Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri farmasi adalah industri yang berbasis ilmu pengetahuan yang
padat riset. Salah satu hal yang tidak bisa dihindarkan adalah timbulnya
persaingan tajam antar perusahaan farmasi. Oleh karena itu, perusahaan farmasi di
Indonesia dituntut untuk mampu bersaing dengan cara membuat inovasi, promosi
dan sistem pemasaran yang baik, serta kualitas produk yang optimal.
Dalam farmasi, bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam
bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih
dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar. Ada
berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat diklasifikasikan
menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk
sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan
sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel,
supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan
serbuk).Perkembangan dalam bidang industri farmasi telah membawa banyak
kemajuan khususnya dalam formulasi suatu sediaan, salah satunya adalah bentuk
sediaan likuida yaitu suspensi (obat antibiotik).
Penggunaan sediaan liquida yang sering ditemui yaitu digunakan pada
masalah di daerah rongga . Rongga mulut merupakan salah satu tempat dalam
tubuh yang mengandung mikroorganisme dengan keanekaragaman paling tinggi
dibanding tempat lain. Mikroorganisme yang paling banyak di rongga mulut yaitu
Streptococcus sp yang berperan terhadap awal terjadinya proses karies gigi
(Brotosoetarno, 1997). Selain itu, koloni bakteri yang ditemukan pada awal
pembentukan plak adalah bakteri Streptococcus mutans yang banyak diyakini
para ahli sebagai penyebab utama terjadinya karies pada gigi (Michalek and Mc
Ghee, 1982).
Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai
pembersih untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran
nafas (Power dan Sakaguchi, 2006). Mouthwash dapat digunakan juga sebagai
agen anti-inflamasi dan analgesik topikal (Farah et al., 2009). Menurut Widodo
(1980) obat kumur digunakan karena kemampuannya sangat efektif menjangkau
tempat yang sulit dibersihkan dengan sikat gigi dan dapat mencegah pembentukan
plak.
Salah satu tanaman yang mempunyai efektivitas sebagai anti bakteri
maupun anti jamur pada masalah di daerah rongga mulut yaitu Miana (Coleus
scutellarioides (L.) Benth). Berdasarkan penelitian Auliawan dan Bambang
(2014), mengenai uji fitokimia terhadap ekstrak daun miana menunjukkan test
positif terhadap keberadaan alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin.
Dimana Mekanisme antibakteri dari flavonoid ada tiga macam, yaitu
dengan cara menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran
sitoplasma, dan menghambat metabolisme energi. Saponin memiliki kemampuan
antibakteri dengan memberikan perlindungan terhadap pathogen potensial selain
itu saponin akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel. Tanin memiliki
aktivitas antibakteri dengan cara dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa
saponin dan flavonoid, sehingga menyebabkan senyawa tanin dapat dengan
mudah masuk ke dalam sel bakteri dan mengkoagulasi protoplasma sel bakteri
(Majidah, 2014).
Berdasarkan pernyataan diatas, oleh karena itu kami menggunakan
tanaman Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth dalam sediaan likuida yaitu
moutwash (obat kumur) untuk mengatasi masalah pada daerah rongga mulut
dengan zat aktif utama nya yaitu flavonoid.
1.2 Rumusan Masalah:
1. Apakah ekstrak daun miana dapat diformulasikan dalam sediaan
moutwash mouthwash?
2. Bagaimana formulasi dan evaluasi sediaan mouthwash?
1.3 Tujuan Praktikum:
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara
memformulasikan suatu sediaan likuida yaitu mouthwash
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara membuat
1.4 Manfaat Praktikum
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Manfaat praktikum ini yaitu agar mahasiswa mendapatkan ilmu
pengetahuan yang lebih banyak lagi tentang mata kuliah Sediaan Liquida
dan Semi Solid dari cara pembuatan hingga evaluasi suatu sediaan yang
sesuai dengan syarat yang ditentukan
1.4.2 Untuk Jurusan
Manfaat praktikum ini yaitu sebagai tambahan sebagai media
pembelajaran yang nantinya akan mempermudah mahasiswa dalam
melakukan suatu penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Daun Miana


Tumbuhan Miana yang memiliki nama ilmiah Coleus scutellarioides (L)
Benth. menurut klasifikasi sistem APG IV (2016) dikelompokan dalam famili
Lamiaceae yang tergolong dalam bangsa Lamiales, kelas Eudicots. Berdasarkan
sejarah penamaan tumbuhan Miana, penetapan nama tumbuhan tersebut sempat
bias. Hal itu terjadi karena penggunaan nama ilmiah yang berbeda pada jenis yang
sama, yakni jenis hibrid alaminya (Bajaj 1994). Ditinjau dari status konservasinya
berdasarkan data dari IUCN (http://www.iucnredlist.org. 2018), Miana (Coleus
scutellarioides (L) Benth) bukan merupakan jenis yang terancam punah Termasuk
tanaman semusim berbatang lunak dengan bentuk percabangan monopodial.
Daunnya merupakan daun tunggal berbentuk bulat telur. Ujung daun meruncing
dengan tepian rata dan pangkal yang tumpul. Pertulangannya menyirip dengan
panjang 7-11 cm, lebar 5-7 cm, panjang tangkai ± 3 cm dan berwarna ungu.
Bunga Iler merupakan bunga majemuk berbentuk tandan di ujung batang.
Kelopaknya berbentuk corong berwarna hijau muda. Mahkota bunga berbentuk
bibir berwarna ungu keputih-putihan. Memiliki dua benang sari berwarna putih
dan putik kecil yang berwarna ungu. Buah Iler yang masih muda berwarna hijau
dan berubah coklat pada saat matang atau tua. Bentuknya kotak dan bulat dan
mengandung biji kecil, pipih, mengkilat serta berwarna hitam. Tanaman berakar
tunggang dengan warna kuning keputih-putihan.
Zat fitokimia yang terkandung dalam Miana antara lain, minyak atsiri,
tanin, flavonoid, eugenol, steroid, tannin, saponin, fitol, asam rosmanik,
streptozocin, dan quersetin (Tabel 2). Tumbuhan Miana ditafsirkan dapat berperan
menyembuhkan penyakit karena aktivitas farmakologis dari kandungan zat
fitokimianya. Berbagai aktivitas farmakologis yang ditemukan pada Miana, antara
lain, antimikroba, antihermintik, antifungi, antiinflamasi, antibakterial,
antioksidan, antidiabetes, antiinflamasi, dan antihistamin. Mengenai korelasi
antara kandungan fitokimia dan efek farmakologis Miana terhadap penyakit yang
dipercaya dapat disembuhkan akan diuraikan sebagai berikut. Pertama, yaitu
kemampuan Miana dalam meredakan nyeri haid dan sakit pinggang karena haid
yang dipercaya oleh masyarakat Desa Tuada dan Marimabate. Nyeri haid
disebabkan karena tubuh wanita mengeluarkan senyawa histamin dan
prostagladin. Kedua, senyawa tersebut memicu terjadinya lebih banyak kontraksi
otot rahim sehingga dapat menekan suplai darah dan oksigen ke rahim. Hal
tersebut merupakan mekanisme tubuh untuk meluruhkan dinding rahim karena
terjadi pembuahan pada sel telur. Menurut penelitian Moektiwardoyo et al (2011),
Miana mengandung senyawa quersetin yang memiliki aktivitas farmakologis
sebagai antihistamin. Senyawa tersebut dapat menekan respons tubuh yang
ditimbulkan oleh histamin. Dengan begitu kemampuan Miana meredakan nyeri
haid benar-benar terbukti secara ilmiah.
Selanjutnya, yaitu kemampuan Miana untuk menyembuhkan batuk yang
dipercaya oleh masyarakat Desa Tuada dan Todoke. Batuk merupakan mekanisme
tubuh merespons infeksi virus dan bakteri pada saluran pernafasan. Terjadinya
batuk untuk mengeluarkan dari tubuh virus, bakteri, dan sel-sel tubuh yang rusak
karena infeksi mikroorganisme tersebut. Diketahui dari penelitian Muljono et al.
(2016) dan Sangi et al (2008) bahwa Miana memiliki aktivitas antimikroba dan
antibakterial yang dapat menghambat pertumbuhan virus dan bakteri. Hasil
penemuan tersebut merupakan bukti ilmiah dari pengetahuan tradisional bahwa
ekstrak daun Miana dapat digunakan untuk mengobati batuk. Penyakit bisul juga
dipercaya oleh masyarakat Desa Tuada dan Laba Besar dapat disembuhkan
dengan tumbuhan Miana. Seperti batuk, bisul juga disebabkan adanya infeksi
bakteri yang memicu peradangan pada folikel rambut. Infeksi bakteri dapat
ditekan dengan adanya aktivitas antibakterial dan antimikroba dari Miana (Sangi
et al. 2008; Muljono et al. 2016). Sementara efek peradangan akibat infeksi dapat
diredakan karena adanya aktivitas antihistamin dari Miana (Moektiwardoyo et al.
2011). Terdapat perbedaan pemakaian daun Miana pada kedua desa yakni dengan
cara memanggang daun (Desa Tuada) dan merebus daun lalu meminum airnya
(Desa Laba Besar). Efektivitas penggunaan Miana ditunjukkan oleh Masyarakat
Tuada dengan memanggang daun hingga daun setengah layu, lalu meremas daun
dan menempelan ke bisul. Tindakan tersebut akan memudahkan zat fitokimia
Miana langsung meresap ke bisul dan menyembuhkannya. Sementara
2.2. Definisi Obat Kumur
Obat kumur merupakan suatu larutan atau cairan yang digunakan untuk
membantu memberikan kesegaran pada rongga mulut serta membersihkan mulut
dari plak dan organisme yang menyebabkan penyakit dirongga mulut (Mervrayano
and Bahar, 2015).Obat kumur adalah cairan yang ditahan didalam mulut dalam
beberapa waktu dengan menggunakan kekuatan mekanik oleh otot untuk
menghilangkan patogen di dalam mulut. Obat kumut kini telah menjadi intens dan
dari beberapa produk obat kumur terbaru mengklaim bahwa efektifitasnya dalam
mengurangi penumpukanplak, radang gusi dan halitosis (Manipal, 2016).
2.2.1 Macam Obat Kumur
1. Obat Kumur Generasi Pertama
Obat kumur generasi pertama mampu megurangi plak dan gingivitis sekitar
20% hingga 50%, apabila digunakan 4 hingga 6 kali sehari dan memiliki
substansivitas terbatas atau tidak sama sekali. Substansivitas adalah kemampuan
bahan antibakteri untuk mengikat gugus anionik pada permukaan gigi, mukosa
mulut, dan dinding sel bakteri, serta melepaskan zat - zat aktif secara terus
menerus sehingga memperpanjang masa kerja antibakteri. Contoh merk nya adalah
Listerine, Cepacol dan Scope karena dianggap kurang mempunyai substantivitas.
Listerine dan obat kumur generik lainnya yang isinya dijual bebas dan disetujui
oleh ADA karena secara jelas dapat mengurangi plak dan gingivitis. Listerine dan
obat kumur sejenisnya terdiri atas gabungan senyawa fenol, berisi tiga macam
minyak esensial sebagai zat aktifnya, yakni timol, mentol dan eukalipol. Kadar
alkoholnya 27% sedangkan versi coolmint berkadar alkohol 21%. Obat kumur
yang mengandung minyak esensial ini terbukti dapat mengurangi plak dan
gingivitis sekitar 18% hingga 25%. Beberapa pasien mungkin merasakan sensasi
terbakar, dan pewarnaan ringan mungkin juga terjadi, walaupun sangat jarang
(Fedi et al., 2004)
2. Obat kumur Generasi Kedua
Obat kumur generasi kedua mampu mengurangi plak dan gingivitis sebesar
70 - 90%. Jika digunakan 1 hingga 2 kali sehari dan memiliki substantivitas efektif
yang berlangsung selama 12 hingga 18 jam atau lebih. Contohnya adalah
Chlorhexidine yang mengandung 0,2% Chlorhexidine gluconat dan telah mendapat
persetujuan dari ADA. Obat kumur ini mempuyai substantivitas selama 12 hingga
18 jam, dan untuk memperolehnya diperlukan resep dokter. Chlorhexidine telah
diteliti dengan intensif dan merupakan obat kumur yang paling efektif yang
tersedia saat ini.Chlorhexidin mampu mengurangi plak dan gingivitis sekitar 35%
hingga 45%. Efek samping yang merugikan adalah dapat mengubah warna gigi dan
restorasi komposit, sedikit meningkatkan akumulasi kalkulus supragingiva dan
mengubah sensasi rasa. Darah, nanah atau pasta gigi dapat menurunkn sktivitas
Chlorhexidine. Oleh karena itu, dianjurkan untuk berkumur dengan air terlebih
dahulu sebelum berkumur dengan Chlorhexidine (Fedi et al., 2004).
Salah satu contoh obat kumur yang sangat mudah kita peroleh dipasaran
Indonesia yaitu Chlorhexidine gluconate 0,2% . Chlorhexidine gluconate 0,2%
yang merupakan obat kumur gold standard, telah terbukti sebagai bahan anti plak.
Hambatan pertumbuhan plak oleh Chlorhexidine dihubungkan dengan sifatnya
membentuk ikatan dengan komponen - komponen pada permukaan gigi. Ikatan
tersebut akan meningkatkan permeabilitas dinding sel bakteri yang menyebabkan
efek bakteriostatik ataupun efek bakterisid mikroorganisme pada plakpada
gigi.Selanjutnya, Chlorhexidine gluconate 0,2% sebanyak 10ml sekali sehari dapat
mereduksi koloni Streptococcus mutans 30- 50%.Klorheksidin merupakan obat
kumur yang efektif mengurangi jumlah Streptococcus mutans. Namun terdapat
kekurangan Chlorhexidine karena ternyata bahan ini merupakan bahan kimia yang
dapat menyebabkan rasa tidak enak dan menyebabkan stain pada gigi (Fajriani,
2015; Nubatonis, 2016).
2.2.2 Evaluasi pada obat kumur
Uji yang dilakukan untuk sediaan obat kumur adalah:
1. Uji Organoleptis (Soekarto, 1990)
Uji organoleptis ini menggunakan indera manusia sebagai instrumennya.
Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah uji penerimaan dimana setiap
evaluator diharuskan mengemukakan pendapat tentang sediaan yang dicoba.
Tujuan dilakukan uji ini adalah untuk mengetahui apakah produk tersebut dapat
diterima atau disukai jika dipasarkan.
2. Pengukuran pH (Apriyanto,1989)
Sebelum pengukuran pH meter dikalibrasi menggunakan larutan buffer
standar dengan pH 4 atau pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda
dibilas dengan aquadest dan dikeringkan dengan tisu. Kemudian elektroda
dicelupkan pada larutan sampel beberapa saat hingga sampai diperoleh pembacaan
yang stabil lalu dicatat nilai pH.
3. Uji Viskositas (Fardiaz, 1989)
Viskositas obat kumur diuku menggunakan Brookfield viscometer. Sebelum
pengukuran dilakukan kalibrasi alat dengan cara merataka permukaan dengan mata
kucing yang terdapat pada alat. Dicelupkan spindle yang telah ditentukan kedalam
sampel lalu dinyalakan alat sekitra 10 menit dan catat hasilnya.
4. Pengujian total mikroba (Fradiaz, 1989)
Diambil 1 mL larutan sampel dan ditetskan pada cawan petri. Kemudian
media PCA steril didinginkan suhunya. Cawan beku yang berisi agar, diinkubasi
secara terbalik selama 48 jam pada suhu 30oC. Dihitung jumlah koloninya.
2.3 Studi Preformulasi Zat Aktif
1. Kelarutan : - Sulfametoksacol
Praktis tidak larut dalam air,eter/kloroform, agak
sukar larut dalam etanol,mudah larut dalam aseton
(Dirjen Pom,1995)
- Trimetrophrim
Sangat sukar larut dalam air dan etanol, agak sukar
larut dalam klorofom dan metanol, praktis tidak
larut dalam etanol (Dirjen Pom, 1995)
2. Pka : - sulfametakzole (Pubchem, 2005)
pKa1 = 1,6
pKa2 = 5,7
- Trimetrophrim
pKa = 7,12
3. Ph : 4-5 (Pubchem, 2005)
4. Koefisien partisi : - sulfametakzole (Pubchem, 2005)
0,89
- trimetrophrim
0,91
5. Inkompabilitas : Menambah efek antioksidan
6. Stabilitas : Terurai lebih cepat pada kondisi basa, tidak stabil
terhadap panas (Ayama, 2007
7. Efek farmakologi : Cotrimoxazole merupakan anti biotik kombinasi
yang mempunyai efektivita/aktivitas bakterisik
yang besar karena menghambat sintesis bakteri
gram posotif dan gram negatif
2.4 Analisis Permasalahan
1. Ditinjau dari zat aktif yang praktis tidak lrut dalam air sehingga dibuat
sediaan suspensi
2. Ditinjau dari efek farmakologi masing-masing zat aktif dalam membunuh
bakteri, oleh karena itu kedua zat aktif dikombinasikan u tuk mendapatkan
efek yang mempunyai spektrum yang luas dan membunuh maupun
menghambat sintesis bakteri.
3. Ditinjau dari mekanisme infeksi bakteri yang menyerang tubuh, olh karena
itu digunakan dua kombinasi antibiotik untuk mendapatkan antibiotik
dengan bakteri yang luas dalam sediaan suspensi.
4. Ditinjau dari kelarutan zat aktif yang tidak larut dalam air, maka diperlukan
agen pembasah (wtting agent) untuk menurunkan tegangan permukaan dan
sudut kontak antara partikel padat dan pembasah cair
5. Ditinjau dari bentuk sediaan yaitu suspensi, oleh karena itu dibutuhkan
uspending agent yang bertujuan meningkatkan viskositas dan
memperlambat proses pengendapan sehingga mnghasilkan suspensi yang
stabil.
6. Ditinjau dari rentan ph zat aktif yang sempit maka perlu ditambahkan
buffer/dappar untuk mencegah kenaikan/penurunan ph yang tidak stabil.
7. Ditinjau dari segi sediaan yang menggunakan pelarut utama air, oleh karena
itu itambahkan pengawet untuk mencegah sediaan agar tahan lama.
8. Ditinjau dari segi sedian yang memiliki rasa yang tidak enak, oleh karena itu
ditambahkan pemanis dalam sediaan.
9. Ditinjau dari segi sediaan untuk meningkatkan nilai etetika oleh karena itu
digunakan agen perasa dan pewarna.
BAB 3
PENDEKATAN FORMULA

3.1 HPMC (Ditjen POM, 1979; Rowe, 2009; Anwar, 2012)


Alasan penambahan : Dapatmeningkatkan viskositast dispersikan
partikel tidak larut serta meningkatkan
viskositas.
Kelarutan : Mudah mendisperi dalam air,
membentuk suspensi koloid, tidak
larut dalam etanol (95%) p dalam eter
p dan dalam pelarut organik
Stabilitas : Berrsifat higroskopis dan dapat
menyerap air pada kelembapan tinggi,
stabil pada ph 2-10
Inkompatibilitas : dengan asam kuat, larutan bes dan
logam
Konsentrasi : 8-5%
Rumus Struktur :

3.2. Na siklamat (Rowe, 2009)


Alasan penambahan : Sebagai pemanis yang dapat menutupi rasa
yang kurang enak
Kelarutan : Larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol, tidak larut dalam kloroform
dan eter
Stabilitas : dihidrolisis oleh asam sulfat, larutan
stabil terhadap panas, cahaya dan
udara pada ph yang luas
Inkompatibilitas : -
Konsentrasi : 0,1%
Rumus Struktur :

3.3 Propilenglikol (Rowe, 2009)


Alasan penambahan : Sebagai agen pembasah
Kelarutan : dapat larut dalam asam akibat
kloroform etanol 95% gliserin dan air
Stabilitas : pada shu dingin propilenglikol stabil
dalam wadah tertutup, tetapi pada
suhu tinggi, ditempat terbuka
cenderung teroksidasi
Inkompatibilitas : tidak cocok dengan pengoksidasi
seperti kalium permanganat
Konsentrasi : 15%
Rumus Struktur :

3.4 Metil paraben (Rowe, 2009)


Alasan penambahan : Dapat mencegah kontaminasi
mikroorganisme
Kelarutan : larut dalam sebagian air, 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol
95%
Stabilitas : Larut dalam ph 3-6 stabil tahan hingga
4 tahun pada suhu penyimpanan
Inkompatibilitas : Aktivitas pengawet berkurang dengan
adanya surfaktan non ionik, tidak
cocok dengan z besiat
Konsentrasi : 0,18%
Rumus Struktur :

3.5 Propil paraben (Rowe, 2009)


Alasan penambahan : Dapat mencegah kontaminasi mikroba
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, dalam 3,5
bagian etanol 95%, dalam 3 bagian
aseton, dalam 140 bagian gliserin
Stabilitas : lebih mudah teruri dengan adanya
udara
Inkompatibilitas : surfaktan non ionik, bentonit 1 mg
besilikat dan talk.
Konsentrasi : 0,02%
Rumus Struktur :

3.6 Asam sitrat (Rowe, 2009)


Alasan penambahan : Sebagai dapar atau mencegah kenaikan
/penurunan ph akibat adanya penambahan
zat tambahan
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, mudah
larut dalam etanol, agak sukar larut
dalam eter
Stabilitas : mengalami kehilangan air jika
dikombinasikan dengan logam nitrat
atau dipanaskan
Inkompatibilitas : dengan kalium titrat,alkali
Konsentrasi : -
Rumus Struktur :

3.6 Natrium sitrat (Rowe, 2009)


Alasan penambahan : Sebagai dapar atau mencegah kenaikan
/penurunan ph akibat adanya penambahan
zat tambahan
Kelarutan : dalam bentuk nitrat dapat larut dalam
air, sangat mudah larut dalam air
mndidih, tidak larut dalam etanol 90%
Stabilitas : sangat stabil dapat di stabilkan
menggunakan autoklaf
Inkompatibilitas : dengan kalium titrat
Konsentrasi : -
Rumus Struktur
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan:
1. Zat aktif senyawa flavonoid dari tanaman miana mempunyai aktivitas
sebagai antimikroba dan antibakteri untuk masalah pada daerah rongga
mulut
2. Cara pembuatan sediaan obat kumur yaitu dengan menimbang semua
bahan yang akan digunakan, melarutkan masing-masing bahan pada
pelarut yang sesuai dan mencampurkan semua bahan menjadi satu
kemudian diaduk hingga homogen. Adapun cara evaluasi pada sediaan
liquida khususnya pada obat kumur yaitu meliputi: uji organoleptis, uji
viskositas, uji pengukuruan PH, uji stabilitas, uji volume terpindahkan
dan uji bobot jenis
7.2 Saran
7.2.1 Jurusan
Diharapkan agar dapat menambah jumlah sarana dan prasarana dalam
laboratorium agar praktikum berjalan dengan efektif dan efisien
7.2.2 Laboratorium
Diharapkan adanya penambahan alat- alat laboratorium sebagai penunjang
dalam praktikum agar lebih mudah dan berjalan dengan efisien
7.2.3 Asisten
Diharapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikan selalu terjaga
dengan baik agar dapat mempermudah proses jalannya praktikum maupun
dalam pemberian ilmu pengetahuan

Anda mungkin juga menyukai