DISUSUN OLEH:
A. Latar Belakang
Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting
dalam mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit menular dan
penyakit tidak menular, tanpa terkecuali pada kegiatan dan penanggulangan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Demam berdarah dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI,2018). Seiring
dengneningkat mobillitas dan kepadatan penduduk, jumlah penderita dan luas
penyebarannya semakin menjadir tambah.DBD merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus grup A dan B yang berasal
dari gigitan vector (Suwanmanee et al., 2018). DBD merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan dan ditularkan melalui nyamuk Aedesaegypti dan
Aedesalbopictus yang ditemukan didaerah tropis dan subtropics diantaranya di
Indonesia hingga bagian utara Selatania (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Pada banyak daerah tropis dan subtropis, penyakit DBD adalah endemik
yang muncul sepanjang tahun, terutama saaat musimhujan ketika kondisi
optimal untuk nyamuk berkembangbiak. Biasanya sejumlah orang besarakan
terinfeksi dalam waktu yang singkatan (wabah) (CDC,2010). Penyakit ini tidak
hanya sering menimbulkan Kejadian LuarBiasa (KLB) tetapi juga menimbulkan
jalan buruk social dan ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena
menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan
berkurangya usia harapan penduduk.(Yuningsih, 2018).
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Di Indonesia, kota Surabaya menjadi tempat yang dicurigai pertama kali
munculnya DBD tahun 1968. Kejadian penyakit DBD di Indonesia dengan
penderita yang tinggi dan penyebaran yang luas menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Berdasarkan dengan data Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2020 pada bulan Juli penderita DBD di Indonesia mencapai
71.000 penderita. Menurut direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tular Vektor dan Zoonotik penderita Deman Berdarah Dengue di Indonesia
mencapai 71.633 hingga Juli 2020. Pada tahun 2020 angka kematian berjumlah
459 penderita, sedangkan pada tahun 2019 lebih tinggi dengan jumlah penderita
sebanyak 751. Wilayah di Indonesia memiliki risiko untuk terjangkit DBD,
karena penularan yang telah tersebar luas di perumahan maupun di tempat-
tempat umum, kecuali wilayah yang berada lebih dari 1.000 meter di atas
permukaan laut. Setiap provinsi di Indonesia memiliki potensi endemis yang
tinggi tiap tahunnya (Haeril, 2022).
Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah endemis DBD. Dibuktikan
dengan data penderita DBD lima tahun terakhir di Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah, angka kejadian penderita DBD yang terjadi dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Jumlah penderita tertinggi pada tahun 2012
dilaporkan mencapai 2.265 penderita dengan angka kematian 22 penderita maka
nilai CFR 0,97%. Tahun 2013 jumlah penderita DBD mengalami penurunan dan
kenaikan penderita selanjutnya terjadi di tahun 2016. Kota Palu merupakan
wilayah tertinggi penderita DBD dari 13 kabupaten/kota dengan 1.051 penderita.
Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Poso
dilaporkan terjadi KLB, hal ini yang menjadikan peningkatan penderita DBD di
Sulawesi Tengah. Berbagai cara yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
menanggulangipenderitaDBD yaitu melakukan pengendalian perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus pada seluruh tatanan
kehidupan masyarakat dengan pemberantasan nyamuk dan jentik nyamuk
(Haeril, 2022).
BAB II
PEMBAHASAN
B. SURVEILANS DBD
1. TAHAP PERSIAPAN
Identifikasi factor resiko DBD untuk menggambarkan tingkat resiko
suatu wilayah, yang telah diambil sebelum musim penularan DBD hingga
mulai terjadinya kasus melalui kegiatan survey cepat. Materi factor resiko
dibatasi oleh factor perilaku dan lingkungan, sedangkan factor vector
(nyamuk) misalknya jarak terbang nyamuk, jenis nyamuk dan kepadatan
nyamuk tidak dimasukkan sebagai variable mengingat tingginya tingkat
mobilitas penduduk memungkinkan seseorang menderita DBD dari
penularan nyamuk didaerah lain.
5. TAHAP EVALUASI
Suatu tahapan dalam surveilans yang dilakukan secara sistemastis
untuk menilai efektifitas program. Hasil evaluasi terhadap data system
surveilas selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan tindak lanjut, untuk
melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan
program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiata.
Haeril & Jusman. 2022. Pola Penyebaran DBD Di Provinsi Sulawesi Tengah
Dengan Menggunakan Metode GSTAR Berbasis Web Dashboard.
(Journal of Computing Engineering, System and Science. Volume 7
Nomor (1) January 2022 99-105
https://media.neliti.com/media/publications/4907-ID-faktor-faktor-yang
mempengaruhi-kejadian-penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd-dan.pdf
http://surveilansepidfkmunsri.blogspot.com/2013/11/surveilans-epidemiologi
demam-berdarah.html