Anda di halaman 1dari 12

STANDAR MUTU DAN CARA PENGUJIAN BUBUK KAKAO

(TEKNOLOGI KAKAO)

OLEH
KELOMPOK 2
Tanita Abigail Sorena 1910511009
Ni Luh Gde Amritasya Mutiara 1910511010
Komang Puspita Dewi 1910511013
I Gusti Ayu Putu Prabawati C. 1910511015
Ni Made Nia Kartika Dewi 1910511016
Ni Putu Damayanti Indraswari 1910511021
Ni Wayan Dewi Ardiani 1910511031

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi
untuk peningkatan devisa negara dimana Indonesia merupakan salah satu negara pemasok
utama kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan jumlah produksi rata-rata
sebesar 701.229 ton per tahunnya. Dimana Ekspor kakao yang dilakukan selama ini sebagian
besar masih dalam bentuk produk biji kakao, sedangkan dalam bentuk olahan baru mencapai
20% (setengah jadi) berupa lemak coklat (cocoa butter), 2 pasta coklat (cocoa paste) dan
bubuk coklat (cocoa powder) (Menteri Perdagangan, 2014). Biji kakao mengandung senyawa
polifenol yang berperan sebagai antioksidan. Polifenol golongan flavonoid terutama katekin
dan epikatekin adalah komponen utama dalam biji kakao (Osakabe et al., 1998). Kandungan
polifenol dalam produk bubuk kakao bervariasi dari 3,3-6,5 mg/g bubuk kakao (Tamrin,
2012). Menurut Yuliatmoko (2007), kandungan total polifenol dalam bubuk kakao lebih
tinggi dibandingkan dalam anggur maupun teh. Maka dari itu juga perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut terhadap kandungan apa saja yang terdapat di bubuk kakao dan untuk mengetahui
juga standar mutu dari bubuk kakao.

Cocoa powder adalah coklat dalam bentuk tepung yang melalui proses penghilangan
sebagian lemak kakao (cocoa butter) yang ada di dalam pasta coklat (chocolate liquor atau
chocolate mass). Proses pengeluaran lemak ini dilakukan dengan mengepress pasta
menggunakan pengepress (hidraulik atau mekanis). Bungkil hasil pengepresan (press cake)
selanjutnya digiling menggunakan alat penepung (grinder) yang dilengkapi dengan pengayak
(shifter) untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak di dalam
bubuk kakao berkisar antara 20-22%. Bubuk kakao berkadar lemak lebih tinggi biasanya
memiliki warna lebih gelap dengan flavor yang lebih ringan (Abraham, 1982). Cocoa powder
atau bubuk coklat umumnya digunakan dalam berbagai produk pangan, seperti minuman
coklat, ingredient untuk cake, puding, ice cream dan sebagainya. 
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Standar Mutu Dari Bubuk Kakao?
2. Bagaimana Cara Pengujian Dari Bubuk Kakao?
1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Standar Mutu Bubuk Kakao.
2. Untuk Mengetahui Cara Pengujian Bubuk Kakao.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Standar Mutu Kakao
Biji Kakao termasuk hasil perkebunan yang diekspor dan sangat menguntungkan bagi
Indonesia.  Namun kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal rendah. 
Kelemahan pokok yang dihadapi mutu kakao Indonesia adalah tingginya tingkat keasaman
biji yang diikuti oleh cita rasa yang lemah, belum mantapnya konsistensi mutu dan khususnya
masih ditemukannya biji-biji yang tidak terfermentasi.  Padahal kakao Indonesia mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai titik leleh tinggi, mengandung lemak kakao dan dapat
menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.

Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi acuan bagi petani untuk meningkatkan
mutu kakao agar produk kakao Indonesia dapat bersaing dengan mutu kakao dari negara
lain.  Dengan SNI ini diharapkan produksi kakao petani akan diserap industri dalam dan luar
negeri dengan harga lebih tinggi.

Mutu biji kakao menjadi bahan perhatian oleh konsumen, dikarenakan biji kakao
digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman.  Oleh karena itu pada tahun 2011, biji
kakao yang diperdagangkan harus memenuhi SNI 01-2323-2008 tentang standar mutu biji
kakao. 

 Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan dalam 2 (dua) jenis yaitu jenis mulia
(fine cocoa/F) dan jenis lindak (bulk cocoa/B). Adapun ciri dari masing-masing jenis
kakao tersebut, antara lain:
a. Kakao jenis mulia (fine cocoa/F), berasal dari tanaman kakao jenis Criollo dan
Trinitario, dengan ciri-ciri : buah berwarna merah/merah muda, kulit tipis
berbintik-bintik kasar dan lunak, buah bulat telur sampai lonjong, biji besar dan
bulat serta memiliki mutu yang baik, berat biji kering lebih dari 1,2 gram dan
memiliki kandungan lemak biji kurang dari 56% , kotiledon biji berwarna putih
saat masih segar dan bila sudah kering berwarna cerah.
b. Kakao jenis lindak (bulk cocoa/B), berasal dari tanaman kakao jenis Forastero,
dengan ciri – ciri buah berwarna hijau, kulit buah tebal, buah umumnya bulat
sampai bulat telur, biji buahnya tipis, kecil dan gepeng serta memiliki mutu
sedang, berat biji kering rata-rata 1 gram dan memiliki kandungan lemak biji
mendekati atau lebih dari 56%, kotiledon berwarna ungu. 
 Menurut ukuran biji yang dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram, biji kakao
dikelompokkan menjadi 5 golongan, meliputi :
a. Golongan AA : maksimal 85 biji/100 gram;
b. Golongan A : 86 - 100 biji/100 gram;
c. Golongan B : 101 - 110 biji/100 gram;
d. Golongan C : 111 – 120 biji/100 gram dan
e. Golongan S : lebih besar dari 120 biji/100 gram. 
Dari lima golongan tersebut, ukuran biji kakao yang memenuhi kriteria standar
eksport adalah golongan AA, A dan B.
Selain berdasarkan jenis dan ukuran biji, standar mutu biji kakao yang memenuhi SNI
2323:2008 harus memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus. 
2.1.1. Syarat Mutu Umum
Syarat umum biji kakao yang akan diekspor dibedakan berdasarkan ukuran
biji kakao tersebut, tingkat kekeringan / kandungan kadar air dan tingkat kontaminasi
benda asing. Ukuran biji kakao ini dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao
kering (kadar air 6 – 7 %). Klasifikasi mutu berdasarkan ukuran biji ini
diklasifikasikan dalam 5 tingkatan, sedang tingkat kekeringan dan kontaminasi
ditentukan secara laboratoris atas dasar pengujian kadar air pada sampel uji yang
mewakili yang diukur menggunakan alat pengukur kadar air biji kakao.

 Tabel Syarat Umum Standar Mutu Biji Kakao

Karakteristik Persyaratan

Kadar air (b/b)* maks. 7,5 %

Biji berbau asap dan atau abnormal dan atau berbau asing Tidak ada

Serangga hidup Tidak ada

Kadar biji pecah dan atau pecahan biji dan atau pecahan kulit
maks. 3 %
(b/b)

Kadar benda-benda asing (b/b) maks. 0 %

2.1.2. Syarat Khusus


Syarat ini lebih terkait dengan masalah cita-rasa dan aroma serta masalah
kebersihan yang terkait dengan kesehatan manusia. Setelah dilakukan klasifikasi mutu
umum, setiap parti biji kakao perlu digolongkan lagi menjadi dua tingkat mutu, yaitu
Mutu I dan Mutu II.
 Tabel Syarat Khusus Standar Mutu Biji Kakao

Persyaratan (maks.)
Karakteristik
Mutu I Mutu II

Kadar biji berkapang (b/b) 3% 4%

Kadar biji tidak terfermentasi (biji/biji) 3% 8%

Kadar biji berserangga, pipih dan berkecambah 3% 6%

1) Standar Mutu Kakao Internasional


Food and Drugs Administration (FDA) dari USA memprakarsai menyusun
standar mutu kakao internasional dengan mengadakan pertemuan antara produsen
dan konsumen beberapa kali pada tahun 1969 di Paris. Pertemuan tersebut
menyepakati ditetapkannya Standar Kakao Internasional. Standar ini sedikit
banyaknya telah diadopsi oleh hampir semua negara penghasil kakao di dunia
terutama yang mengekspor biji kakao ke Amerika. Secara umum persyaratan yang
tercantum dalam standar mutu kakao Indonesia sudah sesuai dengan yang
ditentukan dalam Standar Mutu Kakao International. Beberapa batasan umum
yang menggolongkan biji kakao yang layak untuk diperdagangkan di pasaran
internasional (Cocoa merchantable quality) adalah sebagai berikut,
a. Biji kakao harus difermentasi, kering (kadar air 7 %), bebas dari biji smoky,
bebas dari bau yang tidak normal dan bau asing dan bebas dari bukti-bukti
pemalsuan.
b. Biji kakao harus bebas dari serangga hidup
c. Biji kakao dalam satu parti (kemasan) harus mempunyai ukuran seragam,
bebas dari biji pecah, pecahan biji dan pecahan kulit, dan bebas dari benda-
benda asing.
2) Menurut persyaratan mutu, biji kakao kering dikelompokan menjadi 3 (tiga) kelas
yaitu Kelas Mutu I, Kelas Mutu II dan Kelas Mutu III, dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Kelas Mutu I: kadar biji berjamur maksimal 2 biji; kadar biji tidak
terfermentasi maksimal 3 biji; kadar biji berserangga maksimal 1 biji; kadar
kotoran maksimal 1,5 biji dan kadar biji berkecambah maksimal 2 biji.
b. Kelas Mutu II: kadar biji berjamur maksimal 4 biji; kadar biji tidak
terfermentasi maksimal 8 biji; kadar biji berserangga maksimal 2 biji; kadar
kotoran maksimal 2 biji dan kadar biji berkecambah maksimal 3 biji.
c. Kelas Mutu III: kadar biji berjamur maksimal 4 biji; kadar biji tidak
terfermentasi maksimal 20 biji; kadar biji berserangga maksimal 2 biji; kadar
kotoran maksimal 3 biji dan kadar biji berkecambah maksimal 3 biji.
2.2. Syarat Mutu Kakao Bubuk
Kakao bubuk merupakan hasil olahan dari kakao nib (kepingan biji kakao) yang
digiling hingga menjadi pasta, dimana dilakukan pemisahan antara minyak kakao dan bungkil
kakao. Bungkil kakao sendiri merupakan merupakan padatan hasil pengempaan, yang
kandungan lemaknya dihilangkan. Bungkil kakao yang didapat akan dihaluskan, sehingga
hasil tersebut menjadi bubuk kakao. Adapun beberapa syarat dan ketentuan dalam bubuk
kakao menurut SNI. Berikut tabel syarat mutu bubuk kakao menurut SNI :

Parameter uji Satuan Syarat Mutu


Keadaan :
a. Bau - Khas kakao, bebas dari bau asing
b. Rasa - Khas kakao, bebas dari bau asing
c. Warna - Cokelat atau warna lain akibat
alkalisasi
Kehalusan (lolos ayakan mesh % min. 99,5
200)
Kulit (shell) dihitung dari alkali % maks. 1,75
free nib
Kadar air (b/b) % maks. 5,0
Kadar lemak (b/b) % min. 10,0
Cemaran logam :
a. Timbal (Pb) Mg/kg maks. 2,0
b. Kadmium (Cd) Mg/kg maks. 1,0
c. Timah (Sn) Mg/kg maks. 40
Cemaran Arsen (As) Mg/kg maks. 1,0
Cemaran mikroba :
a. Angka lempeng total Koloni/g maks. 5 x 10 3

b. Bakteri bentuk coli APM/g <3


c. Escherichia coli Per g Negatif
d. Salmonella Per 25 g Negatif
e. Kapang Koloni/g maks. 50
f. Khamir Koloni/g maks. 50
2.3. Cara Pengujian Bubuk Kakao
2.3.1. Penentuan Penentuan Lemak bubuk kakao dengan metode Soxhlet
a. Hidrolisis
Bubuk kakao ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan dalam gelas kimia
250 mL. Aquades mendidih ditambahkan sebanyak 45 mL dalam gelas kimia,
kemudian sampel diaduk sampel hingga homogen. Larutan HCl 25% ditambahkan
sebanyak 55 mL kedalam larutan diatas dan ditutup dengan kaca arloji, lalu
didihkan selama 15 menit di atas hot plate. Kaca arloji dibilas dengan aquades
panas ke dalam gelas kimia di atas. Sampel disaring ke dalam erlenmeyer dengan
menggunakan kertas saring whatman 42, dan dibilas dengan menggunakan
aquades panas hingga sample bebas klorida (terbentuk endapan putih bila
ditambahkan dengan AgNO3 0,1 N). Kertas saring ditutup dan dimasukkan dalam
filter silinder selulosa whatman kemudian ditutup dengan kapas kemudian sampel
dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C selama 6 jam.
b. Ekstraksi
Labu alas bulat yang dibersihkan dan ditambahkan 3 butir boiling chip
(batu didih) kemudian dikeringkan dalam oven dengan temperatur 103°C selama
1 jam. Labu alas bulat didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang
sebagai bobot M1 (g). Peralatan ekstraksi dirangkai dan dihubungkan dengan
kran untuk sirkulasi pendingin. Petroleum ether ditambahkan sebanyak 200 -
250 mL kedalam labu alas bulat. Filter silinder selulosa whatman yang berisi
sampel dimasukkan kedalam sifon, lalu dihubungkan dengan labu alas bulat dan
kondensor. Setelah itu sampel diekstraksi selama 4 ± 6 jam. Filter silinder
selulosa whatman berisi sampel dikeluarkan dari kondensor dan petroleum ether
diuapkan dengan dipanaskan labu diatas penangas air. Labu alas bulat yang
berisi lemak dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C selama 1 jam dan
didinginkan dalam desikator selama 1 jam. Langkah tersebut diulangi hingga
mendapatkan bobot tetap kemudian sampel ditimbang sebagai M2 (g).
Untuk menentukan kadar lemak menggunakan persamaan :
Kadar lemak = M2-M1m sampel x 100 %

Keterangan:
M1 = bobot labu + batu didih (g)
M2 = bobot labu + batu didih + lemak (g)
M sampel = bobot sampel (g)
2.3.2. Penentuan kadar air bubuk kakao dengan metode gravimetri
Cawan porselen dibersihkan dari kotoran atau bekas sampel. Cawan
dipanaskan dalam oven dengan temperatur 105 °C selama 1 jam, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan ditimbang sebagai bobot
kosong M1 (g). Sampel ditimbang sebanyak 5 g kedalam cawan dan dicatat sebagai
M2 (g). Setelah itu cawan dan sampel dipanaskan dalam oven dengan temperatur 105
°C selama 4 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 1 jam. Cawan dan sampel
kemudian ditimbang dan dicatat sebagai bobot M3 (g). 
Untuk menentukan kadar lemak menggunakan persamaan : 

Kadar air = M2-M3M2-M1 x 100%

Keterangan: 
M1 = bobot cawan kosong (g) 
M2 = bobot cawan kosong + sampel sebelum dipanaskan (g) 
M3 = bobot cawan kosong + sampel setelah dipanaskan (g)
2.3.3. Penentuan Kehalusan Sampel Bubuk Kakao
Bersihkan sieving dengan menggunakan kuas, dan dipastikan tidak ada sisa
sampel yang tertahan di atas mesh. Sampel ditimbang diatas sieving sebanyak 10 g.
Sieving + sample dicelupkan kedalam wadah aluminium yang berisikan n-hexane
(tidak sampai tenggelam), digoyang-goyangkan secara berlawanan arah jarum jam.
Kemudian sieving + sample dibilas ke dalam wadah aluminium lainnya yang berisi n-
hexane (yang lebih bersih). Sieving dikeringkan di oven dengan temperatur 60 °C
selama 30 detik. Sisa sampel yang tertahan di atas sieving dibersihkan dengan
menggunakan kuas yang bersih. Sampel kemudian ditimbang di atas dengan petri
aluminium. Untuk menentukan kehalusan bubuk kakao, dapat digunakan persamaan
untuk mencari % particle size kemudian persamaan 5 untuk menentukan % fineness.

% Particle size  = M2M1 x100 %


% Fineness = 100 % - % Particle size

Keterangan:
M1 = Massa sampel (g)
M2 = Massa Particle Size (g)
2.3.4. Penentuan Masa Simpan Bubuk Kakao pada Kemasan 
Umur simpan bubuk kakao dianalisis dengan Metode ASLT melalui
pendekatan Persamaan Arrhenius yang digunakan untuk pendugaan umur simpan
produk yang mudah rusak oleh reaksi kimia, salah satunya terjadinya kerusakan
karena oksidasi lemak (Kusnandar, 2006). Bubuk kakao masih mengandung lemak
yang cukup tinggi, antara 10 hingga 22% (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2017) sehingga potensi rusak akibat oksidasi lemak sangat mungkin
terjadi. Penurunan mutu produk berlemak seperti bubuk kakao, yaitu akan menjadi
tengik apabila disimpan dalam waktu lama (Maharani dkk., 2012). Pada suhu yang
semakin tinggi laju reaksi kimia akan semakin cepat yang artinya penurunan mutu
produk semakin cepat terjadi jika produk disimpan pada suhu yang semakin tinggi
(Kusnandar, 2006). Suhu yang digunakan untuk menduga umur simpan bubuk kakao
pada penelitian ini yaitu suhu 30, 40, dan 50o C. Ketengikan suatu produk dapat
dilihat dari perubahan angka peroksidanya. Angka peroksida dapat menggambarkan
tingkat oksidasi lemak yaitu dengan semakin tingginya angka peroksida maka jumlah
lemak yang teroksidasi juga semakin banyak. Semakin banyaknya lemak yang
teroksidasi berarti produk tersebut mengalami penurunan mutu yang berujung pada
kerusakan produk/tengik (Maharani dkk., 2012). Oleh karena itu, pada penelitian ini
angka peroksida dijadikan sebagai parameter mutu yang digunakan untuk menilai
penurunan mutu bubuk kakao.
Angka peroksida bubuk kakao diuji dengan metode titrasi (AOAC, 1990).
Sebanyak 5 gr sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan
larutan asam asetat-kloroform (3:2) sebanyak 30 ml. Larutan dikocok hingga semua
terlarut, kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, selanjutnya ditutup dan
didiamkan selama 1 menit. Setelah itu, ditambahkan 30 ml aquades, lalu dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat 0,01 N sampai warna kuning hampir hilang.
Kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan indikator pati 1% dan dititrasi lagi sampai
warna biru mulai hilang. Angka peroksida dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Angka Peroksida =  ml Na2 S203 X N thiox 100bobot sampel (gram)


Hasil uji angka peroksida selanjutnya diplotkan pada grafik hubungan antara
lama penyimpanan (sumbu x) dan rata-rata penurunan nilai mutu/hari (sumbu y).
Selanjutnya, dibuat regresi liniernya sehingga diperoleh persamaan regresi untuk
setiap suhu penyimpanan. Setelah itu, dibuat Plot Arrhenius dengan sumbu x
menyatakan 1/T dan sumbu y menyatakan nilai ln k. Nilai k merupakan kemiringan
(gradien) dari garis regresi linier pada setiap suhu penyimpanan. Persamaan Arrhenius
dituliskan sebagai berikut (Faridah dkk., 2013): 

k=k e
t  O.
(-Ea/RT)

Keterangan: 
Ea = energi aktivasi (kal/mol)
R = konstanta gas ideal (1.986 kal/mol.K)
T = suhu dalam K 
k0 = konstanta pre-eksponensial
kt = konstanta kecepatan reaksi (1/hari);
Persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan berikut :

ln k = ln 𝑘 − 𝐸𝑎⁄𝑅T
t 0

Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh nilai k. Selanjutnya, umur simpan


produk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

t orde nol = (A – A)/k 0

Keterangan: 
t = prediksi umur simpan (hari)
A0 = nilai mutu awal
A = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t
k = konstanta penurunan mutu
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kakao bubuk merupakan
hasil olahan dari kakao nib (kepingan biji kakao) yang digiling hingga menjadi pasta,
dimana dilakukan pemisahan antara minyak kakao dan bungkil kakao. Untuk syarat mutu
bubuk kakao sesuai dengan SNI ini dilihat dari keadaan bau yang khas kakao, dan bebas
dari bau asing; memiliki rasa khas kakao; serta, berwarna cokelat atau warna lain akibat
alkalisasi. Sedangkan untuk cara pengujian bubuk kakao ini dapat dilakukan dengan cara
Penentuan lemak bubuk kakao dengan metode Soxhlet, yang terdiri dari hidrolisis dan
ekstraksi; Penentuan kadar air bubuk kakao dengan metode Gravimetri; Penentuan
kehalusan sampel bubuk kakao; serta yang terakhir Penentuan masa simpan bubuk kakao
pada kemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Buditama, A.R. 2020. Perbandingan Metode Uji Penentuan Kadar Lemak dan Kadar Air
dalam Sampel Bubuk Kakao di PT Kalla Kakao Industri. Tugas Akhir. Universitas
Islam Indonesia : Yogyakarta.
Mugi Lestari. 2019. Standar Mutu Biji Kakao.
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/69908/STANDAR-MUTU-BIJI-KAKAO/.
Diakses tanggal 31 Oktober 2021.
Sabarisman, I., Satria B. A., Ika R. R. 2017. Analisis Umur Simpan Bubuk Kakao dalam
Kemasan Plastik Standing Pouch menggunakan Pendekatan Model Arrhenius. Jurnal
Nasional Teknologi Terapan. Vol 1 (1) : 45 - 46
Wahyu Adi wibowo. 2015. Standar Mutu Biji Kakao [Coklat]. https://multimeter-
digital.com/standar-mutu-biji-kakao-cokelat.html. Diakses tanggal 31 Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai