Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Uji organoleptik dapat disebut juga dengan pengukuran inderawi karena
membutuhkan indera-indera dari manusia untuk mengukurnya. Uji ini berguna
untuk mengukur aroma, penampakan, tekstur, dan rasa dari produk pangan yang
ingin diuji. Hal itu karena konsumen akan menilai suatu produk pangan tentunya
paling awal adalah dari penampakan produk tersebut, kemudian aroma, lalu
tekstur, dan akhirnya rasa dari produk pangan. Uji ini melibatkan sensore dan
rangsangan sebagai daya penerimaan pada indera manusia supaya dapat
bekerja. Sensori sendiri berasal dari kata “sense” yang dapat diartikan sebagai
rasa yang timbul yang tentunya setiap hal tentang rasa akan dihubungkan dengan
panca indera manusia. Objek yang dapat dinilai oleh indera ada banyak tidak
hanya prouk pangan saja, karena yang dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis
(mental) berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan (stimulus), maka
dari itu disebut penilaian sensorik. Pada waktu alat indra menerima rangsangan,
sebelum terjadi kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor
dan diteruskan pada susunan syaraf sensori atau syaraf penerimaan. Kriteria-
kriteria tersebut sudah dapat dikaitkan untuk mewakili kualitas suatu bahan
pangan, baik minuman maupun makanan. Namun, hasil yang didapat tidak 100%
menjamin kebenaran, karena didalamnya hanya diperlihatkan perlakuan yang
terbaik atau yang paling disenangi oleh para panelis. Kekurangannya adalah
penilaian dapat bersifat subjektif. Karena itu uji organoleptik ini biasa disebut
dengan uji hedonik yaitu harus berdasarkan apa yang dirasakan oleh panelis, pada
pengujian organoleptik tidak boleh membedakan atau membandingkan kualitas
yang disukai.
1.2 Tujuan
Terdapat beberapa tujuan yang melatarbelakangi praktikum uji
organoleptik. Tujuannya yaitu untuk melatih praktikan supaya dapat menjadi
seorang panelis yang baik dan benar. Selain itu juga bertujuan untuk memberi
pengetahuan terhadap para praktikan tentang penerapan serta prosedur uji
organoleptik atau uji sensori. Serta membantu praktikan untuk mengetahui
kelebihan dan kelemahan dari setiap model uji yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Panelis
Panelis merupakan seseorang atau kelompok yang memiliki tugas untuk
menilai sifat atau mutu dari suatu produk, biasanya adalah produk pangan. Panelis
juga dapat disebut sebagai instrumen versi makhluk hidup yaitu manusia yang
memiliki tugas untuk melakukan pengukuran sifat inderawi didalam uji
organoleptik. Penilaian tersebut harus subyektif tidak karena suka atau tidak nya
terhadap barang uji. Maka dari itu panelis tidak boleh dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu saat melakukan pengujian (Syah, 2012).
Dalam pengujian inderawi atau organoleptik terdapat lima macam panelis
secara umum. Sebelum itu, pada proses pengujian juga memerlukan fasilitas
seperti laboratorium supaya panelis memiliki suasan tenang yang memadai pada
saat proses pengujian. Jenis-jenis panelis dapat diklasifikasikan atas panelis
perseorangan dan panelis tim terbatas. Selain itu juga terdapat panelis terlatih,
panelis tidak terlatih, dan panelis konsumen. Setiap panelis yang sudah termasuk
didalam klasifikasi tersebut harus berminat terhadap pengujian indrawinya dan
bersedia meluangkan waktu (Soekarto, 2020).
2.2 Uji Organoleptik
Organoleptic test or sensory testing is a testing procedure carried out by
utilizing the five senses of humans to measure and assess the texture, color,
aroma, and taste of a food, drink, and product such as medicine. This test has an
important role for the development of a product, especially food products. The
organoleptic test consists of six stages, namely receiving the product, identifying
the product, clarifying the product characteristics, remembering the observed
product, and restating the sensory properties of the product. Organoleptic test has
a high relevance to product quality because it is directly related to consumer
preferences. This method is quite easy and applicable (Tanone and Hendra, 2019).
Uji organoleptik atau pengujian indra adalah suatu prosedur pengujian
yang dilakukan dengan memanfaatkan panca indera dari manusia untuk mengukur
dan menilai tekstur, warna, aroma, dan rasa suatu makanan, minuman, dan
produk seperti obat. Tes ini memiliki peran penting untuk pengembangan dari
suatu produk, terlebih lagi produk pangan. Uji organoleptik terdiri dari enam tahap
yaitu menerima produk, mengidentifikasi produk, memperjelas karakteristik
produk, mengingat produk yang diamati, dan menyatakan kembali sifat sensorik
produk. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi terhadap kualitas produk
karena berhubungan langsung dengan preferensi konsumen. Cara ini cukup
mudah dan aplikatif (Tanone dan Hendra, 2019).
Organoleptic test is a test based on the sensing process. Sensing means
a stimulus or reaction to an object that gives a certain impression. The testing
process is subjective or most likely depends on consumer behavior. The purpose
of the organoleptic test is to determine the difference between one sample and
another, so that the end result is to conclude about consumer acceptance or
consumer preferences. Several factors that are important in organoleptic
evaluation are carried out to assess food products, namely aroma, taste, texture,
appearance, and color. Organoleptic tests can be based on three factors, namely
taste, appearance (texture and color) and packaging (Ana et al., 2017).
Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Penginderaan berarti adanya rangsangan atau reaksi terhadap
suatu objek yang memberikan kesan tertentu. Proses pengujian bersifat subjektif
atau kemungkinan besar tergantung pada perilaku konsumen. Tujuan dari uji
organoleptik adalah untuk mengetahui perbedaan antara sampel yang satu
dengan sampel yang lainnya, sehingga hasil akhirnya adalah untuk menyimpulkan
tentang penerimaan konsumen atau preferensi konsumen. Beberapa faktor yang
penting dalam organoleptik Evaluasi yang dilakukan untuk menilai produk pangan
adalah aroma, rasa, tekstur, kenampakan, dan warna. Uji organoleptik dapat
didasarkan tiga faktor yaitu rasa, kenampakan (tekstur dan warna) dan kemasan
(Ana et al., 2017).
2.3 Uji Deskriptif
Uji deskriptif sesuai dengan namanya adalah untuk mendeskripsikan serta
mengidentifikasi sifat-sifat sensori. Uji ini cukup penting dalam pengujian suatu
produk karena memberikan informasi tentang intensitas karakteristik dari produk.
Pengujian ini membantu dalam mengidentifikasi variable dari bahan tambahan
yang berkaitan dengan sensori pada produk tertentu. Atau juga produk yang
memiliki karakteristik yang berhubungan (Permadi et al., 2018).
Analisis pada uji deskriptif ini dapat mencakup banyak parameter dari suatu
produk. Namun juga dapat terbatas hanya untuk aspek-aspek tertentu seperti
aroma, tekstur, dan rasa. Pengujian ini terdiri dari uji scoring, flavor profile %
texture profile test, dan Qualitative Descriptive Analysis (QDA). Metode dari uji ini
biasanya menggunakan 8 sampai 12 panelis yang terlatih dengan memakai
standar referensi. Uji ini bermanfaat bagi agroindustri dalam hal kontrol kualitas
sampai dengan pemecahan masalah keluhan dari konsumen (Tarwendah, 2017).
2.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Uji Deskriptif
Tentunya dalam setiap pengujian sesuatu pasti ada kelemahan serta
kelebihan yang didapat dari metode pengujian tersebut. Pada uji deskriptif
kelebihannya adalah informasi yang didapat dari pengujian ini dapat berguna
dalam pengembangan produk baru. Selain itu juga berperan dalam memperbaiki
produk saat masih dalam pemrosesan. Juga berguna dalam pengendalian mutu
secara rutin (Permadi et al., 2018).
Pengujian deskriptif menggunakan system skoring dengan angka untuk
menilai intensitas produk. Dapat menjadi sulit dalam proses skoring apabila
terdapat produk yang sangat tipis perbedaannya dalam berbagai aspek uji. Selain
itu juga dibutuhkan cukup banyak panelis dalam pengujiannya. Lalu pengujian
deskriptif ini juga cenderung cukup mahal (Tarwendah, 2017).
2.4 Uji Pembeda
Uji pembeda adalah pengujian yang berguna untuk menetapkan apakah
terjadi perbedaan sifat sensorik atau organoleptik diantara dua sampel. Namun
tetap saja bisa disajikan dalam sejumlah sampel. Pengujian pembeda terdiri dari
uji perbandingan pasangan (paired comparation test). Dimana maksudnya adalah
para panelis diminta untuk menjelaskan dan menyatakan apakah ada perbedaan
antara dua contoh yang disajikan (Tarwendah, 2017).
Uji pembedaan ini juga berguna sebagai penilaian tentang ada atau
tidaknya perubahan diantara dua macam produk. Dari informasi perbedaan
tersebut dapat diketahui kelebihan dan kelemahan dari produk yang dibandingkan.
Terdapat dua bentuk dari uji pembeda, yaitu uji pembedaan berarah dan tidak
berarah. Pengujian ini menuntut kepekaan sensori yang cukup tinggi dari para
panelis supaya dapat membedakan secara jelas (Agusta et al., 2017).
2.4.1 Uji DuoTrio
Uji duo-trio merupakan uji yang digunakan mendeteksi adanya perbedaan
antara dua sampel. Pada uji ini menggunakan sampel pembanding. Uji duo-trio
terdapat didalam kelompok dari salah satu uji pembeda. Pada pengujian duo-trio
dari awal telah di tentukan pembanding yang akan dibandingkan dengan sampel
lainya (Akbar et al., 2019).
Uji ini digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang sangat kecil.
Perbedaan dari bahan uji dan atau melihat persamaan antara bahan uji dengan
contoh yang baku. Uji Duo-Trio menggunakan tabel Two Sample Test sebagai
pembanding jumlah respon yang benar. Cara kerjanya yaitu panelis akan diminta
untuk menyatakan beberapa perbedaan tiap produk yang telah disajikan.
Kemudian panelis yang lulus uji dapat berlanjut pada tahap selanjutnya untuk
melakukan skoring (Tarwendah, 2017).
2.4.2 Kelebihan dan Kelemahan Uji Pembeda
Setiap pengujian tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
proses pengujiannya. Karena uji pembeda dapat diartikan sebagai metode
pengukur kemampuan panelis pada saat mendeteksi sifat sensori. Maka kelebihan
uji ini yaitu dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan pada 2 sampel, atau
dapat mendeteksi perbedaan tingkat kecil. Uji ini dapat juga melihat perlakuan
baru terhadap mutu bahan (Tarwendah, 2017).
Sedangkan kelemahan uji ini yaitu banyak terjadi human error. Hal itu
karena uji ini didasarkan pada daya ingat panelis terhadap atribut yang
diidentifikas. Lalu uji ini juga dipengaruhi oleh keadaan psikologis dan fisiologis.
Selain itu juga dalam pengujian ini harus mempertimbangan sasaran konsumen
serta jumlah produk yang akan dilakukan pengujian (Widiantara et al., 2018).
2.5 Uji Hedonik
Uji hedonik menjadi pengujian yang paling banyak digunakan dalam
pengukuran suatu produk. Pengukuran yang dilakukan khususnya adalah untuk
mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan tersebut dapat
dikatakan sebagai skala hedonic. Maka dari itu panelis diminta untuk memberikan
nilai kesukaan secara keseluruhan terhadap atribut (Permadi et al., 2018).
Pengujian ini digunakan juga supaya dapat mengetahui perbedaan kualitas
dari beberapa produk sejenis. Dilakukan penilaian atau skor untuk setiap sifat
tertentu dari suatu produk. Skala hedonik dibagi menjadi sangat suka, suka, agak
suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain. Uji kesukaan
digunakan untuk mengukur kesukaan, biasanya dalam jangka waktu penerimaan
tetentu (Tarwendah, 2017).
2.5.1 Kelebihan dan Kelemahan Uji Hedonik
Compared to other scaling methods, its categorical nature and limited
choices make it easy for both study participants and researchers to use. Its
simplicity further makes the hedonic scale suitable for use by a wide range of
populations without an extensive training. ANOVA carried out on the evaluation
attitude showed that the majority of the overall liking scores did not change
significantly blind conditions and information, indicating that the information neutral
effect on consumer hedonic perceptions (Skubic et al., 2018).
Jika dibandingkan dengan metode penskalaan lainnya, sifat kategoris dan
pilihannya yang terbatas pada uji hedonik akan memudahkan peserta studi dan
peneliti untuk menggunakannya. Statistik deskriptif dihitung untuk kesukaan
hedonis dari setiap produk dalam tes buta dan kondisi informasi. ANOVA dilakukan
pada sikap evaluasi menunjukkan bahwa mayoritas dari keseluruhan skor suka
tidak berubah secara signifikan kondisi buta dan informasi, menunjukkan bahwa
informasi tersebut efek netral pada persepsi hedonis konsumen (Skubic et al.,
2018).
Sedangkan kelemahan dari pengujian hedonik adalah membutuhkan
cukup banyak jumlah responden. Penilaian biasanya khusus komoditi tertentu saja
atau dapat dikatakan tidak peka terhadap komoditi yang lain. Skala pada uji
hedonik berbeda dibandingkan dengan skala pada uji yang lain. Selain itu
responden dituntut tidak monoton apabila terdapat pertambahan karakterisitik fisik
pada suatu produk (Wulandari dan Chriswahyudi, 2018).
2.6 Uji Ranking
Uji ranking termasuk sebagai uji skalar karena hasil pengujian oleh panelis
dinyatakan dalam suatu jarak interval atau nilai (skor). Pengujian ini berguna
dalam mengurutkan serangkaian antara dua sampel atau lebih sesuai dengan
kesukaan konsumen dan intensitas mutu. Lalu dipilih yang terbaik dan
menghilangkan yang terjelek. Uji ranking dapat disimpulkan dengan menjumlah
setiap peringkat untuk sampel, atau dengan rata-rata peringkat total (Tarwendah,
2017).
Dalam uji ini panelis diminta membuat urutan contoh-contoh yang diuji
menurut perbedaan tingkat mutu tingkat sensorik. Jarak atau interval antara
jenjang (ranking) ke atas dan ke bawah tidak harus sama. Data uji rangking
sebagaimana adanya tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran dan tidak
dapat dianalisis sidik ragam, tetapi mungkin dibuat rata-rata. Sehingga uji ini dapat
digunakan sebagai standar untuk membuat suatu produk (Nuranisa et al., 2019).
2.6.1 Kelebihan dan Kelemahan Uji Ranking
Tentu terdapat kelebihan dan kekurangan dari pengujian ranking ini.
Kelebihan yang terlihat jelas adalah sebagai petunjuk yang sederhana sehingga
mudah dimengerti oleh panelis. Selain itu juga adanya kesederhanaan dalam
penanganan data dan minimal asumsi tentang tingkat pengukuran. Karena data
diperlakukan secara urut. Sehingga uji ranking sering digunakan untuk uji hedonik
(Tarwendah, 2017).
Sedangkan kelemahan pada uji ranking adalah hasil yang didapat tidak
bisa langsung diaplikasikan walaupun uji ini sangat mudah untuk dilakukan.
Angka-angka yang dihasilkan pada uji rangkin ini yang dilakukan hanyalah nomor
urut saja tidak menyatakan besaran skalarnya. Lalu data ditabulasi berdasarkan
parameter organoleptik yang akan diuji. Juga mengabaikan jumlah atau adanya
tingkat perbedaan (Kusuma et al., 2018).
2.7 Aplikasi Uji Organoleptik di Bidang Agroindustri
Banyak sekali aplikasi pengujian organoleptik dalam bidang agroindustri.
Salah satu contohnya adalah pada perancangan system uji sensoris makanan
dengan pengujian preference test (hedonik dan mutu hedonik), dalam studi kasus
pada roti tawar. Tes nya menggunakan algoritma radial basis function network.
Pada penelitian tersebut akurasi yang ditunjukan dari hasil pengujian menunjukan
98,8%, akurasi ini menjadi dasar bahwa sistem dapat diterima atau digunakan.
Sehingga sistem diharapkan mampu memberikan penilaian terhadap suatu produk
roti apakah akan di terima oleh pasar atau tidak (Permadi et al., 2018).
Lalu selain itu juga dapat diaplikasikan untuk menentukan produk yang
menguntungkan dengan metode perbandingan eksponensial. Metode tersebut
digunakan untuk menentukan supplier dan activity based costing (ABC). Uji yang
dilakukan adalah uji hedonik untuk mengetahui pegaruh dari bahan baku dari
supplier yang berbeda-beda. Hal itu dilakukan terhadap organoleptik produk di PT.
XYZ (Wulandari dan Chriswahyudi, 2018).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Terdapat sejumlah alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini.
Alat yang digunakan yaitu wadah sampel, sendok plastik, dan botol plastik.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu kopi cappuccino berbagai merk, air
mineral, kertas label, dan tisu.
3.2 Diagram Alir
3.2.1 Uji Deskriptif

Sampel

Diambil sampel secukupnya dan masukkan ke dalam


wadah plastik kecil

Diamati karakteristik sampel (warna, aroma, rasa)

Dicatat hasil
3.2.2 Uji Pembeda

Sampel

Diambil sampel secukupnya dan masukkan ke dalam


wadah plastik kecil

Diamati karakteristik sampel (warna, aroma, rasa)

Panelis diberikan sampel lain

Diamati kembali karakteristik sampel (warna, aroma, rasa)

Ditentukan sampel mana yang berbeda dari sampel sebelumnya

Dicatat hasil

3.2.3 Uji Hedonik

Sampel

Diambil sampel secukupnya dan masukkan ke dalam


wadah plastik kecil

Diamati karakteristik sampel (warna, aroma, rasa)

Dicatat hasil
3.2.4 Uji Ranking

Sampel

Diambil sampel secukupnya dan masukkan ke dalam


wadah plastik kecil

Diamati karakteristik sampel (warna, aroma, rasa)

Dicatat hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Deskriptif
Pada uji deskriptif, sampel yang digunakan yaitu kopi Cappuccino yang
dibagi menjadi 2 sampel yaitu sampel A dan B. Terdapat 3 jenis parameter yang
yang digunakan yaitu parameter warna, parameter aroma, dan parameter rasa.
Untuk setiap parameter terdapat penilaian dengan skala 1 sampai 5. Pada
parameter warna nilai 1: sangat tidak cerah, 2: tidak cerah, 3: cukup cerah, 4:
cerah, dan 5: sangat cerah. Pada parameter aroma nilai 1: sangat tidak berbau, 2:
tidak berbau, 3: cukup berbau, 4: berbau, 5: sangat berbau. Untuk parameter rasa
nilai 1: sangat tidak manis, 2: tidak manis, 3: cukup manis, 4: manis, dan 5: sangat
manis. Hasil dari uji deskriptif sampel kopi Cappuccino dengan kuisioner pada 16
panelis untuk menilai sampel A dan sampel B dapat dilihat pada tabel berikut:
A B
Panelis
Warna Aroma Rasa Warna Aroma Rasa
1 2 4 3 2 3 4
2 2 3 4 2 2 3
3 2 3 4 3 3 4
4 2 4 3 3 3 4
5 1 5 4 2 4 4
6 2 4 3 3 3 4
7 2 4 5 3 3 4
8 2 3 4 4 3 5
9 3 4 4 2 3 3
10 4 3 3 2 4 4
11 1 3 2 2 4 4
12 3 4 4 3 3 5
13 3 4 4 3 4 5
14 4 3 3 3 3 4
15 3 4 3 3 5 5
16 3 3 3 3 4 4
Jumlah 39 58 56 43 54 66
Rata-rata 2.4375 3.625 3.5 2.6875 3.375 4.125

Hasil perhitungan yang didapat terlihat 16 panelis menunjukkan untuk


sampel A pada parameter warna jumlah nilainya 39 dengan rata-rata 2,4375. Pada
parameter aroma jumlah nilainya 58 dengan rata-rata 3,625. Pada parameter rasa
jumlah nilainya 56 dengan rata-rata 3,5. Lalu untuk sampel B pada parameter
warna berjumlah 43 dengan rata-rata 2,6875. Pada parameter aroma berjumlah
54 dengan rata-rata 3,375. Pada parameter rasa jumlah nilainya 66 dengan rata-
rata 4,125.

A B

Warna
5
4
3
2
1
0

Rasa Aroma

Untuk melakukan penarikan kesimpulan dapat dilihat pada hasil tabel


pengujian deskriptif oleh 16 panelis untuk sampel A dan sampel B kopi
Cappuccino. Untuk parameter warna pada sampel A memiliki rata-rata 2,4375
lebih kecil daripada sampel B yang memiliki rata-rata 2,6875 sehingga pada
parameter warna sampel B lebih unggul dari sampel A. Untuk parameter aroma
pada sampel A memiliki rata-rata 3,625 lebih besar daripada sampel B yang
memiliki rata-rata 3,375 sehingga pada parameter aroma sampel A lebih unggul
dari sampel B. Untuk parameter rasa pada sampel A memiliki rata-rata 3,5 lebih
kecil daripada sampel B yang memiliki rata-rata 4,125 sehingga pada parameter
rasa sampel B lebih unggul dari sampel A.

4.2 Hasil Uji Pembeda


Pengujian dilakukan dengan metode uji duo trio yaitu dengan menentukan
sampel yang disajikan sama atau berbeda dengan sampel baku yang disediakan.
Dalam mencari hasil dari uji pembeda digunakan kembali kuisioner yang diberikan
kepada 16 panelis dengan jenis sampel kopi Cappuccino yang berbeda. Untuk
pengujiannya diambil sampel kopi Cappuccino lalu dimasukkan kedalam wadah
kecil yang sudah diberi label sampel A dan sampel B, lalu diamati dan diuji oleh
panelis dari segi warna, aroma, dan rasa dari sampel tersebut. Penilaian yang
diberikan panelis adalah jika dianggap sama diberi tanda O dan apabila berbeda
diberi tanda X. Setelah dilakukan uji pembeda dengan metode uji duo trio
didapatkan hasil untuk sampel A dalam parameter warna sebanyak 1 panelis
memberikan tanda X sedangkan 15 panelis memberikan tanda O, dalam
parameter aroma sebanyak 1 panelis memberikan tanda X sedangkan 15 panelis
memberikan tanda O, dan dalam parameter rasa sebanyak 5 panelis memberikan
tanda X sedangkan 11 panelis memberikan tanda O. untuk sampel B dalam
parameter warna seluruh panelis memberikan tanda X, dalam parameter aroma
seluruh panelis memberikan tanda X, dan dalam parameter rasa sebanyak 14
panelis memberikan tanda X sedangkan 2 panelis memberikan tanda O.
Warna Aroma Rasa
Panelis
A B A B A B
1 O X O X X X
2 X X X X X X
3 O X O X O X
4 O X O X O X
5 O X O X O X
6 O X O X O X
7 O X O X X O
8 O X O X X X
9 O X O X O X
10 O X O X O X
11 O X O X O X
12 O X O X O X
13 O X O X O X
14 O X O X X O
15 O X O X O X
16 O X O X O X
Jumlah 16 16 16 16 16 16
Rata-rata O X O X O X

Descriptive Statistics
95% Lower Bound
N Event Sample p for p
16 16 1.000000 0.829250

Test
Null hypothesis H₀: p = 0.5
Alternative H₁: p ≠ 0.5
hypothesis
P-Value
0.000
Dalam melakukan uji pembeda ini dapat dilakukan dengan bantuan dari
software Minitab untuk memperoleh hasil running program apabila dimasukkan
data dari uji pembeda yang telah dibuat. Langkah-langkah untuk menjalankan
program adalah dengan membuka Minitab lalu ke menu start dan pilih Basic
Statistic-One Proportion. Kemudian dimasukkan hasil jumlah yaitu ada 16 (number
of event) dan panelis juga ada 16 (number of trial), lalu centang Perform
Hypothesis. Lalu pada Hypothesis Side Proportion diisi dengan 0,5 lalu klik OK
untuk melihat hasil. Didapatkan hasil sesuai dengan lampiran gambar diatas
dimana pada Descriptive Statistics dihasilkan 95% Lower Bound untuk P adalah
0,829250. Pada Test Null hypothesis H0: 0 = 0,5 dan Alternative hypothesis H1 p
≠ 0,5 dengan P-Value nya adalah 0,000. Karena nilai dari P-Value adalah 0,000
yang berarti < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan
pada kedua sampel.

4.3 Hasil Uji Hedonik


Pada pengujian secara uji hedonik ini memiliki tujuan untuk mengetahui
besarnya perbedaan kualitas diantara beberapa produk sejenis dengan
memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu dari suatu produk dan
untuk mengetahui tingkat kesukaan dari suatu produk. Lalu untuk penilaian masih
menggunakan total 16 panelis dengan diberikan skala untuk skor yaitu 1 sampai
dengan 5 dimana skor 1 berarti sangat tidak suka, skor 2 berarti tidak suka, skor 3
berarti cukup suka, skor 4 berarti suka, dan skor 5 berarti sangat suka dengan
sampel produk. Pada uji hedonik ini diamati karakteristik sampel dengan mengisi
masing-masing kuisioner yaitu uji parameter warna, parameter aroma, dan
parameter rasa. Untuk mencari hasil dari setiap pengujian, maka setelah semua
data telah terkumpul dilakukan running program minitab.

4.3.1 Uji Warna


Teknisan dalam pengujian uji warna adalah dengan dilakukan oleh 16
panelis. Lalu panelis menguji ketiga sampel yaitu sampel A, B, dan C dari segi
warnanya dan menilai dari skala atau skor 1 sampai dengan 5 sesuai dengan
keterangan yang ada. Untuk sampel A didapatkan total nilai 56 dengan rata-rata
3,5. Untuk sampel B didapatkan total nilai 51 dengan rata-rata 3,1875. Untuk
sampel C didapatkan total nilai 53 dengan rata-rata 3,3125.
Sampel
Panelis
A B C
1 4 3 4
2 4 2 3
3 3 3 3
4 3 4 5
5 4 3 4
6 4 3 3
7 3 4 3
8 3 3 4
9 4 2 3
10 4 3 2
11 4 2 3
12 3 5 4
13 3 3 4
14 1 5 4
15 5 3 2
16 4 3 2
Jumlah 56 51 53
Rata-rata 3.5 3.1875 3.3125

Analysis of Variance
Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Panelis 15 5.3333 0.3556 0.35 0.983
Sampel 2 0.7917 0.3958 0.39 0.681
Error 30 30.5417 1.0181
Total 47 36.6667

Di atas merupakan hasil running dari uji warna yang diperoleh dari hasil
kuisioner sampel A, B, dan C dari 16 panelis. Didapatkan hasil dalam Analysis of
Variance (ANOVA) dimana ada Source, DF, Adj SS, Adj MS, F-Value, dan P-
Value. Untuk panelis didapat hasil yaitu DF 15, Adj SS 5,3333, Adj MS 0,3556, F-
Value 0,35, dan P-Value 0,983. Untuk sampel didapat hasil yaitu DF 2, Adj SS
0,7917, Adj MS 0,3958, F-Value 0,39, dan P-Value 0,681. Karena nilai P-Value
panelis > 0,05 maka tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua sampel.

4.3.2 Uji Aroma


Teknisan dalam pengujian uji aroma yaitu dengan dilakukan oleh 16
panelis. Lalu panelis menguji ketiga sampel yaitu sampel A, B, dan C dari segi
aromanya dan menilai dari skala atau skor 1 sampai dengan 5 sesuai dengan
keterangan yang ada. Untuk sampel A didapatkan total nilai 59 dengan rata-rata
3,6875. Untuk sampel B didapatkan total nilai 51 dengan rata-rata 3,1875. Untuk
sampel C didapatkan total nilai 49 dengan rata-rata 3,0625.
Sampel
Panelis
A B C
1 4 3 3
2 4 2 3
3 4 2 2
4 5 4 3
5 5 3 4
6 4 3 2
7 4 3 2
8 2 3 4
9 2 5 3
10 5 4 3
11 4 4 2
12 2 4 3
13 4 3 3
14 4 3 4
15 3 1 5
16 3 4 3
Jumlah 59 51 49
Rata-rata 3.6875 3.1875 3.0625

Analysis of Variance
Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Panelis 15 7.646 0.5097 0.46 0.942
Sampel 2 3.500 1.7500 1.58 0.222
Error 30 33.167 1.1056
Total 47 44.313

Di atas merupakan hasil running dari uji aroma yang diperoleh dari hasil
kuisioner sampel A, B, dan C dari 16 panelis. Untuk panelis didapat hasil yaitu DF
15, Adj SS 7,646, Adj MS 0,5097, F-Value 0,46, dan P-Value 0,942. Untuk sampel
didapat hasil yaitu DF 2, Adj SS 3,500, Adj MS 1,7500, F-Value 1,58, dan P-Value
0,222. Karena nilai P-Value panelis > 0,05 maka tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kedua sampel.

4.3.3 Uji Rasa


Teknisan dalam pengujian uji aroma yaitu dengan dilakukan oleh 16
panelis. Lalu panelis menguji ketiga sampel yaitu sampel A, B, dan C dari segi
aromanya dan menilai dari skala atau skor 1 sampai dengan 5 sesuai dengan
keterangan yang ada. Untuk sampel A didapatkan total nilai 59 dengan rata-rata
3,6875. Untuk sampel B didapatkan total nilai 52 dengan rata-rata 3,25. Untuk
sampel C didapatkan total nilai 53 dengan rata-rata 3,3125.
Sampel
Panelis
A B C
1 5 3 4
2 5 3 3
3 4 3 2
4 5 5 3
5 4 3 5
6 4 3 4
7 2 4 3
8 3 2 4
9 4 2 3
10 4 3 2
11 2 3 4
12 3 5 4
13 5 4 3
14 4 4 2
15 1 1 5
16 4 4 2
Jumlah 59 52 53
Rata-rata 3.6875 3.25 3.3125

Analysis of Variance
Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Panelis 15 13.667 0.9111 0.68 0.783
Sampel 2 1.792 0.8958 0.67 0.520
Error 30 40.208 1.3403
Total 47 55.667

Di atas merupakan hasil running dari uji aroma yang diperoleh dari hasil
kuisioner sampel A, B, dan C dari 16 panelis. Untuk panelis didapat hasil yaitu DF
15, Adj 13,667, Adj MS 0,9111, F-Value 0,68, dan P-Value 0,783. Untuk sampel
didapat hasil yaitu DF 2, Adj SS 1,792, Adj MS 0,8958, F-Value 0,67, dan P-Value
0,520. Karena nilai P-Value panelis > 0,05 maka tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kedua sampel.

4.4 Uji Ranking


Uji ranking merupakanuji yang dilakukan dengan melakukan pengurutan
dua sampel atau lebih berdasarkan intensitas mutu dan kesukaan konsumen. Uji
ranking dapat digunakan untuk mengukur pengaruh proses baru terhadap mutu
produk, yaitu untuk mengetahui apakah produk baru sama atau lebih baik dari
produk lama. Selain itu juga untuk menentukan contoh terbaik atau produk yang
paling digemari konsumen. Untuk sampel yang digunakan adalah kopi Cappuccino
yang dberikan label sampel A, B, dan C. dengan parameter yang digunakan
adalah penliaian keseluruhan terhadap warna, aroma, dan rasa. Untuk skor atau
skala yang digunakan adalah pemberian ranking oleh 16 panelis diantara sampel
A, B, dan C yang mana yang akan panelis nilai sebagai ranking 1, ranking 2, dan
ranking 3 nya. Hasil pengujian didapatkan seperti pada tabel berikut:
Sampel
Panelis
A B C
1 1 3 2
2 1 3 2
3 1 3 2
4 3 2 1
5 2 1 3
6 2 3 1
7 3 1 2
8 2 3 1
9 1 3 2
10 1 2 3
11 3 2 1
12 2 1 3
13 3 2 1
14 2 3 1
15 1 2 3
16 2 1 3
Jumlah 30 35 31
Rata-rata 2 2 2
Ranking 3 1 2

Pada uji ranking ini didapatkan hasil untuk sampel A, B, dan C dinilai
dengan ranking yang berbeda-beda. Kemudian didapatkan rata-rata untuk sampel
A adalah 2, sampel B adalah 2, dan sampel C adalah 2. Berdasarkan jumlah total
maka didapat untuk ranking 1 didapatkan oleh sampel B, ranking 2 didapatkan
oleh sampel C, dan ranking 3 didapatkan oleh sampel A.

4.5 Faktor yang Mempengaruhi Uji Organoleptik


Uji organoleptik sendiri dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas
dari suatu bahan atau produk pangan. Sehingga faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil dari uji organoleptik ini sendiri adalah faktor yang
mempengaruhi daya terima dari setiap panelis terhadap suatu makanan. Faktor
umum yang dihadapi panelis meliputi aroma, warna, rasa, dan tekstur (Putri dan
Nita, 2018).
Tetapi sebelum sampai ke panelis untuk dilakukan uji organoleptik,
terdapat faktor yang dapat mengubah pandangan panelis tentang produk yang
sudah dia kenal dari setiap parameternya. Hal itu biasanya karena adanya
perbedaan kualitas karena terjadi suatu hal. Bisa dari saat proses pembuatan,
penyimpanan, pengepakan, dan lain sebagainya. Hal itu dapat mengubah hasil uji
dari uji organoleptik (Tuhumury dkk., 2017).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk melatih praktikan supaya dapat
menjadi seorang panelis yang baik dan benar. Selain itu juga bertujuan untuk
memberi pengetahuan terhadap para praktikan tentang penerapan serta prosedur
uji organoleptik atau uji sensori dan membantu praktikan untuk mengetahui
kelebihan dan kelemahan dari setiap model uji yang dilakukan. Alat yang
digunakan yaitu wadah sampel, sendok plastik, dan botol plastik. Sedangkan
bahan yang digunakan yaitu kopi cappuccino berbagai merk, air mineral, kertas
label, dan tisu.
Pada uji deskriptif, didapat hasil yaitu dalam parameter warna sampel B
lebih unggul dari sampel A, parameter aroma sampel A lebih unggul dari sampel
B, dan parameter rasa sampel B lebih unggul dari sampel A. Pada uji pembeda
didapat hasil yaitu nilai P-Value adalah 0,000 yang berarti < 0,05 maka dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua sampel. Pada uji
hedonik terdapat 3 parameter yaitu warna, aroma, dan rasa. Pada parameter
warna didapat nilai P-Value panelis 0,983 yang mana nilai tersebut > 0,05
sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua sampel. Pada
parameter aroma didapat nilai P-Value 0,942 yang mana nilai tersebut > 0,05
sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua sampel. Pada
parameter rasa didapat nilai 0,783 yang mana nilai tersebut > 0,05 sehingga tidak
ada perbedaan yang signifikan antara kedua sampel. Pada uji ranking,
berdasarkan jumlah total maka didapat untuk ranking 1 didapatkan oleh sampel B,
ranking 2 didapatkan oleh sampel C, dan ranking 3 didapatkan oleh sampel A.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari uji organoleptik ini sendiri yaitu faktor
yang mempengaruhi daya terima dari setiap panelis terhadap suatu makanan.

5.2 Saran
Praktikum telah berjalan baik dengan penyampaian materi secara lengkap.
Diharapkan untuk kedepannya penyampaian materi dapat lebih lengkap lagi. Hal
tersebut agar praktikan dapat lebih memahami praktikum materi uji organoleptik
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta EN, Lia A, dan Rosy H. 2017. Formulasi nori artifisial berbahan baku bayam
(Amaranthus hybridus L.). Jurnal Agroindustri Halan 3(1): 19-27.
Akbar THA, Yusriana, dan Syarifah R. 2019. Penentuan umur simpan bumbu
masam keueng kering instan dengan menggunakan metode Accelerated
Shelf Life Test (ASLT) Model Arrhenius. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian 4(4): 319-328.
Ana A, Subekti S, Hamidah S, dan Komariah K. 2017. Organoleptic test patisserie
product based on consumer preference. IOP Publishing 1(1): 1- 7.
Kusuma TS, Adelya DK, Yosfi R, ilhamzha HR, Rahma MW. 2017. Pengawasan
Mutu Makanan. UB Press, Malang
Nuranisa, Jusriadi, Muhammad A, Rosida P.A. 2019. Uji kualitas produk kerupuk
jagung pulut (varietas lokal) dalam upaya peningkatan penjualan usaha
UMKM di Kabupaten Tojo Una-Una. Jurnal Agribusines 22(4): 43-46.
Permadi MR, Huda O, dan Agustianto K. 2018. Perancangan sistem uji sensoris
makanan dengan pengujian preference test (hedonik dan mutu hedonik),
studi kasus roti tawar, menggunakan algoritma Radial Basis Function
Network. Jurnal Mikrotik 8(1): 29-42.
Skubic MK, Karmen E, Anita U, Marija K. 2017. Consumers hedonic liking of
different labeled and conventional food products in Slovenia. Journal of
Sensory Studies 2(1): 1–8.
Soekarto ST. 2020. Metode dan Analisis Uji Indrawi. IPB Press, Bogor
Syah D. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. IPB Press, Bogor
Tanone R and Hendra PB. 2019. Designing and implementing an organoleptic test
application for food products using android based decision tree algorithm.
IJIM 13(10): 134-149.
Tarwendah IP. 2017. Studi komparasi atribut sensoris dan kesadaran merek
produk pangan. Jurnal Pangan dan Agroindustri 5(2): 66-73.
Widiantara T, Hasnelly, dan Risma Ld. 2018. Pembuatan kecap asin koro pedang
(Canavalia ensiformis L.) yang dipengaruhi perbandingan tempe koro
pedang dengan tempe ampas tahu dan konsentrasi larutan garam.
Pasundan Food Technology Journal 5(3): 170-179.
Wulandari N dan Chriswahyudi. 2018. Metode perbandingan eksponensial (Mpe)
untuk menentukan supplier dan Activity Based Costing (ABC) untuk
menentukan produk yang menguntungkan serta uji hedonik untuk
mengetahui pengaruh bahan baku dari supplier yang berbeda terhadap
organoleptik produk di PT. XYZ. Jurnal Sains dan Teknologi 1(1): 1-13.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Putri VD dan Nita Y. 2018. Uji Kualitas Kimia Dan Organoleptik Pada Nugget Ayam
Hasil Substitusi Ampas Tahu. Jurnal Katalisator 3(2): 135-144.
Tuhumury HCD, Sandriana JN, dan Rumra M. 2017. Kajian Sifat Fisikokimia dan
Organoleptik Es Krim Pisang Tongka Langit. AGRITEKNO, Jurnal
Teknologi Pertanian 5(2): 46-52.
A B

Warna
5
4
3
2
1
0

Rasa Aroma
Descriptive Statistics
95% Lower Bound
N Event Sample p for p
16 16 1.000000 0.829250

Test
Null hypothesis H₀: p = 0.5
Alternative H₁: p ≠ 0.5
hypothesis
P-Value
0.000
Analysis of Variance
Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Panelis 15 5.3333 0.3556 0.35 0.983
Sampel 2 0.7917 0.3958 0.39 0.681
Error 30 30.5417 1.0181
Total 47 36.6667
Analysis of Variance
Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Panelis 15 7.646 0.5097 0.46 0.942
Sampel 2 3.500 1.7500 1.58 0.222
Error 30 33.167 1.1056
Total 47 44.313
Analysis of Variance
Source DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Panelis 15 13.667 0.9111 0.68 0.783
Sampel 2 1.792 0.8958 0.67 0.520
Error 30 40.208 1.3403
Total 47 55.667

Anda mungkin juga menyukai