BERDASARKAN PERILAKU
ISOTERMI SORPSI AIR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Umur Simpan
Beras Analog Berdasarkan Perilaku Isotermi Sorpsi Air adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Kata kunci : beras analog, ISA, kadar air kritis, umur simpan
SUMMARY
YOSE RIZAL KURNIAWAN. Accelerated Shelf Life Testing of Rice Analogue
Based on Moisture Sorption Isotherm. Supervised by Y. ARIS PURWANTO,
NANIK PURWANTI and SLAMET BUDIJANTO.
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi
Judul Tesis : Pendugaan Umur Simpan Beras Analog Berdasarkan Perilaku
Isotermi Sorpsi Air
Nama : Yose Rizal Kurniawan
NIM : F151140071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Nanik Purwanti, STP, MSc Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, MAgr
Anggota Anggota
Diketahui oleh
Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, MAgr Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng
DAFTAR GAMBAR
1 Beras analog produksi F-TechnoPark - FITS Mandiri 1
2 Peta stabilitas pangan berdasarkan fungsi aw 5
3 Kurva ISA berdasarkan tipe dan daerah 6
4 Tahapan penelitian 12
5 Kurva isotermi adsorpsi air beras analog 16
6 Ketepatan kurva model GAB 18
7 Ketepatan kurva model Halsey 19
8 Ketepatan kurva model Chen-Clayton 19
9 Ketepatan kurva model Henderson 20
10 Ketepatan kurva model Caurie 21
11 Ketepatan kurva model Oswin 21
12 Penarikan slope kurva model GAB 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penetapan konstanta model GAB dan prediksi kadar air kesetimbangan 32
2 Penetapan konstanta persamaan Halsey dan prediksi kadar air
kesetimbangan 34
3 Penetapan konstanta persamaan Chen-Clayton dan prediksi kadar air
kesetimbangan 35
4 Penetapan konstanta persamaan Henderson dan prediksi kadar air
kesetimbangan 36
5 Penetapan konstanta persamaan Caurie dan prediksi kadar air
kesetimbangan 37
6 Penetapan konstanta persamaan Oswin dan prediksi kadar air
kesetimbangan 38
7 Formulir uji rating hedonik beras analog singkong 39
DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)
8 Hasil penilaian terhadap parameter aroma beras analog singkong 40
9 Hasil penilaian terhadap parameter tekstur beras analog singkong 41
10 Penentuan kadar air kritis pada parameter aroma dan tekstur 42
11 Profil ISA beras analog jagung suhu 25°C, 30°C, 35°C dan 45°C
DVS Hydrosorb 1000 43
12 Water Vapor Sorption Analyzer Quantachrome Hydrosorb 1000 45
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
komposisi bahan lokal terutama sumber karbohidrat dan mengarah sebagai produk
pangan fungsional. Dari segi proses pembuatan, beras analog diproduksi
menggunakan teknologi ekstrusi sebagai pengembangan dari proses granulasi
dimana proses ekstrusi memberikan hasil yang lebih baik dari segi bentuk, tekstur
dan kapasitas produksi. Tahapan proses dalam teknologi ekstrusi tersebut adalah
formulasi, ekstrusi dan pengeringan.
Berdasarkan penelitian Supriadi (2018), pengembangan bisnis beras analog
yang dilakukan atas kerjasama F-TechnoPark IPB dan FITS Mandiri
mengidentifikasi adanya kelebihan dan kelemahan beras analog sebagai produk
usaha pangan. Kelebihan beras analog adalah nilai indeks glikemik yang rendah,
fleksibilitas bahan baku dan standar kualitas produk yang terjaga sedangkan
kelemahannya adalah rasa dan aroma jagung masih terasa dan harga yang mahal.
Berdasarkan temuan tersebut maka perlu dioptimalkan salah satu peluang
peningkatan pemasaran yaitu perluasan saluran distribusi pemasaran dan
kerjasama dengan rumah sakit dan rumah makan. Perluasan saluran distribusi ini
memerlukan pengetahuan stabilitas produk karena beras analog akan ditempatkan
pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi dimana beras
analog didistribusikan, disimpan sampai dengan dikonsumsi. Salah satu sifat
bahan pangan yang erat kaitannya dengan stabilitas produk adalah sifat isotermi
sorpsi air (ISA). Isotermi sorpsi air akan memberikan gambaran tentang respon
produk pada lingkungan penyimpanan yang berbeda-beda. Pola ISA juga akan
membantu dalam perlakuan produk agar standar kualitas produk tetap terjaga
sebagai salah satu kelebihan beras analog.
Kriteria penting yang juga diperlukan pada komoditas pangan adalah umur
simpan. Beras analog sebagai produk yang diperjualbelikan harus mempunyai
umur simpan yang tertera pada kemasan. Sifat ISA dapat dianalisa lebih lanjut
untuk menentukan umur simpan produk pangan. Pendugaan umur simpan yang
memanfaatkan metode isotermi sorpsi air yaitu metode percepatan (accelerated
shelf life testing, ASLT) dengan pendekatan kadar air kritis. Metode penentuan
kadar air kritis telah digunakan dalam produk pangan yang mudah menyerap air,
seperti tortilla (Budijanto et al. 2010), biskuit (Kusnandar et al. 2010), kue kering
(Rachtanapun 2007), ledok instan (Wijaya et al. 2014), koya ikan (Anandito et al.
2017), minuman instan temulawak (Kusuma et al. 2015) dan bandrek instan
(Faridah et al. 2013).
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Beras Analog
Beras analog merupakan sebutan lain dari beras tiruan (artificial rice). Beras
analog adalah beras yang dibuat dari non-padi dengan kandungan karbohidrat
mendekati atau melebihi beras dengan bentuk menyerupai beras dan dapat berasal
dari kombinasi tepung lokal atau padi (Samad 2003; Deptan 2011). Beras ini
memiliki zat gizi dan bentuk mendekati seperti beras (Budijanto dan Yuliyanti
2012). Metode pembuatan beras analog yang cukup dikenal akhir-akhir ini terdiri
atas dua cara yaitu metode granulasi dan ekstrusi. Perbedaan pada kedua metode
ini adalah tahapan gelatinisasi adonan dan tahap pencetakan. Hasil cetakan
metode granulasi adalah butiran (bulat-bulat) seperti pelet sedangkan hasil cetakan
metode ekstrusi adalah bulat lonjong dan sudah lebih menyerupai beras (Gultom
2014). Selama ekstrusi, pati mengalami perubahan fisikokimia yang jauh berbeda
dari sifat produk awalnya (Kadan dan Pepperman 2002). Perubahan fisikokimia
seperti pati tergelatinisasi dan protein terdenaturasi selama proses ekstrusi dapat
menghasilkan sifat fungsional baru (Bryant et al. 2001).
Pembuatan beras analog yang telah dipatenkan oleh Kurachi (1995) dengan
metode granulasi diawali dengan tahap pencampuran tepung, air dan hidrokoloid
sebagai bahan pengikat. Proses pencampuran dilakukan pada suhu 30-80°C
sehingga sebagian adonan telah mengalami gelatinisasi (semigelatinisasi). Setelah
itu adonan dicetak menggunakan granulator, kemudian dikukus (gelatinisasi) dan
dikeringkan.
Metode pembuatan beras analog oleh Budijanto dan Yuliyanti (2012)
dengan cara ekstrusi memiliki perbedaan dengan metode granulasi yaitu adanya
tahap penyangraian dan ekstrusi. Tahap penyangraian bertujuan untuk
menggelatinisasi sebagian adonan (semigelatinisasi) atau pengondisian
(conditioning) adonan sebelum diekstrusi. Tahap ekstrusi meliputi proses
pencampuran, pemanasan (gelatinisasi) dan pencetakan melalui die. Tahap
berikutnya adalah ekstrudat dikeringkan menggunakan oven dryer pada suhu 60°C
sampai kadar air 10-12%.
Teknologi pembuatan beras analog menggunakan metode ekstrusi juga
dilakukan oleh Mishra et al. (2012). Proses pembuatan beras analog meliputi
persiapan bahan, pembentukan adonan, pengondisian adonan (pre-conditioning),
ekstrusi dan pengeringan. Bahan yang digunakan antara lain tepung beras, air, dan
bahan pengikat (sodium alginate), setting agent (kalsium laktat dan kalsium
klorida), fortificants (multivitamin), antioksidan dan pewarna (titanium). Tujuan
4
dari tahap pre-conditioning adalah untuk mencampur dan mengadon air atau uap
dengan bahan-bahan yang telah mengalami pemanasan sebelumnya.
Teknologi ekstrusi mempunyai kelebihan seperti kapasitas besar dan
terjadinya proses pengaliran, pencampuran, pengadonan, pemanasan dan
pembentukan butiran dengan karakteristik yang menyerupai bentuk beras
sesungguhnya (Yeh dan Jaw 1999). Pembentukan butiran beras analog memiliki
tingkat kesulitan tersendiri. Modifikasi parameter proses dan adanya penambahan
bahan tambahan pangan yang tepat diharapkan dapat membentuk butiran beras
yang kokoh, tekstur yang lembut serta waktu tanak yang mendekati beras yang
bersumber dari tanaman padi. Secara umum proses ekstrusi untuk membuat beras
analog hampir sama dengan proses pembuatan produk-produk ekstrusi lainnya
yang terdiri dari empat tahap, antara lain: formulasi, prekondisi, ekstrusi dan
pengeringan.
Proses pembuatan beras analog sangat ditentukan bahan, formula, metode,
dan teknologi yang digunakan. Proses pembuatan akan menentukan karakteristik
produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya adalah membentuk dan memampatkan
dengan tekanan, dengan atau tanpa perlakuan panas terhadap bahan-bahan
penyusun sehingga dihasilkan bentuk dan komposisi dan mutu seperti yang
diinginkan.
Formulasi beras analog merupakan penyusunan bahan sesuai dengan
komposisi yang diinginkan. Bahan penyusun adalah jumlah air, perbandingan
tepung dan pati, serta penentuan jenis dan jumlah bahan pengikat. Air merupakan
faktor penting dalam pembentukan beras analog karena air berperan dalam proses
gelatinisasi. Jumlah air yang ditambahkan adalah 50% dari jumlah tepung dan
pati. Jumlah ini juga mengacu pada pembuatan beras analog metode granulasi
yang dipatenkan oleh Kurachi (1995) yang menambahkan air sebanyak 50% dari
jumlah tepung dan pati (bahan kering). Penentuan perbandingan jumlah tepung
dan pati berdasarkan penelitian Lisnan (2008) yang membuat beras tiruan
berbasiskan tepung dan pati singkong. Beras tiruan dengan perbandingan tepung
dan pati sebanyak 70:30 merupakan beras dengan formula terpilih. Oleh karena
itu, jumlah pati yang digunakan adalah sebanyak 30% bahan basis kering. Pati
yang digunakan pada pembuatan beras analog dengan maizena dan sagu aren
sedangkan tepungnya menggunakan sorgum dan mocaf. Namun, penggunaan satu
jenis tepung membuat beras analog yang dihasilkan lengket satu sama lain dan
setelah dimasak menghasilkan nasi yang lengket.
Secara umum kandungan beras analog hampir mendekati kandungan beras.
Kadar air kedua beras tersebut sudah lebih rendah dari kadar air yang aman untuk
penyimpanan beras yaitu <14% bb. Sedangkan kadar abu pada beras analog cukup
rendah karena mengandung pati yang cukup tinggi. Proses pembuatan pati yang
melalui ekstraksi oleh air dapat membuat kandungan mineral pada tepung larut
dan terbuang. Oleh karena itu, dapat dilakukan pengembangan produk yang
mengandung mineral tinggi untuk memenuhi zat gizi yang hilang selama
pengolahan maupun dengan tujuan fortifikasi mineral tertentu. Secara umum
kandungan lemak beras analog termasuk rendah. Kandungan lemak yang rendah
dapat mencegah beras analog menjadi tengik dan dapat membuat beras analog
memiliki masa simpan yang lebih lama. Untuk kadar protein beras analog yang
dihasilkan mempunyai jumlah protein di bawah kadar protein beras. Hal ini
karena perlakuan panas pada saat proses gelatinisasi atau selama proses ekstrusi.
5
Kadar karbohidrat yang tinggi pada beras analog disebabkan oleh bahan baku
yang digunakan sebagian besar menggunakan pati yang merupakan sumber
karbohidrat.
Beras analog output proses tahap ekstrusi masih memiliki kadar air yang
cukup tinggi dan harus dikeringkan untuk menurunkan kadar air sampai di bawah
14 persen agar memiliki umur simpan yang panjang. Menurut Singh dan Heldman
(2009), proses pengeringan dan penyimpanan bahan pangan sangat terkait dengan
kondisi kadar air kesetimbangan di dalamnya. Dalam hal ini kadar air
kesetimbangan digunakan untuk mengetahui apakah suatu bahan pangan
menyerap air atau melepas air ketika berada pada lingkungan dengan kondisi
suhu dan kelembaban relatif (RH) tertentu. Hubungan antara kadar air
kesetimbangan dengan RH atau aktivitas air (aw) dinyatakan dalam kurva isotermi
sorpsi air.
Aktivitas Air
halofilik (~0.75), kapang serofilik (~0.65) dan khamir osmofilik (~0.60). Pada
umumnya, hubungan laju pertumbuhan mikroba dengan aw mengikuti pola seperti
pada Gambar 2.
Isotermi sorpsi air (ISA) menjelaskan hubungan antara aktivitas air (aw)
dengan kadar air suatu bahan pangan pada suhu dan tekanan tertentu (Seid dan
Hensel 2012; Handoko 2004; Bajpai dan Tiwari 2013). Informasi pola isotermi
sorpsi pada bahan pangan digunakan untuk merancang dan mengoptimasi proses
pengeringan, pengemasan, penyimpanan dan memodelkan perubahan air yang
terjadi selama proses pengeringan, memprediksi keawetan umur simpan, serta
pencampuran bahan pangan (Sinija dan Mishra 2008). Kurva isotermi sorpsi air
dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu cara adsorpsi (penyerapan uap air oleh
bahan) dan cara desorpsi (pelepasan uap air dari bahan ke udara). Ketika bahan
berada pada lingkungan yang mempunyai tekanan uap air lebih tinggi daripada
tekanan uap air bahan, terjadi proses adsorpsi dan ketika tekanan uap air
sekeliling bahan lebih rendah daripada tekanan uap air bahan memicu terjadinya
proses desorpsi (Cuervo-Andrade dan Hensel 2013). Data isotermi adsorpsi
berguna untuk menentukan metode penyimpanan, sedangkan data isotermi
desorpsi berguna untuk analisa pengeringan (Cordeiro et al. 2006).
(a) (b)
Gambar 3 Kurva ISA berdasarkan tipe (a) dan daerah (b)
(Sahin dan Sumnu 2006)
Bentuk kurva isotermi sorpsi air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Hal
ini berkaitan dengan struktur, sifat fisikokimia dan kimia, serta komponen
penyusun bahan pangan (Purnomo 1995). Kurva ISA memiliki bentuk sigmoidal
(tipe II) pada banyak produk pangan (Gambar 3a), meskipun untuk makanan
dengan kadar gula tinggi atau molekul larut rendah memiliki kurva sorpsi dalam
bentuk J ( tipe I). Kurva berbentuk J adalah tipikal produk yang mengikat sedikit
air pada tingkat aw yang lebih rendah dan jumlah air yang lebih banyak pada nilai
aw yang tinggi. Kurva tipe I umumnya ditemui pada makanan berkomponen
kristalin seperti gula dan garam. Bahan pangan kering umumnya termasuk
isotermi sorpsi tipe sigmoid. Kurva isotermi sorpsi tipe sigmoid terjadi karena
efek akumulatif dari ikatan hidrogen, hukum Raoult, kapiler, dan interaksi antara
permukaan material dan molekul air. Kurva sorpsi sigmoidal adalah pola umum
dalam sistem pangan amorf. Karbohidrat dan pati yang digunakan kebanyakan
7
adalah material amorf. Sedangkan untuk kurva tipe III, tipe ini dimiliki oleh bahan
pangan yang sangat higroskopis, dimana bahan ini dapat mengikat air dalam
jumlah besar pada level aw rendah.
Labuza (1975) membagi kurva isotermis sorpsi air menjadi tiga bagian
(Gambar 3b). Zona A menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul
(daerah monolayer), zona B menunjukkan absorpsi tambahan di atas lapisan
monolayer (daerah multilayer), dan zona C menunjukkan air terkondensasi pada
pori-pori bahan (Troller dan Christian 1978). Salah satu manfaat dari analisis ISA
tersebut yaitu untuk membantu menentukan stabilitas dan umur simpan produk.
Penentuan umur simpan dengan metode pendekatan air kritis ini dilakukan
berdasarkan tingkat kelembaban relatif (% RH), metode tersebut menggunakan
prinsip kadar air kesetimbangan dan kadar air kritis (Labuza 1982). Fennema
(1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan
pangan dengan stabilitas penyimpanan. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet
bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik,
kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air (aw) (Purnomo 1995).
Metode konvensional untuk mengukur sifat sorpsi air adalah metode statis
gravimetri. Metode statis gravimetri disebut juga sebagai metode desikator atau
metode larutan garam jenuh. Larutan garam jenuh dalam metode ini diletakkan di
dasar desikator. Kelebihan metode statis adalah kemampuan mempertahankan
kondisi konstan secara mudah (Barrozo et al. 1994). Dalam metode ini, sampel
ditempatkan di dalam lingkungan yang diatur suhu dan kelembaban relatifnya
menggunakan larutan garam jenuh (bisa juga menggunakan larutan asam sulfat
atau larutan gliserol). Saat perubahan massa sampel tidak signifikan, kadar air
sampel diukur dan kemudian dianggap sebagai kadar air kesetimbangan (KAK).
Secara teoritis, saat setimbang aw sampel sama dengan aw lingkungan
sekelilingnya. Setiap garam jenuh memiliki interaksi ionik dengan air yang
menyebabkan terbentuknya berbagai kondisi tekanan uap di lingkungan. Semakin
besar interaksi ionik garam dengan air maka tekanan uap semakin rendah.
Tekanan uap air yang terbentuk menunjukkan kondisi kelembaban relatif tertentu.
Nilai kelembaban relatif merupakan persentase antara tekanan uap air yang
dibentuk oleh larutan garam jenuh dengan tekanan uap air murninya. Kondisi
kelembaban relatif ini juga dipengaruhi oleh suhu. Aktivitas air sebagian besar
larutan garam berkurang dengan meningkatnya suhu karena kenaikan kelarutan
dan kenegatifan panas larutan. Kelemahan utama preparasi ISA metode ini adalah
lamanya waktu kesetimbangan dan resiko pertumbuhan jamur dan bakteri pada
RH tinggi. Untuk mengurangi lama waktu kesetimbangan, udara di dalam
desikator dapat disirkulasi dan luas permukaan sampel diperbesar. Pada RH
tinggi, penyimpanan perlu dilakukan pada suhu rendah untuk mencegah
pertumbuhan mikroba.
Metode kedua yang berkembang adalah metode pembangkit kelembaban
(humidity generating method). Metode pembangkit kelembaban lebih dikenal
sebagai metode Dynamic Vapor Sorption (DVS). Kelebihan metode DVS
dibanding metode tradisional larutan garam jenuh yaitu waktu ekuilibrasi lebih
cepat 10 sampai 100 kali. Mayoritas kekurangan metode statis ( metode larutan
garam jenuh) telah bisa diatasi oleh metode DVS. Instrumen DVS mempunyai
kemampuan menghasilkan isotermi sorpsi dalam waktu yang relatif singkat
karena bekerja berdasarkan teknologi pembagi aliran air-udara. Pengguna alat
8
model paling serbaguna untuk berbagai material seperti produk anorganik dan
pangan pada rentang aw yang luas (Soysal dan Oztekin 2001).
Oswin 𝑎 𝑁
𝑀 = 𝐾 (1−𝑎𝑤 )
𝑤
Halsey 𝐴𝑀−𝐶
𝑎𝑤 = 𝑒𝑥𝑝 (− )
𝑅𝑇
Henderson 𝑎𝑤 = 1 − 𝑒𝑥𝑝[−𝐴𝑇𝑀𝐶 ]
GAB 𝑎𝑏𝑐𝐻𝑅
𝑀 = (1−𝑏𝐻 )(1−𝑏𝐻
𝑅 𝑅 +𝑏𝑐𝐻𝑅 )
dimana
𝑏 = 𝑏0 𝑒(ℎ1 /𝑅𝑔 𝑇𝑘 )
𝑐 = 𝑐0 𝑒(ℎ2 /𝑅𝑔 𝑇𝑘 )
Chen-Clayton −1 ln(𝑅 )
𝑀𝐸 = 𝑐𝑇 𝑑 ln [ −𝑎𝑇ℎ𝑏 ]
Caurie 𝑀 = 𝑒𝑥𝑝(𝐴 + 𝐵. 𝑎𝑤 )
Model BET dan GAB menggunakan asumsi sorpsi homogen dengan air
membentuk sebuah lapis monomolekular pada awalnya, sedangkan air tambahan
membentuk multilayer (Yanniotis dan Blahovec 2009). Kandungan air monolayer
(Mo) adalah signifikan penting bagi stabilitas pangan berkenaan dengan oksidasi
lipid, aktivitas enzim, browning non-enzimatik dan karakteristik struktural.
Menurut Lomauro et al. (1985) persamaan GAB memberikan pemodelan terbaik
untuk lebih dari 50% buah-buahan, daging dan sayuran daripada model dengan
dua parameter setelah mengevaluasi 163 bahan makanan termasuk buah-buahan,
sayuran, rempah-rempah dan makanan berpati. Parameter keempat untuk
persamaan GAB diperkenalkan oleh Viollaz dan Rovedo (1999) untuk
mengkorelasikan data sorpsi pada aw lebih tinggi dari 0.9. Bahkan, Peleg (1993)
mengusulkan sebuah model empat parameter yang dapat digunakan untuk kurva
isotermi sigmoid dan non-sigmoid, dan memodelkan sama baik atau lebih baik
dari model GAB. Model Oswin adalah seri ekspansi untuk kurva berbentuk
sigmoid yang paling cocok untuk menggambarkan isotermi dari makanan berpati
sedangkan model Smith merumuskan bahwa kadar air dalam fraksi kedua
(dibentuk setelah serapan dari fraksi pertama), proporsional dengan perbedaan
antara aw sampel dan air murni (Al-Muhtaseb et al. 2002). Meskipun demikian,
sudah diteliti bahwa tidak ada model isotermi sorpsi bisa memodelkan data pada
seluruh rentang kelembaban relatif (RH) karena air berasosiasi dengan matriks
pangan dengan mekanisme yang berbeda pada wilayah aktivitas yang berbeda.
Penelitian mendalam pada literatur menunjukkan bahwa isotermi sorpsi air bahan
10
Umur Simpan
Umur simpan adalah salah satu kriteria atau komponen mutu yang penting
pada komoditas pangan. Menurut Institute of Food Science and Technology
(1993), umur simpan produk pangan adalah periode waktu dimana produk
makanan dalam kondisi aman secara sensori, kimia, fisik, mikrobiologi, dan
fungsional yang diharapkan. Sementara itu, European Food Information Council
(2013) menyatakan bahwa umur simpan adalah selang waktu produk makanan
dapat disimpan dalam kondisi penyimpanan yang ditentukan dengan tetap
mempertahankan keamanan dan kualitas optimum.
Dari kedua definisi di atas, terlihat bahwa produk pangan akan mengalami
perubahan dalam proses penyimpanan. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik
kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat
sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama
distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi (Herawati 2008). Menurut
Syarief et al. (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan
menggunakan metode konvensional (extended storage studies, ESS) dan metode
akselerasi kondisi penyimpanan (accelerated storage studies, ASS atau
accelerated shelf life testing, ASLT). Metode konvensional membutuhkan waktu
yang lama dan biaya yang mahal karena pendugaan umur simpan produk
dilakukan dengan membuat kondisi normal sehari-hari hingga produk pangan
mengalami kerusakan. Namun pendugaan umur simpan dengan metode
konvensional ini memiliki keakuratan dan ketepatan yang tinggi.
Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut
dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan
yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan.
Salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3-4
bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi. Metode ASLT dapat dilakukan
dengan dalam waktu yang relatif singkat karena pendugaan umur simpannya
dilakukan pada kondisi percobaan yang ekstrim, yaitu dengan mempercepat
proses penurunan mutu serta kerusakan fisik dan kimia produk dengan mengatur
parameter kritisnya, baik penggunaan suhu tinggi maupun kelembaban di atas
atau di bawah kondisi normal penyimpanan.
Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang
diperoleh (dari metode ASS) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan
menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi antara
model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi akibat
ketidaksempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas
produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001).
Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan
dengan dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi
dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria
kedaluwarsa, dan 2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan
Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo
11
nol atau satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada
pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat
empat model matematika yang sering digunakan, yaitu model Heiss dan Eichner
(1971), model Rudolph (1987), model Labuza (1982), dan model waktu paruh
(Syarief et al 1989). Prinsip dari pendugaan umur simpan dengan metode kadar
air kritis didasarkan pada akselerasi penyerapan air oleh produk pada kondisi
kelembaban relatif, hingga bahan berubah kandungan airnya hingga mencapai
kadar air kritis. Umur simpan ditentukan berdasarkan waktu yang diperlukan oleh
bahan untuk berubah kadar airnya dari kadar air awal hingga kadar air kritis.
Lamanya umur simpan dipengaruhi oleh kadar air awal, kadar air kritis,
permeabilitas uap air dari kemasan, luas kemasan yang kontak langsung dengan
produk, kemiringan (slope) kurva isotermis sorpsi air (ISA), dan kadar air
kesetimbangan (Labuza 1982). Tahapan penentuan umur simpan dengan metode
ASS pendekatan semiempiris meliputi penetapan parameter kriteria kedaluwarsa,
pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan
waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis
sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir
penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur simpan dengan ASS perlu
mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk yang di
dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab.
3 METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 hingga Juli 2018
bertempat di Laboratorium Pengolahan Pasca Panen, Pusat Pengembangan
Teknologi Tepat Guna (PPTTG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Pembuatan beras analog dilaksanakan di F-TechnoPark Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengujian permeabilitas uap air kemasan
dilakukan di Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain beras analog
singkong, garam pro analysis (NaOH, CH3COOK, MgCl2, KI, NaCl, KCl, BaCl2,
K2SO4) dan akuades yang diperoleh dari Laboratorium Kimia PPTTG LIPI, serta
plastik kemasan PP, kemasan nilon dan kemasan aluminium. Bahan pembuat
beras analog singkong antara lain singkong parut, tepung beras, tapioka, ampas
kelapa dan gliserol monostearat. Selain itu, untuk penyiapan sampel dalam
percobaan pengukuran ISA digunakan kapur api (CaO) untuk pengeringan
kemoreaksi selama 2-3 minggu hingga kadar air sampel sekitar 1%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven pengering, cawan
porselin, desikator, neraca analitik, pencapit logam, cawan aluminium, box
plastik, toples hermetik, sealer, kemasan metalized, timbangan, penggaris, spidol,
pulpen dan gunting.
12
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan sebagai berikut: (1) tahap pengukuran
isotermi sorpsi air beras analog; (2) tahap pemodelan kurva ISA; (3) tahap
perhitungan umur simpan. Sampel beras analog dibuat dengan teknologi hot
extrusion. Secara singkat, tahapan eksperimen dijelaskan dalam bagan alir
penelitian yang disajikan pada Gambar 4.
100 𝑀𝑖−𝑀𝑝𝑖
𝑀𝑅𝐷 = ∑𝑛𝑖=1 [ ] (1)
𝑛 𝑀𝑖
Dimana Mi adalah kadar air hasil percobaan, Mpi adalah kadar air hasil
perhitungan, dan n adalah jumlah data. Jika nilai (MRD)<5 maka model isotermi
sorpsi tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya, dan jika nilai
5<MRD<10 maka model tersebut agak tepat. Sedangkan jika nilai modulus
deviasi MRD>10 maka model tersebut tidak tepat untuk menggambarkan keadaan
14
sebenarnya. Model dengan nilai MRD terkecil dinyatakan sebagai model terbaik
dan digunakan dalam perhitungan pendugaan umur simpan beras analog.
𝑀𝑒−𝑀𝑖
𝑙𝑛[𝑀𝑒−𝑀𝑐]
𝑡= 𝑘 𝐴 𝑃𝑜 (2)
𝑥 𝑊𝑠 𝑏
ketebalan, luas kemasan, suhu pengujian, kelembaban udara, dan laju aliran udara
dialirkan melalui inside chamber (RH 0%), sedangkan gas nitrogen basah
dialirkan melalui outside chamber (RH 100%). Contoh uji (plastik) dalam cell
menjadi pembatas antara gas nitrogen basah dan nitrogen kering. Perbedaan
tekanan mengakibatkan uap air akan berdifusi menuju daerah yang bertekanan
rendah (inside chamber). Uap air yang berdifusi melalui kemasan kemudian
dibawa oleh gas nitrogen kering menuju sensor inframerah terdeteksi jumlahnya
sehingga laju uap air dapat dihitung. Pengujian berakhir bila kondisi
kesetimbangan telah tercapai (steady state) dan laju uap air yang terdeteksi sensor
inframerah telah menunjukkan nilai yang konstan. Pada akhir pengujian,
diperoleh nilai Water Vapour Transmission Rate (WVTR) g/m2/hari. Nilai
permeabilitas kemasan (k/x) dihitung dengan membagi nilai WVTR dengan hasil
perkalian tekanan uap murni (Po) pada suhu pengujian dengan nilai RH.
Hasil kesetimbangan sampel yang dicapai dalam kurun waktu 1-3 minggu
dalam larutan garam jenuh diperlihatkan dalam Tabel 4. Kurva isotermi sorpsi air
dibentuk sebagai hasil plotting kadar air kesetimbangan dan aw ditampilkan pada
Gambar 5. Kurva ISA beras analog singkong menyerupai huruf S. Berdasarkan
klasifikasi Brunauer (Brunauer et al. 1940), kurva ISA yang menyerupai huruf S
berbentuk sigmoid dan tergolong dalam tipe II. Penelitian produk makanan
berbasis singkong juga dilaporkan mempunyai kurva ISA berbentuk sigmoid,
antara lain granula ubi kayu (Sugiyono et al. 2012), ubi kayu instan (Fitriani et al.
2015), tepung singkong (Ayala-Aponte 2016), dan tepung singkong terfermentasi
angkak (Alfiah et al. 2017). Kurva berbentuk sigmoid dikarenakan efek tambahan
hukum Raoult, efek kapiler, dan interaksi air permukaan (Sahin dan Sumnu 2006).
16
25
kadar air kesetimbangan (% bk)
20
15
10
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aktivitas air (aw)
Berdasarkan Aqualab (2011) ada 270 model isotermi sorpsi yang diusulkan.
Manfaat model-model ini adalah untuk memprediksi kadar air kesetimbangan
pada kondisi aktivitas air tertentu dan digunakan untuk mengevaluasi fungsi
termodinamika air pada makanan. Selain itu, pada resolusi data yang rendah,
model ini diperlukan untuk interpolasi antara titik-titik data isotermi. Model–
model yang dipakai dalam penelitian ini sudah sering diujikan pada penelitian-
penelitan sebelumnya dan dapat menggambarkan keadaan isotermi sorpsi air
17
bahan pertanian dan pangan pada sepanjang rentang aktivitas air. Model-model
tersebut di atas tergolong model persamaan sederhana dan mempunyai sedikit
parameter sehingga lebih mudah diaplikasikan.
Henderson tergolong tepat, dan model Oswin dan Chen-Clayton agak tepat dalam
memprediksi kadar air kesetimbangan beras analog.
1. Model GAB
Model GAB menghasilkan MRD sebesar 3.94. Nilai tersebut adalah paling
rendah di antara keenam model yang bisa diartikan sebagai model terbaik dalam
memprediksi kadar air kesetimbangan beras analog. Ketepatan pemodelan GAB
divisualisasikan dalam Gambar 6. Menurut Herawat et al. (2014), model GAB
mampu memprediksi ISA beras analog instan dan beras padi pada rentang RH 7%
hingga 97%. Brooker et al. (1992) menyatakan hanya persamaan GAB di antara
model ISA teoritis yang mampu memprediksi secara akurat ISA biji-bijian pada
seluruh rentang suhu dan RH yang ditemui pada situasi pengeringan biji-bijian
dalam tataran praktis. Penelitian Alfiah et al. (2017) meneliti tepung singkong
terfermentasi angkak dengan model GAB sebagai model terbaik dengan MRD
2.71.
25
kadar air kesetimbangan (% bk)
20
15
10
5
model GAB data percobaan
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aktivitas air, aw
Gambar 6 Ketepatan kurva model GAB
2. Model Halsey
Model Halsey kurang tepat dalam memperkirakan kadar air kesetimbangan
beras analog singkong dengan MRD 13.50. Namun, penelitian Ayala-Aponte
(2016) melaporkan model Halsey cukup baik memprediksi ISA tepung singkong
dengan MRE kisaran 3-4%. Model Halsey juga baik dalam memprediksi ISA pia
kacang hijau Gorontalo dengan MRD 3.43 (Jamaluddin et al. 2014), dan kerupuk
tapioka dengan MRD 2.70 (Pakpahan et al. 2017). Kusnandar et al. (2010)
melaporkan model Halsey agak tepat memperkirakan kadar air kesetimbangan
biskuit adonan lunak dengan MRD 6.31. Penelitian ISA bandrek instan (Faridah
et al. 2013) melaporkan model Halsey kurang tepat memprediksi (MRD 11.88).
3. Model Chen-Clayton
Nilai MRD yang diperoleh model Chen-Clayton mengindikasikan model
cukup baik menduga kadar air kesetimbangan beras analog singkong (8.85).
Gambar 8 memperlihatkan ketepatan kurva model dalam memprediksi kurva ISA
hasil percobaan. Nilai MRD yang tidak jauh berbeda diperoleh pada penelitian
19
granula ubi kayu dengan MRD 8.08 (Sugiyono et al. 2012). Pada penelitian
Rahayu et al. (2010) tentang lada hitam, model ini tepat memprediksi ISA bubuk
lada hitam (MRD 4.35) namun kurang tepat pada biji lada hitam (MRD 11.58).
Penelitian Jacoeb et al. (2010) melaporkan model Chen Clayton tepat
memprediksi pola sorpsi air fish snack tanpa flavour dengan MRD 4.26 namun
kurang tepat pada fish snack dengan flavour (MRD 7.03).
30
kadar air kesetimbangan (% bk)
25
20
15
10
5
model Halsey data percobaan
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aktivitas air, aw
Gambar 7 Ketepatan kurva model Halsey
25
kadar air kesetimbangan (% bk)
20
15
10
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aktivitas air, aw
Gambar 8 Ketepatan kurva model Chen-Clayton
4. Model Henderson
Evaluasi ketepatan model Henderson ditunjukkan pada Gambar 9 dan
menghasilkan MRD 4.52. Hal tersebut berarti model Henderson menjadi model
yang tepat dalam estimasi kadar air kesetimbangan beras analog singkong. Fitriani
et al. (2015) menyatakan model Henderson menjadi model yang tepat dalam
menduga pola isotermi sorpsi ubi kayu instan. Model Henderson adalah model
yang bisa digunakan pada seluruh rentang aw dan banyak digunakan terutama
20
pada produk berkadar gula tinggi. Namun pada produk granula ubi kayu prediksi
model Henderson tidak seakurat prediksi pada ubi kayu instan, tapi masih
tergolong cukup baik dengan MRD 6.98 (Sugiyono et al. 2012). Penelitian
Rahayu et al. (2005) melaporkan model ini tepat memprediksi ISA bubuk lada
hitam dengan MRD 3.52 dan agak tepat memprediksi biji lada hitam dengan
MRD 9.64. Di sisi lain, model ini belum bisa menjadi model yang baik untuk
memprediksi tortilla jagung dengan nilai MRD 86.56 (Budijanto et al. 2010).
25
kadar air kesetimbangan (% bk)
20
15
10
5. Model Caurie
25
kadar air kesetimbangan (% bk)
20
15
10
5
model Caurie data percobaan
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aktivitas air, aw
Gambar 10 Ketepatan kurva model Caurie
Model Caurie dinilai kurang baik dalam estimasi kadar air kesetimbangan
beras analog singkong dengan evaluasi MRD 11.97. Penilaian kurang baik juga
dihasilkan pada pengukuran ISA tepung singkong terfermentasi angkak (Alfiah et
al. 2017), meskipun model ini cukup baik untuk memprediksi ISA granula ubi
kayu dengan MRD 7.01 (Sugiyono et al. 2012). Model Caurie menjadi model
21
yang baik dan tepat dalam memprediksi sorpsi air produk biskuit, seperti pada
penelitian Kusnandar et al. (2010) dengan produk biskuit adonan keras dengan
nilai MRD 1.9 dan penelitian Cahyanti et al. (2016) dengan produk biskuit
coklatnya. Penelitian Rahayu et al. (2005) melaporkan model Caurie cukup baik
memprediksi kadar air kesetimbangan lada hitam baik dalam bentuk bubuk (MRD
8.47) maupun dalam bentuk biji (MRD 6.67). Faridah et al. (2013) melaporkan
model Caurie kurang tepat memprediksi pola sorpsi bandrek instan dengan MRD
15.45.
6. Model Oswin
Ketepatan model Oswin ditampilkan pada Gambar 11. Model Oswin
mendekati model yang baik dalam memprediksi kadar air kesetimbangan beras
analog singkong dengan MRD 5.33. Sugiyono et al. (2012) melaporkan model
Oswin tidak cukup baik dalam memperkirakan kurva ISA granula ubi kayu
dengan nilai MRD diatas 10 (12.80). Penelitian Budijanto et al. (2010)
melaporkan model Oswin baik dalam memprediksi ISA tortilla jagung dengan
nilai MRD 2.33. Model Oswin juga tepat dalam memprediksi profil isotermi
sorpsi air pia kacang hijau Gorontalo dengan MRD 4.06 (Jamaluddin et al. 2014).
25
kadar air kesetimbangan (% bk)
20
15
10
5
model Oswin data percobaan
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aktivitas air, aw
Gambar 11 Ketepatan kurva model Oswin
Di antara keenam model, model GAB dan Henderson menjadi model yang
tepat memprediksi pola isotermi sorpsi air beras analog singkong karena
mempunyai MRD dibawah 5. Persamaan GAB menjadi yang terbaik dalam
memodelkan kadar air kesetimbangan beras analog singkong karena memiliki
nilai MRD terendah. Model GAB dikenal sebagai model yang superior karena
keberhasilannya dalam memodelkan banyak produk pangan dalam rentang aw
yang luas. Kelebihan GAB ini menurut Andrade et al. (2011) karena faktor : basis
teoritisnya sebagai penyempurnaan teori Langmuir dan BET mengenai adsorpsi
fisik, persamaan matematika yang sederhana, dan kemudahan dalam interpretasi
karena parameternya merepresentasikan kondisi fisik dalam hal proses sorpsi.
Persamaan GAB mempunyai kekurangan yaitu kurang prediktif di a w>0.93.
Berdasarkan Lomauro et al. (1985), model GAB berhasil memprediksi secara
22
tepat 50 % dari semua komoditas daging, buah dan sayuran yang diuji sifat
isotermi sorpsinya.
Kadar air awal beras analog singkong adalah 6.87% bk. Kondisi kadar air
tersebut relatif kering pada produk makanan, sehingga beras analog tergolong
dalam produk pangan kering. Kondisi tersebut dikarenakan beras analog
mengalami proses pengeringan dalam tahapan produksinya. Proses pengeringan
menguapkan kadar air pada beras analog hasil ekstrusi. Dengan kondisi kering,
diharapkan produk akan lebih tahan lama disimpan.
Produk kering (kadar air rendah) cenderung menyerap air dari
lingkungannya (higroskopis). Penambahan air dalam produk secara terus menerus
akan berakibat terjadinya perubahan fisik, kimia, bahkan mikrobiologi. Perubahan
fisik yang mungkin terjadi adalah perubahan tekstur menjadi lebih lunak. Potensi
perubahan kimia akan tinggi apabila kandungan air dalam produk memasuki zona
II dimana air multilayer tersedia untuk reaksi kimia. Efek yang terjadi pada
perubahan kimia biasanya berupa warna dan aroma yang berubah. Semakin
banyak air yang terserap, maka akan mengundang kapang dan jamur untuk
tumbuh sebagai tanda adanya aktivitas mikrobiologi. Oleh karena itu, metode
kadar air kritis bisa digunakan untuk menduga umur simpan beras analog.
Metode kadar air kritis menekankan pada kadar air dan aktivitas air sebagai
kriteria kadaluwarsa. Penentuan kadar air kritis dilakukan dengan cara
menempatkan beras analog di ruangan dengan kelembaban tinggi sehingga kadar
air meningkat sampai kadar air (kritis) dimana produk rusak dan mengalami
perubahan fisik/kimia/mikrobiologi yang sudah tidak diterima oleh konsumen
atau tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Pada percobaan ini, produk beras analog
diujikan kepada 30 panelis dalam beberapa tingkatan kadar air mulai dari kadar
air rendah (awal) sampai kadar air yang cukup tinggi. Panelis diminta menilai
aroma, tekstur, dan warna. Hasil pengujian menunjukkan pada kadar air kritis
15.24% bk. Pada kadar air ini produk beras analog memberikan aroma yang
menyengat serta tekstur yang agak lengket. Nilai kadar air ini setara pada aw 0.76,
pada penelitian lain dilaporkan kadar air kritis granula ubi kayu 15.24% bk
(Sugiyono et al. 2012), ubi kayu instan 16.1 % bk (Fitriani et al. 2015) dan beras
ubi 11.68% bk (Widowati et al. 2010).
Kemasan produk pangan merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam umur simpan. Parameter yang diperhitungkan dalam perhitungan metode
kadar air kritis adalah permeabilitas kemasan dan luas kemasan. Semakin besar
nilai permeabilitas kemasan maka transfer uap air yang masuk ke dalam kemasan
semakin banyak sehingga mempersingkat waktu umur simpan. Pengukuran Water
Vapor Transmission Rate (WVTR) dan kondisi lingkungan (suhu dan RH)
merupakan faktor dari permeabilitas kemasan. Menurut Kusnandar et al. (2010)
penentuan permeabilitas kemasan harus dilakukan pada suhu konstan untuk
menghindari perluasan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik.
23
Luas kemasan yang dipakai diukur secara manual dan menghasilkan nilai
0.063 m2 untuk kemasan PP, 0.071 m2 untuk kemasan nilon, dan 0.079 m2 untuk
kemasan aluminium. Kemasan PP diambil dari plastik wadah biasa di pasaran
(ketebalan 0.05) yang setelah diisikan produk beras analog cukup disegel dengan
sealer pemanas di bagian atas. Untuk kemasan nilon dan aluminium berbentuk
standing pouch. Semakin besar luas permukaan maka luas paparan kontak
dengan lingkungan sekitar semakin besar dan memperbesar transfer uap air ke
dalam kemasan sehingga mempersingkat waktu umur simpan. Pada Tabel 8
disajikan permeabilitas uap air dan faktor-faktornya.
kali lipat lebih lama yaitu 110 bulan. Meskipun ada faktor luas kemasan yang
sedikit berpengaruh. Sedangkan, penggunaan kemasan nilon memberikan umur
simpan selama 3 tahun 3 bulan seperti ditampilkan pada Tabel 9. Nilai
permeabilitas uap air kemasan yang rendah mampu menimimalkan transfer uap
air ke dalam kemasan sehingga kerusakan akibat kenaikan kadar air dapat
dikendalikan dan menjaga usia simpan produk dalam jangka waktu lama.
25
kadar air kesetimbangan (% bk)
20
15 y = 0.1916x + 0.6574
10
0
0 20 40 60 80 100
RH (%)
Gambar 12 Penarikan slope kurva model GAB
Simpulan
Beras analog singkong mempunyai tipe kurva ISA sigmoid (tipe II) dengan
persamaan GAB dan Henderson menjadi model yang bisa memprediksi kadar air
kesetimbangan dengan baik. Kadar air kritis beras analog adalah 15.24 % bk
dimana aroma beras analog menyengat dan tekstur basah/lengket. Jenis kemasan
yang diuji ada 3 jenis, yaitu kemasan PP, nilon, dan aluminium dimana hasil
pengujian menunjukkan kemasan PP memiliki permeabilitas 0.105
g/m2.hari.mmHg dan kemasan nilon sebesar 0.053 g/m2.hari.mmHg. Dengan berat
sampel 600 gram per kemasan dan kadar air awal 6.87 % bk, maka berat padatan
561.45 gram/kemasan. Prediksi umur simpan beras analog singkong
menggunakan kemasan PP adalah 1 tahun 10 bulan dan bila menggunakan
kemasan nilon menjadi 3 tahun 3 bulan.
Saran
Beberapa parameter pendugaan umur simpan beras analog metode kadar air
kritis bisa diujicoba untuk mendekati hasil pengujian umur simpan secara
konvensional, seperti pemodelan menggunakan persamaan lain yang lebih baik,
cara penarikan slope kurva ISA, penetapan kadar air kesetimbangan dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah DR, Soekarto ST. 2010. Pemodelan isotermis sorpsi air pada model
pangan. J Teknol Indust Pangan. 21(1): 33-39.
Alfiah MN, Hartini S, Cahyanti MN. 2017. Pemodelan matematika dan sifat
termodinamika isoterm sorpsi air tepung singkong terfermentasi angkak.
Alchemy. 13(1):29-40.
Al-Muhtaseb AH, McMinn WAM, Magee TRA. 2002. Moisture sorption
characteristics of food products: a review. Trans IchemE. 80(C):118-128.
Alfiyani N. 2018. Penetapan parameter kurva ISA dalam penentuan umur simpan
produk pangan kering metode kadar air kritis [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Anandito RBK, Siswanti, Purnamayanti L, Sodiq H. 2017. Shelf life
determination of fish koya using critical moisture content approach.
Proceedings of the Pakistan Academic of Sciences: B. Life and
Environmental Sciences. 54(3): 201-206.
Andrade PRD, Lemus MR, Perez CCE. 2011. Models of sorption isotherms for
food: uses and limitations. Vitae. 18(3): 325 -334.
Aqualab. 2011. Application note 13947-03: Fundamentals of Moisture Sorption
Isotherms. Pullman(US): Decagon Devices, Inc. [diunduh 2017 Sep 3].
26
Fitriani PPE, Wijaya IMAS, Gunam IBW. 2015. Pendugaan masa kadaluarsa ubi
kayu (Manihot esculenta Crantz) instan pada beberapa bahan kemasan.
MITP. 2(1):58-68.
Greenspan L. 1977. Humidity fixed points of binary saturated aqueous solutions.
Journal of Research of the National Bureau of Standards. 81A(1): 89-96.
Gultom RJ. 2014. Optimasi proses pragelatinisasi dalam pencetakan beras analog
dengan mesin twin roll berdasarkan Response Surface Methodology [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gultom RJ, Sutrisno, Budijanto S. 2014. Optimasi proses gelatinisasi berdasarkan
Respon Surface Methodology pada pencetakan beras analog dengan mesin
twin roll. J Pascapanen. 11(2):67-79.
Handoko DD. 2004. Kajian isotermi sorpsi air dekstrin pati garut (Maranta
arundinaceae L.) pada berbagai tingkat hidrolisis [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Heiss R, Eichner E. 1971. Moisture content and shelf life II. Food Manufacture.
46(6): 37-42.
Singh RP, Heldman DR. 2009. Introduction to Food Engineering. Burlington
(US): Academic Press - Elsevier Inc.
Herawat H, Kusnandar F, Adawiyah DR, Budijanto S, Rahman MS. 2014.
Thermal characteristics and state diagram of extruded instant artificial rice.
Thermochimica Acta. 593(2014): 50-57.
Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. J Litbang Pert.
27(4): 124-130.
Hidayat T, Suptijah T, Nurjanah. 2013. Karakterisasi tepung buah lindur
(Brugeira gymnorrhiza) sebagai beras analog dengan penambahan sagu dan
kitosan. MPHPI. 16(3): 268-277.
[IFST] Institute of Food Science and Technology. 1993. Shelf Life of Foods –
Guidelines for Its Determination and Prediction. London (GB): Institute of
Food Science & Technology.
Jacoeb AM, Nurilmala M, Hutasoit N. 2010. Penentuan umur simpan fish snack
(produk ekstrusi) menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar
air kritis dan metode konvensional. Akuatik. 4(1): 1-11.
Jamaluddin, Molenaar R, Tooy D. 2014. Kajian isotermi sorpsi air dan fraksi air
terikat kue pia kacang hijau asal kota gorontalo. J Ilm Teknol Pangan. 2(1):
27–37.
Kadan RS, Pepperman AB. 2002. Physicochemical properties of starch in
extruded rice flours. Cereal Chem. 79(4): 476-480.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Padi.
Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Kitic D, Jardim DCP, Favetto GJ, Resnik SL, Chirife J. 1986. Theoretical
prediction of the water activity of standard saturated salt solutions at various
temperatures. J Food Scie. 51(4): 1037-1041.
Kurachi H, penemu; Japan Corn Starch Corp. 1995 Apr 4. Process of making
enriched artificial rice. Paten Amerika US 5403606A.
Kusmana A, Budiman A, Hidayat A, penghimpun. 2017. Perkembangan Produksi
dan Konsumsi Pangan di Indonesia [bibliografi]. Muenchen (DE): Munich
Personal RePEc Archive. esai MPRA nomor 79976.
Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
28
LAMPIRAN
32
aw %bk aw/m
0.0758 2.716753 0.027901
0.222 5.647741 0.039308
0.325 7.108535 0.04572
0.682 12.8714 0.052986
0.752 14.44853 0.052047
0.838 17.36581 0.048256
0.897 23.06615 0.038888
0.06
0.05
0.04
aw/m
Mm.C.K .a w
Me =
(1 K .a w )(1 K .a w C.K .a w )
Me %bk
aw Mm.C.K.aw 1-K.aw 1-K.aw+C.K.aw |(Mi-Mpi)/Mi|
%bk Me GAB
P1
Persamaan Halsey : a w exp
P2
M e
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan linier : y=a+bx
Nilai a dan b merupakan nilai konstanta yang dihitung dengan metode kuadrat terkecil.
a
y . x x .
n
i 1 1
n
i 1
2
i
n
i 1 i
n
i 1
xi . y i a Y bX
n. x x
n 2 n 2
i 1 i 1
n. x . y x
. y
i i
b Y a
n n n
b i 1 i 1 i 1
i i i i
n. x x
n 2 n 2 X
i 1 i i 1 i
dimana : xi = nilai x di titik i
yi = nilai y di titik i
n = jumlah data
maka diperoleh nilai
b = -1.54718 a = -1.85837
sehingga persamaan Hasley yang diperoleh: log (ln(1/aw))= -1.85837 - 1.54718 log Me
Me Mi Mpi
Aw Me x=Log Me Y=log(ln(1/Aw)) x^2 xy log Me
Halsey Mi
0.08 0.027 -1.5659 0.4116 2.4522 -0.6445 -1.4671 0.034 0.2555
0.22 0.056 -1.2481 0.1776 1.5578 -0.2216 -1.3159 0.048 0.1445
0.32 0.071 -1.1482 0.0507 1.3184 -0.0583 -1.2339 0.058 0.1791
0.68 0.129 -0.8904 -0.4171 0.7928 0.3714 -0.9315 0.117 0.0904
0.75 0.144 -0.8402 -0.5451 0.7059 0.4580 -0.8488 0.142 0.0197
0.84 0.174 -0.7603 -0.7527 0.5781 0.5723 -0.7147 0.193 0.1108
0.90 0.231 -0.6370 -0.9638 0.4058 0.6139 -0.5782 0.264 0.1450
Sum -7.0902 -2.0388 7.8110 1.0912 Total 0.95
Kuadrat 50.2706 MRD 13.50
X-Y bar -1.0129 -0.2913
b -1.54718
a -1.85837
35
P1
Persamaan Chen-Clayton : a w exp
exp P 2 Me
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan linier : y=a+bx
ln(ln(1/aw)) = ln P1 – P2 Me
Dalam hal ini:
y = ln ln 1
x = Me a = ln P1 b = -P2
a w
Nilai a dan b merupakan nilai konstanta yang dihitung dengan metode kuadrat terkecil.
Kemudian diperoleh nilai
b = -16,29602 a = 1,26683
Me Chen- Mi Mpi
Aw Me X = Me Y=ln(ln(1/Aw)) X^2 XY
Clayton Mi
0.08 0.027 0.0272 0.9477 0.0007 0.0257 0.0196 0.2791
0.22 0.056 0.0565 0.4088 0.0032 0.0231 0.0526 0.0678
0.32 0.071 0.0711 0.1168 0.0051 0.0083 0.0706 0.0073
0.68 0.129 0.1287 -0.9604 0.0166 -0.1236 0.1367 0.0619
0.75 0.144 0.1445 -1.2552 0.0209 -0.1814 0.1548 0.0711
0.84 0.174 0.1737 -1.7331 0.0302 -0.3010 0.1841 0.0601
0.90 0.231 0.2307 -2.2192 0.0532 -0.5119 0.2139 0.0726
Sum 0.8322 -4.6946 0.1298 -1.0607 Total 0.62
Kuadrat 0.6926 MRD 8.85
X-Y bar 0.1189 -0.6707
b -16.29602
a 1.26683
36
Persamaan Henderson :
1 a w exp KMe n
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan linier : y=a+bx
Nilai a dan b merupakan nilai konstanta yang dihitung dengan metode kuadrat terkecil.
Kemudian diperoleh nilai
b = 1.64942 a = 1.48653
Me Mi Mpi
Aw Me X = Log Me Y=log(ln(1/(1-Aw))) X^2 XY log Me
Henderson Mi
0.08 0.027 -1.5659 -1.1033 2.4522 1.7278 -1.5702 0.0269 0.0096
0.22 0.056 -1.2481 -0.6003 1.5578 0.7492 -1.2652 0.0543 0.0385
0.32 0.071 -1.1482 -0.4056 1.3184 0.4657 -1.1471 0.0713 0.0025
0.68 0.129 -0.8904 0.0591 0.7928 -0.0526 -0.8654 0.1363 0.0591
0.75 0.144 -0.8402 0.1444 0.7059 -0.1213 -0.8137 0.1536 0.0628
0.84 0.174 -0.7603 0.2601 0.5781 -0.1978 -0.7435 0.1805 0.0393
0.90 0.231 -0.6370 0.3566 0.4058 -0.2272 -0.6850 0.2065 0.1047
Sum -7.0902 -1.2890 7.8110 2.3438 Total 0.32
Kuadrat 50.2706 MRD 4.52
X-Y bar -1.0129 -0.1841
b 1.64942
a 1.48653
37
Persamaan Caurie : ln Me ln P1 P2 a w
Dalam hal ini:
y = ln Me x = aw a = ln P1 b = -P2
Nilai a dan b merupakan nilai konstanta yang dihitung dengan metode kuadrat terkecil.
Kemudian diperoleh nilai
b = 2,23083 a = -3,54066
Me Mi Mpi
Aw Me X = aw Y=ln Me X^2 XY ln Me
Caurie Mi
0.08 0.027 0.0758 -3.6057 0.0057 -0.2733 -3.3716 0.0343 0.2639
0.22 0.056 0.2220 -2.8739 0.0493 -0.6380 -3.0454 0.0476 0.1576
0.32 0.071 0.3250 -2.6439 0.1056 -0.8593 -2.8156 0.0599 0.1578
0.68 0.129 0.6820 -2.0502 0.4651 -1.3982 -2.0192 0.1328 0.0314
0.75 0.144 0.7520 -1.9346 0.5655 -1.4548 -1.8631 0.1552 0.0741
0.84 0.174 0.8380 -1.7507 0.7022 -1.4671 -1.6712 0.1880 0.0827
0.90 0.231 0.8970 -1.4668 0.8046 -1.3157 -1.5396 0.2145 0.0702
Sum 3.7918 -16.3257 2.6981 -7.4064 Total 0.84
Kuadrat 14.3777 MRD 11.97
X-Y bar 0.5417 -2.3322
b 2.23083
a -3.54066
38
P2
a
Persamaan Oswin : Me P1 w
1 a w
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan linier : y=a+bx
ln Me = ln P1 + P2 ln (aw/(1-aw))
Dalam hal ini:
a
y = ln Me x = ln w a = ln P1 b = P2
1 aw
Nilai a dan b merupakan nilai konstanta yang dihitung dengan metode kuadrat terkecil.
Kemudian diperoleh nilai
b = 0.43659 a = -2.40673
Me Mi Mpi
Aw Me X = ln(aw/(1-aw)) Y=ln Me X^2 XY ln Me
Oswin Mi
0.08 0.027 -2.5008 -3.6057 6.2542 9.0173 -3.4986 0.0302 0.1131
0.22 0.056 -1.2540 -2.8739 1.5726 3.6040 -2.9542 0.0521 0.0772
0.32 0.071 -0.7309 -2.6439 0.5342 1.9324 -2.7258 0.0655 0.0787
0.68 0.129 0.7630 -2.0502 0.5821 -1.5642 -2.0736 0.1257 0.0232
0.75 0.144 1.1093 -1.9346 1.2306 -2.1460 -1.9224 0.1463 0.0122
0.84 0.174 1.6434 -1.7507 2.7008 -2.8771 -1.6892 0.1847 0.0634
0.90 0.231 2.1643 -1.4668 46843 -3.1746 -1.4618 0.2318 0.0050
Sum 1.1943 -16.3257 17.5588 4.7917 Total 0.37
Kuadrat 1.4263 MRD 5.33
X-Y bar 0.1706 -2.3322
b 0.43659
a -2.40673
39
Nama : Tanggal :
Sampel : Beras analog singkong
Kriteria : aroma, tekstur, warna
Instruksi :
Di hadapan anda akan disajikan beberapa sampel.
1. Amatilah tektur dan warna sampel dari kiri ke kanan dan ciumlah
aromanya.
2. Nyatakan nilai kesukaan Anda pada tekstur, warna, dan aroma sampel
pada tabel nilai kesukaan
3. Jangan membandingkan antar sampel
4. Skala kesukaan yang digunakan:
1 : sangat tidak suka
2 : tidak suka
3 : agak tidak suka
4 : netral
5 : agak suka
6 : suka
7 : sangat suka
5. Tentukan sampel yang mulai tidak diterima lagi
Kode sampel
212 135 322 428 505
Aroma
Tekstur
Warna
Lampiran 10 Penentuan kadar air kritis pada parameter aroma dan tekstur
20
18
Aroma
16
14
kadar air (% bk)
12
y = -9.6217x + 53.727
10 R² = 0.3801
8
6
4
2
0
3.6 3.8 4 4.2 4.4 4.6
skor
20
18
16
Tekstur
14
kadar air (%bk)
12
10
8
y = -8.7718x + 50.852
6 R² = 0.9472
4
2
0
0 1 2 3 4 5 6
skor
Lampiran 11 Profil ISA beras analog jagung suhu 25°C, 30°C, 35°C dan 45°C
DVS Hydrosorb 1000
25°C 30°C
35°C 45°C
44
Lampiran 11 Profil ISA beras analog jagung suhu 25°C, 30°C, 35°C dan 45°C
DVS Hydrosorb 1000 (lanjutan)
25
20
15
10
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aktivitas air (aw)
45
RIWAYAT HIDUP