OLEH
ARNITA SARI
A151003
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumput laut merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat
bermanfaat bagi pengembangan, industri farmasi seperti anti bakteri, anti
tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan industri agrokimia terutama
untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Bachtiar, 2007).
Rumput laut lain yang cukup potensial dan banyak di perairan Indonesia
yang menghasilkan karaginan dan dapat di manfaatkan dalam berbagai
kegunaan sebagai stabilizer, thickener, pembentuk gel, dan pengemulsi yang
mempunyai nilai jual yang tinggi. Salah satu jenis rumput laut yang dapat
dimanfaatkan adalah Eucheuma cottonii (Prasetiyowati et al. 2008).Eucheuma
cottonii mengandung kadar iodium dan serat tinggi yaitu sekitar 0.1-0.15%
yang dapat digunakan sebagai bahan baku selai dan dodol. Eucheuma cottonii
dapat digunakan sebagai bahan baku industri, farmasi dan kosmetik. Karena
berfungsi sebagai antioksidan (Nawaly et al. 2013).
Selain karagenan sebagai senyawa metabolit primer, Eucheuma cottonii
juga memiliki senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibakteri
(Shanmugan dan Mody, 2000).Ekstrak dari rumput laut memiliki senyawa
antibakteri terhadap Bacillus subtilis dan Escherichia coli.Senyawa kimia
yang dihasilkan tersebut berupa polifenol (Maduriana dan Sudira, 2009).
Selain itu, ekstrak Eucheuma cottonii mampu menghambat bakteri geram
negative maupun positif dan cenderung bersifat bakteriostatik (Dwayana dan
Johanes, 2012).
Bakteri dapat menimbulkan penyakit dengan cara langsung masuk
kedalam jaringan atau dengan membentuk toksin. Mikroba yangn masuk
kedalam jaringan dapat hidup didalam sel (intraseluler) atau hidup di luar sel
(ekstraseluler). Keracunan makanan karena bakteri sering terjadi pada situasi
higienis yang rendah dan biasanya menyerang secara akut sehingga
menyebabkan diare dan nyeri pada daerah perut serta terjadi dalam beberapa
2
3
4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperolehdari penelitian ini adalah:
5
1. Bagi penulis:
Mengerti dan memahami keefektivan ekstrak rumput laut (Eucheuma
cottonii) sebagai antibakteri pada Bacillus cereus dan Streptococcus
mutans.
2. Bagi Masyarakat:
a. Memberikan informasi penting bagi masyarakat umum tentang
manfaat rumput laut (Eucheuma cottonii) sebagai antibakteri dan
alternatife untuk luka dan untuk hipertensi pada hewan.
b. Memberi pemahaman akan pentingnya msnfaat yang terkandung
dalam rumput laut sebagai antibakteri alami.
3. Bagi Akademik:
a. Dapat menambah wawasan akan manfaat rumput laut (Eucheuma
cottonii) sebagai antibakteri dan untuk alternatif untuk luka dan untuk
hipertensi pada hewan.
b. Sebagai bahan acuan dan referensi pada penelitian sejenis yang
dilakukan dimasa mendatang.
6
BABII
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Rumput Laut
Rumput Laut adalah tanaman tingkat rendah berbentuk thallus (Thallophyta) yang
tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan daun.Rumput laut
termasuk jenis ganggang (algae) yang hidup di laut. Pada umumnya, alga dapat di
kelompokkan menjadi empat berdasarkan pigmen yang di kandungnya yaitu
Chlorophyceae (alga hijau), Chinophyceae (alga hijau biru), Rhodophyceae (alga merah),
dan phaeophyceae (alga coklat) alga hijau dan alga hijau biru banyak yang hidup dan
berkembang di air tawar, sedangkan alga merah dan alga coklat ditemukan sebagai
habitat laut, kelompok inilah yang lebih banyak dikenal sebagai rumput laut Seaweed
(Winarno, 1990).
2. Eucheuma Cottonii
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae).Eucheuma cottonii adalah rumput laut penghasil keragenan
(carragenophyte).Eucheuma cottonii adalah kappa keragrnan.Eucheuma cottonii telah
berhasil di budidayakan di beberapa provinsi di Indonesia antara lain Bali, Sulawesi
Selatan, Kepulauan seribu, Banten, Lombok, Lmpung, Maluku, Nusa Tenggara Timur,
dan Riau (Winarno, 1990).
Alga merah merupakan kelompok alga yang jenis-jenisnya memiliki berbagai
bentuk dan variasi warna.Salah satu indikasi dari alga merah adalah terjadi perubahan
warna dari dari warna aslinya menjadi ungu atau merah apabila alga tersebut terkena
panas atau sinar matahari secara langsung. Alga merah merupakan golongan alga yang
mengandung karaginan dan agar yang bermanfaat dalam industry kosmetik dan
makananan (Wiratnaja., 2011)
Rumput laut Euheuma cottonii memiliki cirri-ciri fisik seperti: thallus silimdris,
permukaan licin, cartiloginius (Lunak seperti tulang rawan), warna hijau, hijau kuning,
abu-abu dan merah. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai
kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang , agak jarang-jarang dan tidak
7
2) Ekstrak kental
Adalah ekstrak yang mengalami proses penguapan dan sudah tidak mengandung
cairan pelarut lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.
b. Berdasarkan konsistensinya
1) Ekstrak cair (Extracta Fluida (Liquida)
2) Ekstrak Semi solid (Extracta spissa)
3) Ekstrak kering (Extracta sicca)
c. Berdasarkan kandungan ekstrak
1) Ekstrak alami
Adalah ekstrak murni yang mengandung bahan obat herbal alalmi kering,
berminyak, tidak mengandung solvent dan eksipien.
2) Ekstrak non alami
Sediaan ekstrak herbal yang tidak mengandung bahan alami. Ekstrrak non alami
dapat berbentuk ekstrak kering (campuran gliserin, propilenglikol);extracta
kering (maltodekstrin, laktosa); ekstrak cair, tinctura; sediaan cair non alkohol
(gliseri, air); dan maserat berminyak (Riza Marjoni 2016).
d. Berdasarkan komposisi yang ada di dalam ekstrak
10
1) Ekstrak murni
Merupakan ekstrak yang tidak mengandung pelarut maupun bahan tambahan
lainnya dan biasanya merupakan produk antara, bersifat higroskopis serta
memerlukan proses selanjutnya untuk menjadi sediaan ekstrak.
2) Sediaan ekstrak
Merupakan sediaan ekstrak herbal hasil pengolahan lebih lanjut dari ekstrak
murni.Sediaan ekstrak baik berbentuk kental maupun serbuk kering untuk
selanjutnya dapat dibuat menjadi sediaan obat seperti kapsul, tablet, cairan dan
lain-lain (Riza Marjoni 2016).
4. Metode ekstraksi
a. Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-senyawa
yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau bersifat
thermolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut
ini:
1) Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hannya dengan
cara merendam simppllisia dalam satu atau campuran pelarut seelama waktu
tertentu pada temperature kakmar dan terlindung dari cahaya.
2) Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu terentu (Riza
Marjoni 2016).
b. Ekstraksi secara panas
Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung dalalm
simplisia sudah dipastikan tahan papnas. Metode ekstraksi yang membmutuhkan
panas diantaranya:
1) Seduhan
11
3) Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mrnyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 900 selama 15 menit. Kecuali dinyatakan lain, infusa
dilakukan dengan cara “Simpliaia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan
ke dalam paci infusa, kemudiain ditambahkan air secukupnya. Panaska campuran
diatas penangas air selama 15 menit, hitung mulai suhu 90℃ sambil sekali-kali di
aduk. Serkai selagi panas menggunakan kain planel, tambahkan air pans
secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infus yang di kehendaki.
4) Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hamper sama dengan
maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada suhu 300-400.
Metode ini biasanya digunakan untuk simplisia yang tersari baik pada suhu biasa.
5) Dekok
Dekok adalah proses penyarian secara dekota hamper sama dengan infusa,
perbedaanya hanya terletak pada lamanya waktu pemamnasan. Waktu pemanasan
pada dekota lebiih lama dibanding metode infusa, yaitu 30 menit di hitung
setelah suhu menycapai 900 C. Metode iini sudah sangat jarang digunakan karena
selalin proses penyariannya yang kurang sempurna dan juga tidak dapat
digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat yang termolabil.
6) Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut
selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik
12
(kondennsor). Proses ini umumnya dilakukan 3-4 kali pengulangan pada residu
pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna.
7) Soxhletasi
Proses shoxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat
khusus berupa ekstraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pada metode refluks (Riza Marjoni 2016).
5. Bakteri Bacillus cereus
Bakteri dapat menimbulkan penyakit dengan cara langsung masuk kedalam
jaringan dengan membentuk toksin. Mikroba yang masuk ke dalam jaringan dapat hidup
di dalam sel (intraseluler) atau hidup di luar sel (ekstra seluler). Keracunan makanan
karena bakteri sering terjadi pada situasi higienis yang rendah dan biasanya menyerang
secara akut sehingga menyebabkan diare dan nyeri pada daerah perut saat terjadi dalam
beberapa jam setelah makan-makanan yang tercemar oleh bakteri pathogen
(Muslimin,1996:88)
Bakteri Bacillus merupakan mikroba flora normal pada saluran pencernaan ayam
(Green dkk, 2006:4287). Bakteri ini adalah organisme saprofitik, berbentuk batang, gram
positif biasanya ditemukan dalam air, udara, debu, tanah dan sedimen.Terdapat beberapa
jenis bakteri yang bersifat saprofit pada tanah, air, udara dan tumbuhan, seperti Bacillus
cereus dan Bacillus subtilis(Jawetz dkk, 2005: 285). Jenis-jenis Bacillus yang di temukan
pada saluran pencernaan ayam yaitu Bacillus subtilis, Bacillus pumilus, Bacillus
lincheniformis, Bacillus clausin,Bacillus clausii, Bacillus megatarium, Bacillus firmus,
kelompok Bacillus cereus (Barbosa dkk, 2005;986).
Bacillus dapat menekankan cendawan atau bakteri lain dengan atntibiotik,
kompetisi atau parasitisme langsung. Bakteri tersebut mempunyainsiklus hidup yang
kompleks meliputi: Sporulasi, dormansi, perkecamahan spora, sel berbentuk batang,
berukuran 0,3-2,2×1,2-7,0µm dan mempunyai flagel peritrikus (Plezar dan Chan,
1998:237). Bacillus mempunyai daya resisten terhadap anti mikroba dan dapat
menghasilkan antimikroba, sehingga bakteri ini mampu bertahan di dalam saluran
pencernaan.Bacillus resisten terhadap eritromisin, linkomisin, sefalosporin, sikloserin,
13
sesuai. Menunjukkan fakta bahwa enzimbakteri dapat meniru tindakan PLC mamalia
misalnya, prostaglandin ditingkatkan biosynthesis, menunjukkan bahwa B. cereus PLC
dapat digunakan sebagai model untuk PLC untuk menggantikan mamalia yang buruk.
Disini dilaporkan struktur tiga dimensi dari B. cereus sebesar 1,5 A resolusi. Enzim
merupakan protein semua-helix yang termasuk kelas struktur dan berisi, tiga Zn2 + di
tempat aktif. Kami juga menyajikan hasil awal dari studi pada 1,9 A resolusi dari
kompleks antara PLC dan fosfat anorganik (Pi) yang menunjukkan bahwa substrat
mengikat langsung ke ion logam. (Edward houng, structure of phospolipholipase C from
bacillus cereus).
Klasifikasi
Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
15
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
B. Kerangka Konsep
Thallus
Ekstraksi etanol 96 %
Bacillus cereusdan
Streptococcus mutans
C. Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat diambil sebagai berikut:
Ha : Pemberian ekstrak Rumput Laut (Eucheuma cottonii) efektif sebagai antibakteri
terhadap bakteri Bacillus cereus
H0 : Ekstrak Rumput Laut (Eucheuma cottonii) tidak efektiv sebagai antibakteri
terhadap bakteri Bacillus cereus
17
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian in imerupakan penelitian eksperimental untuk menguji efektivitas antibakteri
ekstrak rumput laut Eucheumacottonii terhadap bakteri.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Tempat penelitian ini sudah dilaksan di Labotatorium Biologi Politeknik Medica Farma
Husada Mataram.
2. Waktu
Penelitian ini sudah dilakukan pada bulan April 2018.
C. Variabel dan Definisi Oprasional
1. Variabel
a. Variabel independen (variabelbebas) adalah variabel yang bebas nilainya menentukan
variabel lainnya (Suryabrata, 2002). Sebagai variabel independen dalam penelitian ini
adalah ekstrsk rumput laut (Eucheumacottonii).
b. Variabel dependen atau (variabelterikat) adalah kondisi atau karaktristik yang
berubah atau muncul ketika penelitian mengintroduksi, pengubah atau pengganti
variabel bebas. Menurut pungsi ini dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah Besar zona hambat pada bakteri Bacillus cereus.
(Suryabrata,2002).
2. Definisi Oprasional
Definisi oprasional adalah definisi berdasarkan karasteristik yang dapat diamati
atau di ukur, dapat diamati artinya memungkinkan penelitian untuk melakukan observasi
atau pengukuran secara cermat dalam suatu objek atau fenomena yang dapat diulangi
oleh orang lain (Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua bagian rumput laut
Eucheumacottonii di daerah Jerowaru.
2. Sampel
Sampel yang ankan digunakan dalam penelitian ini ialah Rumput laut
(Eucheumacottonii).Sebanyak 750 gram yang sudah di keringkan.
E. Instrumen Penelitian
Menurut (Arikunto, 2010), instrument penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut
menjadi sistem atas dan dipermudah olehnya. Instrument penelitian yang digunakan:
1. Alat-alat yang digunakanadalah:
a. Autoklaf
b. Blender
c. Rotary evaporator
d. Inkubator
e. Timbangan digital
f. Labu erlenmeyer
g. Gelas beaker
h. Tabung reaksi
i. cawan petri
j. gelasukur
k. mikropipet
l. penggaris
m. Jarum ose
n. Batang L
o. Blue tip
p. Segi tiga
q. Lampu bunsen
r. Saringan
s. Kertas saring
t. Tabung reaksi
2. Bahan yang digunakanadalah:
19
G. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian sebagai berikut:
1. Pembuatan Simplisia Rumput Laut Eucheuma Cottonii
a. Rumput laut diambil dan dipilih cukup sehat.
b. Rumput laut segar dikumpulkan dan dibersihkan, dicuci dengan air kemudian
ditirisakan.
c. Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan hingga kering, lalu dibersihkan kembali.
d. Simplisia kering dibelender.
2. Penyiapan ekstrak etanol rumput laut (eucheuma cottonii)
a. Simplisia rumput laut kering sebanyak 750 gram dimasukkan kedalam toples
b. Simplisia kemudian direndam dengan pelarut etanol selalma 24 jam sambal sesekali
diaduk dan di tutup rapat pada suhu kakmar.
c. Setelah proses ekstraksi selesai, pelrut dipishkan dengan cara penyaringan
(RizaMarjoni 2016).
20
c. Bioassay UjiDayaHambat
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri bacillus
cereus dan Streptococcus mutans menggunakan metode sumuran yaitu: menyiapkan
suspense klinis bacillus dengan kekeruhan 0,5 unit McFarland. Menyiapkan media
Muller Hinton Agar (MHA) denganketebalan 4 mm. mengambil swab kapassteril,
kemudian dimasukkan kedalam suspense kemudian mengoleskan swab kapas tersebut
pada permukaan media MHA (Muller Hinton Agar) secara merata, dibiarkan
mengering selama 5 menit. Sumuran dibuat dengan menggunakan blue tip steril yang
diletakkan pada permukaan media MHA (Muller Hinton Agar).Setelah itu, ekstrak
sebanyak 40 ul dimasukkan pada masing-masing sumuran dengan konsentrasi 100%,
75%, 50%, dan 25%. Diberikan jarak yang cukup luas hingga zona jernih tidak
21
berhimpitan. Diinkubasi pada suhu 37 ◦C selama 24 jam dengan posisi petri tidak
terbalik agar ekstrak rumput laut tidak tumpah. Diamati adanya zona hambat di
sekitar sumuran, zona hambat yang terbentuk diukur dengan jangka sorong dan
dinyatakan dalam satuan millimeter (Zakaria, 2007).
22
F. Alurkerja
Penyiapan bahan
(Rumput laut beserta
bahan tambahan)
Konsentrasi 100%
Konsentrasi 25%
Gambar 3.1AlurKerja
G. Analisis Data
Analisis data diperoleh melalui data deskriptif dengan table dangambar, dimana
diameter zona hambat yang terbentuk pada media kultur bakteri uji yang telah didifusikan
dengan antibakteri ekstrak rumput laut Eucheuma cottonii dilihat dan diukur panjangnya,
serta menetapkan nilai konsentrasi hambat minimum pada bakteri uji.
H. Jadwal Penelitian
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil pembuatan simplisia rumput laut
Simplisia rumput laut Eucheuma cottonii yang dihasilkan berupa serbuk kasar,
warna coklat tua, memiliki bau khas.Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 750 gram
serbuk rumput laut Eucheuma cottonii.
2. Hasil pembuatan ekstrak etanol rumput laut
Ekstrak rmput laut berupa setengah padat, berbau khas dan memiliki warna
kecoklatan diperoleh dari hasil ekstraksi dengan proses maserasi yaitu sebanyak 31,29
gram dari 750 gram serbuk simplisia yang dimaserasi dengan 1L etanol 96%.
3. Hasil pembuatan suspensi ekstrak etanol rumput laut
Sediaan suspensi ekstrak etanol rumput laut dibuat dengan menambahkan
konsentrasi ekstrak yang berbeda (100%, 75%, 50%, 25%) sebanyak 1,5 mL
padasediaan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan zat aktif adalah Aquades.
4. Hasil pengujian ekstrak etanol rumput laut terhadap aktivitas bakteri Bacillus
cereus dan Streptococcus mutans
a. Hasil penyiapan mikroorganisme uji
Bacillus cereus dan Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme uji yang
disiapkan di dalam cawan petri guna memperbanyak populasi Bacillus cereus dan
Streptococcus mutans.
b. Hasil pembuatan media MHA (Muller Hinton Agar)
Media MHA yang telah dibuat menghasilkan media MHA padat dengan
ketebalan 44 mm.
Sumuran yang dibuat untu kmenyiapkan suspense klinis Bacillus cereus dan
Streptococcus mutans dengan kekeruhan 0,5 unit McFarland. Menyiapkan media
Muller Hinton Agar (MHA) dengan ketebalan 4 mm. Kemudian dimasukkan 100 µl
bakteri uji kesetiap cawan petri, 10 buah cawan petri bakteri Bacillus cereusdan 10
buah cawan petri bakteri Streptococcus mutans kemudian diratakan menggunakan
segitiga secara merata, dibiarkan mongering selama 5 menit. Sumuran dibuat dengan
menggunakan blue tip steril yang diletakkan pada permukaan media MHA (Muller
Hinton Agar), masing-masing cawan dibuat 3 sumuran.Setelah itu, sediaan suspense
sebanyak 40 uldimasukkan pada masing-masing sumuran dengan konsentrasi 100%,
75%, 50% dan 25%. Diberikan jarak yang cukup luas hingga zona jernih tidak
berhimpitan. Diinkubasi pada suhu 37 ◦C selama 24 jam dengan posisi petri
27
diposisikan tidak terbalik agar sediaan suspense tidak tumpah. Diamati adanya zona
hambat di sekitar sumuran, zona hambat yang terbentuk diukur dengan penggaris dan
dinyatakan dalam satuan millimeter (Zakaria, 2007).
B. Pembahasan
Ekstrak kental ruput laut diencerkan dengan menggunakan pelarut Aquades
(aquadestrasi) guna menghasilkan ekstrak rumput laut menjadi larutan agar pada tahap
suspensi tidak terjadi pemisahan antara zat yang satu dengan zat yang lain.
Berdasarkan hasil penelitian dengan bioassay (uji daya hambat) dengan menggunakan
antibiotic chloramphenicol sebagai (K+) dan Aquades(K-) dan dengan ekstrak etanol rumput
laut sediaan suspense rumput laut konsentrasi 100%, 75%, 50%, dan 25%memperlihatkan
adanya daya hambat tehadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Streptococcus mutans
pada media MHA (Muller Hinton Agar). Adapun hasil penelitian dengan rata-rata zona
hambat yang terbentuk pada masing-masing suspensi rumput laut yaitu, konsentrasi 100%
sebesar 5,82mm, konsentrasi 75% sebesar 3,9mm, konsentrasi 50% sebesar 8,6mm,
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sediaan ekstrak etanol rumput laut (Eucheuma cottonii.) dapat sebagai antibakteri
terhadap Bacilus cereus bakteri penyebab diare dan nyeri pada daerah perut,
sedangkan Streptococcous mutans bakteri penyebab karies gigi.
B. Saran
Perlu dilakukan metode ekstraksi lain pada rumput laut Eucheuma cottonii guna
menghasilkan ekstrak etanol dan suspensi yang sempurna dengan tampilan yang
menarik, guna memperbaiki warna dan partikel-partikel yang masih belum
homogeny. Perlu dilakukan pengujian terhadap keevektifan kadar senyawa aktif yang
ada di dalam ekstrak etanol rumput laut dan suspensinya sehingga dapat ditentukan
digunakan dengan jangka panjang.
30
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alaga) Sebagai Biotarget
Industri. [Makalah], Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran, Jatinagor.
Sulistyowati dan Widyastuti, A. 2008. Pemanfaatan Cantella asiatica Sebagai Bahan
Antibakteri Salmonella typhi. Jurnal of Science. Vol. 2, No. 1 : 5-10
Rismawati. 2012. Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC) yang
Diproduksi Dari Rumput Eucheuma cottonii Dengan Metode Pemanasan
Konvensional dan Pemanasan Ohmic. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin : Makassar
Shanmugan, M., dan Mody, K.H. 2000. Heparinoid-active Sulphated Polisacharides
from Marine Algae as Potential Blood Anticoagulant Agents. Marine Algae &
Marine Environment Discipline. Central Salt & Marine Chemicals Research
Institute. Bhavnagar : India.
Maduriana, I.M., dan Sudira, I. 2009. Skrining dan Uji Aktivitas Antibakteri
Beberapa Rumput Laut dari Pantai Batu Bolong Canggu dan Serangan. Buletin
Veteriner Udayana Vol. 1 No. 2 : 69-76
Dwyana, Z., dan Johannes, E. 2012. Uji Efektivitas Ekstrak Kasar Alga Merah
Eucheuma cottonii Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Patogen. [Skripsi].
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Hasanuddin : Makassar
Sulistyo. 1971. Farmakologi dan Terapi. Penerbit EKG : Yogyakarta
Sulistyowati dan Widyastuti, A. 2008. Pemanfaatan Cantella asiatica Sebagai Bahan
Antibakteri Salmonella typhi. Jurnal of Science. Vol. 2, No. 1 : 5-10
31
Katzung, B.G. 2001. Farmakologi dasar dan Klinik. Penerbit Salemba Medika :
Jakarta
Branen, A.L., dan P.J. Davidson. 1993. Antimicrobials in Foods. Marcel Dekker :
New York
Winarno, F.G., 1990. Tempe, Misteri Gizi Dari Jawa, Info Pangan. Teknologi
Pangan dan Gizi, Fatameta. IPB, Bogor.
Wiratmaja, I Gede, dkk 2011. Pembuatan etanol generasi kedua dengan
memanfaatkan limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai bahan baku. Jurnal
ilmiah teknik mesin vol. 5. No 1. April 2011 (74-84).
Doty MS. 1986. Biotechnological and Ecocnomic Approaches to Industrial
Development Based on Marine Alga in Indonesia. Workshop on Marine Algae
Biotechnology. Summary Report. Washington DC: National Academic prees. P 31-
34.
Anggadireja J, Istini S, Zantika A, Suhaimi. 2004. Manfaat dan pengolahan rumput
laut. Jakarta: Badan Pengkajian dan penetapan teknologi. :128-135.
Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Alga Merah. Di dalam: pemgenalan jenis
jenis rumput lautindonesia. Jakarta: pusat penelitian dan pengembangan
Oseanologi, Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia. : 147-141.
32
LAMPIRAN