(TEKNOLOGI KAKAO)
OLEH
KELOMPOK 2
Tanita Abigail Sorena 1910511009
Ni Luh Gde Amritasya Mutiara 1910511010
Komang Puspita Dewi 1910511013
I Gusti Ayu Putu Prabawati C. 1910511015
Ni Made Nia Kartika Dewi 1910511016
Ni Putu Damayanti Indraswari 1910511021
Ni Wayan Dewi Ardiani 1910511031
Cocoa powder adalah coklat dalam bentuk tepung yang melalui proses penghilangan
sebagian lemak kakao (cocoa butter) yang ada di dalam pasta coklat (chocolate liquor atau
chocolate mass). Proses pengeluaran lemak ini dilakukan dengan mengepress pasta
menggunakan pengepress (hidraulik atau mekanis). Bungkil hasil pengepresan (press cake)
selanjutnya digiling menggunakan alat penepung (grinder) yang dilengkapi dengan pengayak
(shifter) untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak di dalam
bubuk kakao berkisar antara 20-22%. Bubuk kakao berkadar lemak lebih tinggi biasanya
memiliki warna lebih gelap dengan flavor yang lebih ringan (Abraham, 1982). Cocoa powder
atau bubuk coklat umumnya digunakan dalam berbagai produk pangan, seperti minuman
coklat, ingredient untuk cake, puding, ice cream dan sebagainya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Standar Mutu Dari Bubuk Kakao?
2. Bagaimana Cara Pengujian Dari Bubuk Kakao?
1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Standar Mutu Bubuk Kakao.
2. Untuk Mengetahui Cara Pengujian Bubuk Kakao.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Standar Mutu Kakao
Biji Kakao termasuk hasil perkebunan yang diekspor dan sangat menguntungkan bagi
Indonesia. Namun kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal rendah.
Kelemahan pokok yang dihadapi mutu kakao Indonesia adalah tingginya tingkat keasaman
biji yang diikuti oleh cita rasa yang lemah, belum mantapnya konsistensi mutu dan khususnya
masih ditemukannya biji-biji yang tidak terfermentasi. Padahal kakao Indonesia mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai titik leleh tinggi, mengandung lemak kakao dan dapat
menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.
Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi acuan bagi petani untuk meningkatkan
mutu kakao agar produk kakao Indonesia dapat bersaing dengan mutu kakao dari negara
lain. Dengan SNI ini diharapkan produksi kakao petani akan diserap industri dalam dan luar
negeri dengan harga lebih tinggi.
Mutu biji kakao menjadi bahan perhatian oleh konsumen, dikarenakan biji kakao
digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman. Oleh karena itu pada tahun 2011, biji
kakao yang diperdagangkan harus memenuhi SNI 01-2323-2008 tentang standar mutu biji
kakao.
Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan dalam 2 (dua) jenis yaitu jenis mulia
(fine cocoa/F) dan jenis lindak (bulk cocoa/B). Adapun ciri dari masing-masing jenis
kakao tersebut, antara lain:
a. Kakao jenis mulia (fine cocoa/F), berasal dari tanaman kakao jenis Criollo dan
Trinitario, dengan ciri-ciri : buah berwarna merah/merah muda, kulit tipis
berbintik-bintik kasar dan lunak, buah bulat telur sampai lonjong, biji besar dan
bulat serta memiliki mutu yang baik, berat biji kering lebih dari 1,2 gram dan
memiliki kandungan lemak biji kurang dari 56% , kotiledon biji berwarna putih
saat masih segar dan bila sudah kering berwarna cerah.
b. Kakao jenis lindak (bulk cocoa/B), berasal dari tanaman kakao jenis Forastero,
dengan ciri – ciri buah berwarna hijau, kulit buah tebal, buah umumnya bulat
sampai bulat telur, biji buahnya tipis, kecil dan gepeng serta memiliki mutu
sedang, berat biji kering rata-rata 1 gram dan memiliki kandungan lemak biji
mendekati atau lebih dari 56%, kotiledon berwarna ungu.
Menurut ukuran biji yang dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram, biji kakao
dikelompokkan menjadi 5 golongan, meliputi :
a. Golongan AA : maksimal 85 biji/100 gram;
b. Golongan A : 86 - 100 biji/100 gram;
c. Golongan B : 101 - 110 biji/100 gram;
d. Golongan C : 111 – 120 biji/100 gram dan
e. Golongan S : lebih besar dari 120 biji/100 gram.
Dari lima golongan tersebut, ukuran biji kakao yang memenuhi kriteria standar
eksport adalah golongan AA, A dan B.
Selain berdasarkan jenis dan ukuran biji, standar mutu biji kakao yang memenuhi SNI
2323:2008 harus memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
2.1.1. Syarat Mutu Umum
Syarat umum biji kakao yang akan diekspor dibedakan berdasarkan ukuran
biji kakao tersebut, tingkat kekeringan / kandungan kadar air dan tingkat kontaminasi
benda asing. Ukuran biji kakao ini dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao
kering (kadar air 6 – 7 %). Klasifikasi mutu berdasarkan ukuran biji ini
diklasifikasikan dalam 5 tingkatan, sedang tingkat kekeringan dan kontaminasi
ditentukan secara laboratoris atas dasar pengujian kadar air pada sampel uji yang
mewakili yang diukur menggunakan alat pengukur kadar air biji kakao.
Karakteristik Persyaratan
Biji berbau asap dan atau abnormal dan atau berbau asing Tidak ada
Kadar biji pecah dan atau pecahan biji dan atau pecahan kulit
maks. 3 %
(b/b)
Persyaratan (maks.)
Karakteristik
Mutu I Mutu II
Keterangan:
M1 = bobot labu + batu didih (g)
M2 = bobot labu + batu didih + lemak (g)
M sampel = bobot sampel (g)
2.3.2. Penentuan kadar air bubuk kakao dengan metode gravimetri
Cawan porselen dibersihkan dari kotoran atau bekas sampel. Cawan
dipanaskan dalam oven dengan temperatur 105 °C selama 1 jam, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan ditimbang sebagai bobot
kosong M1 (g). Sampel ditimbang sebanyak 5 g kedalam cawan dan dicatat sebagai
M2 (g). Setelah itu cawan dan sampel dipanaskan dalam oven dengan temperatur 105
°C selama 4 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 1 jam. Cawan dan sampel
kemudian ditimbang dan dicatat sebagai bobot M3 (g).
Untuk menentukan kadar lemak menggunakan persamaan :
Keterangan:
M1 = bobot cawan kosong (g)
M2 = bobot cawan kosong + sampel sebelum dipanaskan (g)
M3 = bobot cawan kosong + sampel setelah dipanaskan (g)
2.3.3. Penentuan Kehalusan Sampel Bubuk Kakao
Bersihkan sieving dengan menggunakan kuas, dan dipastikan tidak ada sisa
sampel yang tertahan di atas mesh. Sampel ditimbang diatas sieving sebanyak 10 g.
Sieving + sample dicelupkan kedalam wadah aluminium yang berisikan n-hexane
(tidak sampai tenggelam), digoyang-goyangkan secara berlawanan arah jarum jam.
Kemudian sieving + sample dibilas ke dalam wadah aluminium lainnya yang berisi n-
hexane (yang lebih bersih). Sieving dikeringkan di oven dengan temperatur 60 °C
selama 30 detik. Sisa sampel yang tertahan di atas sieving dibersihkan dengan
menggunakan kuas yang bersih. Sampel kemudian ditimbang di atas dengan petri
aluminium. Untuk menentukan kehalusan bubuk kakao, dapat digunakan persamaan
untuk mencari % particle size kemudian persamaan 5 untuk menentukan % fineness.
Keterangan:
M1 = Massa sampel (g)
M2 = Massa Particle Size (g)
2.3.4. Penentuan Masa Simpan Bubuk Kakao pada Kemasan
Umur simpan bubuk kakao dianalisis dengan Metode ASLT melalui
pendekatan Persamaan Arrhenius yang digunakan untuk pendugaan umur simpan
produk yang mudah rusak oleh reaksi kimia, salah satunya terjadinya kerusakan
karena oksidasi lemak (Kusnandar, 2006). Bubuk kakao masih mengandung lemak
yang cukup tinggi, antara 10 hingga 22% (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2017) sehingga potensi rusak akibat oksidasi lemak sangat mungkin
terjadi. Penurunan mutu produk berlemak seperti bubuk kakao, yaitu akan menjadi
tengik apabila disimpan dalam waktu lama (Maharani dkk., 2012). Pada suhu yang
semakin tinggi laju reaksi kimia akan semakin cepat yang artinya penurunan mutu
produk semakin cepat terjadi jika produk disimpan pada suhu yang semakin tinggi
(Kusnandar, 2006). Suhu yang digunakan untuk menduga umur simpan bubuk kakao
pada penelitian ini yaitu suhu 30, 40, dan 50o C. Ketengikan suatu produk dapat
dilihat dari perubahan angka peroksidanya. Angka peroksida dapat menggambarkan
tingkat oksidasi lemak yaitu dengan semakin tingginya angka peroksida maka jumlah
lemak yang teroksidasi juga semakin banyak. Semakin banyaknya lemak yang
teroksidasi berarti produk tersebut mengalami penurunan mutu yang berujung pada
kerusakan produk/tengik (Maharani dkk., 2012). Oleh karena itu, pada penelitian ini
angka peroksida dijadikan sebagai parameter mutu yang digunakan untuk menilai
penurunan mutu bubuk kakao.
Angka peroksida bubuk kakao diuji dengan metode titrasi (AOAC, 1990).
Sebanyak 5 gr sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan
larutan asam asetat-kloroform (3:2) sebanyak 30 ml. Larutan dikocok hingga semua
terlarut, kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, selanjutnya ditutup dan
didiamkan selama 1 menit. Setelah itu, ditambahkan 30 ml aquades, lalu dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat 0,01 N sampai warna kuning hampir hilang.
Kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan indikator pati 1% dan dititrasi lagi sampai
warna biru mulai hilang. Angka peroksida dihitung berdasarkan persamaan berikut:
k=k e
t O.
(-Ea/RT)
Keterangan:
Ea = energi aktivasi (kal/mol)
R = konstanta gas ideal (1.986 kal/mol.K)
T = suhu dalam K
k0 = konstanta pre-eksponensial
kt = konstanta kecepatan reaksi (1/hari);
Persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan berikut :
ln k = ln 𝑘 − 𝐸𝑎⁄𝑅T
t 0
Keterangan:
t = prediksi umur simpan (hari)
A0 = nilai mutu awal
A = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t
k = konstanta penurunan mutu
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kakao bubuk merupakan
hasil olahan dari kakao nib (kepingan biji kakao) yang digiling hingga menjadi pasta,
dimana dilakukan pemisahan antara minyak kakao dan bungkil kakao. Untuk syarat mutu
bubuk kakao sesuai dengan SNI ini dilihat dari keadaan bau yang khas kakao, dan bebas
dari bau asing; memiliki rasa khas kakao; serta, berwarna cokelat atau warna lain akibat
alkalisasi. Sedangkan untuk cara pengujian bubuk kakao ini dapat dilakukan dengan cara
Penentuan lemak bubuk kakao dengan metode Soxhlet, yang terdiri dari hidrolisis dan
ekstraksi; Penentuan kadar air bubuk kakao dengan metode Gravimetri; Penentuan
kehalusan sampel bubuk kakao; serta yang terakhir Penentuan masa simpan bubuk kakao
pada kemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Buditama, A.R. 2020. Perbandingan Metode Uji Penentuan Kadar Lemak dan Kadar Air
dalam Sampel Bubuk Kakao di PT Kalla Kakao Industri. Tugas Akhir. Universitas
Islam Indonesia : Yogyakarta.
Mugi Lestari. 2019. Standar Mutu Biji Kakao.
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/69908/STANDAR-MUTU-BIJI-KAKAO/.
Diakses tanggal 31 Oktober 2021.
Sabarisman, I., Satria B. A., Ika R. R. 2017. Analisis Umur Simpan Bubuk Kakao dalam
Kemasan Plastik Standing Pouch menggunakan Pendekatan Model Arrhenius. Jurnal
Nasional Teknologi Terapan. Vol 1 (1) : 45 - 46
Wahyu Adi wibowo. 2015. Standar Mutu Biji Kakao [Coklat]. https://multimeter-
digital.com/standar-mutu-biji-kakao-cokelat.html. Diakses tanggal 31 Oktober 2021.