Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering dipahami hanya sebagai
kegiatan pengumpulan data dan penanggulangan KLB. Pengertian seperti itu menyembunyikan
makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagai bagian yang sangat penting
dari proses kegiatan surveilans epidemiologi. Menurut WHO, surveilans adalah proses
pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus
serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk mengambil tindakan. Oleh
karena itu perlu dikembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih
mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi,
tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data. Dalam sistem ini
yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau
masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efesien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Sistem
surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi
yang terintehrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-
sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata
hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat. tidak
terkecuali pada kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit DBD.
Contoh :
PROVINSI JAWA BARAT
Kebijakan penannggulangan di Jawa Barat secara umum mengacu pada kebijakan dan
program yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan (Pusat), yaitu mencakup 1)
Kewaspadaan dini DBD, (2) Pemberantasan vektor melalui PSN dengan cara 3M Plus, dan
pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, (3) Bulan Bakti gerakan
3M, (4) Penanggulangan kasus, dimana Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi
(PE) untuk mengurangi persebaran lebih luas dan tindakan yang lebih tepat, (5)
penanggulangan KLB, (6) peningkatan profesionalisme SDM, (7) Pendekatan Peran Serta
Masyarakat dann PSN DBD, (8) Penelitian. Strategi pelaksanaan kebijakan penanggulangan
DBD di Propinsi Jawa Barat dilakukan melalui (1) pendekatan gerak cepat dan putus rantai,
yaitu pada setiap Kajian Kebijakan Penanggulangan Penyakit Menular kasus petugas siap
melakukan PE sehingga ditemukan akar permasalahan dan sumber penyebabnya untuk
kemudian dilakukan tindakan agar tidak menyebar ke tempat lain, (2) upaya preventif yang
dilakukan melalui managing vector and
environment malalui ger kan 3M yang dilakukan secara linta sektor dalam wadah Pokjanal
DBD, (3) Upaya peningkatan kemamampuan tenaga kesehatan dalam penanggulangan DBD
secara kuratif dilakukan melalui workshop tata laksana dengan melibatkan dokter spesialis
dan urusan dalam, (4) Pelibatan partisipasi masyarakat melalui gerakan PSN setiap hari Jumat
pagi, foggig focus massal, dan melakukan CLEAN-UP lingkungan yang dipimpin oleh wali
kota selama 1-2 jam, pemeriksaan jentik dengan memberdayakan tenaga jumantik, (5)
Pelibatan lintas
sektor, (6) Sosialissi Pola Hidup Bersih (PHBS). Hasil pelaksanaan program ditunjukkan
antara lain (1) pemantauan jentik belum optimal dilakukan oleh kader dengan alasan
terbatasnya dana operasional, kesibukan kader, dan tidak seimbangnya jumlah kader dengan
cakupan daerah yang harus diselediki, (2) Fogging dilaksanakan apabila terjadi KLB dengan
menggunakan dana yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten dengan peruntukan untuk
larvasidasi dan abatesisasi.
PRAKTEK PENANGGULANGAN DI LAPANGAN
PUSKESMAS
Surveilans di Puskesmas belum Optimal
Koordinasi lintas sektor belum terintegrasi
Keterbatasan tenaga yang kompeten
Kontribusi utama Puskesmas dalam penanggulangan wabah PP dalam jejaring pelayanan,
tenaga, sarana, sistem pencatatan.
RUMAH SAKIT
Pelayanan gawat darurat masih di bawah standar
Sistem monev periodik antar pusat dan daerah belum terbangun
Insentif petugas perlu menjadi perhatian
Kelengkapan sarana, sesuai dengan kasus penyakit