Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“Surveillance Epidemiologi Khasus DBD”

DISUSUN OLEH:

NAMA : Fadel Muhammad Kurniawan

STAMBUK : N 101 19 116

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting
dalam mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit menular dan
penyakit tidak menular, tanpa terkecuali pada kegiatan dan penanggulangan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Demam berdarah dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI,2018). Seiring
dengneningkat mobillitas dan kepadatan penduduk, jumlah penderita dan luas
penyebarannya semakin menjadir tambah.DBD merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus grup A dan B yang berasal
dari gigitan vector (Suwanmanee et al., 2018). DBD merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan dan ditularkan melalui nyamuk Aedesaegypti dan
Aedesalbopictus yang ditemukan didaerah tropis dan subtropics diantaranya di
Indonesia hingga bagian utara Selatania (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Pada banyak daerah tropis dan subtropis, penyakit DBD adalah endemik
yang muncul sepanjang tahun, terutama saaat musimhujan ketika kondisi
optimal untuk nyamuk berkembangbiak. Biasanya sejumlah orang besarakan
terinfeksi dalam waktu yang singkatan (wabah) (CDC,2010). Penyakit ini tidak
hanya sering menimbulkan Kejadian LuarBiasa (KLB) tetapi juga menimbulkan
jalan buruk social dan ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena
menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan
berkurangya usia harapan penduduk.(Yuningsih, 2018).
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Di Indonesia, kota Surabaya menjadi tempat yang dicurigai pertama kali
munculnya DBD tahun 1968. Kejadian penyakit DBD di Indonesia dengan
penderita yang tinggi dan penyebaran yang luas menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Berdasarkan dengan data Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2020 pada bulan Juli penderita DBD di Indonesia mencapai
71.000 penderita. Menurut direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tular Vektor dan Zoonotik penderita Deman Berdarah Dengue di Indonesia
mencapai 71.633 hingga Juli 2020. Pada tahun 2020 angka kematian berjumlah
459 penderita, sedangkan pada tahun 2019 lebih tinggi dengan jumlah penderita
sebanyak 751. Wilayah di Indonesia memiliki risiko untuk terjangkit DBD,
karena penularan yang telah tersebar luas di perumahan maupun di tempat-
tempat umum, kecuali wilayah yang berada lebih dari 1.000 meter di atas
permukaan laut. Setiap provinsi di Indonesia memiliki potensi endemis yang
tinggi tiap tahunnya (Haeril, 2022).
Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah endemis DBD. Dibuktikan
dengan data penderita DBD lima tahun terakhir di Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah, angka kejadian penderita DBD yang terjadi dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Jumlah penderita tertinggi pada tahun 2012
dilaporkan mencapai 2.265 penderita dengan angka kematian 22 penderita maka
nilai CFR 0,97%. Tahun 2013 jumlah penderita DBD mengalami penurunan dan
kenaikan penderita selanjutnya terjadi di tahun 2016. Kota Palu merupakan
wilayah tertinggi penderita DBD dari 13 kabupaten/kota dengan 1.051 penderita.
Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Poso
dilaporkan terjadi KLB, hal ini yang menjadikan peningkatan penderita DBD di
Sulawesi Tengah. Berbagai cara yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
menanggulangipenderitaDBD yaitu melakukan pengendalian perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus pada seluruh tatanan
kehidupan masyarakat dengan pemberantasan nyamuk dan jentik nyamuk
(Haeril, 2022).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Demam Berdarah Dengue


Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan DBD
merupakan salah satu jenis penyakit akut. Penderita DBD jika tidak segera
mendapatkan pertolongan akan dapat menyebabkan kematian. Kasus DBD di
Indonesia masih menjadi perhatian utama mengingat angka penderita penyakit
ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selain itu, masih banyak
masyarakat yang menganggap DBD merupakan penyakit sepele sehingga sering
dianggap remeh.
Penyakit DBD dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
1. Kebiasaan masyarakat yang menampung air bersih untuk keperluan sehari-
hari
2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik
3. Rumah pemukiman yang padat
4. Penyediaan air bersih yang kurang
5. Tidak menggunakan obat nyamuk dan kelambu pada saat tidur
6. Pengelolaan sampah yang tidak baik
7. Musim penghujan.
Berdasarkan model Gordon, faktor yang mempengaruhi kejadian DBD
antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri,
yaitu nyamuk Aedes Aegypty (7-8). Masa inkubasi virus dengue dalam manusia
(inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul,
gejala klinis rata-rata muncul sampai hari keempat sampai hari ketujuh,
sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung
sekitar 8-10 hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam,
demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus
selama 2-7 hari.
Berbeda dengan nyamuk jenis lain yang lebih banyak berkeliaran pada
malam hari, nyamuk aedes aegypti lebih suka berkeliaran di siang hari, selama
kurang lebih dua jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari
terbenam.  Nyamuk aedes aegypti jantan hanya makan dari buah. Sedangkan
nyamuk betinanya, selain makan dari buah, juga mengisap darah untuk
perkembangan telurnya.  Virus dengue yang menjadi penyebab demam berdarah
berada di dalam kelenjar ludah nyamuk. Ketika nyamuk betina mengisap darah,
dia menyuntikkan air liur ke dalam luka gigitan. Di sinilah kemudian berpindah
tempat, dari air liur nyamuk ke dalam tubuh kita. Nyamuk ini mendapat virus
setelah dia menggigit korbannya yang sudah terinfeksi virus dengue. Kemudian
dia menggigit orang lain dan terjadilah penularan. Setelah inkubasi virus selama
delapan sampai sepuluh hari, nyamuk yang terinfeksi mampu menjadi pembawa
virus selama sisa hidupnya.
Masih belum diketahui apakah nyamuk yang membawa virus dengue, juga
dapat menularkan virusnya ke anak-anak mereka dengan transovarial atau
transmisi telur. Manusia yang terinfeksi virus dengue adalah pembawa dan
pengganda virus yang utama. Virus beredar dalam darah manusia yang terinfeksi
selama dua sampai tujuh hari, kira-kira sama lamanya dengan jangka waktu
demam yang penderita DBD alami.  Nyamuk aedes yang tidak atau belum
terinfeksi, kemudian menggigit manusia yang terinfeksi, di sinilah kemudian Si
Nyamuk ikut terinfeksi dan dapat menularkan virus ke manusia lain. Di Asia
Tenggara dan Afrika, siklus penularan juga melibatkan primata hutan yang
bertindak sebagai reservoir virus.
Nyamuk Aedes lebih suka berkembang biak di genangan atau wadah berisi
air, biasanya dekat dengan tempat tinggal manusia. Meskipun paling aktif pada
siang hari, nyamuk Aedes aegypti akan makan sepanjang hari saat berada di
dalam ruangan dan saat cuaca sedang mendung.

B. SURVEILANS DBD
1. TAHAP PERSIAPAN
Identifikasi factor resiko DBD untuk menggambarkan tingkat resiko
suatu wilayah, yang telah diambil sebelum musim penularan DBD hingga
mulai terjadinya kasus melalui kegiatan survey cepat. Materi factor resiko
dibatasi oleh factor perilaku dan lingkungan, sedangkan factor vector
(nyamuk) misalknya jarak terbang nyamuk, jenis nyamuk dan kepadatan
nyamuk tidak dimasukkan sebagai variable mengingat tingginya tingkat
mobilitas penduduk memungkinkan seseorang menderita DBD dari
penularan nyamuk didaerah lain.

2. TAHAP PENGUMPULAN DATA


Berdasarkan Ditjen PPM & PL Depkes RI (2005) bahwa
pengumpulan dan pencatatan data dapat dilakukan:
a. Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan
tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersebut yang
diterima puskesmas dapat berasal dari rumah sakit atau dinas
kesehatan kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau puskesmas lain dan
puskesmas pembantu, unit pelayanan kesehatan lain (balai
pengobatan, poliklinik, dokter praktik swasta, dan lain-lain), dan hasil
penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi
dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya.
b. Untuk pencatatan menggunakan ‘Buku Catatan Harian Penderita
DBD’. Berdasarkan penelitian sitepu dkk (2010) Pengumpulan data
yang dilakukan dalam pelaksanaan system surveilans DBD, yaitu
petugas di DKK mengumpulkan data kasus dari rumah sakit dengan
cara dijemput langsung. Laporan dari rumah sakit akan ditabulasi
untuk diteruskan kepada masing-masing petugas di tingkas Puskesmas
agar segera dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE).

3. TAHAP ANALISIS DAN INTERPRETASI


a. Analisis Data
Data yang terkumpul dari kegiatan surveilans epidemiologi
diolah dan disajikan dalam bentuk tabel situasi demam berdarah tiap
puskesmas, RS maupun daerah. serta tabel endemisitas dan grafik
kasus DBD per minggu/bulan/tahun. Analisis dilakukan dengan
melihat pola maksimal-minimal kasus DBD, dimana jumlah
penderita tiap tahun ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga
tampak tahun dimana terjadi terdapat jumlah kasus tertinggi
(maksimal) dan tahun dengan jumlah kasus terendah (minimal). Kasus
tertinggi biasanya akan berulang setiap kurun waktu 3–5 tahun,
sehingga kapan akan terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat
diperkirakan. Analisis juga dilakukan dengan membuat rata–rata
jumlah penderita tiap bulan selama 5 tahun, dimana bulan dengan
rata–rata jumlah kasus terendah merupakan bulan yang tepat untuk
intervensi karena bulanberikutnya merupakan awal musim penularan.
b. Interpretasi
Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas dan
DKK, informasi juga harus disebarluaskan kepada stakeholder yang
lain seperti Camat dan lurah,lembaga swadaya masyarakat,
Pokja/Pokjanal DBD dan lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat
berbentuk laporan rutin mingguan wabah dan laporan insidentil bila
terjadi KLB.

4. TAHAP DISEMINASI DAN ADVOKASI


Malakukan penyiapan bahan perencanaan, monitoring dan evaluasi,
koordinasi kajian, pengembangan dan diseminasi, serta pendidikan dan
pelatihan bidang surveilans epidemiologi (BBTKLPP, 2013). Yang mana
hasil analisis dan intrepretasi didiseminasikan kepada orang-orang yang
berkepentingan dan sebagai umpan balik agar pengumpulan data di masa
yang akan datang menjadi lebih baik.

5. TAHAP EVALUASI
Suatu tahapan dalam surveilans yang dilakukan secara sistemastis
untuk menilai efektifitas program. Hasil evaluasi terhadap data system
surveilas selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan tindak lanjut, untuk
melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan
program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiata.

C. Pencegahan Demam Berdarah Dengue


Salah satu upaya pencegahan DBD yang mudah, murah dan efisien adalah
dengan memberantas sarang nyamuk penular (vektor) dengan motede 3M Plus,
yaitu:
1. Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, gentong, tempayan
dan tempat penyimpanan air lainnya.
2. Menutup tempat penampungan air agar nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albocpictus tidak dapat berkembang biak.
3. Mendaur ulang atau memanfaatkan barang yang tidak terpakai yang
berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Plus Melakukan pemberantasan jentik nyamuk di lingkungan sekitar,
hindari gigitan nyamuk dengan memakai anti nyamuk oles dan tidur didalam
kelambu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan DBD
merupakan salah satu jenis penyakit akut. Penderita DBD jika tidak segera
mendapatkan pertolongan akan dapat menyebabkan kematian. Kasus DBD di
Indonesia masih menjadi perhatian utama mengingat angka penderita penyakit
ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting
dalam mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit menular dan
penyakit tidak menular, tanpa terkecuali pada kegiatan dan penanggulangan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Upaya dalam pencegahan DBD yaitu dengan sebutan 3M; yaitu
mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya
nyamuk aedes aegypti, menutup tempat penampungan air, dan menguras bak
penampungan air secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2010. Beranda Epidemiologi Dengue.

Departemen Kesehatan RI (2005) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit.


Demam Berdarah Dengue. Jakarta.

Haeril & Jusman. 2022. Pola Penyebaran DBD Di Provinsi Sulawesi Tengah
Dengan Menggunakan Metode GSTAR Berbasis Web Dashboard.
(Journal of Computing Engineering, System and Science. Volume 7
Nomor (1) January 2022 99-105

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Info Datin Situasi Demam BerdarahDBD


(DBD). Jurnal dari Vektor Ekologi . Hal. 71 – 78. DOI: 10.3376/1081
1710(2006)31[71:aomtva]2.0.co;2.

Yuningsih,R. 2018. Kebijakan Penanggulangan Kejadian Luar Penyakit Biasa


Demam Berdarah demam berdarah diKabupaten Tangerang. Jurnal
Masalah Masalah Sosial ,Vol 9.No.2.Hal. 260 – 273

WHO. Dengue: Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.


Worl Health Organization: Jakarta; 2009.

https://media.neliti.com/media/publications/4907-ID-faktor-faktor-yang
mempengaruhi-kejadian-penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd-dan.pdf

http://surveilansepidfkmunsri.blogspot.com/2013/11/surveilans-epidemiologi
demam-berdarah.html

Anda mungkin juga menyukai