Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN MUTU KAKAO

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU

Disusun Oleh :

Nama : Dennys Andrian C.


NIM : 171710101056
Kelompok/Kelas : 8/THP C
Acara : Mutu Kakao

Asisten : 1. M. Dwi Nurcahyo


2. Alfianita Purwandari
3. Dimas Wahyu Prihantoro
4. M. Yasiqy Haidar Banna
5. Nur Rahmawati Ramadhani
6. Meida Cahyaning Putri

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produksi buah kakao di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di
dunia, ini dibuktikan karena Indonesia merupakan negara pengekspor kakao
terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Kakao merupakan salah satu
komoditi yang banyak digunakan pada industri karena biji kakao dapat diolah
menjadi berbagai macam produk yang memeiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Penghasil kakao terbesar di Indonesia yaitu kakao dari rakyat, penghasil kakao
terbesar kedua yaitu perkebunan besar negara, dan penghasil kakao terkecil adalah
perkebunan besar swasta (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Kualitas biji kakao yang diproduksi oleh masyarakat Indonesia bisa
dibilang rendah karena pengolahan biji kakao pada saat pasca panen yang kurang
optimal. Hal ini disebabkan karena pemetikan buah yang belum masak sempurna,
juga pada proses fermentasi yang kurang optimal, dapat juga dikarenakan oleh biji
kakao yang kurang kering pada saat pengeringan. Kurang keringnya biji kakao
menyebabkan jamur mudah tumbuh. Apabila biji kakao terfermentasi dengan
baik, maka dapat menghasilkan aroma dan cita rasa biji kakao yang baik dan khas.
Pengolahan rakyat pada umumnya tidak melalui proses fermentasi sehingga
menyebabkan mutu yang dihasilkan rendah dikarenakan kurangnya sarana
pengolahan, kurangnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh
tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu.
Oleh karena itu, diperlukan adanya pemahaman mengenai karakteristik
biji kakao yang baik setelah proses pemanenan yang sesuai dengan SNI 2323-
2008 yang meliputi kadar air, mutu maupun kadar kotoran yang terkandung di
dalam biji kakao. Maka dari itu, praktikum kakao ini dilakukan agar mahasiswa
mampu menentukan mutu biji kakaoyang baik berdasarkan SNI 2323-2008.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum kakao yaitu untuk menentukan
mutu biji kakao berdasarkan SNI 2323-2008.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kakao


Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman yang berasal dari hutan-
hutan tropis di Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Pada habitat
aslinya kakao tumbuh mencapai tinggi 10 m, namun pada budidaya, tinggi
tanaman dibuat tidak lebih dari 5 m. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak
cabang produktif. Kakao merupakan salah satu komoditas penting bagi
perekonomian nasional sebagai sumberpendapatan dan devisa negara (Maswadi,
2011).
Menurut Tjitrosoepomo (2008), klasifikasi tanaman ini sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Anak : divisi Angioospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L
Menurut Susanto (1994), Buah kakao terdiri atas 4 bagian yaitu : kulit,
plasenta, pulpa, dan biji. Buah kakao yang telah masak berisi 30-40 biji yang
diselimuti oleh pulpa dan plasenta. Pulpa ialah jaringan halus yang berlendir yang
membungkus biji kakao, keadaan zat yang menyusun pulpa terdiri dari 80-90% air
dan 8-14% gula sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan
dalam proses fermentasi.
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan
senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per 100
gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat 53,35 g,
serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang meliputi :
kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86 mg, seng
7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa bioaktif
dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan
(Wahyudi, 2008).
2.2 Jenis – Jenis Kakao
Menurut Susanto (1994), terdapat beberapa varietas tanaman kakao yang
dibudidayakan di dunia yaitu :
1. Criollo
Kakao jenis ini merupakan tipe kakao yang bermutu dan hampir
seluruhnya berbiji putih, fermentasi cepat, berdinding buah tipis dan mudah
dipotong, kulit buah kasar dan lunak. Pada buah terdapat sepuluh alur yang
berselang-seling terdiri atas lima alur dan lima alur dangkal, ujung buah
kebanyakan tumpul dan sedikit bengkok. Warna buah selalu merah pada waktu
muda dan menjadi oranye bila sudah masak, kakao ini sering dikenal dengan
kakao mulia. merupakan jenis tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat
yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai cokelat mulia, fine flavour cocoa,
choiced cocoa, dan edel cocoa.
2. Forastero
Kakao jenis ini merupakan jenis tanaman kakao yang menghasilkan biji
cokelat yang: mutunya sedang atau bulk cocoa, atau dikenal juga sebagai ordinary
cocoa. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal. Biji buahnya tipis atau gepeng dan
kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. Jumlahnya ± 93% dari produksi
kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan dari Afrika Barat, Brasil dan
Dominika.
3. Trinitario
Kakao ini merupakan hybrida dari jenis Criollo dengan jenis Forastero
secara alami, sehingga kakao jenis ini sangat heterogen. Kakao Trinitario
menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk
cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam. Biji
buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai
ungu tua pada waktu basah. Jenis trinitario yang banyak ditanam di Indonesia
adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybrida (kakao lindak).
2.3 SNI Kakao
Menurut SNI 2323-2008, terdapat beberapa penggolongan biji kakao yaitu
sebagai berikut:
1. Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan dalam:
a. Jenis mulia (fine cocoa/F)
b. Jenis lindak (bulk cocoa/B)
2. Menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan dalam 3 jenis mutu:
a. Mutu I
b. Mutu II
c. Mutu III
3. Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g
contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan:
AA : Maksimum 85 biji per seratus gram
A : 86 – 100 biji per seratus gram
B : 101 – 110 biji per seratus gram
C : 111 – 120 biji per seratus gram
S : lebih besar dari 120 biji per seratus gram
Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 adalah sebagai berikut:
A. Syarat Umum
Tabel 1. Persyaratan umum biji kakao
No
Jenis Uji Satuan Persyaratan
.
1 Serangga hidup - Tidak ada
2 Kadar air % fraksi massa Maks. 7,5
Biji berbau asap dan atau hammy
3 - Tidak ada
dan atau berbau asing
4 Kadar benda asing - Tidak ada
Sumber: Badan Standar Nasional (2008)
B. Syarat Khusus
Tabel 2. Persyaratan Khusus mutu biji kakao (Satuan dalam persen)
Jenis mutu Persyaratan
Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar Kadar biji
Kadar
Mulia Lindak biji biji ber- kotoran ber-
biji slaty
(Fine (Bulk berjamur serangga waste kecambah
(biji/biji)
Cocoa) Cocoa) (biji/biji) (biji/biji) (biji/biji) (biji/biji)
I–F I–B Maks.2 Maks.3 Maks.1 Maks.1,5 Maks.2
II – F II – B Maks.4 Maks.8 Maks.2 Maks.2,0 Maks.3
III – F III – B Maks.4 Maks.20 Maks.2 Maks.3,0 Maks.3
Sumber: Badan Standar Nasional (2008)
2.4 Istilah dan Definisi Kerusakan Kakao
Berikut merupakan definisi dari macam-macam kerusakan biji kakao
menurut BSN yang tertuang dalam SNI 2323:2008 :
1) Biji Pecah yaitu biji kakao dengan bagian yang hilang berukuran setengah
atau kurang dari bagian biji kakao yang utuh.
2) Biji Cacat yaitu biji kakao yang berjamur,slaty, biji berserangga, biji pipih,
biji berkecambah.
3) Biji berbau abnormal yaitu biji yang berbau asap atau bau asing lainnya
yang ditentukan dengan metode uji.
4) Biji berjamur yaitu biji kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya
dan apabila sudah dibelah dapat terlihat dengan mata.
5) Biji berserangga yaitu biji kakao yang dibagian dalamnya terdapat
serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian bagian dari tubuh
serangga, atau memperlihatkan kerusakan karena serangga yang dapat
terlihat oleh mata.
6) Biji Pipih yaitu biji kakao yang tidak mengandung keping biji atau
keeping bijinya tidak dapat dibelah.
7) Biji berkecambah yaitu biji kakao yang kulitnya telah pecah atau
berlubang karena pertumbuhan lembaga.
8) Biji tidak terfermentasi (slaty) yaitu biji yang tidak mengalami proses
fermentasi sempurna sehingga memperlihatkan separuh warna keabu
abuan pada kakao lindak dan putih kotor pada kakao mulia dan bertekstur
pejal dan padat.
9) Pecahan biji yaitu biji kakao yang berukuran kurang dari setengah bagian
biji kakao yang utuh.
10) Pecahan kulit yaitu bagian kulit biji kakao tanpa keping biji.
11) Biji dempet (cluster) yaitu biji kakao yang melekat tiga atau lebih yang
tidak dapat dipisahkan dengan satu tangan.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Neraca
2. Ayakan
3. Botol timbang
4. Mortar
5. Pisau
6. Kaca arloji
7. Talenan
3.2.2 Bahan
1. Biji kakao fermentasi
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing

Kakao dalam kemasan

Pembukaan

Pengamatan serangga dan benda asing

Prosedur pertama yang perlu dilakukan untuk mengecek adanya serangga


hidup atau benda asing yang terdapat dalam kakao yaitu persiapan sampel yaitu
biji kakao dalam kemasan. Selanjutnya, biji kakao yang dijadikan sampel uji
dibelah dan diamati secara visual. Jika terdapat serangga hidup atau benda asing
disisihkan dan dihitung. Sebaliknya, jika tidak ditemukan benda asing maupun
serangga hidup dinyatakan tidak ada.
3.2.2 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya

Kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma

Prosedur pertama yang dilakukan dalam menentukan adanya biji berbau


asap abnormal atau berbau asing lainnya ialah penyiapan biji kakao fermentasi
yang telah disortasi ada atau tidaknya serangga dan benda asing. Selanjutnya,
pembelahan terhadap biji kakao menggunakan pisau tajam agar memudahkan
untuk mencium aroma pada biji kakao. Langkah terakhir yaitu dilakukan
pengamatan aroma pada biji tersebut.

3.2.3 Penentuan kadar kotoran

Kakao

Penimbangan
Penimbangan1000
100 gram
gram

Pemisahan kotoran

Penimbangan kotoran

Penghitungan kadar kotoran

Prosedur pertama yang harus dilakukan ialah menyiapkan biji kakao


sebanyak 100 gram. kemudian biji-biji tersebut di pilah dan dipisahkan dari
kotoran berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji
pipih, dan ranting. Kotoran tersebut dipisahkan menurut jenisnya. Selanjutnya
dilakukan penimbangan pada setiap kotoran untuk mengetahui beratnya. Langkah
terakhir yaitu dilakukan penghitungan kadar pencatatan data yang didapatkan.
3.2.4 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram

Kakao

Penimbangan 100 gram

Penghitungan jumlah biji

Penggolongan

Prosedur pertama yang dilakukan adalah penyiapan biji kakao


fermentasi, setelah itu dilakukan penimbangan seberat 100 gram. Kemudian biji
kakao seberat 100 gram dihitung jumlah bijinya. Lalu dilakukan penggolongan
biji kakao dengan berdasar banyaknya jumlah biji per 100 gram. Penggolangan ini
berdasarkan pada standar mutu biji kakao dari ukuranAA, A, B,C, S.

3.2.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao

300 biji kakao

Pemotongan panjang

Pengamatan
Pengamatan

Perhitungan
Perhitungan

Penentuan kadar masing-masing


biji cacat
biji cacat
Prosedur pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan 300 biji
kakao yang diambil secara acak. Proses selanjutnya yaitu dilakukan pemotongan
dengan menggunakan pisau yang tajam agar mempermudah proses pemotongan
dengan arah potongan memanjang agar mendapatkan belahan biji secara rapi dan
terstruktur. Biji kakao yang sudah terbelah lalu dilakukan pengamatan ada atau
tidaknya biji berkapang, biji slaty, biji berkecambah dan biji berserangga. Jika
terdapat biji-biji seperti kriteria tersebut maka akan dipisahkan. Setelah itu
dilakukan perhitungan kadar biji dengan kriteria tersebut dinyatakan dengan
presentase biji per biji. Hal tersebut dilakukan untuk menggolongkan mutu biji.
Prosedur ini dilakukan untuk menggolongkan biji kakao sesuai dengan syarat
khusus biji kakao.
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Data Pengamatan


Hasil
Pengamatan
Kakao Baru Kakao Lama
Serangga hidup Tidak ada Tidak ada
Benda asing Tidak ada Tidak ada
Kadar air - -
Biji berbau asap Tidak ada Ada
abnormal
Biji berbau asing Tidak ada Ada
Plasenta 1,27 g/1000 g 1,27 g/1000 g
Biji dempet 48,52 g/1000 g 48,52 g/1000 g
Pecahan biji 9,68 g/1000 g 9,68 g/1000 g
Pecahan kulit 4,86 g/1000 g 4,86 g/1000 g
Biji pipih 65,52 g/1000 g 65,52 g/1000 g
Ranting 0,24 g/1000 g 0,24 g/1000 g
Jumlah biji/100 87 biji 99 biji
gram
Biji berjamur 5 biji/300 biji 0 biji/300 biji
Biji slaty 12 biji/300 biji 19 biji/300 biji
Biji berkecambah 0 biji/300 biji 3 biji/300 biji
Biji berserangga 0 biji/300 biji 1 biji/300 biji

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Kadar kotoran
Pengamatan Presentase (%)
Plasenta 0,127
Biji dempet 4,852
Pecahan biji 0,968
Pecahan kulit 0,486
Biji pipih 6,552
Ranting 0,024

4.2.2 Kadar biji cacat


Presentase (%)
Pengamatan
Kakao baru Kakao lama
Biji berjamur 1,667 0
Biji slaty 4 6,333
Biji berkecambah 0 1
Biji berserangga 0 0,333
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup Atau Benda Asing


Dari data pengamatan yang ada, biji kakao telah memenuhi syarat umum
dari biji kakao yakni tidak terdapat keberadaan dari serangga hidup dan benda
asing lain di kemasan biji kakao. Pada praktikum ini baik biji kakao baru ataupun
lama tidak ditemukan adanya serangga maupun benda asing, maka hal ini
merupakan hal yang baik telah sesuai dengan standart yang seharusnya.
Persyaratan tidak adanya serangga hidup telah diatur dalam syarat umum SNI
2323:2008 oleh BSN.

5.2 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing
Lainnya
Dari praktikum yang telah dilakukan, tidak ditemukan bau asing dan bau
asap pada biji kakao baru, namun terdapat pada biji kakao lama. Bau abnormal
atau bau asing pada biji kakao dipengaruhi oleh lemak yang tergantung pada biji
kakao.
Menurut Almatsier (2004), lemak pada biji kakao dapat menyerap dan
mengikat bau yang ada disekitar biji kakao, jika terjadi kontak langsung antara
lemak dengan udara dalam jangka waktu yang lama akan terjadi perubahan yang
dinamakan proses ketengikan. Oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dan
membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk
hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak,
aldehida-aldehida dan keton yang bersifat volatil/mudah menguap, menimbulkan
bau tengik pada lemak dan potensial bersifat toksik.

5.3 Penentuan Kadar Kotoran


Pada praktikum ini yang diamati ialah adanya kotoran pada biji kakao
yang meliputi plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji
pipih dan ranting. Dari data pengamatan yang ada, menunjukkan kadar banyaknya
kotoran yang ada seperti plasenta sebesar 0,127%, biji dempet sebesar 4,852%,
pecahan kulit sebesar 0,486%, pecahan biji sebesar 0,968%, biji pipih sebesar
6,552% dan ranting sebesar 0,024%. Rata-rata yang didapatkan dari keseluruhan
kadar kotoran adalah 2,168%. Dengan demikian, dapat disimpukan bahwa pada
standar kotoran maksimum dalam syarat khusus mutu biji kakao berdasar SNI,
biji kakao tersebut terletak pada golongan II.
Menurut Maflahah (2001), kadar kotoran pada kakao dapat disebabkan
karena tidak adanya proses sortasi bahan baku. Selain itu kotoran juga disebabkan
oleh debu atau kotoran benda asing seperti daun, batang kering, bahkan jasad dari
serangga, hal ini disebabkan ruangan dari tempat pengeringan, tempering, dan
sortasi tidak tertutup dengan rapat.

5.4 Penentuan Jumlah Biji Kakao Per Seratus Gram


Penentuan mutu biji kakao dalam SNI 2323:2008 oleh BSN digolongkan
menjadi 5 golongan dengan kriteria AA untuk maksimum 85 biji per 100 gram, A
untuk jumlah biji antara 86-100 per 100 gram, B untuk jumlah biji 101-110 per
100 gram, C untuk jumlah biji 111-120 per 100 gram dan S untuk >120 per 100
gramnya. Praktikum kali ini dilakukan dengan sampel biji kakao fermentasi lama
dan biji kakao fermentasi baru. Data yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah
99 biji/100 gram untuk biji kakao fermentasi lama dan bahan biji kakao baru
didapatkan 87 biji/ 100 gram. Apabila digolongkan biji kakao keduanya masuk
dalam golongan A karena jumlah biji menunjukkan nilai antara 86-100.

5.5 Penentuan Kadar Biji Cacat Pada Kakao (Biji berjamur, Biji slaty, Biji
serangga dan Biji berkecambah)
Pada praktikum kali ini, diamati mutu biji kakao dengan kriteria kurang
baik seperti biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan biji berkecambah.
Pernyataan tentang biji kurang baik dapat dilihat di persyaratan khusus mutu biji
kakao SNI 2323:2008 oleh BSN, sama halnya seperti penggolongan mutu biji
kakao yang didasari oleh kadar kotoran. Penggolongan biji cacat terbagi menjadi
3 golongan dengan ketetapan nilai maksimum pada masing-masing golongan.
Golongan 1 untuk biji berjamur benilai 2, biji slaty bernilai 3, biji berserangga
bernilai 1 dan biji berkecambah bernilai 2. Golongan 2 untuk biji berjamur benilai
4, biji slaty bernilai 8, biji berserangga bernilai 2 dan biji berkecambah bernilai 3.
Golongan 3 untuk biji berjamur benilai 4, biji slaty bernilai 20, biji berserangga
bernilai 2 dan biji berkecambah bernilai 3. Nilai dinyatakan dalam presentase
biji/biji. Didapat data untuk biji kakao fermentasi baru biji berjamur sebesar
1,667% dan ditemukan biji slaty sebesar 4%. Sedangkan untuk biji kakao
fermentasi lama ditemukan biji slaty sebesar 6,333%, biji berkecambah sebesar
1% dan biji berserangga sebesar 0,333%. Apabila kedua sampel dibandingkan
dapat dilihat bahwa mutu biji kakao fermentasi baru dan biji kakao fermentasi
lama termasuk dalam golongan III. Cacat pada biji kakao disebabkan karena
proses fermentasi yang tidak sempurna sehingga kadar air masih tinggi dan
lamanya penyimpanan pada tempat yang tidak terstandar. Kadar air berpengaruh
pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penyimpanan dan
pengangkutan. Biji kakao yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan
terhadap serangan jamur dan serangga. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor
adalah 6 - 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan
dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung
menjadi rapuh (Wahyudi, 2008).
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum mengenai penentuan mutu biji kakao yang telah
dilakukan diperoleh dapat kesimpulan yaitu pada pengamatan biji kakao
berserangga tidak ditemukan serangga dalam stadia dan tidak ditemukan adanya
benda asing. Pada pengamatan bau asap abnormal/bau asing lainnya pada bji
kakao baru tidak ditemukan, namun ditemukan pada biji kakao lama. Kadar
kotoran biji kakao sebesar 2,168% sehingga biji kakao ini termasuk pada
golongan II. Kadar biji cacat yang terbagi dalam biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah sesuai dengan SNI 2323:2008 karena tidak
melebihi batas maksimal.

6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya yaitu
lebih teliti ketika melakukan pengamatan dan praktikan lebih serius dalam
melakukan praktikum, sehingga praktikum lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum.
Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia 2323:2008 Biji
Kakao. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Maflahah ,I., Wahyu Ari Pradana, Muhammad Fakhry. 2001. Penerapan Teknik
Manajemen Kualitas Terhadap Pengolahan Biji Kakao Kering Di Pt.
Perkebunan Nusantara Xii (Persero) Kediri. Madura: Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo.
Maswadi. 2011. Agribisnis Kakao dan Produk Olahannya Berkaitan dengan
Kebijakatan Tarif Pajak di Indonesia. J. Perkebunan & Lahan Tropika. 1:
23-30.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Susanto, F. X. 2009. Tanaman Kakao. Yogyakarta: Kanisius.
Tjitrosoepomo, S. 2008. Budidaya Cacao. Yogyakarta: Kansius.
Wahyudi, T. 2008. Paduan Lengkap Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

- Kadar kotoran

6. Ranting

Keterangan
% = kadar kotoran
M1 = berat kotoran (gram)
M0 = berat awal biji kakao
1. Plasenta - Kadar biji cacat

2. Biji dempet
Keterangan
% = kadar kotoran
M1 = berat kotoran (gram)
M0 = berat awal biji kakao
3. Pecahan biji 1. Kakao baru
a. Biji kakao berjamur

4. Pecahan kulit
b. Biji slaty

5. Biji pipih

2. Kakao lama
a. Biji slaty

c. Biji berkecambah

b. Biji berserangga
LAMPIRAN FOTO

Gambar Keterangan
Penentuan adanya serangga hidup
atau benda asing pada biji kakao

Penentuan adanya biji berbau asap


abnormal atau berbau asing lainnya
pada biji kakao

Penimbangan biji kakao sebanyak


1000 g
Pemisahan biji bagus dari kotoran
berupa plasenta , biji dempet,
pecahan biji, pecahan kulit, biji
pipih, dan ranting.

Pemecahan dan penentuan biji


cacat (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga dan biji berkecambah)

Anda mungkin juga menyukai