Disusun Oleh :
Pembukaan
Kakao
Pembelahan
Pengamatan aroma
Kakao
Penimbangan
Penimbangan1000
100 gram
gram
Pemisahan kotoran
Penimbangan kotoran
Kakao
Penggolongan
Pemotongan panjang
Pengamatan
Pengamatan
Perhitungan
Perhitungan
5.2 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing
Lainnya
Dari praktikum yang telah dilakukan, tidak ditemukan bau asing dan bau
asap pada biji kakao baru, namun terdapat pada biji kakao lama. Bau abnormal
atau bau asing pada biji kakao dipengaruhi oleh lemak yang tergantung pada biji
kakao.
Menurut Almatsier (2004), lemak pada biji kakao dapat menyerap dan
mengikat bau yang ada disekitar biji kakao, jika terjadi kontak langsung antara
lemak dengan udara dalam jangka waktu yang lama akan terjadi perubahan yang
dinamakan proses ketengikan. Oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dan
membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk
hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak,
aldehida-aldehida dan keton yang bersifat volatil/mudah menguap, menimbulkan
bau tengik pada lemak dan potensial bersifat toksik.
5.5 Penentuan Kadar Biji Cacat Pada Kakao (Biji berjamur, Biji slaty, Biji
serangga dan Biji berkecambah)
Pada praktikum kali ini, diamati mutu biji kakao dengan kriteria kurang
baik seperti biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan biji berkecambah.
Pernyataan tentang biji kurang baik dapat dilihat di persyaratan khusus mutu biji
kakao SNI 2323:2008 oleh BSN, sama halnya seperti penggolongan mutu biji
kakao yang didasari oleh kadar kotoran. Penggolongan biji cacat terbagi menjadi
3 golongan dengan ketetapan nilai maksimum pada masing-masing golongan.
Golongan 1 untuk biji berjamur benilai 2, biji slaty bernilai 3, biji berserangga
bernilai 1 dan biji berkecambah bernilai 2. Golongan 2 untuk biji berjamur benilai
4, biji slaty bernilai 8, biji berserangga bernilai 2 dan biji berkecambah bernilai 3.
Golongan 3 untuk biji berjamur benilai 4, biji slaty bernilai 20, biji berserangga
bernilai 2 dan biji berkecambah bernilai 3. Nilai dinyatakan dalam presentase
biji/biji. Didapat data untuk biji kakao fermentasi baru biji berjamur sebesar
1,667% dan ditemukan biji slaty sebesar 4%. Sedangkan untuk biji kakao
fermentasi lama ditemukan biji slaty sebesar 6,333%, biji berkecambah sebesar
1% dan biji berserangga sebesar 0,333%. Apabila kedua sampel dibandingkan
dapat dilihat bahwa mutu biji kakao fermentasi baru dan biji kakao fermentasi
lama termasuk dalam golongan III. Cacat pada biji kakao disebabkan karena
proses fermentasi yang tidak sempurna sehingga kadar air masih tinggi dan
lamanya penyimpanan pada tempat yang tidak terstandar. Kadar air berpengaruh
pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penyimpanan dan
pengangkutan. Biji kakao yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan
terhadap serangan jamur dan serangga. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor
adalah 6 - 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan
dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung
menjadi rapuh (Wahyudi, 2008).
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum mengenai penentuan mutu biji kakao yang telah
dilakukan diperoleh dapat kesimpulan yaitu pada pengamatan biji kakao
berserangga tidak ditemukan serangga dalam stadia dan tidak ditemukan adanya
benda asing. Pada pengamatan bau asap abnormal/bau asing lainnya pada bji
kakao baru tidak ditemukan, namun ditemukan pada biji kakao lama. Kadar
kotoran biji kakao sebesar 2,168% sehingga biji kakao ini termasuk pada
golongan II. Kadar biji cacat yang terbagi dalam biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah sesuai dengan SNI 2323:2008 karena tidak
melebihi batas maksimal.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya yaitu
lebih teliti ketika melakukan pengamatan dan praktikan lebih serius dalam
melakukan praktikum, sehingga praktikum lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum.
Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia 2323:2008 Biji
Kakao. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Maflahah ,I., Wahyu Ari Pradana, Muhammad Fakhry. 2001. Penerapan Teknik
Manajemen Kualitas Terhadap Pengolahan Biji Kakao Kering Di Pt.
Perkebunan Nusantara Xii (Persero) Kediri. Madura: Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo.
Maswadi. 2011. Agribisnis Kakao dan Produk Olahannya Berkaitan dengan
Kebijakatan Tarif Pajak di Indonesia. J. Perkebunan & Lahan Tropika. 1:
23-30.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Susanto, F. X. 2009. Tanaman Kakao. Yogyakarta: Kanisius.
Tjitrosoepomo, S. 2008. Budidaya Cacao. Yogyakarta: Kansius.
Wahyudi, T. 2008. Paduan Lengkap Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
- Kadar kotoran
6. Ranting
Keterangan
% = kadar kotoran
M1 = berat kotoran (gram)
M0 = berat awal biji kakao
1. Plasenta - Kadar biji cacat
2. Biji dempet
Keterangan
% = kadar kotoran
M1 = berat kotoran (gram)
M0 = berat awal biji kakao
3. Pecahan biji 1. Kakao baru
a. Biji kakao berjamur
4. Pecahan kulit
b. Biji slaty
5. Biji pipih
2. Kakao lama
a. Biji slaty
c. Biji berkecambah
b. Biji berserangga
LAMPIRAN FOTO
Gambar Keterangan
Penentuan adanya serangga hidup
atau benda asing pada biji kakao