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2018 yaitu dari 467 menjadi 919 kematian. Kesakitan dan kematian dapat
digambarkan dengan menggunakan indicator incidence rate (IR) per 100.000 penduduk dan case
fatality rate (CFR) dalam bentuk presentase. Incidence rate DBD pada tahun 2019 adalah sebesar
51,48 per 100.000 penduduk. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dua
tahun sebelumnya yakitu tahun 2016 dan 2017 ketika incidence rate DBD sebesar 26,1 dan 24,75
per 100.000 penduduk (Pusdatin, 2019). WHO menyatakan untuk mengendalikan populasi Ae.
aegypti dan Ae. Albopictus sebagai vektor penularan demam berdarah dengue terutama dilakukan
lingkungan akan meningkatkan risiko terjadinya transmisi DBD. Kebiasaan ini akan menjadi
lebih buruk di mana masyarakat sulit mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk
menyimpan air dalam bak penampungan air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan
dibersihkan secara rutin pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae.
Untuk menurunkan angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) maka penulis ingin mencari
tahu cara pencegahan penyakit DBD khususnya dari aspek kesehatan lingkungan.
II. HASIL
1. Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau
dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati,
2. Epidemiologi
Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia
antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke- 2
dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis (Kemenkes RI, 2018).
Gambar 1 menunjukkan kasus demam berdarah dengue (DBD) yang tejadi di Indonesia
dengan jumlah kasus 68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari
tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3
(tiga) provinsi di Pulau Jawa, masing- masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak
10.016 kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus.
Sedangkan untuk jumlah kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara dengan
3. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro,
2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN- 3 merupakan jenis yang sering
dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan
memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap
serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat
mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko
penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status
imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes
aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri
nyamuk Aedes aegypti adalah :
Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot
tanaman, tempat minum burung, dan lain – lain.
Jarak terbang ± 100 meter
Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
4. Faktor Penularan
Faktor- faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia adalah (Sains, 2005):
1. Kepadatan penduduk, lebih padat lebih mudah untuk terjadi penularan DBD, oleh
karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter.
2. Mobilitas penduduk, memudakan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.
3. Kualitas perumahan, jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah, bahan
bangunan akan mempengaruhi penularan. Bila di suatu rumah ada nyamuk
penularnya maka akan menularkan penyakit di orang yang tinggal di rumah
tersebut, di rumah sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk dan orang-
orang yang berkunjung kerumah itu.
4. Pendidikan, akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan
cara pemberantasan yang dilakukan.
5. Penghasilan, akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke puskesmas atau
Rumah Sakit.
6. Mata pencaharian, mempengaruhi penghasilan
7. Sikap hidup, kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam
masalah akan mengurangi resiko ketularan penyakit.
8. Perkumpulan yang ada, bisa digunakan untuk sarana PKM
9. Golongan umur, akan memperngaruhi penularan penyakit. Lebih banyak golongan
umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih besar.
10. Suku bangsa, tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing, hal ini
juga mempengaruhi penularan DBD.
11. Kerentanan terhadap penyakit, tiap individu mempunyai kerentanan tertentu
terhadap penyakit, kekuatan dalam tubuhnya tidak sama dalam menghadapi suatu
penyakit, ada yang mudah kena penyakit, ada yang tahan terhadap penyakit.
menekan sumber habitat larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus, antara lain: (1) Perbaikan
perkembangbiakan buatan manusia dan (4) Perbaikan desain rumah. Aktivitas semacam
itu dapat diterapkan pada tempat di mana penyakit dengue bersifat endemik (WHO,
2001).
aegypti yang berperan sebagai pembawa virus dengue (Kemenkes RI, 2018). Hal ini
dikarenakan angka bebas jentik di Indonesia yang masih fluktuatif dan cenderung tinggi
Gambar 2. Angka Bebas Jentik di Indonesia tahun 2010-2017 (Kemenkes RI, 2018)
Menutup rapat penampungan air agak tidak menjadi tempat berkembang biak
nyamuk
2. Mengganti air yang ada di vas bunga atau tempat minum butung, setidaknya seminggu
sekali
2. Membersihkan saluram air yang tergenang, baik di atap rumah maupun di selokan jika
tersumbat oleh sampah atau dedauan, karena setiap genangan air bisa dimanfaatkan untuk
tumbuhan. Cara yang efeketif adalah dengan memelihara ikan cupang dikolam karena
ikan cupat dapat memakan jentik-jentik nyamuk atau dengan menambahkan bakteri
penampungan air dan fogging atau pengasapan dengan menggunakan malathion dan
sekali dengan takaran 1 gram abate/ 10 liter air. Selain abate dapat juga menambahkan
zat lainnya yaitu altosoid dengan takaran 2,5 gram/ 10 liter air.
III. KESIMPULAN
1. Demam berdarah dengue (DBD) disebarkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti,
faktor lingkungan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya vektor DBD.
aegypti.
dan masyarakat agar dapat mencegah terjadinya penularan DBD dengan memutuskan
DAFTAR PUSTAKA
Arman, E.P. 2005. Faktor Lingkungan dan Perilaku Kesehatan yang Berhubungan dengan
Endemisitas Demam Berdarah Dengue. Surabaya.
Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis
penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit FKUI; Jakarta, 1999.
Departemen Kesehatan RI (1982), Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. Dep. Kes RI.
Departemen Kesehatan RI, 1990. Survey Entomologi Demam Berdarah Dengue. Dep. Kes RI
Sains, M.P.F., Coto, I.Z. and Hardjanto, I., 2005. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
penyakit malaria dan demam berdarah dengue.
Sofia, S., Suhartono, S. and Wahyuningsih, N.E., 2014. Hubungan kondisi lingkungan rumah
dan perilaku keluarga dengan kejadian demam berdarah dengue di Kabupaten Aceh
Besar. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 13(1), pp.30-38.
Suhendro,dkk. Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI,Jakarta 2006 : 1709-1713
Suyasa, I.G., Putra, N.A. and Aryanta, I.R., 2008. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku
masyarakat dengan keberadaan vektor demam berdarah dengue (DBD) di wilayah kerja
Puskesmas I Denpasar Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Jurusan Kesehatan Lingkungan.
Diakses di http://litbang. poltekkesdenpasar. ac. idpada, 9.
WHO. Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment and control. Geneva: WHO, 2009.
Wowor, R., 2017. Pengaruh kesehatan lingkungan terhadap perubahan epidemiologi demam
berdarah di Indonesia. e-CliniC, 5(2).
Yana, Y. and Rahayu, S.R., 2017. Analisis Spasial Faktor Lingkungan dan Distribusi Kasus
Demam Berdarah Dengue. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 1(3),
pp.106-116.