Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH JENIS LIMBAH TANAMAN LOKAL MALUKU

TERHADAP KUALITAS ECO-ENZIM SEBAGAI ANTIBAKTERY


SECARA IN VITRO

PROPOSAL PENELITIAN

NAPSIA TANAMA
180302036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON
FEBRUARI 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memeliki sebaran luasan 45,794.000 ha atau sekitar 25%

dari total luasan daratan Indonesia. Sebaran terluas kalimantan,

Sumatra, Maluku, Papua, Sulawaesi, Nusa Tenggara dan Jawa.

Berbagai relief mulai dari dataran sampai pegunungan tanah kaya

akan hasil rempah-rempah, dan Maluku adalah pulau yang terkenal di

Indonesia dengan hasil rempah-rempah yang dapat digunakan sebagai

obat-obatan, pengawet makanan, penyedap rasa, dan antibakteri.itulah

alasan kenapa Magelshaens, Vasco dan Gama, hingga Colombus

menjelajahi setiap penjuru dunia sampai akhirnya menemukan pulau

Maluku yang berada di belahan timur bumi Indonesia. Provinsi

Maluku adalah daerah penghasil rempah di indonesia

Pala, cengkeh, dan kayu putih adalah tanaman khas maluku

tanaman ini tumbuh asli di pulau maluku.

Cengkeh adalah sala satu rempah-rempah serbaguna dengan rasa

sedikit manis dan aroma harum yang khas, cengkeh pada umumnya di

gunakan untuk tambahan bumbu pada panganan. Cengkeh juga dapat

bermanfaat bagi kesehatan, kecantikan, kondisioner dan membunuh

bakteri. Manfaat buah pala adalah tidak hanya menambahkan

kelezatan makanan, melainkan juga baik untuk kesehatan dan

membunuh bakteri.
Manfaat kayu putih bagi kesehatan seperti, obat sakit kepala, perut

kembung, diare, mengobati rematik, nyeri pada tulang, dan syaraf,

radang usus, sakit gigi, dan sebagai penangkal nyamuk, polusi

udara,dan membunuh bakteri.

Selain mendatangkan manfaat juga menghasilkan limbah yang

dapat mencemari lingkungan, yang berdampak pada manusia, dan

bagi lingkungan.

Solusi mengatasi pencemaran dari limbah pala, cengkeh, dan kayu

putih adalah di olah untuk menjadi bermanfaat.

Eco-enzim solusi dalam mengolah limbah organik menjadi cairan

antibakteri dan desinfektan, Antibakteri adalah senyawa yang

digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat

merugikan, dan eco-enzim merupakan hasil dari fermentasi dari

limbah organik, desinfekta adalah upaya untuk mengurangi atau

menghilangkan jumlah mikro organisme patogen penyebap penyakit

(tidak termasuk spora) dengan cara fisik atau kimiawi.

Hasil-hasil penelitian yang sudah ada tentang eco-enzim sebagai

antibakteri :

1. Uji Organoleptik Produk Eco- enzim dari limbah kulit,

2. Uji aktivitas antibakteri eko-enzim terhadap escheruchia

3. Analisa hasil konvesi eco-enzim mengunakan nenas

4. Efektifitas antibakteri gel antiseptik ekstrak metanol kulit batang

tanjung (mimusops elengi ) terhadap bakteri escherichia coli dan

staphylococcus aureus.
5. Perbedaan penelitian anda dengan penelitian sebelumnya

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang di rumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kualitas eco-enzym dari limbah taanaman lokal maluku

seabagai antibaktery secara in vitro ?

2. Apakah ada pengaruh jenis limbah tanaman lokal terhadap kulitas

eco-enzym sebagai antibakteri secara in vitro?

3. Berapa besar pengaruh jenis limbah tanaman lokal maluku terhadap

kualitas eco-enzym sebagai antibaktery secara in vitro?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengatahui kualitas eco-enzym dari limbah tanaman lokal

maluku seabagai antibaktery secara in vitro

2. Untuk mengatahui ada pengaruh jenis limbah tanaman lokal terhadap

kulitas eco-enzym sebagai antibakteri secara in vitro

3. Untuk mengatahui besar pengaruh jenis limbah tanaman lokal maluku

terhadap kualitas eco-enzym sebagai antibaktery secara in vitro

D. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut :

1. Bagi masyrakat

Sebagai acuan untuk memberikan informasi bagi masyrakat mengenai

pemanfaatan dari jenis limbah tanaman lokal sebagai antibaktery


2. Bagi mahasiswa

sebagai acuan di jadikan sebagai referensi pada mahasiswa

3. Bagi jurusan

Sebagai acuan dari hasil penelitian ini dapat sebagai bahan masukan

informasi dan referensi pada himapro dalam proses perkuliahan

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan pada variabel-variabel penelitian maka

dibuat definisi operasional sebagai berikut :

1. Tanaman lokal maluku adalah tanaman yang khas tumbuh di daerah

maluku, yaitu: cengkeh, pala, dan daun kayu putih

2. Eco-enzym pertama kali diperlenalkan oleh Dr.Rosukon

Poompanvong yang merupakan hasil dari fermentasi dari limbah

organik dengan bantuan larutan gula merah atau molases dalam

jangka waktu 3 bulan.

3. Antibakteri adalah zat yang dapat menggangu pertumbuhan atau

bahkan mematikan bakteri dengan cara menggangu metabolisme

mikroba yang merugikan. Antibakteri hanya dapat digunakan jika

mempunyai sifat tosik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang

menyebabkan penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya. Zat

antibakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan antibakteri

yang dapat membunuh bakteri (bakteriosid) (Talaro, 2008).

4. In-vitro adalah istilah yang dipakai didalam biologi untuk

menyebutkan kultur suatu sel, jaringan, atau bagian organik tertentu di


dalam labolatrium. Istilah ini dipakai karena kebanyakan kultur

artifisial ini dilakukan di dalam alat-alat labolatrium yang terbuat dari

kaca seperti cawan petri, labu erlenmeyer, tabung kultur, botol, dan

sebagainya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGGKA FIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Tentang Eco Enzim

1. Pengertian Eco-enzyme

Eco-enzym atau dalam Bahasa Indonesia disebut eko enzim

merupakan larutan zat organik kompleks yang diproduksi dari proses

fermentasi sisa organik,gula dan air.cairan Eco-enzymini berwarna coklat

gelap dan memeliki aroma yang asam/segar yang kuat (M. Hemalatha,

2020). Bermula dari penemu Dr.Rosukon Poompanvang,seorang peneliti

dan pemerhati lingkungan dari Thailand.inovasi ini memberikan distribusi

yang cukup besar bagi lingkungan .Dr.Rosukon juga merupakan seorang

pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand (Organic Agricultur Assocition

of Thainlad) yang bekerjasama dengan petani diThailand bahkan Eropa dan

berhasil menghasilkan produk pertaniaan yang bermutu tetapi ramah

lingkungan .dari usaha dan inovasi yang dilakukan ini,ia dianugrahi

penghargaan oleh FAO Regional Thailand pada tahun 2003.

2. Kegunaan Eco-enzym

Selama proses fermentasi sempurna,barulah berlangsung reaksi:

CO2+N2O+O2+2O3+CO3

Setelah proses fermentasi sempurna,barulah Eco-enzym (likuid berwarna

coklat gelap) berbentuk.hasil akhir ini juga menghasilkan residu tersuspensi

dibagian bawah yang merupakan sisa sayur dan buah.Residu dapat


digunakan sebagai pupuk organik sedangkan likuid eco-enzym itu sendiri

dapat dimanfaatkan sebagai:

1. Pembersih lantai,sangat efektif untuk membersihkan lantai rumah.

2. Disinfektan,dapat digunakan untuk antibakteri dibak mandi.

3. Insektida,digunakan untuk membasmih serangga (dengan

mencampurkan enzim dengan air dan digunakan dalam bentuk

(spray).

4. Cairan pembersih diselokan,terutama selokan kecil sebagai saluran

pembuagan air kotor.

Pembuatan enzim ini juga memberikan dampak yang luas bagi

lingkungan secara global maupun ditinjau dari segi ekonomi. ditinjau dari

manfaat bagi lingkungan, selama proses fermentasi enzim berlangsung

dihasilkan gas O3 yang merupakan gas yang dikenal dengan sebutan ozon

(Rubin 2001).sebagaimana diketahui jika satu kandungan dalam Enzyme

Eco-enzym adalah Asam Asetat (H3COOH), yang dapat membunuh

kuman,virus dan bakteri.sedangkan kandungan enzyme itu sendiri adalah

lipase, (Nitrat) dan CO3 (karbon trioksida) yang dibutuhkan oleh tanah

sebagai nutrient.dari segi ekonomi,pembasmi serangga (Eviati & Sulaeman.

2009).

B.Tinjauan Tentang Tumbuhan Lokal Maluku

1. Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)

a. klasifikasi ilmiah cengkeh adalah sebagai berikut:


Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Marga : Syzygium

Spesies : Syzygium

aromaticum L.

b. Morfologi Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)

merupakan tanaman pohon dengan batang besar berkayu keras yang

tingginya mencapai 20–30 m. Tanaman ini mampu bertahan hidup hingga

lebih dari 100 tahun dan tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan

ketinggian 600–1000 meter di atas permukaan laut (dpl) (Danarti dan

Najiyati, 2003). Tanaman cengkeh memiliki 4 jenis akar yaitu akar

tunggang, akar lateral, akar serabut dan akar rambut. Daun dari tanaman

cengkeh merupakan daun tunggal yang kaku dan bertangkai tebal dengan

panjang tangkai daun sekitar 2–3 cm (Nuraini, 2014). Daun cengkeh

berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing, tepi rata, tulang daun

menyirip, panjang daun 6–13 cm dan lebarnya 2,5–5 cm. Daun cengkeh

muda berwarna hijau muda, sedangkan daun cengkeh tua berwarna hijau

kemerahan (Kardinan, 2003). Tanaman cengkeh mulai berbunga setelah

berumur 4,5–8,5 tahun, tergantung keadaan lingkungannya. Bunga cengkeh

merupakan bunga tunggal berukuran kecil dengan panjang 1–2 cm dan


tersusun dalam satu tandan yang keluar pada ujung-ujung ranting. Setiap

tandan terdiri dari 2–3 cabang malai yang bisa bercabang lagi. Jumlah

bunga per malai bisa mencapai lebih dari 15 kuntum. Bunga cengkeh muda

berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi kuning pucat kehijauan

dan berubah menjadi kemerahan apabila sudah tua. Bunga cengkeh kering

akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas karena mengandung

minyak atsiri (Thomas, 2007).

c Kandungan kimia Tanaman cengkeh mengandung rendemen minyak

atsiri dengan jumlah cukup besar, baik dalam bunga (10–20%), tangkai (5–

10%) maupun daun (1–4%) (Nurdjannah, 2007). Daun cengkeh merupakan

bagian dari pohon cengkeh yang selama ini masih kurang dimanfaatkan

dibandingkan dengan bagian lainnya, seperti bunga ataupun tangkai

cengkeh yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri rokok dan

bumbu masakan. Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa pada

daun cengkeh mengandung senyawa kimia berupa flavonoid, triterpenoid,

fenolat, dan tanin yang merupakan senyawa bersifat antibakteri (Huda,

Rodhiansyah, & Ningsih, 2018). Daun cengkeh juga diketahui mengandung

senyawa eucalyptol, kariofilen, αcardinol, dan limonene (Mohammed,

Ahmed, & Hussien, 2015).

2.Pohon Pala

A.Defisi Buah Pala

Tanama Pala (M. Frangrans Hout)


termasuk family Myisticaceae adalah tumbuhan asli Banda,juga

dibudidayakan di sumatera, Brasil, Granada, Karibia, Malaysha,I ndia

Selatan,dan Sri Langka (Pooja et al, 2012). Daerah penghasil utama pala

utama adalah Maluku, Papua, Jawa Barat, Sulawesi Utara,Sumatra Barat,

dan Nanggroe Aceh Darusalam.pala dikenal sebagai tanaman rempah yang

memeliki nilay ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat

dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan

komoditasekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman

(Nurdjanah, 2007).

Klasifikasi tanaman pala menurut Becker dn Van Den Brink (1968)

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Trachheobionata

Super Divi : Spermatophyta

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Mangnoliopsida

Sub Kelas : Magnolidae

Ordo : Magnoliales

Famili : Mytristicaceace

Genus : Mytristica

Spesies : Myristica fragrans Hout

Jenis tanaman M.fragrans Hout merupakan jenis yang paling unggul

di Indonesia. Tanaman ini tumbuh baik didaerah pengunungan dengan


ketinggian kurang dari 700 meter dari permukaan laut.jenis ini membentuk

pohon yang tingginya lebih dari 18 meter dan berdiameter 30-40 cm.jika

sudah masak warnanya kuning pucat dan membelah dua,kemudian

jatuh.nuah pala hanya mmeliki biji pala satu, berkeping dua, dan dilindungi

oleh tempurung,walaupun tidak tebal tapi cukup keras.bentuk biji buah pala

yaitu bulat telur dan lonjong mempunyai tempurung berwarnah coklat tua

dan licin pada permukaanya bila buah pala sudah cukup tua dan

kering,namun bila buah masih muda atau setengah tua,setelah di keringkan

warnanya coklat muda di bagian bawah dan coklat tua di bagian atasnya

dengan permukaan keriput (Nurdjanah, 2007).

Biji dan Fuli yang berasal dari buah yang cukup tua dimanfaatkan

sebagai rempah-rempah,sedangkan yang berasal dari buah yang muda di

manfaatkan sebagai bahan baku minyak pala karena kandungan minyak

atsiri berkisar antara 8%-7% atau rata-rata 12%.Tempurung biji di selebungi

oleh selebung biji yang berbentuk jala,merah terang warnahnya.Selubung

biji atau aril ini warnanya kuning pucat,bila dikeringkan akan menjadi

coklat muda.fuli dari buah yang matang berwarnah merah cerah,bila di

keringkan menjadi warna merah coklat,namun dalam penyimpanan yang

lama dapat berubah menjadi kuning jemari.seluruh dari bagian dari buah

pala yang terdiri dari daging,fuli dan bijinya dapat di manfaatkan untuk

berbagai keperluan,diantara produk pala,yang paling dikenal di pasaran

dunia adalah fuli dan biji digunakan sebagai rempah dan minyak pala yang

biasa digunakan untuk obat-obatan (Nurjdhanah, 2007).


Daun Pala mengandung minyak atsiri,senyawa utama minyak atsiri

pada daun pala adalah Myristicin,minyak atsiri yang berasal dari biji dan

fuli pala banyak digunakan untuk industry obat-obat,parfum dan

kosmetik.daun pala merupakan sal satubagian tanaman yang belum banyak

bermanfaatkan,Rastuti et al. (2013) memamaparkan bahwa senyawa fenolik,

terkandung pda daun pala diantaranya alkkalod, triterpenoid, tanin, dan 2

flavonoid komponen favonoid yang pada daun pala menunjukan keberadaan

senyawa fenolik,komponen ini penting mengingat peranannya yang besar

daalam pengobatan dan pencengahan timbulnya penyakit termasuk sebagai

antioksida.

3.Pohon Kayu Putih

Sebaran dan potensi tanaman kayu putih ( Melaleuca leucadendra )

di Indonesia cukup besar mulai dari daerah Maluku, Nusa Tenggara Timur,

Sulawesi Tenggara, Bali dan Papua yang tumbuh berupa hutan alam kayu

putih. Sementara itu, pohon yang berada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan

Jawa Barat, berupa hutan tanaman kayu putih ( Widiyanto et al 2014 ).

Maluku memiliki potensi pohon kayu putih sangat besar yang tumbuh

tersebar di beberapa daerah, yaitu; kabupaten Buru ±120.000 ha, kabupaten

Seram Bagian Barat ± 50.000 ha, Kabupaten Pohon Kayu Putih Maluku

Tenggara Barat ± 20.000 ha, dan kabupaten Maluku Tengah 60.000 ha (BPS

2015).Luas tanaman kayu putih di Indonesia telah mencapai lebih dari

248.756 hektar yang sebagian besar berada di wilayah Perum Perhutani


dengan produksi tahunan mencapai 500 ton. Angka ini diperkiraan separuh

dari total produksi seluruh dunia. Di Kepulauan Maluku produksi tahunan

mencapai 21,98 ton pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 26,65 ton pada

tahun 2015 (BPS 2016) dengan bahan baku dari tegakan alam. Kebutuhan

minyak kayu putih di dalam negeri sampai saat ini

Hampir secara keseluruhan tanaman kayu putih di Maluku

mempunyai ciri daun kuncup berwarna kuning dan merah, menurut riset

kuncup yang berdaun kuning memiliki sineol lebih tinggi dari yang merah

(Souhuwat et al 2013). Daun kayu putih mengandung minyak atsiri sekitar

0,5 -1,5%, rendemen yang diperoleh tergantung pada efektivitas

penyulingan dan kadar minyak yang terkandung dalam bahan yang disuling.

Saat ini efektifitas penyulingan minyak kayu putih di Maluku berkisar

antara 0,8- 1,2% ( Idrus et al 2015 ), kandungan komposisi minyak kayu

putih juga sangat tergantung pada jenis daun, wilayah tumbuh ( Kim et al

2005 ); ( Sudaryono. 2010 ) dan peralatan serta cara penyulingan yang

digunakan ( Setyaningsih, Sukmawati 2014 ). Kualitas minyak kayu putih

ditentukan menggunakan SNI minyak kayu putih berdasarkan kandungan

sineol, aroma, berat jenis, putaran optik, kelarutan dalam alkohol dan ada

tidaknya campuran minyak pelikan. di dalam minyak kayu putih yaitu sineol

sebesar 50% sampai dengan 65% sehingga dijadikan penentu Kualitas

minyak kayu putih ( Siregar & Toifur 2016 ). Mengingat pentingnya

kualitas minyak kayu putih dengan kandungan sineol yang lebih tinggi,

perlu dilakukan penelitian kualitas minyak kayu putih hasil penyulingan


pada industri kecil skala rumah tangga di Maluku untuk memetakan kualitas

minyak kayu putih di Maluku.

Pengambilan bahan baku minyak kayu putih dilakukan di Pulau Buru,

Seram Bagian Barat (SBB) dan Maluku Barat Daya (MBD). Beberapa

lokasi sampling di Buru meliputi Kota Namlea, Pasar Baru Lala, Pal 2A

Pasar Baru, Pal 2B, Waeperang, Lahnbatan Pante, Desa Jamilu dan Desa

Batu Boy dengan sembilan sampel minyak kayu putih. Di Seram Bagian

Barat meliputi Pulau Osi, Kotania Bawah, Kotania atas, Wael, Taman Jaya,

Tita Mandiri, dan Piru dengan perajin sebanyak enam belas belas lokasi

dengan enam belas sampel minyak kayu putih. Di Maluku Barat Daya

(MBD) dan Maluku Tenggara Barat (MTB) meliputi Romang, Babar, Tepa,

Saumlaki, Lingat dan Selaru dengan delapan sampel minyak kayu putih.

C.Tinjauan Tentang Senyawa Anti Bakteri


E.Krangka Fikir
F.Hipotesis
BAB 3
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan ekperimen

lapangan dan laboratorium. Eksperimen lapangan bertujuan untuk

memperoleh sediaan libah organik berupa limbah buah pala, limbah daun

pala, dan limbah daun kayu putih. Setelah melakukan preparasi limbah,

dilanjutkan dengan ekperimen laborartorium, yaitu membuat Eco-Enzim

dengan menggunakan bahan baku limbah organik lokal. Eco-Enzim yang

dihasilkan, selanjutknya dilakukan uji daya hambat bakteri, uji daya hambat

jamur patogen, uji mortalitas serangga, dan uji remediasi air yang

kesmeuanya dilakukan di laboratorium Biologi.

B. Fariabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu jenis limbah organik

lokal yang diberi simbol X dengan level: limbah buah pala, limbah daun

pala, dan limbah daun cengkeh. Variabel Y adalah kualitas Eco-Enzim yang

berasal dari hasil fermentasi limbah organik lokal dengan level: volume

Eco-Enzim (ml), warna, dan aroma. Selain ketiga level tersebut, terdapat

level daya hambat bakteri (mm), daya hambat jamur patogen, mortalitas

serangga (%), dan peningkatan kadar oksigen air (ppm). Produk komersil

yang menjadi pembanding dengan Eco-Enzim adalah 3 merek produk yang

dominan digunakan oleh masyarakat sebaga antiseptik, insektisida, dan

fungisida.
C. Rancangan Penelitiaan

Untuk menjawab rumusan masalah pertama sampai ke tiga

digunakan “Rancangan Acak Lengkap” non faktorial dengan 3 perlakuan

dan 1 kontrol positif berupa antiseptik/fungisida/insektisida komersil dan 1

kontrol negatif berupa aquadest steril. Tiap perlakuan diulang 5 kali

pengujian, sehingga total pengamatan adalah 25 unit.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan setelah proposal dinyatakan diterima dan

siap untuk dibiayai oleh LP2M IAIN Ambon yang berlokasi di 3 Lokasi

yang berbeda, yaitu: (1). Pengambilan limbah buah pala, limbah daun pala,

dan limbah daun kayu putih berlokasi di daerah Mamala-Morella atau

alternatif wilayah yang lebih dekat adalah Wakal. Pembuatan Eco-Enzim

dilakukan di TP2S IAIN Ambon, dan pengujian kualitas Eco-Enzim

dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Pattimura Ambon atau

alternatif lain adalah Laboratorium Biologi Universitas Negeri Makassar.

E. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah: Tabung fermentor dari bahan plastik

berpenutup dengan mulut lebar ukuran 10 L, Inkubator, Oven, Laminar Air

Flow, Cawan Petri, Timbangan, DO meter, pH meter, Tabung Reaksi,

Mikropipet, Jangka Sorong, Toples Plastik ukuran 1 L, Gelas Ukur 100 ml

dan 10 ml, Gelas Kimia 1000 ml, Labu Erlenmeyer 100 ml dan 500 ml,
Batang penyebar, Sprayer, Pengaduk Kayu, Ember Plastik, dan lainnya.

Bahan yang digunakan adalah: Limbah Buah Pala, Limbah Daun Pala,

Limbah Daun Kayu Putih, Gula Merah/Molases, Air Suling, PDA, NA,

Antiseptik komersil, Fungisida Komersil, Insektisida Komersil, Biakan E.

coli, Biakan S. aureus, Biakan C. albicans, Kecoak, Limbah Air dari Pabrik

Tahu, Air Sungai, Limbah Air Detergen, dan lainnya.

F. Prosedur Penelitian

Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pengumpulan Limbah Organik Lokal

Survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Januari 2020,

menunjukkan bahwa hampir semua wilayah dimaluku memiliki tanaman

pala dan cengkeh. Morel merupakan sentra pembuatan jus pala yang

banyak menghasilkan limbah hasil perasan daging buah pala. Selain itu,

didaerah Morella juga banyak tanaman pala dan cengkeh yang setiap

hari menghasilkan limbah daun yang tidak termanfaatkan oleh

masyarakat. Daerah alternatif sebagai lokasi pengambilan limbah adalah

Negeri Wakal karena di daerah tersebut banyak tanaman pala dan

cengkeh. Limbah diambil sebanyak 10 Kg untuk masing-masing jensi

limbah dan dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan cara dicuci

pada air yang mengalir.

2. Tahap Pembuatan Eco-Enzim

Limbah yang telah diperoleh, selanjutnya dipisahkan berdasarkan

jenisnya. Siapkan tabung fermentor berupa drum palstik ukuran 10 liter


yang bersih sebanyak 5 buah. Tiap drum diberi label A (berisi limbah

buah pala), B (berisi limbah daun pala), C (berisi limbah daun kayu

putih), D (berisi kombinasi daun pala dan daun cengkeh), E (berisi

kombinasi limbah buah pala dan daun kayu putih). Masing-masing

limbah ditimbag sebanyak 1800 g atau 1,8 kg dan menimbang larutan

gula merah/molases sebanyak 600 g. Masukkan limbah dan gula ke

dalam drum dan tambahkan air sebanyak 6 liter. Tutup wadah dan

lakukan pengangadukan setiap minggu. Selain melakukan pengadukan

setiap minggu, tutup drum rutin dibuka 3 kali dalam seminggu untuk

melepaskan senyawa samping hasil fermentasi. Tunggu selama 3 bulan

dan Eco-Enzim siap dipanen. Eco-Enzim yang jadi dtandai dengan

warna kecoklatan dan memiliki aroma asam. Untuk memberi aroma

pada Eco_Enim, sebulan sebelum masa panen, tambahkan kulit jeruk

nipis/daun sereh/atau tumbuhan lain yang memiliki aroma khas. Ampas

dari hasil Eco-Enzim dapat digunakan sebagai pupuk organik yang kaya

unsur Nitrogen dan baik untuk tumbuhan serta aman bagi lingkungan.

3. Tahap Pengujian Eco-Enzim

Pengujian Eco-Enzim meliputi: uji daya hambat bakteri, daya hambat

jamur patogen, moratlitas serangga, dan uji remediasi air tercemar.

Untuk uji daya hambat bakteri dan jamur patogen digunakan kontrol

positif berupa antibakteri dan antijamur komersil. Sediaan Eco-Enzim

dari setiap perlakuan di encerkan (25%, 50%, 75%, dan 100%). Siapkan

masing-masing 3 cawan petri untuk setiap bahan uji sehingga total

cawan petri yang digunakan adalah 21 buah x 2 jenis media (Nutrient


Agar untuk uji bakteri) dan (Potato Dextrosa Agar untuk uji jamur) = 41

buah cwan petri. Buat paper disk dan jenuhkan ke dalam cairan Eco-

Enzim dan kontrol positif selama 30 menit. Setelah itu tempatkan paper

disk pada bagian tengah cawan petri yang sudah berisi biakan bakteri

atau jamur patogen. Cawan petri diinkubasi selama 1 x 24 jam dan amati

zona penghambatan bahan uji dan ukur dengan menggunakn jangka

sorong.

Untuk pengujian mortalitas erangga digunakan insektisida komersil

sebagai kontrol positif. Siapkan masing-masing 3 buah toples plastik

seragam ukuran 2 liter dan isilah masing-masing 10 ekor serangga

(serangga yang digunakan boleh semut atau kecoak atau jenis serangga

lainnya). Semprotkan sediaan bahan uji dan amati persentase kematian

serangga setelah 1 jam masa kontak

Uji remediasi air tercemar dilakukan dengan cara mengambil 10 liter air

yang sudah tercemar. Lakukan pengukuran kadar oksigen terlarut dalam

air. Tambahkan 1 liter Eco-Enzim dalam air yang tercemar dan lakukan

pengadukan selama 1 menit. Diamkan selama 1 jam dan lakukan

pengukuran kembali kadar oksigen terlarut.

4. Tahap Produksi Massal Eco-Enzim

Setelah melakukan uji kualitas Eco-Enzim dan dibandingkan dengan

produk komersil, selanjutnya dilakukan produksi massal Eco-Enzim dan

aplikasi penggunaannya sebagai hand sanitizer, pembersih lantai,

pembersih kaca, pembersih toilet, dan aplikasi lannya dalam kehidupan

sehari-hari. Produksi massal harus menggunakan wadah yang lebih


besar dan kontroling fermentasi yang ketat sehingga Eco-Enzim yang

dihasilkan memiliki kualitas yang baik.

G. Teknik Pengumpiulan Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan

data kualitatif. Data kuantitatif meliputi: voulem, daya hambat pertumbuhan

bakteri dan kapang patogen, mortalitas kecoak, dan peningkatan kualitas air.

Data kualitatif berupa warna dan aroma Eco-Enzim. Data kualitatif dan

kuantitatif diperoleh dari hasil eksperimen lapangan maupun laboratorium

dengan alat-alat laboratorium sebagai instrumen pengumpul data.

H. Teknik Analisa Data

Data yang terkumpul selama penelitian berupa volume, warna, dan

aroma Eco-Enzim dari setiap bahan limbah organik lokal dianalisis secara

deskriptif. Data berupa daya hambat pertumbuhan bakteri, pertumbuhan

jamur patogen, mortalitas serangga, dan remediasi limbah dianalisis secara

inferensial dengan menggunakan program SPSS versi 23 for windows.


DAFTAR PUSTAKA

Alkadri A. P. S., Asmara D. K. (2020). Pelatihan Pembuatan Eco- Enzyme


Sebagai Hand Sanitizer Dan Desinfektan Pada Masyarakat Dusun
Margo Sari Desa Rasau Jaya Tiga Dalam Upaya Mewujudkan Desa
Mandiri Tangguh Covid-19 Berbasis Eco-Community. Buletin Al-
Ribaath, 17: 98-103
Ariandi dan Khaerati. (2017). Uji Aktivitas Enzim Diastase,
Hidroksimetilfurfural (HMF), Kadar Gula Pereduksi, Dan Kadar Air
Pada Madu Hutan Battang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
(SNP2M), pp.1-4
Arifin W. L., Syambarkah. A., Purbasari S. H., Ria R., Puspita A. V.
(2019). Introduction Of Eco-Enzyme To Support Organic Farming In
Indonesia. As. J. Food Ag-Ind, Special Issue, S356-S359
Dhiman S. (2017). Eco-Enzyme-A Perfect House-Hold Organic Cleanser.
International Journal of Engineering Technology, Management and
Applied Sciences, Volume 5, Issue 11: 19-23
Dhiman S. (2020). Eco-Enzymes-An Approach Towards Reducing
Pollution. Journal of pollution effects and control, Vol. 1, No. 2: 1-7
Fitriani S. D. dan Gatot M. (2020). Gerakan Produktif Dengan Mengolah
Sampah Organik Menjadi Eco-Enzyme Di Tengah Pandemik Covid-
19. Jurma, Vol. 4, No. 1: 48-53
Janarthanan M., Mani K., Raja S. R. S. (2020). Purification of
Contaminated Water Using Eco Enzyme. IOP Conf. Series: Materials
Science and Engineering 955: 1-6
Komala O., Sugiharti D., Darda I. R. (2020). Pengelolaan Sampah
Organik Menggunakan Mikroorganisme. Ekologia, Vol. 12 No.2: 1-8
Kumar N., Rajshree Y.A., Yadav A., Malhotra H. N., Gupta N., Pushp
P. (2019). Validation Of Eco-Enzyme For Improved Water Quality
Effect During Large Public Gathering At River Bank. Int. J. Hum.
Capital Urban Manage, 4(3): 181-188
Larasati D., Astuti P. A., Maharani T. E. (2020). Uji Organoleptik
Produk Eco-Enzyme Dari Limbah Kulit Buah (Studi Kasus Di Kota
Semarang). Seminar Nasional Edusainstek FMIPA UNIMUSL: 278-
283
Mavani K. A. H., Tew M. I., Wong L., Yew S. H., Mahyuddin A.,
Ghazali A. R., and Pow N. H. E. (2020). Antimicrobial Ecacy of
Fruit Peels Eco-Enzyme against Enterococcus faecalis: An In Vitro
Study. Int. J. Environ. Res. Public Health: 1-12
Megah S. I. S., Dewi S. D., Wilany E. (2018). The Utilization Of
Household Waste Used For Medicine And Cleanliness. Minda
Baharu, Volume 2, No 1: 50-58.
Muin R., Hakim I., Febriyansyah A. (2015). Pengaruh Waktu Fermentasi
Dan Konsentrasi Enzim Terhadap Kadar Bioetanol Dalam Proses
Fermentasi Nasi Aking Sebagai Substrat Organik. Jurnal Teknik
Kimia, No. 3, Vol. 21: 59-69
Penmatsa B., Sekhar C. D., Diwakar S. B., TV Nagalakshm. (2019).
Effect of Bio-Enzyme in the Treatment of Fresh Water Bodies.
International Journal of Recent Technology and Engineering (IJRTE),
Volume-8 Issue-1S3: 308-310
Ramadani H. A., Rosalina R., Ningrum S. R. (2019). Pemberdayaan
Kelompok Tani Dusun Puhrejo Dalam Pengolahan Limbah Organik
Kulit Nanas Sebagai Pupuk Cair Eco-Enzim. Prosiding Seminar
Nasional Hayati VII: 1-6
Rasit N. (2019). Production And Characterization Of Eco Enzyme
Produced From Tomato And Orange Wastes And Its Influence On
The Aquaculture Sludge. International Journal of Civil Engineering
and Technology (IJCIET), Volume 10, Issue 03, pp. 967-980
Rochyani N., Utpalasari L. R., Dahliana I. (2020). Analisis Hasil
Konversi Eco Enzyme Menggunakan Nenas (Ananas comosus) Dan
Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Teknik, Volume 5, Nomor 2: 135-
140
Safirah D., Helianti I., Kusumaningrum P. H., Budiharjo A. (2016).
Kloning dan Sekuensing Gen Xilanase dengan Produk Gen Berukuran
30 kDa dari Bacillus halodurans CM1 pada Escherichia coli DH5α.
Bioma, Vol. 18, No. 2: 167-172
Sanjaya A. T. W., Giyanto, Widyastuti G., Santosa A. D. (2020).
Invertase Diversity, Novel Strain and Production Technology
Developmen. Bioteknologi & Biosains Indonesia, Volume 7, Nomor
1: 146-165
Sari P. R., Astuti P. A., Maharani W. T. E. (2020). Pengaruh Ecoenzym
Terhadap Tingkat Keawetan Buah Anggur Merah dan Anggur Hitam.
Higiene, Vol. 6, No. 2: (70-75)
Sayali D. J., Shruti C. S., Shweta S. S., Sudarshan E. P., Akash H. D.,
Shrikant T. P. (2019). Use of Eco Enzymes in Domestic Waste
Water Treatment. International Journal of Innovative Science and
Research Technology, Volume 4, Issue 2: 568-570
Tim Eco enzyme Nusantara. (2020). Modul Belajar Pembuatan Eco-
Enzim 2020. Disampaikan dalam Webinar Nasional Eco-Enzim
Nusantara.
Vama L. and Cherekar N. M. (2020). Production, Extraction And Uses Of
Eco-Enzyme Using Citrus Fruit Waste: Wealth From Waste. Asian Jr.
of Microbiol. Biotech. Env. Sc. Vol. 22 (2) : 346-351
Winata A., Cacik S., Mizan S.. (2017). Pelatihan Pembuatan Garbage
Enzyme Di Desa Grabagan. Proseding Seminar Naional Unirow
Tuban: 140-145
Yuliandewi W. N., Sukerta M. I., Wiswasta A. I. (2016). Utilization of
Organic Garbage as "Eco Garbage Enzyme" for Lettuce Plant Growth
(Lactuca Sativa L.). International Journal of Science and Research
(IJSR), Volume 7 Issue 2: 1521-1525

Anda mungkin juga menyukai