Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Demam Berdarah Dengue (DBD sampai saat ini merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta

semakin luas penyebarannya. Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi

yang di sebabkan oleh virus dengue dan termasuk termasuk golongan Arbovirus

(arthropod-borne virus) yang di tularkan melalui vektor nyamuk Aedes Aegepty dan

Aedes Albopictus serta penyebarannya sangat cepat. Demam Berdarah Dengue adalah

penyakit akut yang di sebabkan oleh virus dengue yang merupakan virus dari

keluarga flavivirus dan famili flaviviridae. Demam berdarah juga merupakan salah

satu penyakit mematikan di dunia dan hingga saat ini belum di temukan vaksin

ataupun antivirus dengan penyebab demam berdarah. Catatan sejarah tentang

epidema penyakit demam berdarah pertama kali akan di laporkan pada tahun 1779 di

Asia Tenggara. Lebih jauh lagi, bukti sejarah menyatakan bahwa keberadaan penyakit

demem berdarah telah di kenal sejak tahun 1992 di negara China kuno. Menurut data

WHO setiap tahun terjadi 50-100 juta kasus demam berdarah di seluruh dunia.

(Swasanti, 2016).

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa populasi di dunia

yang berisiko terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue mencapai 2,5 miliar

terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga

di perkirakan ada 390 juta infeksi dengue yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun.

1
Data WHO menunjukan bahwa negara-negara di kawasan Asia menempati urutan

pertama dalam jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) setiap tahunnya.

Di antara sekitar 2,5 miliar orang berisiko di seluruh dunia, sekitar 1,3 miliar atau

52% populasi berada di kawasan Asia Tenggara. Di perkirakan sekitar 2,9 juta kasus

DBD dengan 5.906 kematian terjadi di Asia Tenggara setiap tahunnya. Di indonesia,

Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat

selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran

jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang endemis Demam Berdarah Dengue, dari 2

provinsi dan 2 kota menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun

2009. Pada tahun 2009, provinsi dengan Angka Kematian (AK) tertinggi adalah

Bangka Belitung (4,58%), Bengkulu (3,08%), dan Gorontalo (2,2%), sedangkan AK

yang paling rendah adalah Sulawesi Barat (0%), DKI Jakarta (0,11%) dan Bali

(0,15%). AK nasional telah berhasil mencapai target di bawah 1%, namun sebagian

besar provinsi (61,3%) mempunyai AK yang masih tinggi di atas 1%. Menurut data

yang di himpun oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2013,

telah terjadi 112.511 kasus Demam Berdarah Dengue di 34 provinsi di indonesia.

Dari jumlah tersebut tercatat ada 871 penderita yang meninggal dunia. Pada tahun

2014 kasus Demam Berdarah Dengue di indonesia mengalami penurunan. Menurut

data yang di kumpulkan hingga pertengahan desember 2014, telah terjadi 71.668

kasus dengan 641 orang di antaranya meninggal dunia. Data di atas menempatkan

Indonesia sebagai negara nomor 1 di Asia Tenggara terkait kasus Demam Berdarah

Dengue. Sedangkan di dunia, Indonesia adalah nomor 2 setelah Brazil. (Ariani, 2016)

2
Di Provinsi Gorontalo jumlah kasus Demam Berdarah Dengue yang di

laporkan pada tahun 2014 berjumlah 289 kasus dengan angka Insiden Rate (IR) per

100.000 penduduk 26,5 (Angka Nasional 51 per 100.000 penduduk). Angka ini

meningkat dibandingkan dari jumlah kasus ditahun 2013 yakni sebanyak 243 kasus.

Hal ini berarti bahwa angka kesakitan Demam Berdarah Dengue di Provinsi

Gorontalo masih cukup tinggi. Selain itu juga penyakit DBD di Provinsi Gorontalo

untuk tahun 2014 menduduki peringkat 1, sebagai penyakit yang sering menyebabkan

KLB diwilayah Provinsi Gorontalo pada tahun 2014. Meskipun Insiden Rate DBD

masih jauh dari angka nasional, tetapi berdasarkan data Kejadian Luar Biasa (KLB)

selama tahun 2014 DBD merupakan salah satu penyakit menular yang paling sering

menimbulkan KLB yakni sebanyak 46 KLB sepanjang tahun 2014. (Dinas

Kesehatan, 2014).

Kejadian DBD erat kaitannya dengan faktor lingkungan yang menyebabkan

tersedianya tempat-tempat perkembangbiakan vector nyamuk Aedes aegypti, dimana

nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dalam air tergenang dan terbuka, misalnya

tempat yang cocok untuk berkembang biak adalah tong, drum, pot, ember, vas bunga,

batang atau daun tanaman, tangki, botol buangan, kaleng, ban bekas dan juga tempat

curah hujan yang tergenang yang tidak dialirkan akan menjadi tempat

perkembangbiakan vektor nyamuk dan lain-lain. Tempat perkembangbiakan nyamuk

ini berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau kontainer yang tidak

pernah dibersihkan, masalah inilah yang sering terjadi dimasyarakat karena

kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang penyebab kejadian DBD.

3
Rendahnya pengetahuan tentang Demam Berdarah Dengue sejalan dengan

munculnya resiko terkena Demam Berdarah Dengue. Pengetahuan kepada

masyarakat di perlukan karena sebagai modal awal perubahan perilaku masyarakat.

Pengetahuan masyarakat tentang Demem Berdarah Dengue menjadi hal yang sangat

penting di ketahui oleh masyarakat sehingga dapat melakukan deteksi dini dan

mampu mengetahui penyebab, tanda gejala, penatalaksanaan, dan pencegahan demam

berdrah dengue.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Al-Garadi (2015),

DBD merupakan penyakit yang menyebar dengan cepat di Yamen dalam sepuluh

tahun terakhir. Skala terbesar wabah demam berdarah terdapat di Alhodeidah yang

merupakan sirkulasi vektor tertinggi (Aedes Aegepti), infrastruktur yang buruk, dan

memiliki curah hujan yang tinggi dari pada kota lain di Yamen, vektor tidak efektif,

pengawasan penyakit menular dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan alasan

utama terjadinya peningkatan kejadian DBD yang cepat di Yamen. Hal ini tidak

menutup kemungkinan juga terjadi di daerah kabumen, di mana kabumen merupakan

daerah yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Kabumen merupakan kabupaten

termiskin di kedua Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah angka kemiskinan mencapai

21,32%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) kabumen

tahun 2015 menunjukan pencapaian indikator rumah sehat juga masih tergolong

rendah. Hal ini di sebabkan karena kondisi ekonomi masyarakat, kurang optimalnya

pembinaan, penyuluhan kesehatan, terutama terkait penyakit berbasis lingkungan, dan

4
monitoring dari petugas. Kecenderungan perilaku negatif terhadap pencegahan DBD

menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tersebut.

Hal ini sesuai dengan Teori Keperawatan Lawrence Green yang menyebutkan

bahwa pengetahuan, sikap, dan kebiasaan merupakan faktor prediposisi yang

mempengaruhi perilaku masyarakat. Pemberantasan penyakit DBD sangat tergantung

pada sikap dan tindakan pencegahan dari masyarakat. Dalam hal ini tindakan yang di

maksud adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PNS) yang belum dilakukan secara

maksimal oleh masyarakat. Menurut Teori Keperawatan Leavel dan Carl

menyebutkan bahwa tingkat pencegahan dalam keperawatan komunitas dapat di

lakukan pada tahap sebelum terjadinya penyakit (tahap prepatogenesis) dan pada

tahap terjadinya penyakit (tahap patogenesis). Pada tahap prepatogenesis yang di

lakukan adalah pencegahan primer untuk upaya meningkatkan kesehatan. Dalam hal

ini, untuk mencapai peningkatan kesehatan maka dilakukan upaya pemberantasan

sarang nyamuk (PNS). Pengobatan menggunakan vaksin untuk penyakit DBD pada

saat ini memang belum ada, maka upaya pemberantasan penyakit DBD dititik

beratkan pada PNS. Walaupun kegiatan fogging dilakukan tetapi bila jentik nyamuk

masih dibiarkan dan berkembangbiak, maka nyamuk baru tersebut dapat menularkan

penyakit DBD.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan dan

perilaku masyarakat dengan kejadian DBD yang menyebabkan angka kejadian DBD

semakin meningkat di masyarakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

perilaku dan kebiasaan sehari-hari akan menyebabkan angka kematian DBD semakin

5
meningkat dan kasus kesakitan yang berulang di masyarakat. Dengan demikian

masalah tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat sangat berpengaruh dengan

kejadian DBD. Perilaku masyarakat perlu ditingkatkan terutama pada musim

penghujan, karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk penular DBD. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti

ingin meneliti tentang Pengaruh Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Masyarakat

Dengan Kejadian Demam Berdarah (DBD) Diwilayah Kerja Puskesmas.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang cenderung

masih meningkat jumlah penderitanya dan semakin luas penyebarannya

2. Demam Berdarah Dengue juga merupakan salah satu penyakit yang

mematikan dan belum di temukan vaksin atau antivirus pada penyebab

DBD

3. Provinsi gorontalo pada tahun 2014 merupakan salah satu provinsi yang

masih tinggi angka kejadian DBD

4. Kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat berpengaruh pada

pencegahan DBD

5. Perilaku kesehatan masyarakat tergantung dari sikap masyarakat sehari-

hari tentang kebersihan lingkungan dan pencegahan penyakit DBD

1.3 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) ?

6
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi dan menganalisah pengaruh tingkat pengetahuan dan perilaku

masyarakat dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengaruh tingkat pengetahuan dengan masyarakat dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

2. Mengidentifikasi pengaruh perilaku masyarakat dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD)

3. Menganalisah pengaruh tingkat pengetahuan masyarakat dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue (DBD)

4. Menganalisah pengaruh perilaku masyarakat dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasana dan

memperkaya wawasan serta ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan

dalam menurunkan angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi puskesmas

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian untuk mencari sebab masalah

kesehatan atau kegagalan yang terjadi dalam pelayanan kesehatan. Sehingga dapat

7
dijadikan acuan untuk mencari solusi atau alternatif penyelesaiaan masalah serta

dapat mengembangkan program penurunan angka kejadian Demam Berdarah Dengue

(DBD).

2. Manfaat bagi peneliti dan peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini bagi peneliti dapat menambah wawasan mengenai

fenomena yang terjadi dimasyarakat. Untuk peneliti selanjutnya dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi untuk

penelitian yang sejenis.

8
BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1 KAJIAN TEORITIS

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak

mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap

masalah yang di hadapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

a. Faktor internal : Faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,

kondisi fisik.

b. Faktor eksternal : Faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

c. Faktor pendekatan belajar : Faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran.

Ada 6 tingkatan domain pengetahuan yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu di artikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang

telah di pelajari sebelumnya.

2. Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang di

ketahui dan dapat mengintreprestasikan materi tersebut secara benar.

9
3. Aplikasi

Di artikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di

pelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan ada kaitannya

dengan yang lain.

5. Sintesa

Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan suatu atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau

penelitian terhadap suatu materi/objek. (Purwoastuti, & Walyani, 2015).

Pengetahuan baik dan kurang di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber

informasi baik dari lingkungan kelurga, lingkungan tetangga, dari petugas kesehatan,

maupun media cetak dan elektronik. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan

baik ternyata memang banyak yang melakukan praktik PNS DBD dengan baik bila di

bandingkan dengan responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Pada

umumnya responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik merasa takut akan

penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), sehingga responden yang

mempunyai tingkat pengetahuan baik lebih tanggap dan rajin dalam melaksanakan

kegiatan PNS DBD. (Ariani, 2016)

10
2.1.2. Perilaku masyarakat

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentengan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat di

simpulkan bahwa yang di maksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang di amati langsung, maupun yang tidak di amati oleh

pihak luar. (Notoatmodjo, 203).

Menurut Skinner, seperti yang di kutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya

stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori

Skinner di sebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons.

Di lihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat di

bedakan menjadi dua. (Notoatmodjo, 2003).

a. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (convert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat di amati secara jelas

oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (over behavior)

11
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik,

yang dengan mudah dapat di amati atau di lihat oleh orang lain.

Perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu :

1. Faktor-faktor predisposing (predisposing faktor)

Faktor-faktor predisposing (predisposing faktor) adalah faktor-faktor yang

mempermudah atau yang memprodisposisikan terjadinya perilaku seseorang. Faktor-

faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi

dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

sistem nilai yang di anut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling faktor)

Faktor-faktor pemungkin (enabling faktor) adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Fakor ini mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas

ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,

maka faktor-faktor ini di sebut juga faktor pendukung. Misalnya puskesmas,

posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, dan

sebagainya.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing faktor)

Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendukung atau memperkuat

terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang mengetahui untuk berperilaku

12
sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku

tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (togo), sikap dan perilaku para petugas

termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-

peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah terkait dengan kesehatan.

Menurut Bloom, seperti di kutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku itu

dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak

mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini di lakukan untuk

kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga

domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah

efektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psycomotor domain).

Kosa dan Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung

di pengaruhi oleh kepercayaan individu yang bersangkutan terhadap kondisi

kesehatan yang di inginkan dan kurang berdasarkan pengetahuan biologi. Pada

kenyataannya memang demikian. Tiap individu memiliki cara yang berbeda dalam

mengambil tindakan pencegahan atau penyembuhan meskipun gangguan

kesehatannya sama. Biasanya, tindakan yang di ambil bersumber dari penilaian

individu atau mungkin di bantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian

semacam ini menstimulasi di mulainya proses sosial psikologis. Proses seperti ini

menggambarkan berbagai tindakan yang di lakukan oleh si penderita mengenai

gangguan yang di alaminya. Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu yang

dapat di klasifikasikan dalam 4 bagian, yaitu :

13
a. Adanya suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan

atau ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi individu dan orang lain

(anggota kaluarga) terhadap gangguan tersebut akan berperan.

b. Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut.

Pada umumnya, setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik

bagi yang bersangkutan ataupun bagi anggota keluarganya. Bahkan gangguan

tersebut di kaitkan dengan ancaman adanya kematian. Hal inilah yang akan

menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.

c. Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang

di alaminya. Berbagai cara penerapan pengetahuan baik dalam menghimpun

berbagai macam gangguan maupun cara-cara mengatasinya merupakan

pencerminan dari berbagai bentuk perilaku.

d. Di lakukannya tindakan manipulatif untuk mediakan atau menghilangkan

kecemasan atau gangguan tersebut. Dalam hal ini, baik orang awam maupun

tenaga kesehatan melakukan manipulasi tertentu dalam arti melakukan sesuatu

untuk mengatasi gangguan kesehatan. Dari sinilah muncullah pranata-pranata

kesehatan baik tradisional maupun moderen. (Purwoastuti dan Walyani, 2015).

2.1.3. Demam Berdarah Dengue (DBD)

a. Definisi

Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh

virus dengue dan termasuk termasuk golongan Arbovirus (arthropod-borne virus)

14
yang di tularkan melalui vektor nyamuk Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus serta

penyebarannya sangat cepat. (Marni, 2016)

b. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue.

Menurut WHO klasifikasi derajat DBD yaitu sebagai berikut :

1) Derajat 1 : Demam di sertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji tornoquet positif.

2) Derajat II : Derajat 1 di sertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

3) Derajat III : Di temukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi di sertai kulit

dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah.

4) Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat di

ukur. (Nurarif, 2015).

c. Penyebab Demam Berdarah Dengue.

Penyakit ini di sebabkan oleh salah satu dari 4 virus asam ribonukleat beruntai

tunggal dari famili flaviviridae yang di tularkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegepty

dan Aedes Albopictus. Masa inkubasi penyakit ini berakhir 4-5 hari setelah timbulnya

demam. (Marni, 2016).

d. Bionomonik Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)

1) Tempat Perindukan Nyamuk.

Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung di

suatu tempat.

15
a) Tempat penampung air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum,

bak mandi/WC, tempat ember dan lain-lain.

b) Tempat penampung air bakun untuk keperluan sehari-hari seperti tempat

minum burung, vas bunga, botol-botol bekas, dan lain-lain.

c) Tempat penampung air alamiah seperti lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan

lain-lain.

e. Gambaran Klinis

1. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4-7 hari.

2. Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari. Panas

dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-

7 panas mendadak turun (38-40oC).

3. Terdapat manifestasi perdarahan di tandai dengan :

a. Uji bendung (Tournique) positif

b. Petekie (bintik merah pada kulit), ekimosis, purpura (perdarahan kecil di

dalam kulit).

c. Perdarahan pada hidung, perdarahan mukosa, epitaksis, dan perdarahan

gusi serta perdarahan konjungtiva (perdarahan pada mata).

d. Hematemesis (muntah darah) dan atau melena (BAB darah)

e. Hematuria (adanya darah dalam urin)

4. Tanda-tanda perdarahan :

16
a. Perdarahan ini di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji

Tourniquet positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi

perdarahan. Petekie sering sulit di bedakan dengan gigitan nyamuk.

b. Untuk membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie.

Uji Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat di nilai

sebagai presumtif test (duga keras). Oleh karena itu Tourniquet positif

pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita

Demam Berdarah Dengue (DBD). Namun uji Tourniquet positif juga

dapat di jumpai pada penyakit virus lain (campak, chikungunya), infeksi

bakteri Thypus abdominalis dan lain-lain. Uji Tourniquet di katakan

positif jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci (2,5 X 2,5

cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti).

5. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit

akibat pecahnya pembuluh darah.

6. Pembasaran hati (hepatomegali).

Pembesaran hati pada umumnya dapat di temukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat di raba 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan.

Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan

perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

7. Syok.

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang

setelah demam turu. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada

17
denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung) ekstremitas teraba dingin, disertai

dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi,

sebagai akibat dari pembesaran plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara.

Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan

nadi (≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit

lembab, capillary refill time memanjang (≥ 2 detik) dan pasien tampak gelisah.

8. Jumlah Leukosit.

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel limfosit.

Selanjutnya, pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan neutrofil bersama-sama

menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah

sel limfosit atipikal atau Limfosit Plasma Biru (Lpb) ≥ 4% di daerah tepi dapat di

jumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ketujuh. Perlu dikatahui peningkatan jumlah

leukosit menjurus ke arah timbulnya syok.

9. Trombositopenia

a. Jumlah trombosit 100.000/1 biasanya ditemukan diantara hari ke-3 hingga ke-7

hari setelah sakit.

b. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bag. Hemokonsentrasi

(peningkatan hemotokrit).

c. Meningkatnya nilai Hematokrit (Ht) menggambarkan hemokonsentrasi selalu

dijumpai pada Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan indikator yang

peka terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan

hematokrit secara berkala.

18
d. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.

Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% (misalnya 35%

menjadi 42% : 35/100 X 42 = 7,35 + 7 = 42), mencerminkan peningkatan

permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.

10. Kadar hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai

pada Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan indikator yang peka akan

terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit

secara berkala.

11. Pemeriksaan laboratorium lain.

a. Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara.

b. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan.

c. Pada sebagian kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik

yaitu fibrinogen, protombin, faktor VII, faktor XII dan antitrombin III.

d. Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok

vitamin K dependent protombin seperti, faktor V, VII, IX dan X.

e. Waktu tromboplastin parsial dan waktu protombinmemanjang.

f. Penurunan α-antiplastin (α2-plasmin inhibitor) hanya ditemukan pada

beberapa kasus.

g. Serum komplemen menurun.

h. Hipoproteinemia.

i. Hiponatremia.

19
j. Serum aspartat aminostransferase (SGOT dan SGPT) sedikit meningkat.

k. Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada

syok berkepanjangan.

12. Pemeriksaan radiologi.

Pada foto toraks (DBD derajat III atau IV dan sebagian besar derajat II)

didapatkan efusi pleura, terutama di sebelah hemitoraks kanan.

13. Gejala klinik lain.

a. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan

gastrointestinal dan renjatan.

b. Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) ialah nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau

konstipasi, dan kejang.

c. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan

kesadaran sehingga sering di diagnosis sebagai ensefalitis.

d. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan

gastrointestinal dan renjatan. (Ariani, 2016).

f. Patofisiologi

Nyamuk Aedes Aegepty merupakan pembawa virus dari penyakit demam

berdarah. Cara penyebarannya melalui nyamuk yang menggigit seseorang yang sudah

terinfeksi virus demam berdarah. Virus ini akan terbawa dalam kelenjar ludah si

nyamuk. Virus dengue berada ada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari

sebelum demam. Bila penderita Demam Berdarah Dengue di gigit nyamuk penular,

20
maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk.

Selanjutnya, virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh

nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap

darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa

inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya.

Oleh karena itu, nyamuk Aedes Aegepty yang telah menghisap virus dengue menjadi

penualar sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali menusuk

(menggigit), menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya agar

darah yang di hisap tidak membeku. Bersamaa air liur tersebut virus dengue di

pindahkan dari nyamuk ke orang lain.

Kemudian nyamuk ini menggigit orang sehat, bersamaan dengan terhisapnya

darah dari orang yang sehat, virus demam berdarah juga berpindah ke orang tersebut

dan menyebabkan orang sehat tadi terinfeksi virus demam berdarah. Nyamuk demam

berdarah ini memiliki siklus hidup yang berbeda dari nyamuk dari nyamuk biasa.

Nyamuk ini aktif dari dari pagi sampai jam 3 sore untuk menghisap darah yang juga

berarti dapat menyebarkan virus demam berdarah. Sedangkan pada malam hari,

nyamuk ini tidur. Maka berhati-hatilah terhadap gigitan nyamuk pada siang hari dan

cegah nyamuk ini menggigit anak yang sedang tidur siang. (Hermayudi, 2017).

g Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang di lakukan pada pasien Demam Berdarah Dengue

yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi (foto rontgen toraks).

Pada pemeriksaan ini, terjadi penurunan trombosit ≤100.000/mm3 dan peningkatan

21
hematokrit ≥20%. Nilai normal hematokrit yaitu 3 kali nilai hemoglobin. Selain itu,

sterjadi penurunan leukosit (leukopenia) serta waktu perdarahan dan waktu

protrombin memanjang. Pemeriksaan lain yang dapat di gunakan untuk mengetahui

adanya virus dengue yaitu antibody imunoglobulin M (IgM) dan M antibody capture

enzyme-linked immunosorbent assay (MAC ELISA). Apabila terjadi syok, maka

akan terjadi hiponatremia, hiperkalemia, protein plasma yang menurun, peningkatan

transaminase serum, dan pada sediaan apusan darah tepi terdapat fragmentosit yang

menandakan adanya hemolisis. Pada pemeriksaan foto rontgen toraks biasanya di

dapatkan efusi pleura. (Marni, 2016).

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pengobatan penyakit DBD yaitu simptomatis dan simportif.

Penanganan pertama pada penyakit ini di antaranya memenuhi kebutuhan cairan,

yaitu dengan memberikan cairan oral 1-2 liter untuk mengatasi dehidrasi dan rasa

haus akibat demam tinggi. Selain air putih, pasien dapat diberikan teh manis, susu,

sirup, jus buah, dan oralit. Pasien yang mengalami demam tinggi dapat dikompres

dengan air biasa. Selain itu, dapat diberikan antipiretik dari golongan asetaminofen

(parasetamol). Pasien tidak boleh diberikan antipiretik dan golongan salisilat karenaa

akan menimbulkan pendarahan yang semakin parah. Pengendalian vaktor dilakukan

pada lingkungan yang beresiko, misalnya lingkungan rumah dan sekolah, dengan cara

rutin membersihkan air di penampungan, misalnya kamar mandi, tempayan, air

tampungan dibelakang lemari pendingin, AC, dan sebagainya. Setelah penampungan

22
air tersebut dibersihkan, perlu diberikan bubuk untuk memberantas jenetik nyamuk

yaitu bubuk abeta. (Marni, 2016).

Pemberian infus dilaksanakan pada klien apabila :

1. Muntah, sulit makan per oral, muntah mengancam dapat terjadinya dehidrasi

dan asidosis.

2. Nilai hematokrit tinggi.

3. Pengobatan bersifat simptomatis dan suportif. (Lestari, 2016).

i. Pemutusan Rantai Penularan Demam Berdarah Dengue.

1. Melenyapkan virus dengue dengan cara mengobati penderita tetapi sampai saat

ini belum ada di temukan obat anti virus tersebut.

2. Isolasi penderita agar tidak di gigit vektor sehingga tidak menularkan pada

orang lain.

3. Menjaga gigitan nyamuk sehingga orang sehat tidak di tularkan.

4. Memberikan imunisasi dengan vaksinasi.

5. Memberantas vektor agar tidak di tularkan kepada orang lain. (Ariani, 2016).

j. Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue.

Berikut ini beberapa langkah-langkah pemberantasan DBD yang bisa di

terapkan di sebut dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue

(PNS DBD) di antaranya :

1. Pencegahan primer

Pencegahan tingkat pertama merupakan suatu upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Sebelum di

23
temukannya vaksin terhadap virus DBD, pengendalian vektor adalah satu-satunya

upaya yang di andalkan dalam mencegah DBD. Secara garis besar ada cara

pengendalian vektor yaitu :

a. Fisik

Cara ini yaitu memakai kelambu, menguras bak mandi, menutup tempat

penampung air, mengubur sampah, memasang kawat anti nyamuk, menimbun

genangan air dan membersihkan rumah. Bila pemberantasan sarang nyamuk

Demam Berdarah Dengue di lakukan oleh seluruh masyarakat, maka populasi

nyamuk aedes aegepty dapat di tekan serendah-rendahnya, sehingga penularan

Demam Berdarah Dengue tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan

motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terus-menerus dan

berkesinambungan, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan

perilaku masyarakat.

1) Memakai Kelambu di ranjang tidur. Kelambu berfungsi agar nyamuk

tidak mengganggu kualitas tidur dan tidur lebih nyenyak tanpa di gigit

nyamuk. Terutama jika ibu mempunyai anak balita maka balita akan

terhindar dari Demam Berdarah Dengue.

2) Menguras bak mandi di lakukan secara teratur dan rutin setiap seminggu

sekali agar tidak ada jentik nyamuk.

3) Menutup rapat-rapat tempat penampung air yang ada di rumah.

Penampung air menjadi salah satu tempat perkembangbiakan yang di

gemari nyamuk. Oleh karena itu, tutup rapat tempat penampung air.

24
4) Mengubur sampah yang dapat menampung air. Sampah yang tidak di

daur ulang dan menumpuk di pekarangan rumah akan menyebabkan

berkembangbiaknya jentik nyamuk. Segera tutup lubang sampah yang

sekiranya dapat menampung air.

5) Memasang kawat anti nyamuk di seluruh ventilasi rumah. Kawat nyamuk

sangat berfungsi sebagai pertukaran udara dan mencegah agar nyamuk

tidak masuk kedalam rumah. Rumah yang sehat sangat mengutamakan

udara yang sehat pula.

6) Menimbun genangan air di lingkungan rumah. Nyamuk suka

berkembangbiak di genangan-genangan air. Karena itu pastikan genangan

air di sekitar rumah. Periksa benda-benda yang berpotensi menjadi tempat

genangan air.

7) Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan di sekitar rumah menjadi

salah satu faktor penting yang bisa menjauhkan rumah anda dari serangan

nyamuk penyebab penyakit.

b. Kimia

cara memberantas Aedes Aegepty dengan menggunakan insektida

pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain di kenal dengan istilah larvasida.

Cara ini di kenal dengan 4 M yaitu menyemprotkan cairan pembasmi nyamuk,

mengoleskan lotion nyamuk, menaburkan serbuk abate, mengadakan fogging.

Pada pengendalian kimia di gunakan insektisida yang di tujukan pada nyamuk

dewasa atau larva.

25
1). Menyemprotkan cairan pembasmi nyamuk di bagian dalam rumah.

Cairan pembasmi nyamuk menjadi salah satu alternatif yang bisa di

gunakan untuk mengusir nyamuk. Semprotkan cairan pembasmi nyamuk

beberapa jam sebelum tidur di kamar.

2). Mengoleskan lotion anti nyamuk, terutama yang mengandung N-

diethylmetatoluamide (DEET) yang terbukti efektif. Namun jangan

gunakan produk ini pada bayi yang masih berusia di bawah dua tahun.

Bagi yang memiliki kulit sensitif, pemakaian lotion anti nyamuk tidak di

sarankan karena berpotensi menimbulkan reaksi iritasi hingga alergi.

3). Menaburkan serbuk abate agar jentik-jentik nyamuk mati.

4). Mengadakan fogging untuk mensterilkan lingkunagn dari nyamuk aedes

aegepty. Sebenarnya tidak hanya nyamuk tetapi juga nyamuk lain atau

serangga lain.

c. Biologis

pengendalian biologis di lakukan dengan menggunakan kelompok hidup,

baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrata atau vertebrata. Cara ini

di kenal dengan 2 M yaitu memelihara ikan dan menanam bunga.

1). Memelihara ikan cupang di tempat penampung air atau kolam. Ikan

cupang akan memakan jentik-jentik dan telur-telur nyamuk sampai tidak

tersisa. Bisa di masukkan ke dalam bak mandi, gentong, drum, dan

tempat yang di jadikan sebagai penampung air.

26
2). Menanam bunga lavender yang tidak di sukai nyamuk. Tanaman hias

yang aromanya tidak di sukai oleh nyamuk antara lain Lavender,

Geranium, Zodia, Ageratum, Rosemary, dan sebagainya. Selain

membebaskan rumah dan lingkungan sekitar dari nyamuk membandel,

tanaman-tanaman hias tersebut akan mempercantik tampilan taman

rumah.

d. Radiasi

Pengendalian cara radiasi memakai bahan radioaktif dengan dosis

tertentu sehingga nyamuk jantan menjadi mandul. Nyamuk jantan yang telah di

radiasi di lepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti nyamuk jantan akan

berkopulasi dengan nyamuk betina, tapi nyamuk betina tidak akan dapat

menghasilkan telur yang fertil.

2. Pencegahan sekunder.

Dalam pencegahan sekunder di lakukan upaya diagnosis dan dapat di artikan

sebagai tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat

pemulaan, sehingga tidak akan menjadi lebih parah.

a. Melakukan diagnosis sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang

tepat bagi penderita Demam Berdarah Dengue.

b. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita Demam

Berdarah Dengue (DBD) segera melaporkan ke puskesmas dan dinas

kesehatan dalam waktu 3 jam.

27
c. Penyelidikan epidemologi di lakukan petugas puskesmas untuk pencarian

penderita panas tanpa sebab yang jelas sebanyak 3 orang atau lebih,

pemeriksaan jentik, dan juga di maksudkan untuk mengetahui adanya

kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut, sehingga perlu di lakukan

fogging fokus dengan radius 200 meter dari rumah penderita, di sertai

penyuluhan.

3. Pencegahan tersier

Pencegahan ini di maksudkan untuk mencegah kematian akibat penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD) dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini

dapat di lakukan sebagai berikut:

a. Ruang gawat darurat

Membuat ruangan gawat darurat khusus untuk penderita Demam

Berdarah Dengue (DBD) di setiap unit pelayanan kesehatan terutama di

puskesmas agar penderita dapat penanganan yang lebih baik.

b. Tranfusi darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan

melena di indikasikan untuk mendapatkan tranfusi darah secepatnya.

c. Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).

Adapun jenis kegiatan yang di lakukan di sesuaikan dengan stratifikasi

daerah rawan seperti :

1). Endemis.

28
Daerah dengan kejadian tiap tahunnya dalam tahun terakhir.

Kegiatan yang di lakukan adalah fogging Sebelum Musim

Penularan (SMP), abatesasi selektif, Pemeriksaan Jentik Berkala

(PJB), dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

2). Sporadis.

Daerah yang dalam tahun terakhir terjangkit Demam Berdarah

Dengue (DBD) tetapi tidak setiap tahun. Kegiatan yang di lakukan

adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), dan penyuluhan.

3). Potensial

Daerah yang dalam tahun terakhir terjadi Demam Berdarah

Dengue (DBD) tetapi mempunyai penduduk yang padat, dan di

temukan house index lebih dari 10%. Kegiatan yang di lakukan

adalah PJB dan penyuluhan.

4). Bebas.

Daerah yang tidak pernah terjadi Demam Berdarah Dengue

(DBD) dan berada lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut.

Kegiatan yang di lakukan adalah penyuluhan. (Ariani, 2016).

k. Penegakan Diagnostik

Diagnostik Demam Berdarah Dengue (DBD) di tegakkan jika ada 2 kriteria

klinis di tambah dengan 2 kriteria laboratoris. Kasus Demam Berdarah Dengue

(DBD) yang menjadi lebih berat, menjadi kasus Dengue Shock Shyndrome (DSS).

1. Demam tinggi mendadak, terus menerus selam 2-7 hari.

29
2. Terdapat manifestasi perdarahan seperti Tornique (+), petekie, ekimosis,

purpura, perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi, dan hematemesis dan

atau melena.

3. Pembesaran hati.

4. Syok di tandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi turun, tekanan darah

turun, kulit dingin dan lembab terutama di ujung jari dan ujung hidung, sianosis

sekitar mulut dan gelisah.

5. Trombositopenia (100.000 µl atau kurang).

6. Hemokonsentrasi, peningkatan hemotokrit 20% atau lebih. (Ariani, 2016).

l. Komplikasi

Meski hanya terjadi pada segelintir kasus, demam Dengue bisa berkembang

menjadi komplikasi yang lebih serius, yaitu Dengue hemorrhagic fever atau Demam

Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue shock syndrome yang dapat menyebabkan

kematian akibat pendarahan hebat. Kedua komplikasi tersebut tinggi di alami oleh

orang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak mampu melawan infeksi Dengue yang

dia derita, atau oleh orang yang sebelumnya pernah terkena demam Dengue lalu

terkena kondisi ini kembali. (Ariani, 2016).

2.1.4. Pengaruh tingakat pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat sangat berpengaruh terhadap

pengetahuan seseorang dan perilaku kebiasaan sehari-hari. Semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka wawasan yang di milikinya akan semakin luas sehingga

30
pengetahuan pun juga akan meningkat, sebaliknya rendahnya pendidikan seorang ibu

akan mempersempit sehingga akan menurunkan tingkat pengetahuan terhadap

masalah kesehatan. Responden yang berpendidikan tinggi akan cenderung memiliki

wawasan yang luas serta mudah dalam menerima informasi dari luar seperti dari

televisi, koran, dan majalah. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi

akan lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang

masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Tindakan preventif

sebagai upaya pencegahan sejak dini untuk menanggulangi kasus DBD. (Ariani,

2016).

2.2 KAJIAN PENELITIAN YANG RELEFAN

N Nama & Judul Metode Hasil


Penelitian Penelitian
O Tahun Penelitian

Penelitian
1 Jasrida Pengaruh Desain dalam Faktor perilaku

Yunita, Perilaku penelitian ini masyarakat yang

Mitra, Masyarakat Dan adalah kasus dominan

Herlina Kondisi kontrol dengan berhubungan dengan

Susmaneli Lingkungan jumlah sampel kejadian DBD

(2012) Terhadap 224 terdiri dari adalah variabel

Kejadian 56 kasus dan kebiasaan

Demam 168 kontrol. menggantung

Berdarah pakaian, OR=6,29

31
Dengue (95% CI : 3,09-

12,81) dan faktor

kondisi lingkungan

yang dominan

berhubungan dengan

kejadian DBD

adalah variabel

keberadaan jentik di

tempat penanmpung

air OR=6,35 (CI

95%=2,66-15,12).
2 Stefy, Hubungan Desain dalam Hasil analisis

Isabella, Pengetahuan penelitian ini bivariat menunjukan

Tangyong, Dan Sikap yaitu cross adanya hubungan

Dengan Perilaku sectional yang bermakna

Masyarakat dengan tehnik (signifikan) antara

Dalam pengumpulan pengetahuan

Pencegahan sampel simple (p=0,001) dan sikap

Demam random (p=0,029) dengan

Berdarah dengan jumlah perilaku masyarakat

Dengue Di sampel yaitu dalam pencegahan

Wilayah Kerja 86 responden. DBD di wilayah

32
Puskesmas kerja Puskesmas

Tamalanrea Tamalanrea

Makassar Makassar
3 Sang Gede Pengetahuan, Desain dalam Hasil uji bivariat

Purnama, Sikap, dan penelitian ini menemukan variabel

Tri Baskoro Perilaku yaitu case pengetahuan, sikap,

Satoto, Yayi Pemberantasan control dengan dan perilaku PNS

Prabandari Sarang Nyamuk jumlah sampel yang meningkatkan


(2013)
Terhadap Infeksi sebanyak 150 resiko terjadinya

Dengue Di responden. infeksi dengue di

Kecamatan kecamatan denpasar,

Denpasar kota denpasar.

Selatan, Kota Tingkat pengetahuan

Denpasar, Bali nilai OR=2,77 (CI

95% 1,365-5,424)

sikap nilai OR=4,28

(CI 95% 2,159-

8,497), perilaku nilai

OR=3,41 (CI 95%

1,240-7,692). Pada

analisis multivariat

di dapat variabel

33
yang paling dominan

berperan

meningkatkan faktor

resiko DBD adalah

sikap OR=4,2

(CI95% 2,159-8,497)

dan perilaku PNS

OR=16 (CI95%

3,398-75,345).
Tabel 2.1 Kajian Penelitian Relefan

2.3 KERANGKA BERFIKIR

Faktor-faktor yang mempengaruhi


terjadinya DBD :
Kejadian Demam Berdarah
- Faktor manusia Dengue (DBD)
- Lingkungan fisik
- Lingkungan biologi
Kurangnya pengetahuan
dan perilaku masyarakat
terhadap penyakit DBD

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

2.4 KERANGKA KONSEP

Tingkat
pengetahuan

34
Kejadian demam berdarah
dengue (DBD)

perilaku
masyarakat

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.5 HIPOTESIS

Ada pengaruh tingkat pengetahuan dan perilaku Masyarakat pada Kejadian

Demam Berdarah Dengue (DBD). (Ariani, 2016).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

35
Penelitian ini di rencanakan pada bulan april 2019 sampai dengan bulan mei

2019 di wilayah kerja Puskesmas Kabila Kab Bone Bolango.

3.2 DESAIN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian dengan metode

penelitian survey analitik, penelitian di rancang dengan pendekatan cross sectional,

yaitu suatu penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan

itu terjadi.

3.3 VARIABEL PENELITIAN

3.3.1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen dalam penelitian in yaitu : tingkat pengtahuan dan perilaku

masyarakat.

3.3.2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu : kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD).

N Variabel Definisi Alat Hasil Skala


Ukur
O Operasional Ukur
1 Independen : Pengetahuan Kuesioner, 1. Baik : Ordinal
Tingkat
adalah suatu dengan 6-10
pengetahuan 2. Kurang
bentuk jumlah
: 1-5
kemampuan atau pertanyaan Skoring :
Ya = 1
pengetahuan yang yaitu 10 Tidak = 0

dimiliki pertanyaan

36
seseorang untuk positif.

mengetahui Ordinal
Independen :
Perilaku tentang penyakit 1. Baik :

Masyarakat Demam Berdarah 6-10


Kuesioner, 2. Kurang
Dengue (DBD).
dengan : 1-5

jumlah Skoring :
Perilaku adalah Ya = 1
pertanyaan Tidak = 0
tindakan atau
yaitu 10
perbuatan yang di
pertanyaan
lakukan
positif
responden yang

dapat di amati

bahkan di

pelajari, dalam

hal ini tindakan

yang dapat

menyebabkan

tempat

perkembangbiaka

n nyamuk aedes

aegepty.
2 Dependen : Semua responden Dokumenta Menderita Ordinal

37
kejadian yang saat ini si (Rekam DBD = 1

Demam memiliki penyakit Medik) Tidak

Berdarah dan riwayat menderita

Dengue Demam Berdarah DBD = 0

Dengue (DBD).
Tabel 3.1 Variabel Penelitian

3.4 POPULASI DAN SAMPEL

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di

pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2011).

Dalam penelitian ini, populasinya adalah seluruh masyarakat yang memiliki

riwayat dan penyakit Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja puskesmas.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. (Sugiyono, 2011). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan pada

penelitian ini adalah Total Sampling. Dimana pada tehnik ini cara pengembalian

sampel ini dilakukan dengan mengambil sampel secara seluruhnya dari populasi yang

ada.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang menderita dan

memiliki riwayat Demam Berdarag Dengue yang pernah berkunjung di Pukesmas.

3.5 INSTRUMEN PENELITIAN

38
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Kuesioner

2. Dokumentasi (Rekam Medik)

3.6 TEHNIK PENGUMPULAN DATA

1. Primer

Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara menggunakan kuesioner

dan observasi oleh peneliti secara langsung kepada responden.

a. Tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat

2. Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, Wilayah

Puskesmas dan Instansi yang terkait.

a. Distribusi penderita DBD di Kota Gorontalo periode 2017-2018

b. Jumlah penderita DBD di wilayah kerja puskesmas.

3.7 TEHNIK ANALISAH DATA

Dalam analisah data akan di lakukan/di olah secara statistik untuk data

kuantitatif dengan menggunakan perangkat komputer dan di uraikan secara deskriptif

dengan menggunakan analisah univariat. Pada analisah univariat setiap variabel dari

hasil penelitian akan di tampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase.

3.8 HIPOTESIS STATISTIK

H0 : Tidak ada pengaruh antara tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).

39
H1 : Ada pengaruh antara tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).

3.9 ETIKA PENELITIAN

Masalaha etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam

penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia,

maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Etika yang perlu ditulis dalam

penelitian antara lain :

1. Lembar Persetujuan (Informed Concent)

Informed Concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan Informed

Concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak

tersebut.

2. Tanpa Nama (Anominity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentialy)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, P, A. 2016. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta

Al-Garadi, M, A. 2015. Epidemiological Reviewof Dengue Fever in Yamen.

Internasional Journal Of Advanced Research, Vol3, 1578-1584

Dinas Kesehatan. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo. Dinkes

41
Dinas Kesehatan. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Kabumen 2015. Kabumen :

Dinkes.

Hermayudi. 2017. Penyakit Daerah Tropis. Yogyakarta

Lestari, T. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta

Lontoh, Y, S. 2016. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan

Pencegahan Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kelurahan Malalayang 2

Lingkungan Iii. VOL 5, 2302-2493

Listyorini, I, K. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PNS) Pada Masyarakat Karangjati Kabupaten Blora. Vol 6,

2086-2628.

Marni. 2016. Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Erlangga

Nurarif, H, A. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

Dan NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jogjakarta

Notoatmodjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Purwoastuti, E, dan Walyani, S, E. 2015. Perilaku & Softskills Kesehatan. Yogyakarta

: Pustakabarupres.

42
Purnama, G, S. 2013. Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk Terhadap Infeksi Dengue Di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota

Denpasar, Bali. Vol 2, No 1.

Swasanti, N dan Satria, P, W. 2016. Pertolongan Pertama Pada Anak Sakit.

Yogyakarta : Katahati

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta

Yunita, J. 2012. Pengaruh Perilaku Masyarakat Dan Kondisi Lingkungan Terhadap

Kejadian Demam Berdarah Dengue. Vol 1, No 4.

43

Anda mungkin juga menyukai