Anda di halaman 1dari 25

1

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk dalam genus Cocos dan dapat tumbuh
dengan mudah di daerah tropis. Tanaman kelapa banyak ditemukan di daerah pantai
karena memerlukan kelembaban yang tinggi. Buah kelapa berbentuk bulat panjang
dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Komposisi buah kelapa terdiri
dari sabut 33 persen, tempurung 12 persen, daging buah 28 persen dan air 25 persen
(Anonim, 2006).
kelapa merupakan salah satu tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia,
karena Indonesia merupakan Negara kepullauan. Upaya untuk meningkatkan daya
guna kelapa dan nilai ekonominya dapat dilakukan denganmenganekaragamkan jenis
produk olahan dari kelapa.
negara Indonesia merupakan penghasil kelapa, produksi buah kelapa
berjumlah 1974.32 ton dengan produktifitas 920 kg/ha. Panen produksi kelapa
diperoleh maksimal 20 buah/biji per pohon dalam 1 kali panen. Dalam 1 tahun panen
bisa lebih dari tiga kali. Produksi yang maksimal bila tanaman dalam keadaan normal
adalah 2000-2500 kg per hektar atau 20-25 kg per pohon (Anonim, 2011 dalam
Kusumawardani, 2011).
Buah kelapa memiliki banyak manfaat mulai dari serabut, tempurung, daging
buah hingga air buah kelapa dapat dimanfaatkan secara baik. Dengan memanfaatkan
teknologi pengolahan tersebut maka dapat meningkatkan nilai ekonomis dari kelapa
sehingga buah kelapa secara keseluruhan dapat dimanfaatkan.

I.2. Tujuan
Adapaun tujuan dari makalah ini yaitu menjelaskan cara pengolahan buah
kelapa mulai dari tempurung, daging dan air kelapa menjadi produk-produk yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
I.3. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan dan
resep baru pengolahan buah kelapa menjadi prduk yang memiliki nilai ekonomis
yang tinggi.

II. PEMBAHASAN

II.1.

Pengolahan Tempurung Kelapa


Dengan perkembangan teknologi yang semakin modern ini maka muncul

berbagai invosi-inovasi terbaruh pengolahan limbah seperti pengolahan limbah


tempurung kelapa. Pengolahan tempurung kelapa dapat dolah menjadi beberapa
produk turunan dari tempurung kelapa diantaranya briket, asap cair dan karbon aktif.
Pengolahan tempurung kelapa dapat dilihat berikut:
1. Pengolahan tempurung kelapa menjadi briket.
Briket arang adalah arang yang telah diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket
yang mempunyai penam[ilan dan kemasan yang lebih menarik dan dapat digunakan
untuk keperluan energy alternative sehari-hari. Briket arang mempunyai banyak
kelebihan yaitu briket arang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi bila dikemas
dengan menarik dibandingkan dengan arang kayu. Adapun kelebihan dari briket
arang yaitu lebih tahan lama waktu simpannya bila dibandingkan dengan arang
biasa,mempunyai panas yang lebih tinggi, tidak berbau (Pari, 2002).
Pembuatan briket tempurung kelapa (Maryono et al., 2013; Hanandito & Willy,
2011 ; Lay & Pasang, 2012)
-

Tempurung kelapa diambil kemudian dibersihkan dan dikeringkan terlebih

dahulu.
Setelah kering, tempurung kelapa dipanaskan didalam tungku (pirolisis) hingga

membentuk arang.
Setelah terbentuk arang, kemudian arang tersebut digiling sampai membentuk
serbuk arang. Serbuk arang tersebut kemudian dicampur dengan perekat,

setelah itu dilakukan pencetakkan


Briket hasil cetakkan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur.

Gambar 1. a) arang tempurung kelapa hasil pirolisis; b) serbuk arang hasil


penggilingan ; c) briket tempurung kelapa (Budy & Nasbey, 2011)
2. Pengolahan tempurung menjadi asap cair
Asap cair atau Liquid Smoke yang lebih dikenal sebagai asap cair merupakan
suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung
maupun langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawasenyawa lain. Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada
pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam
suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap (Draudt, 1963 dalam Yunus, 2011).
Asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperatur
yang terkontrol (Sink dan Hsu, 1977 dalam Yunus, 2011).
Pembuatan asap cair (Yunus, 2011 ; Lay & Pasang, 2012).

1. Sebanyak 100-150 kg tempurung kelapa dimasukkan ke dalam tabung berbahan


stainless stell. Tabung berdiameter dasar 25 cm, tinggi 25 cm, dan kapasitas 200
kg. Untuk menetralisir panas di sekeliling tungku, tabung steinless stell yang
digunakan dilapisi tanah liat. Tabung ditutup rapat sehingga tidak ada udara yang
masuk atau keluar.Pemanas diputar hingga bersuhu 400C selama 3 jam. Walau
tak langsung menyentuh api, tempurung di dalam tabung memanas dan
mengeluarkan asap. Karena tabung tertutup rapat, asap terperangkap dalam
tabung.

2. Lama-kelamaan asap dalam tabung semakin tebal. Akibatnya, asap terdorong ke


pipa kecil yang menghubungkan polisator dengan kondensator. Panjangnya 80
cm dengan diameter 1,25 cm. Tar, jelaga pengotor yang masih terkandung dalam
asap, akan jatuh ke pipa pengeluaran. Itu lanataran bobot jenis tar lebih tinggi
daripada asap. Tar inilah yang berbahaya bagi tubuh jika dikonsumsi, tapi
berguna sebagai pengawet kayu.
3. Asap terus mengalir menuju tangki kondensator setinggi 6 m, diameter 1 m, dan
berisi air dingin. Di dalamnya, terdapat pipa untuk mengalirkan asap yang panas.
Asap masuk melalui pipa itu dan berubah wujud menjadi cairan. Cairan itu,
dialirkan ke bagian bawah drum yang telah dilubangi. Cairan itulah yang disebut
liquid smoke atau asap cair. Dari satu kali proses dituai sebesar 54% asap;
30% arang. Arang diambil setelah tungku dibuka. Asap cair yang dihasilkan
grade ketiga: warna kuning kecoklatan pekat dan beraroma kuat. Asap itu
berfaedah sebagai Penggumpal Karet pengganti asam semut, Pengganti
Antiseptik untuk ikan, menghilangkan jamur dan mengurangi bakteri patogen
yang terdapat di kolam ikan, antiseptik, dan lateks.
4. Karena uap cair masih berwana gelap dan mengandung tar, asap cair
diuapkan kembali ke destilasi. Satu kali destilasi, asap cair berubah
menjadi kuning bening. Aromanya mulai berkurang sehingga asap
kelas II itu diorentasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah
seperti daging, ayam, dan ikan.

5. Asap disuling lagi untuk kedua kalinya. Hasilnya berupa asap cair yang
berwarna putih yang termasuk kelas satu. Lantaran tanpa aroma, asap cair itu
digunakan sebagai bahan pengawet bahan makanan siap saji seperti mie basah,
bakso, dan tahu.

Gambar 2. Produk asap cair


3. Pengolahan tempurung kalapa menjadi arang aktif
Arang aktif adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai
daya serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap.
Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organic maupun
anorganik, tetapi yang biasa beredar di pasaran berasal dari tempurung kelapa, kayu
dan batubara.
Pembuatan arang aktif (Suhartana, 2007 ; Pambayun et al., 2013 ; Lay & Pasang,
2016)
-

Tempurung kelapa dimasukkan kedalam tungku pembakaran pada suhu 170 oC

untuk menghilangkan air dan membuat tempurung kalapa menjadi arang.


Setelah itu, arang tempurung kelapa di karbonkan dalam tungku minim
oksigen (TMO). Kemudian diaktifkan dengan cara direndam dengan larutan
pengaktif seperti ZnCl2 atau Na2CO3 atau dengan cara fisik yaitu pemanasan

dengan injeksi nitrogen.


Hasil perendaman tersebut kemudian dikeringkan dengan oven dengan suhu
400-800oC selama 4 jam. Kemudian dicuci dengan menggunakan air suling
hingga pH netal (=7).

Arang yang telah dicuci dikeringkan dengan oven dengan selama 6 jam.

Sehingga didapatkan karbon aktif yang siap digunakan.


II.2.
Pengolahan daging buah kelapa
II.2.1. Koktail kelapa (Lay & Pasang 2012)
Pengolahan daging buah kelapa muda (Khina) umur buah 8 bulan menjadi
koktil kelapa muda. Daging buah kelapa muda direndam dalam asam sitrat 1%,
selama 5 menit lalu ditambah sirup gula 20%, selanjutnya disterilisasi 115o C selama
15 menit kemudian dimasukkan dalam botol jar dan diexhausting.

Pemanasan

dilanjutkan lagi pada suhu 100o C selama 20 menit, dinginkan dengan air dingin
secara cepat, ditambah asam sitrat sampai pH 4,0, bahan pengawet 0,1% dan flavor
0,1%, lalu ditutup. Mutu produk koktil kelapa dapat dipertahankan sampai 6 minggu.
Selain itu, buah kelapa muda dapat juga diolah sebagai berikut : Air kelapa disaring
dan daging kelapa dikerik, kemudian campuran air kelapa dan daging kelapa
ditambah sirup (kadar total padatan 15 Brix) dan pH 4,5 (penambahan asam sitrat),
dimasukkan dalam kantong plastik tebal 0,07 mm, dipasteurisasi, setelah dingin
disimpan pada suhu 10oC
II.2.2. Selai kelapa (Lay & Pasang, 2012)
Pengolahan selai kelapa muda diperlukan penambahan gula. Perbandingan
daging kelapa muda umur 8-9 bulan dan gula 1:1. Untuk pengolahan selai dibutuhkan
bahan yang dapat memberikan tingkat homogenitas tinggi. Kadar protein,
galaktomanan dan fosfolipida tinggi, menunjang sifat yang dibutuhkan produk selai.
Pengolahan selai dilakukan dengan cara: daging buah kelapa muda dihaluskan
lalu dimasak sambil diaduk, disamping itu gula dimasak sampai agak berubah warna
seperti karamel, kemudian dituangkan ke dalam adonan daging kelapa muda yang
mulai masak. Campuran tersebut dimasak lagi sambil diaduk hingga berbentuk pasta,
kemudian ditambah natrium benzoat 0,1% dan asam sitrat 0,05%, dikemas pada
kemasan botol, dan produk ini dapat disimpan selama 2 bulan.
II.2.3. Minyak kelapa

Pengolahan minyak cara kering skala kecil yang dikembangkan di Sri Lanka
dengan metode Intermediate Moisture Content (IMC) adalah sebagai berikut : kelapa
diparut dan dikeringkan dengan sinar matahari, kelapa parut kering (kadar air 1112%) dikempa dengan alat semi mekanis menghasilkan minyak tidak berwarna,
aroma khas, kadar air 0,1%, kadar ALB 0,1% dengan hasil samping bungkil putih.
Kelemahan metode IMC adalah kapasitas olah rendah 200 butir per hari dan
pengeringan ampas kelapa tergantung cuaca. Teknologi ini lebih sesuai pada daerah
dengan upah tenaga kerja rendah dan terdapat industry pengolahan yang
menggunakan bahan baku bungkil putih.
Pengolahan minyak kelapa cara kering sistem mekanis dengan skala
menengah yang populer adalah metode Tinytech Oil Mill (TOM) dari India dan
metode direct micro expelling system (DMES) dari Australia. Metode TOM
menggunakan bahan baku kopra dengan kapasitas olah 3 ton kopra/hari. Kopra
dengan digiling dan dipanaskan, dikempa dan disaring untuk memperoleh minyak
kelapa kasar dan bungkil. Metode DMES menggunakan cara pengolahan daging
kelapa segar dengan kapasitas olah untuk 24 jam operasi adalah 60-150 kg minyak
murni . Daging kelapa diparut, dikeringkan dengan sistem oven, dan dikempa untuk
menghasilkan minyak berkadar ALB kurang dari 0,02%.
Teknologi pengolahan cara kering yang menggunakan bahan baku kopra telah
berkembang secara luas sampai sekarang dalam industri pengolahan minyak kelapa
skala besar, yakni : (a) pengolahan minyak kelapa kasar dengan sistem kempa
mekanis kapasitas 20-150 ton kopra/hari, (b) pengolahan minyak kelapa kasar dengan
bahan pelarut kapasitas 150 ton kopra/hari dan (c) pengolahan minyak makan dan
tepung kelapa kapasitas 150 ton kopra/hari.
Pengolahan minyak kelapa cara basah (Wet process) adalah cara pengolahan
minyak melalui proses santan terlebih dahulu. Santan difermentasi atau dimasak,
disaring untuk memperoleh minyak kelapa. Pengolahan minyak cara basah di tingkat
petani mempunyai kapasitas olah rendah, tidak efisien, dan minyak mudah tengik

karena pemasakan kurang sempurna. Minyak kelapa yang diolah secara tradisional
dengan cara basah dikenal dengan nama minyak klentik.
Pada tahun 1971, pengolahan minyak cara basah yang dikenal dengan metode
Aqueous Process mulai dikembangkan. Teknik pengolahannya adalah daging kelapa
diparut, ditambahkan air dengan perbandingan 1:1, dikempa untuk memperoleh
santan. Santan disentrifuse menghasilkan tiga lapisan yakni krim (lapisan atas), skim
(lapisan tengah) dan residu (lapisan bawah). Pada proses lanjut, krim akan
menghasilkan minyak, skim menghasilkan cocopro syrup, dan residu menghasilkan
cocotein. Minyak yang dihasilkan bermutu tinggi, dikategorikan sebagai minyak
murni (clear oil atau natural oil), dan hasil ikutannya berupa tepung kelapa dan arang
(Hagenmaier, 1977).
II.2.4. Coconut milk (Kartika Sari, 2011)
Coconut milk merupakan emulsi minyak dalam air sehingga berupa larutan
pekat dan berwarna putih, mempunyai aroma kelapa. Coconut milk dikenal dengan
nama dagang seperti : coconut cream, natural coco-extract, dan creama de coco.
Spesifikasi produk coconut milk sangat tergantung dari tingkat kematangan buah
kelapa sebagai bahan baku utama, sehingga komposisi produk pada beberapa negara
berbeda pula.

Gambar 3. Produk coconut milk


Pembuatan coconut milk dapat dilakukan dengan cara ekstraksi daging buah
kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Beberapa tahun perkembangan dalam
teknologi memicu modifikasi terhadap pengolahan awal daging buah kelapa serta

10

beberapa penambahan bahan kimia dalam menghasilkan produk santan berkualitas.


Macam proses pembuatan coconut milk adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan coconut milk dengan metode hagenmaier
Pada pembuatan coconut milk, secara umum bahan baku yang
digunakan adalah buah kelapa masak yang sudah disimpan 45 60 hari.
Buah kelapa

pertama-tama dikupas sabutnya (dehusking), kemudian

dilakukan pemecahan dan

pemisahan tempurung (deshelling) sehingga

dihasilkan daging buah, tempurung, dan air kelapa. Kulit air yang masih
melekat pada daging buah, kemudian dikupas

(paring) dan dipisahkan.

Daging buah kemudian dicuci dengan air untuk memisahkan kotoran yang
terikut pada proses sebelumnya.
Pada proses Hagenmaier yang merupakan proses tertua (sejak 1977),
Daging buah yang sudah dicuci kemudian dihaluskan pada hammer mill
dengan ukuran produk 30 mesh. Daging buah halus kemudian diumpankan ke
proses

pembuatan pulp kelapa (comminution) dengan penambahan air.

Penambahan air berkisar antara 35% - 100% berat daging buah halus dengan
suhu operasi 22,2C - 60C. Pulp yang terbentuk kemudian difiltrasi dengan
cara ditekan dengan tekanan 140 psi pada leaf filter (hydraulic press) atau
dapat juga menggunakan

screw press. Ampas yang dihasilkan kemudian

dipisahkan dari filtrat yang berupa coconut milk kemudian disaring kembali
pada centrifuge untuk memisahkan kotoran terikut. Coconut milk kemudian
dipanaskan (pasteurization) pada suhu 115,6C secara cepat untuk kemudian
didinginkan sampai suhu 38C dan siap untuk dikemas.

11

Gambar 4. Diagram alir pembutan coconut milk metode Hagenmaier


2. Pembuatan coconut milk dengan metode APCC
Pada proses yang dikemukakan oleh Asia Pacific Coconut
Community , APCC (sejak 1980), daging buah yang sudah dikupas sabut,
tempurung dan kulit arinya kemudian dicuci dengan air panas selama 90
detik dan kemudian dihaluskan pada grinder / disintegrator. Daging buah
halus kemudian diperas dengan cara ditekan (hydraulic press), kemudian
hasilnya difiltrasi untuk memisahkan ampas. Coconut milk kemudian
dipanaskan (pasteurization) pada

suhu 80C selama 6 menit dengan

ditambahkan air setara dengan berat coconut milk, serta stabilizer sebesar 3%
dari larutan. Produk kemudian dihomogenisasi dan langsung dikemas dalam
keadaan panas pada kaleng. Kaleng kemudian dipanaskan sampai 121C

12

pada retort selama 45 menit (proses seaming kaleng) dan didinginkan untuk
disimpan.

gambar 5. Diagram alir pembuatan coconut milk dengan metode APCC


3. Pembuatan coconut milk dengan metode Linden
Pada proses Linden (sejak 1999), daging buah yang sudah dikupas
sabut, tempurung dan kulit arinya kemudian dicuci dengan air dan ditambahkan
sodium

metabisulphite dengan perbandingan 1 gram tiap 1 kelapa. Sodium

metabisulphite berfungsi untuk menghilangkan residu dan mempercepat proses


pelunakan daging buah kelapa. Suhu operasi pencucian dijaga dibawah 84C
(apabila diatas 84C terjadi koagulasi protein) dengan waktu tinggal selama 1 2
jam. (Linden EAP)
Daging buah yang sudah dicuci kemudian dihaluskan pada hammer mill
dengan ukuran produk 1000 1500 micron (100 150 mesh) atau lebih kecil.
Daging buah kemudian diektrasi dengan perbandingan air 2 : 1 dan suhu operasi

13

60C - 70C. Pulp yang terbentuk kemudian difiltrasi dengan screw press. Ampas
yang dihasilkan kemudian dipisahkan dari filtrat yang berupa coconut milk dan
kemudian dipanaskan (pasteurization) pada suhu 70C dengan penambahan
stabilizer berupa 600 ppm sodium metabisulphite dan 240 gr pectin (starch).
Coconut milk setelah proses sterilisasi kemudian dihomogenkan pada
homogenizer untuk kemudian didinginkan dan siap dikemas. (Linden EAP)

gambar 6. Diagram alir pembuatan coconut milk dengan metode Linden


II.2.5. Pengolahan VCO
VCO adalah minyak yang terdapat dari daging kelapa, berwarna putih, bisa
didapatkan dengan pemanasan rendah atau tanpa pemanasan, tetapi tidak boleh
ditambahkan dengan suatu bahan tambahan apapun. VCO memiliki sifat organoleptic
warna yang bening sebening air dan tidak berwarna. VCO dengan kualitas bagus,
akan tahan sampai usia 2 tahun dalam kondisi tetap bening dan tidak berwarna.
Seperti bahan dasarnya, VCO memiliki aroma kelapa (tingkat ringan sampai tingkat
sedang), berasa hampir seperti air, dan karena dengan pengolahan yang khusus, VCO
tidak bersifat mudah tengik atau rusak.

14

Berdasarkan cara pengolahannya, teknik produksi VCO terbagi ke dalam 3


kelompok besar, yaitu: 1) metode tradisional, 2) metode pengeringan dan
pengepresan semi basah, dan 3) metode wet milling, yaitu metode kombinasi antara
pemarutan dan pemerasan dengan pemisahan minyak dengan teknik fermentasi,
pemancingan dengan VCO, dan teknik sentrifugasi.
1. Cara tradisional
Metode tradisional adalah metode sederhana dengan memodifikasi
metode yang telah biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak turun
termurun dari nenek moyang. Kelapa dibuat santan dan didiamkan selama 1-5
jam atau lebih sampai terbentuk krim (bagian putih). Bagian krim kemudian
dipisahkan dari skim dan endapan. Krim tersebut kemudian dipanaskan sehingga
minyak menjadi terpisah. Minyak yang didapat kemudian dipanaskan atau
didiamkan kembali dan disaring untuk menjadikannya bening dan tidak berwarna.
2. Metode pengeringan semi basah dan pengepresan (Intermediete Moisture
Content, IMC)
Prinsip pengolahan dengan teknik IMC adalah proses pengeringan kelapa
yang telah diparut dengan suhu sedang, yaitu 50-60C selama 70-85 menit dan
proses pengepresan dengan menggunakan screw press sehingga dihasilkan
minyak. Minyak yang terbentuk kemudian disaring terlebih dahulu untuk
mendapatkan VCO.
3a. Metode wet milling dengan fermentasi (penambahan ragi roti) (Martini et al.,
2010)
Kekhususan metoded ini adalah penambahan ragi dan difermentasikan
dalam kurun waktu tertentu, yaitu selama 10-14 jam untuk didapatkan minyak
yang terpisah.
3b. Metode Wet Milling dengan teknik pemancingan tanpa panas
Pengolahan dilakukan dengan menambah VCO yang telah jadi terhadap
minyak yang dihasilkan dengan perbandingan 1: 3 sampai 1:5. hingga terbentuk

15

minyak VCO yang baru. Tahapan pengolahan dengan teknik pemancingan adalah
sebagai berikut:
1. Pilih kelapa yang cukup umur dan segar, cuci bersih dan diparut
2. Santankan dengan menambah 2 liter air untuk tiap 1 kg kelapa parut
3. Taruh santan di wadah plastik tembus pandang dan diamkan selama 2-3
jam,sehingga terbentuk dua lapisan : krim santan dan air.
4. Ambil krim santan dengan cara menyendok perlahan-lahan. Simpan di wadah
plastik yang tembus pandang.
5. Campur krim santan dengan minyak VCO (yang sudah jadi) dengan
perbandingan 3-5 : 1, kemudian aduk rata selama 20 menit.
6. Biarkan dan lihat reaksinya. Mulai pada jam ke-8, pada wadah akan terbentuk
3 lapisan : Minyak murni, blondo dan air.
7. Sendoki minyak perlahan-lahan lalu saring dengan kertas saring.
8. Minyak ini yang disebut VCO. Minyak akan terus terbentuk sampai lebih
kurang jam ke-16.
9. Setelah selesai pisahkan dan ambil blondo. Masak blondo dengan api sedang.
Blondo ini bisa menghasilkan minyak kualitas kedua (K-2). Untuk
mendapatkan 1 liter VCO, dibutuhkan sekitar 10-12 butir kelapa.
3c. metode Wet Milling dengan Metode sentrifugasi
Teknik sentrifugal ditujukan untuk memisahkan emulsi. Teknologi ini telah
banyak dipakai oleh produsen dalam negeri yang umumnya dilakukan dengan
digabungkan dengan teknik pendinginan ataupun pembekuan sehingga dapat
memisahkan emulsi.

1. Santan dibekukan frezer khusus cepat beku agar pemisahan air dan endapan
kelapa parut lebih cepat. Dalam waktu 30 menit, krim kaya minyak terlihat di
bagian atas.
2. Air yang telah terpisah dari ampas diputar dengan kecepatan 900 rpm (rotate
per minute) pada mesin sentrifugal. Tiga lapisan terpisah satu samam lain
terbentuk dari proses itu; blondo, air, dan minyak.
3. Tahap akhir, penyaringan menggunakan kain saring untuk menjaring partikel
kecil yang dapat menjadi endapan.
2.2.6. Desicated coconut

16

Desiccated coconut (kelapa parut kering) merupakan salah satu produk yang
menggunakan daging buah kelapa sebagai bahan baku. Desiccated coconut berwarna
putih, memiliki rasa dan bau khas kelapa. Kelapa parut kering memiliki ukuran
partikel, yaitu extra fine, fine, macaroon, medium, coarse, shreds and treads, dan
sliced, dan yang umum diperdagangkan adalah medium, macaroon dan extra fine.
Karakteristik kima dan fisik kelapa parut kering: kadar lemak 65-71 %, asam lemak
bebas 0,15-0,30, bakteri (Samonella) negatif, warna putih, dan kadar air 2,5-3,5 %.
Desiccated coconut dimanfaatkan secara luas pada industri konveksionari
(candy) sebagai bahan penambah aroma dalam pembuatan coklat batangan atau
sebagai pengisi produk berbasis kacang-kacangan, industri pengolahan kue, industri
es krim, dan konsumsi rumah tangga. Pengolahan desiccated coconut prinsipnya
mengeringkan daging buah kelapa pada kondisi yang higienis. Tahap-tahap
pengolahan desiccated coconut meliputi seleksi bahan baku, pengeluaran tempurung
dan kulit ari, pencucian dan stabilisasi, penggilingan/pemarutan, pengeringan,
pendinginan dan pengemasan.
2.2.7. Tepung ampas kelapa
Ampas kelapa dari jenis kelapa umur 11-12 bulan, diperoleh kadar protein
4,11%, serat kasar 30,58%, lemak 15,89%, kadar air 4,65%, kadar abu 0.66% dan
karbohidrat 74,69%. Tepung adalah bahan baku pada pembuatan berbagai jenis
makanan (kue), selain berfungsi sebagai sumber pati (gizi), juga pembentuk struktur.
Sifat fisik tepung yang diperhatikan adalah harus berwarna putih dan tidak
bergumpal.
Kadar serat kasar yang tinggi (30,58 %) dari tepung dari ampas kelapa sangat
baik digunakan sebagai salah satu bahan dalam membuat formula makanan, khusus
bagi konsumen yang berisiko tinggi terhadap obesitas, kardiovaskuler dan lain-lain.
Tepung kelapa hanya diolah dari hasil samping pembuatan santan, maka bahan baku
yang digunakan sebaiknya mengikuti bahan baku pembuatan santan. Untuk
memperpanjang daya simpan ampas kelapa sebaiknya dikeringkan sapai kadar air

17

berkisar 12 - 13%. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari atau


menggunakan oven dengan suhu pengeringan 55-60o C.

18

2.3. Pengolahan air kelapa


2.3.1. Cuka Air Kelapa
Memproduksi cuka dari air kelapa membutuhkan penambahan gula sebesar
10-12%, karena kandungan gula yang rendah pada air kelapa (mengandung 2.6%
gula). Fermentasi cuka dimulai pada saat terbentuk 5% etanol pada air kelapa
(Sanchez, 1990) namun hal ini akan sedikit mengalami masalah Halal jika pada
awalnya air kelapa disengaja difermentasikan untuk menghasilkan etanol (alkohol).
Cara lain adalah dengan memberi starter (Acetobacter aceti) secara langsung tanpa
melakukan tahap fermentasi alcohol terlebih dahulu, sehingga fermentasi alkohol
spontan yang terjadi dapat langsung terfermentasi menjadi asam asetat.
Produksi cuka dari air kelapa secara sederhana terdiri dari beberapa tahapan.
Tahap pertama adalah persiapan bahan baku air kelapa yang membutuhkan
penyaringan untuk meghilangkan kotoran yang ikut terbawa, dan dilanjutkan dengan
pasteurisasi untuk membunuh bakteri patogen yang berbahaya, dan pendinginan.
Tahap kedua adalah peningkatan kadar gula untuk memungkinkan fermentasi
berjalan, dan pencampuran dengan starter. Starter adalah campuran cuka yang telah
mengandung bakteri asetat penghasil asamasetat (Acetobacter aceti) yang
dicampurkan dengan air kelapa untuk memulai fermentasi menghasilkan cuka. Tahap
berikutnya adalah fermentasi untuk menghasilkan asam asetat, dan pada tahapan ini
diperlukan supply udara (oksigen) yang tepat untuk menjamin kondisi fermentasi
yang optimum. Selanjutnya adalah pemanenan cuka yang mengandung 4-5% asam
cuka untuk dikemas (pembotolan) dan pasteurisasi untuk membunuh bakteri asetat
tersbut. Skema produksi cuka dari air kelapa adalah sebagai berikut:.

19

Gambar 8. Diagram alir umum proses pembuatan cuka air kelapa


Tahap fermentasi secara optimal dapat dilakukan dengan memanfaatkan
peralatan acetator yang sederhana namun efektif. Contoh penggunaan dan perakitan
Acetator sudah banyak dilakukan oleh produsen cuka air kelapa di Filipina, dengan
memanfaatkan teknologi dan sumberdaya lokal. Sehingga teknologi aplikatif seperti
itu sangat mungkin digunakan di Indonesia.

Gambar 9. Beberapa merk cuka air kelapa

20

2.3.2. kecap air kelapa


Kecap merupakan salah satu jenis bumbu masakan yang banyak disukai.
Biasanya digunakan untuk campuran makan bubur, bakso, soto, sate dan banyak lagi
makanan lainnya, dan bahkan penggunaannya telah sampai kepedalaman. Pada
prinsipnya, pembuatan kecap dan air buah kelapa sama dengan pembuatan kecap dan
kacang kedelai; bahkan jauh lebih mudah dan tidak memakan waktu pembuatan yang
terlalu lama.
Menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 32 th 1974), kecap adalah cairan
kental yang mengandung protein yang diperoleh dari rebusan kedelai yang telah
diragikan dan ditambahkan gula, garam serta rempah-rempah. Pembuatan kecap di
Indonesia kebanyakan dilakukan secara tradisional yaitu dengan fermentasi oleh
kapang.
Keuntungan pembuatan kecap dan air kelapa antara lain prosesnya lebih cepat
dan lebih mudah dan pada pembuatan kecap dan kedelai. Dengan penambahan
kedelai atau tempe (1 kg / I0 liter untuk mutu I dan 0,7 kg /10 liter untuk mutu II),
kandungan proteinnya dapat memenuhi syarat mutu kecap.
Cara Pembuatan :

1. Pekak dan ketumbar disangrai sampai harum, kemudian dihaluskan bersamasama dengan bumbu lain kecuali gula dan garam.
2. Bumbu halus direbus bersama-sama dengan air kelapa sampai mendidih,
kemudian disaring dengan kain saring.
3. Gula merah ditumbuk halus.
4. Selanjutnya masukkan gula, garam, karamel dan gum arab, rebus kembali
sampai mendidih dan segera dikemas dengan botol steril. Bila ingin rasa asin
garam bisa ditambah sesuai selera.

21

Gambar 10. Diagram alir pembuatan kecap asin dan kecap manis
2.3.2. sirup kelapa (Yanti &Asni, 2007)
Proses pengolahan sirup air kelapa dilakukan dengan cara penambahan gula
pada air kelapa, yang kemudian dipanaskan, dan setelah mendidih dimasukkan ke
dalam botol. Untuk membuat sirup air kelapa yang memenuhi standard yang perlu
diperhatikan adalah kualitas fisiko kimia, dan organoleptik, yang mengacu pada
persyaratan mutu yang telah ditetapkan oleh SNI
Sirup yang dibuat secara umum memiliki kandungan gula yang tinggi, karena
dalam penyajiannya dibutuhkan pengenceran dengan sejumlah air. Oleh karena itu
penambahan sukrosa (gula pasir) ke dalam bahan baku menjadi mutlak, sehingga

22

sampai seberapa tepat konsentrasi gula yang dipakai sangat mempengaruhi kualitas
fisik kimia dan organoleptik sirup yang dihasilkan. Selain berpengaruh pada daya
simpan sirup air kelapa, juga berpengaruh pada nilai ekonomis sirup air kelapa ini
jika nanti akan dipasarkan. Konsentrasi gula untuk pengolahan sirup air kelapa
sekitar 65%. Penambahan CMC pada sirup air kelapa dapat meningkatkan kualitas
sirup, dan CMC juga dapat meningkatkan kekentalan serta memperbaiki penampakan
sirup menjadi lebih homogen. Bahan yang digunakan adalah air kelapa matang (tua),
gula pasir, CMC, asam sitrat, esense, dan Natrium benzoate.

Gambar 11. Diagram alir pembuatan sirup kelapa.

23

III.KESIMPULAN

III.1.

Kesimpulan
Kelapa merupakan produk yang memiliki potensi besar untukdijadikan

manfaat yang dapat menambah nilai ekonomis dari kelapa. Kelapa dapat di olah
mejadi beberapa produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti arang aktif,
briket tempurung kelapa, asap cari dari tempurung kelapa, minyak kelapa, minyak
kelapa murni, coconut milk, kelapa parut kering, VCO, tepung ampas kelapa, kecap
air kelapa, sirup air kelapa.

24

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Inovasi pembuatan asap cair dari tempurung kelapa.


http://riau.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/PDF/inovasi
%20teknologi%20asap%20cair%20dari%20tempurung%20kelapa.pdf.
(dikases tanggal 7 oktober 2016).
Anonim. 2012. Pengolahan kelapa menjadi produk komersial. Materi Pelatihan
teknologi inovasi pengolahan dan pengemasan kelapa. UPN. Jawa Timur.
Anonim. 2006. Aneka Hasil Olahan kelapa. E-bookpangan.com
Budi, E., dan H, Nasbey. 2011. Pemanfaatan briket arang tempurung kelapa sebagai
bahan bakar pengganti. Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol 12(2).
Hanandito, L., dan S, Willy. 2011. Pembuatan briket arang tempurung kelapa dari sisa
bahan bakar pengasapan ikan kelurahan Bandarharjo Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/36696/1/3.Artikel_Ilmiah.pdf (diakses pada 5
oktober 2016).
Irtasari. 2015. Kandungan protein pada kecap air kelapa dengan penambahan tepung
belalang kayu dan sari buah nanas. Skripsi. Fakultas keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Kartikasari, P. P. 2011. Pra rencana pabrik coconut milk dengan buah kelapa dengan
proses pasteurisasi (Linden). Tugas Akhir. Fakultas Teknologi Industri.
Universitas Pembangunan Veteran. Jawa Timur.
Lay, A., dan P. M. Pasang. 2012. Strategi dan implementasi pengembangan produk
kelapa masa depan. Prespektif. Vol.11(1); 1-22.
Martini, S., A. Lindawati, A. A. Oka, I. A. Utami & A. A. S. Kartini. Peningkatan
teknik pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa bermutu (VCO)
melalui proses fermentasi. Udayana Mengabdi. Vol. 9(2); 108-110.
Maryono, Sudding dan Rahmawati. 2013. Pembuatan dan analisis mutu briket arang
tempurung kelapa ditinjau dari kadar kanji. Jurnal chemical. Vol.14(1); 74-83.
Pambayun, G.S., R. Y.E. Yulianto, M. Rachimoellah, E. M. M. Putri. 2013.
Pembuatan karbon aktif dari arang tempurung kelapa dengan activator ZnCl2

25

dan Na2CO3 sebagai adsorben untuk mengurangi kadar fenol dalam air
limbah. Jurnal Teknik Pomits. Vol 2(1); 116-120.
Setiaji, A. H. B. 2011. Pengembangan pengolahan kelapa terpadu untuk industri kecil
diperdesaan. Bulletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 7(2).
Suhartana. 2007. Pemanfaatan tempurung kelapa sebagai bahan baku arang aktif dan
aplikasinya dalam penjernihan air limbah industri petis di tambak lorok
Semarang. Momentum. Vol3(2); 10-15.
Yanti, L. dan N. Asni. 2007. Teknologi pengolahan sirup kelapa ramah lingkingan
untuk pemberdayaan petani di lahan pasang surut provinsi jambi. Prosiding
kkonferensi nasional kelapa VIII.
Yunus, M. 2011. Teknologi pembuatan asap cair dari tempurung kelapa sebagai
pengawet makanan. Jurnal sains dan inovasi, 7(1); 53-61.

Anda mungkin juga menyukai