Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENGEMASAN


MAKANAN

Disusun Oleh :
Jati Bayu Wardhana

(21030114410002)

I Gusti Ngurah W

(21030114410008)

Program Magister Teknik Kimia


Universitas Diponegoro
2015

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS TEKNIK

Jl. Prof. H . Soedarto, SH, Kampus Tembalang Semarang 50239 Telp. (024)
7460058, Fax. (024) 7460055
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas ini telah diselesaikan oleh :


Jati Bayu Wardhana

(21030114410002)

I Gusti Ngurah W

(21030114410008)

Mata Kuliah : Fenomena Perpindahan Lanjut

Semarang , Juni 2015


Mengetahui,
Dosen Pengampu

Dr. Dyah Hesti Suse

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam industri pangan, pengemasan merupakan salah satu cara untuk membantu
melindungi bahan pangan dari kerusakan, melindungi bahan yang adadi dalamnya dari
pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dangetaran mikrobiologis selama
pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran. Pengemasan menjadi hal yang sangat penting
karena akan memudahkan dalam kegiatan transportasi dan penyimpanan. Teknologi
pengemasan dan pemilihan jenis bahan pengemas dirancang sedemikian rupa sehingga bahan
pangan dapat terhindar dari serangan serangga, mikrobia maupun terpapar cahaya matahari
secara langsung. Selain itu dapat menghasilkan produk pangan yang memiliki daya simpan
yang relatif lebih lama dengan kandungan nilai nutrisi yang relatif masih baik.
Pengemasan juga dapat meningkatkan nilai tambah untuk bahan yang dikemas. Bahan
atau produk menjadi lebih menarik dan harga jualnya lebih tinggi dalam persaingan di dunia
pemasaran merupakan hal yang wajar. Salah satu diantaranya adalah membuat desain
kemasan

produk yang menarik

sehingga

dapat

mengundang

konsumen

untuk

membeli produk yang dipasarkan.


Desain kemasan belum begitu populer, karena pemahaman tentang manfaatnya belum
dirasakan. Disamping itu untuk usaha-usaha mikro dan idustri kecil rumahan, kemasan masih
dipandang hanya sebagai pembungkus semata bukan sebagai media pemikat konsumen.
Demikian juga kemasan masih dianggap penyebab ongkos produksi tinggi.
Salah satu produk pangan yang mengutamakan pengemasan produknya adalah Butter
atau mentega. Butter merupakan produk olahan susu yang berwujud semisolid dan butuh
pengemasan yang khusus untuk menjaga kualitasnya. Pengemasan

Butter dapat

menggunakan dua macam wadah, yaitu wadah utama atau wadah yang langsung
berhubungan dengan bahan pangan dan wadah kedua atau wadah yang tidak langsung
berhubungan dengan bahan pangan. Pengemasan Butter akan dibahas lebih lanjut mengenai
jenis kemasan, tujuan serta manfaat penggunaan kemasan untuk produk Butter.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi
bahan pangan untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Puspita,
2014). Pengemasan adalah suatu cara atau suatu perlakuan pengamanan terhadap bahan atau
produk agar bahan dan produk tersebut baik yang belum maupun yang sudah mengalami
pengolahan sampai ke tangan konsumen dengan selamat. Pelaksanaan pengemasan meliputi
gabungan antara seni, ilmu dan teknologi penyiapan bahan, untuk pengangkutan dan
penjualan, karena pengemasan harus mampu melindungi bahan yang akan dijual dan menjual
bahan yang dilindungi.
Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap
mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat lainnya.
Melindungi kandungan airnya berarti bahwa makanan di dalamnya tidak boleh menyerap air
dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang kadar airnya sehingga wadah harus kedap air.
Perlindungan terhadap bau dan gas ditujukan agar bau atau gas yang tidak diinginkan tidak
dapat masuk melalui wadah tersebut.
2. Tujuan Pengemasan
Kemasan yang memenuhi syarat untuk pengemasan bahan pangan adalah yang
mempunyai sifat :
1. Kuat

untuk

melindungi

bahan

selama

penyimpanan,

transportasi

dan

penumpukan.
2. Tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas.
3. Bentuk sesuai dengan cara penanganan dan pemasarannya.
4. Sifat permeabilitas film kemasan sesuai dengan laju kegiatan respirasi bahan yang
dikemas dan biaya kemasman sesuai dengan bahan yang dikemas.
Pengemasan memiliki peranan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan dan
proses pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi (Puspita,
2014). Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan memegang
peranan penting dalam pengawetan bahan atau suatu produk. Pada umumnya pengemasan
berfungsi untuk menempatkan bahan, hasil pengolahan atau hasil industri ada dalam bentukbentuk yang memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan distribusi ke konsumen. Tujuan
dari pengemasan adalah :

a. Melindungi bahan terhadap kontaminasi dari luar, baik dari mikroorganisme


maupun kotoran-kotoran serta gigitan serangga dan binatang pengerat.
b. Menghindari terjadinya penurunan atau peningkatan kadar air produk yang
dikemas. Jadi produk yang dikemas tersebut tidak boleh berkurang atau bertambah
kadar airnya karena pengaruh kadar uap air dari atmosfer.
c. Menghindari terjadinya penurunan kadar lemak produk yang dikemasnya seperti
pada pengemasan mentega digunakan pengemas yang tidak bisa ditembus lemak.
d. Mencegah masuknya bau dan gas-gas yang tidak diinginkan dan mencegah
keluarnya bau dan gas-gas yang diinginkan.
e. Melindungi produk yang dikemas terhadap pengaruh sinar. Hal ini ditujukan untuk
produk pangan yang tidak tahan terhadap sinar seperti minyak dikemas dalam
pengemas yang tidak tembus sinar.
f. Melindungi produk dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik seperti : gesekan,
benturan dan getaran.
g. Membantu konsumen untuk melihat produk yang diinginkan. Misalnya dengan
digunakan pengemas yang transparan (tembus pandang).
3. Jenis Pengemasan
Bahan kemasan secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu kemasan produk pangan
dan kemasan produk non pangan. Kemasan produk pangan umumnya menuntut jaminan
keamanan lebih daripada kemasan produk non pangan. Beberapa jenis kemasan yang sering
digunakan sebagai pembungkus produk pangan (Azriani, Y. 2006) adalah sebagai berikut:
1

Kemasan plastik, biasanya digunakan sebagai kemasan primer, sekunder dan


perkembanganya relatif stabil.

Kemasan kertas, karton, biasa digunakan sebagai kemasan primer dan sekunder,
perkembangan dari kemasan keton juga relatif stabil.

Kemasan fleksibel, digunakan sebagai kemasan primer dan perkembangannya


meningkat pesat.

Kemasan gelas, digunakan sebagai kemasan primer, perkembangan dari kemasan


gelas ini relatif stabil.

Kemasan logam, digunakan sebagai kemasna primer dan sekunder, perkembangannya


relatif menurun dengan pesat.

Kemasan karung dan kayu, digunakan sebagai kemasan primer dan sekunder,
perkembangan kemasannya relatif stabil.

4. Butter (Mentega)

Butter atau mentega merupakan salah satu produk pangan yang terbuat dari susu atau
produk susu (hewani) yang sedikitnya mengandung 80% lemak susu. Butter lebih mudah
meleleh bila disimpan pada suhu ruang. Tekstur Butter lembut, semipadat mirip lilin. Jika
berminyak atau lengket, berarti kondisi Butter sudah tidak baik.Teksturnya yang sangat
lembut, rasanya yang gurih dan aromanya harum (wangi susu) sangat mudah meleleh pada
temperatur hangat. Warnanya kuning pucat (lebih muda daripada margarin) memiliki
kandungan vitamin A, D, E, K yang tidak larut dalam air. Warna mentega yang baik adalah
antara kuning muda atau pucat hingga kuning tua. Warna ini berasal dari betakaroten krim
atau kepala susu yang dipakai. Jika susu yang digunakan berasal dari sapi yang diberi pakan
biji-bijian dan banyak mengandung betakaroten, maka warna Butter akan sangat baik. Warna
yang tidak merata pertanda adanya bakteri atau mikroba yang mulai merusak Butter.
Butter memberikan nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan margarin karena dapat
memberikan rasa kenyang yang lebih serta aromanya yang kuat. Aroma Butter terbentuk dari
berbagai senyawa kimia seperti diasetil, lakton, butirat, dan laktat. Butter atau mentega yang
baik harus bebas dari bau rasa tengik, pahit dan asam. Butter mengandung jumlah lemak
jenuh yang tinggi sehingga kadar kolesterol pada Butter relatif tinggi. Tingginya kadar lemak
jenuh berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) yang biasanya
berhubungan dengan penyakit jantung. Daya emulsi Butter juga kurang baik, sehingga jika
digunakan dalam pembuatan kue akan menghasilkan tekstur kue yang kurang kokoh.
Berdasarkan rasanya, Butter dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Unsalted Butter (mentega
tawar) dan Salted Butter (yang dalam proses pembuatannya ditambahkan garam). Beberapa
contoh merek dagang produk Butter yang dijual dipasaran, seperti: Wijsman (hanya salted
butter), Elle & Vire, Orchid, Blue Triangle, Anchor, dan Golden Fern.
5. Packaging of Butter
Terdapat berbagai macam jenis kemasan untuk produk Butter yang ada di pasaran saat
ini. Wadah kemasannya ada yang terbuat dari bahan logam (kaleng), plastik dan aluminium
foil. Semua kemasan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing masing. Produk
Butter yang banyak ditemui di pasaran biasanya menggunakan wadah kemasan berbahan
dasar plastik atau aluminium foil, tergantung dari komposisi produk Butter tersebut.
Menurut UU RI No .7 tahun 1996 terdapat informasi wajib yang harus disertakan
dalam kemasan pangan antara lain :
Merek dagang
Ijin edar
Nama produk

Keterangan tentang halal


Daftar bahan yang digunakan atau komposisi
Nama dan alamat yang memproduksi
Berat/isi
Tanggal,bulan, tahun kadaluarsa
Petunjuk penyimpanan
Petunjuk penggunaan
Nilai gizi
Pernyataan khusus (susu, babi, makanan bayi, pemanis buatan, pengganti ASI,
bahan tambahan, bahan iradiasi)

5.1 Kemasan Butter dari Plastik


Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam
perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifatsifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai
yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan
membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersamasama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika
teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras.
Pada kemasan plastik, perubahan fisika-kimia pada wadah dan makanannya
sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju
perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat. Banyak
ragam kemasan plastik untuk makanan dan minuman, beberapa contoh misalnya:
polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan,
polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan
melamin formaldehid. Plastik diatas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda
maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat
menghasilkan ratusan jenis kemasan.
Sekarang telah terjadi perubahan permintaan konsumen dan pasar akan produk
pangan, dimana konsumen menuntut produk pangan yang bermutu tinggi, dapat
disiapkan di rumah, segar, mutu seragam. Hal ini menyebabkan kemasan plastik
merupakan pilihan yanng paling tepat, karena dapat memenuhi semua tuntutan

konsumen seperti di atas. Jenis-jenis plastik yang ada di pasaran sangat beragam,
sehingga perlu pengetahuan yang baik untuk dapat menentukan jenis kemasan plastik
yang tepat untuk pengemasan produk pangan. Kesalahan dalam memilih jenis kemasan
yang tepat, dapat menyebabkan rusaknya bahan pangan yang dikemas.
Produk Butter yang wujudnya semisolid merupakan produk pangan dari olahan
susu yang akan meleleh pada temperatur ruangan sehingga diperlukan kemasan yang
dapat menjaga produknya tidak bocor saat meleleh. Kemasan produk Butter yang
berbahan plastik harus memiliki spesifikasi khusus seperti plastik yang tidak tembus
lemak. Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan untuk Butter packaging adalah
plastik jenis PVC (Poli Vinil Chloride). PVC banyak digunakan untuk mengemas
mentega, margarin, dan minyak goreng karena tahan terhadap minyak dan memiliki
permeabilitas yang rendah terhadap air dan gas. Sifat lain dari PVC adalah tembus
pandang, meskipun ada juga yang memiliki permukaaan keruh, tidak mudah sobek dan
memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Kemudian untuk lapisan dalam kemasan yang
kontak langsung dengan produk Butter tersebut digunakan Polistiren (PS). Polistiren
banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan, sayuran, mentega dan margarin
karena memiliki permiabilitas yang tinggi terhadap air dan gas. Polistiren memiliki sifat
umum sebagai berikut:

Lentur dan tidak mudah sobek.

Titik lebur 88C, akan melunak pada suhu 90 - 95C.

Tahan terhadap asam dan basa, kecuali asam pengoksidasi.

Akan terurai dengan ester, keton, hidrokarbon aromatik, klorin dan alkohol
dengan konsentrasi yang tinggi.

Memiliki permeabilitas yang sangat tinggi terhadap gas dan uap air, sehingga
sangat sesuai untuk mengemas bahan-bahan segar.

Memiliki afinitas yang tinggi terhadap debu.

Baik untuk bahan dasar laminasi dengan logam (aluminium).


Kurang gambar

5.2 Kemasan Butter dari Aluminium Foil

Aluminium merupakan logam yang memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih


ringan daripada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dapat
menahan masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur
ulang. Tetapi penggunaan aluminium sebagai bahan kemasan juga mempunyai
kelemahan yaitu kekuatan (rigiditasnya) kurang baik, sukar disolder sehingga
sambungannya tidak rapat sehingga dapat menimbulkan lubang pada kemasan,
harganya lebih mahal dan mudah mengalami perkaratan sehingga harus diberi lapisan
tambahan.
Reaksi aluminium dengan udara akan menghasilkan aluminium oksida yang
merupakan lapisan film yang tahan terhadap korosi dari atmosfir. Penggunaan
aluminium sebagai wadah kemasan, menyebabkan bagian sebelah dalam wadah tidak
dapat kontak dengan oksigen, dan ini menyebabkan terjadinya perkaratan di bagian
sebelah dalam kemasan. Untuk mencegah terjadinya karat, maka di bagian dalam dari
wadah aluminium ini harus diberi lapisan enamel. Secara komersial penggunaan
aluminium murni tidak menguntungkan, sehingga harus dicampur dengan logam
lainnya untuk mengurangi biaya dan memperbaiki daya tahannya terhadap korosi.
Logam-logam yang biasanya digunakan sebagai campuran pada pembuatan wadah
aluminium adalah tembaga, magnesium, mangan, khromium dan seng (pada media
alkali).
Aluminium foil adalah bahan kemasan berupa lembaran logam aluminum yang
padat dan tipis dengan ketebalan <0,15 mm. Kemasan ini mempunyai tingkat kekerasan
dari 0 yaitu sangat lunak, hingga H-n yang berarti keras. Semakin tinggi bilangan H-,
maka aluminium foil tersebut semakin keras. Ketebalan dari aluminium foil menentukan
sifat protektifnya. Jika kurang tebal, maka foil tersebut dapat dilalui oleh gas dan uap.
Pada ketebalan 0,0375 mm, maka permeabilitasnya terhadap uap air = 0, artinya foil
tersebut tidak dapat dilalui oleh uap air. Foil dengan ukuran 0,009 mm biasanya
digunakan untuk permen dan susu, sedangkan foil dengan ukuran 0,05 mm digunakan
sebagai tutup botol multitrip.
Sifat-sifat dari aluminium foil adalah hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya
sehingga dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang berlemak dan bahanbahan yang peka terhadap cahaya seperti Butter dan yoghurt. Aluminium foil banyak
digunakan sebagai bahan pelapis atau laminan. Kombinasi aluminium foil dengan

bahan kemasan lain dapat menghasilkan jenis kemasan baru yang disebut dengan retort
pouch.
Syarat-syarat retort pouch adalah harus mempunyai daya simpan yang tinggi,
teknik penutupan mudah, tidak mudah sobek bila tertusuk dan tahan terhadap suhu
sterilisasi yang tinggi. Retort pouch mempunyai keunggulan dibanding kaleng, yaitu :

Luas permukaan besar dan kemasannya tipis sehingga memungkinkan

terjadinya penetrasi panas yang lebih cepat dan lebih efisien.


Dengan berkurangnya waktu sterilisasi, maka mutu produk dapat diperbaiki,
karena nilai gizinya lebih tinggi dan sifat-sifat sensori seperti rasa, warna dan

tekstur dapat dipertahankan.


Dari sisi konsumen, retort pouch lebih disukai karena praktis dan awet.
Produk yang telah disterilisasi dalam kemasan retort pouch dapat langsung

dikonsumsi tanpa harus dipanaskan.


Pemanasan cukup mudah, yaitu dengan cara memasukkan kemasan retort

pouch ke dalam air mendidih selama 5 menit.


Dapat dipanaskan dalam microwave oven.
Mudah dalam hal menyobek atau membuka kemasan.
Harga lebih murah, karena dapat menghemat penggunaan garam, energi dan

peralatan.
Jumlah larutan gula atau garam yang digunakan sebagai pengisi dapat dikurangi
sampai 30%, energi untuk mensterilkan 25% lebih irit dibanding kaleng dan peralatan
dalam retort pouch line berlangsung dengan kapasitas maksimum. Untuk 60
pouch/menit/mesin diperlukan hanya 3 jenis mesin yaitu mesin pembentuk, pengisi dan
penutup. Contoh kemasan retort pouch adalah kemasan yang terdiri dari poliesteradhesif-aluminium foiladhesif-polipropilen dengan susunan sebagai berikut :
Film polistiren dengan tebal 0,5 mil di bagian luar.
Kertas aluminium dengan tebal 0,0035 inci di bagian tengah.
Bagian dalam dilaminasi dengan polipropilen Poliester dan polipropilen dapat
bekerja

sebagai

adhesif

bagi

aluminium

foil

dan

dapat

ditutup

secara kuat dengan pemanasan. Fungsi poliester adalah untuk memberikan


ketahanan dan kekuatan pada kemasan. Poliester juga bersifat tahan tekanan
dan dapat dicetak, sehingga pencetakan label kemasan dapat dilakukan di
bagian poliester ini. Aluminium foil memberikan perlindungan bahan sehingga
tahan disimpan tanpa pembekuan dan pendinginan, karena permeabilitasnya
yang rendah terhadap sinar, uap air, O2 dan mikroba. Polipropilen bersifat

inert,

dapat

direkatkan

secara

kuat

dengan panas (heat seal) dan mempunyai daya simpan (shelf life) sama dengan
kaleng.
Bentuk lain dari kantung aluminium foil adalah bag in box system, yang terdiri
dari 3(tiga) lapisan bahan kemasan yaitu polietilen-polistiren-polietilen. Kemasan ini
digunakan untuk susu, wine, minyak goreng dan kacang. Butter atau margarin yang
dikemas secara aseptis dengan kemasan bag in box system, mempunyai masa simpan 9
bulan pada susu kamar. (Syarief dkk , 1989)
GAMBAR

6. Oxygen Scavangers
Selama penyimpanan produk makanan yang dikemas. Oksigen sering tidak dikehendaki
terutama pada produk yang sensitif terhadap oksigen karena dapat memicu penurunan
kualitas seperti warna, kesegaran, dan sifat organoleptic (Gibis dan Rieblinger, 2011),
oksidasi
lemak tak jenuh yang menyebabkan ketengikan, kehilangan vitamin C, browning pada daging
segar, oksidasi minyak aromatik dan pigmen (Busolo dan Lagaron, 2012) serta kerusakan
oleh mikroorganisme aerobik. Berdasarkan alasan tersebut, kemasan yang sensitif oksigen
terutama pada penghalang oksigen tinggi sering dikombinasikan dengan kemasan atmosfer
termodifikasi (MAP) (Anthierens T., dkk., 2011).
Adanya

oksigen

dalam

kemasan

yang

disebabkan

oleh

kegagalan

dalam

pengemasan, seperti campuran gas yang mengandung residu oksigen, atau vakum yang tidak
efisien. Pengemasan vakum telah banyak digunakan untuk menghilangkan oksigen dalam
kemasan sebelum sealing kemasan, namun oksigen dari lingkungan yang masuk ke dalam
kemasan tidak dapat diatasi dengan metode pengemasan ini (vakum). Bahan pangan
dapat dikemas dengan teknologi MAP atau bahkan dalam kemasan vakum, akan tetapi cara-

cara tersebut tidak menjamin dapat menghilangkan O 2 secara sempurna. Selain itu, O2 yang
mampu menembus plastik kemasan tidak mampu dihilangkan dengan teknologi kemasan
tersebut. Meninjau perihal tersebut, maka diperlukan penyerap oksigen yang mampu
menyerap O2 pascakemas didalam kemasan.
Penyerap oksigen dipasarkan pertama sekali di Jepang pada tahun 1977, yaitu
absorber berupa besi yang dimasukkan ke dalam kantung (sachet). Absorber oksigen
umumnya
digunakan untuk menyerap oksigen pada bahan-bahan pangan seperti hamburger, pasta segar,
mie, kentang goreng, daging asap (sliced ham dan sosis), cakes dan roti dengan umur simpan
panjang, produk-produk konfeksionari, kacang-kacangan, kopi, herba dan rempah-rempah.
Penggunaan kantung penyerap O2 memberikan keuntungan khususnya untuk produk-produk
yang sensitif terhadap oksigen dan cahaya seperti produk bakery dan pizza, daging ham yang
dimasak dimana pertumbuhan jamur dan perubahan warna merupakan masalah utamanya
Keuntungan penggunaan absorber oksigen sarna dengan keuntungan dari MAP yaitu
dapat mengurangi konsentrasi oksigen pada level yang sangat rendah (ultra-low level), suatu
hal yang tidak mungkin diperoleh pada kemasan gas komersial. Konsentrasi oksigen yang
tinggi di dalam kemasan dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, menurunkan
nilai gizi bahan pangan, menurunkan nilai sensori (flavor dan warna) serta mempercepat
reaksi oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan pada bahan pangan berlemak .
Bahan penyerap oksigen secara aktif akan menurunkan konsentrasi oksigen di dalam
headspace kemasan hingga 0.01 %, mencegah terjadinya proses oksidasi, perubahan warna
dan
pertumbuhan mikrooorganisme. Jika kapasitas absorber mencukupi, maka absorber juga
dapat
menyerap oksigen yang masuk ke dalam headspace kemasan melalui lubang-lubang dan
memperpanjang umur simpan bahan yang dikemas
Keuntungan lain dari penggunaan absorber oksigen adalah biaya investasinya lebih
murah dibandingkan biaya pengemasan dengan gas. Pada dasarnya untuk pengemasan aktif
hanya dibutuhkan sistem sealing. Keuntungan ini menjadi lebih nyata apabila diterapkan
untuk
kemasan bahan pangan berukuran kecil hingga medium, yang biasanya memerlukan investasi

peralatan yang besar. Sebaliknya, kelemahan dari kemasan aktif adalah kemasan ini visible
atau labelnya terlihat jelas sedangkan pada kemasan gas, maka gasnya tidak terlihat
Absorber oksigen yang tersedia saat ini pada umumnya berupa bubuk besi (iron
powder), dimana 1 gram besi akan bereaksi dengan 300 ml O2 . Kelemahan dari besi sebagai
absorber oksigen adalah tidak dapat melalui detektor logam yang biasanya dipasang pada
jalur
pengemasan. Masalah ini dapat dipecahkan dengan menggunakan absorber oksigen berupa
asam askorbat atau enzim.
Penyerap oksigen telah banyak diteliti. Ada berbagai jenis penyerap oksigen yang telah
berhasil diterapkan untuk mengurangi kerusakan pangan. Dibawah ini akan diberikan contoh
aplikasi penyerap oksigen dengan berbagai bahan dasar, yaitu :
1. Asam Askorbat (C6H806)
2. Serbuk Besi
3. Ca(OH)2
Secara struktural, komponen penyerap oksigen dari sebuah kemasan dapat berbentuk
sachet, label, film (penggabungan agen penyerap dalam film kemasan) (Gambar 1), kartu,
penutup botol atau konsentrat (Cruz dkk, 2012)

Gambar 1. Penyerap Oksigen: (a) O-Bustersachet, (b) OMAC film, (c)


FreshMaxTM SLD Label
Bahan penyerap O2 seperti asam askorbat, sulfit dan besi dimasukkan ke dalam
polimer dengan permeabilitas yang sesuai untuk air dan oksigen seperti polivinil
klorida (PVC), sedangkan polietilena dan polipropilen mempunyai permeabilitas yang

sangat rendah terhadap air. Produk dikemas dalam PS tray yang diberi pengawet
sodium benzoate (0.005%) dan asam askorbat (0.075%) agar bisa disimpan selama 2
minggu-2 bulan. Perlakuan meliputi diberi minyak oregano (0.1% v/w).

BAB III
KESIMPULAN
1
2

Pemilihan material pengemasan tergantung jenis produk yang akan dikemas


Pengemasan produk butter berjenis salted digunakan kemasan berbahan dasar

3
4

alumunium foil yang telah dikembangkan menjadi kemasan retort pouch


Pengemasan produk butter berjenis unsalted digunakan kemasan berbahan dasar PVC
Pada pengemasan butter prosose oxygen scavenger menggunakan bahan absorber
asam askorbat, sulfit , besi dan minyak organo

Daftar Pustaka
Azriani, Y. 2006. Pengaruh Jenis Kemasan Plastik dan Kondisi Pengemasan Terhadap
Kualitas Mie Sagu Selama Penyimpanan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bandung.
Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC 2012. Oxygen Scavengers: An Approach on Food
Preservation. Technology Department, State University of de Feira de Santana, Feira
de Santana, BA, Braz
Doris Gibis and Klaus Rieblinger. 2011. Oxygen scavenging films for food application.
Procedia Food Science 1 (2011) 229 234
M.A. Busolo, J.M. Lagaron. 2012. Oxygen scavenging polyolefin nanocompositefilms
containing an iron modified kaolinite of interest in active food packaging
applications. Innovative Food Science and Emerging Technologies 16 (2012) 211
217
Puspita,F. 2014. Laporan Praktikum Teknologi Pasca Panen Dan Pengemasan Makanan ,
Universitas Jendral Soedirman Purwokerto
Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi

Pengemasan

Pangan.

Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.


T. Anthierens dkk. 2011. Use of endospore-forming bacteria as an active oxygen
scavenger in plastic packaging materials. Innovative Food Science and Emerging
Technologies 12 (2011) 594599.

Anda mungkin juga menyukai