Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO

OLEH

MAXIMIANUS TOKE UGHA

0|Page
DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................

Latar Belakang................................................................................................................

Tujuan Penulisan.............................................................................................................

Manfaat ...........................................................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................

BAB III. PEMBAHASAN...............................................................................................

BAB IV. PENUTUP........................................................................................................

1|Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading
(38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6% (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).
Dengan demikian, komoditas kakao memegang peran penting dalam perekonomian nasional
dan menjadi salah satu komoditas andalan nasional setelah karet dan kelapa sawit.

Hingga saat ini, kurang lebih 90% petani menjual kakao dalam bentuk biji untuk
diekspor, namun mutu biji kakao tersebut masih rendah karena tidak difermentasi, kandungan
kadar air masih rendah, terserang jamur, tercampur dengan kotoran atau benda-benda asing
lainnya. Hal ini berdampak pada negara tujuan ekspor kakao, terutama di Amerika Serikat.
Kakao Indonesia diberlakukan penahan otomatis (automatic detention) dan potongan harga
(automatic discount) di Amerika Serikat sehingga daya saingnya menjadi lebih rendah dari
kakao yang diproduksi oleh negara lain.

Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu kakao yang dihasilkan, yaitu penanganan dari
tingkat kebun (on-farm) dan penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen kakao
merupakan penentu mutu produk akhir kakao karena dalam proses ini terjadi pembentukan
calon cita rasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, seperti rasa pahit
dan sepat.

Dengan penanganan pascapanen yang tepat, kakao yang dihasilkan memiliki mutu yang
tinggi. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai penanganan pascapanen kakao yang tepat
diperlukan demi menghasilkan mutu kakao yang baik. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka
makalah yang berjudul “Penanganan Pascapanen Kakao” disusun agar pengetahuan mengenai
penanganan kakao, seperti proses pemanenan, sortasi, fermentasi, dan pengolahan dapat
diketahui dengan baik.

2|Page
1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui tahapan proses penanganan pascapanen kakao.


2. Mengetahui proses pemetikan dan sortasi buah kakao.
3. Mengetahui pemecahan buah kakao.
4. Mengetahui proses fermentasi kakao dan apa pengaruhnya.
5. Mengetahui proses penjemuran/pengeringan biji kakao dan manfaatnya.
6. Mengetahui proses sortasi biji kering kakao dan apa manfaatnya.
7. Mengetahui tahapan dan syarat pengemasan biji kakao.
8. Mengetahui kondisi dan syarat penyimpanan/pergudangan biji kakao.

1.3. Manfaat

Makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan mengenai penanganan pascapanen


kakao bagi yang berkaitan dengan lapangan, seperti petani/kelompok tani dan pelaku usaha.

3|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditas perkebunan andalan

yang terus dipacu pengembangannya guna menjadi berbagai macam produk baru

yang bernilai ekonomi tinggi, terutama untuk memenuhi kebutuhan beberapa

industri seperti industri makanan, minuman, farmasi dan kosmetik. Indonesia

merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, tetapi mutu yang

dihasilkan sangat rendah akibat beberapa faktor antara lain minimnya sarana

pengolahan, lemahnya pengawasan mutu, biji kurang terfermentasi dan kadar air

tinggi. Namun, disisi lain kakao Indonesia juga mempunyai keunggulan yaitu

mengandung lemak coklat yang tinggi dan tidak cepat meleleh (Ulfaniah, dkk.,

2014).

Berdasarkan tipe populasinya, kakao dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu

kakao mulia yang berasal dari varietas criollo dengan kulit buah berwarna merah

dan kakao lindak yang berasal dari varietas forastero dengan kulit buah berwarna

hijau (Poedjiwidodo, 1996).

Bagi industri makanan dan minuman cokelat, mutu biji kakao merupakan

persyaratan mutlak. Dengan demikian, bagi produsen kakao sebaiknya mutu biji

kakao menjadi perhatian agar posisi bersaing (bargaining position) menjadi lebih

baik, keuntungan dari harga jual menjadi optimal dan memberikan kepuasan

4|Page
kepada pelanggan tanpa banyak memerlukan biaya yang tinggi (Hayati, dkk.,

2012).

2.1.1 Standar Mutu Biji Kakao

Standar mutu biji kakao Indonesia terbagi atas dua persyaratan yaitu,

persyaratan umum dan persyaratan khusus yang diatur dalam standar nasional

indonesia biji kakao sebagaimana tertera pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan


1 Serangga hidup - tidak ada
2 Kadar air % fraksi massa maks. 7,5
Biji berbau asap dan atau hammy dan
3 - tidak ada
atau berbau asing
4 Kadar benda asing - tidak ada
Sumber: SNI 2323:2008, 2008

Tabel 2.2 Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao

Jenis mutu Persyaratan


Kakao Kakao Kadar bii Kadar biji Kadar Kadar biji
Kadar biji
Mulia Lindak slaty berserangga kotoran berkecambah
berjamur
(Fine (Bulk (gram) (gram) waste (gram)
(gram)
Cocoa) Cocoa) (gram)
I–F I–B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2
II – F II - B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3
III – F III - B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3,0 Maks. 3
Sumber: SNI 2323:2008, 2008

Keterangan:
I : biji kakao mutu I
II : biji kakao mutu II
III : biji kakao mutu III
F : Fine cacao (kakao mulia)
B : Bulk cacao (kakao lindak)
5|Page
Untuk mendapatkan mutu biji kakao yang memenuhi standar, maka

setiap tahapan proses pengawasan dan kontrol mutu biji kakao harus diawasi

secara teratur agar pada saat terjadi penyimpangan terhadap mutu biji kakao, suatu

tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan (Hatmi, dkk., 2012).

2.1.2 Panen dan Pascapanen

Panen dan pascapanen kakao merupakan kegiatan yang penting, karena

berpengaruh terhadap mutu biji kakao (cokelat) yang dihasilkan. Produktivitas

yang tinggi tanpa diikuti cara panen dan pascapanen yang benar tidak akan

menjamin pendapatan yang tinggi. Pada saat panen buah kakao harus diperhatikan

tingkat kemasakan buah dan cara panennya. Sedangkan pada pascapanen kakao

kegiatan yang dilakukan adalah fermentasi, pengeringan atau penjemuran dan

penyimpanan (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.2.1 Panen

Buah kakao yang sudah masak harus segera dipetik agar bijinya tidak

tumbuh. Tanda-tanda buah masak antara lain terjadinya perubahan warna. Buah

muda yang berwarna hijau berubah menjadi berwarna kuning, sedangkan buah

muda yang berwarna merah akan berubah menjadi jingga. Disamping itu, biji-biji

terlepas dari kulit buahnya sehingga akan berbunyi bila digoyang-goyang. Tingkat

kemasakan buah berpengaruh terhadap hasil fermentasi. Panen yang terlalu awal

menyebabkan mutu biji kering sangat rendah, karena biji yang dihasilkan gepeng

dan keriput. Sebaliknya, panen yang terlambat akan menyebabkan biji tumbuh di

dalam buah (Susanto, 1994).

Buah kakao dipanen dengan menggunakan gunting potong, pisau tajam,

6|Page
atau sabit. Untuk buah yang letaknya terlalu tinggi dapat dipanen dengan sabit

7|Page
bergalah. Pengambilan buah melalui pemutaran dengan tangan sebaiknya

dihindarkan karena dapat merusak bantalan buah, yang mengakibatkan bunga

tidak tumbuh lagi ditempat itu pada periode berikutnya. Pemanenan buah

dilakukan dengan memotong tangkai buah tepat di batang atau cabang tempat

tumbuhnya, tanpa meninggalkan sisa tangkai buah sehingga pertumbuhan bunga

pada periode berikutnya tidak terhalangi. Setelah buah dipanen kemudian

dikumpulkan pada suatu tempat kemudian dilakukan sortasi buah yang busuk,

terserang hama atau penyakit, buah muda, dan buah yang terlalu masak

dipisahkan dari buah yang baik (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.2.2 Pascapanen

Proses pengolahan menentukan produk akhir kakao dalam proses ini

terjadi pembentukan citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak

dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat. Dalam proses pengolahan khususnya

fermentasi senyawa-senyawa tersebut akan mengalami perubahan. Biji kakao

yang tidak diolah dengan baik tidak diterima di pasaran atau rendah harganya,

karena tidak memiliki sifat khas tersebut (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.3 Fermentasi

Fermentasi merupakan tahap paling menentukan dalam proses

pengolahan biji kakao. Tujuan utama fermentasi adalah membebaskan ataau

melepaskan biji kakao dari pulp. Proses fermentasi merupakan tahapan biji kakao

yang sangat penting untuk menjamin dihasilkannya citarasa maupun aroma

cokelat yang baik, dapat mengurangi rasa pahit dan sepat serta memperbaiki

kenampakan biji. Fermentasi yang sempurna menentukan citarasa biji kakao dan

produk olahannya, termasuk juga karena buah yang masak serta pengeringan yang
8|Page
baik. Jika fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak sempurna, dihasilkan

citarasa khas cokelat yang pahit dan akan timbul biji slaty, yaitu biji yang

memiliki tekstur seperti keju (Elisabeth, 2007).

Fermentasi biji kakao merupakan suatu proses pengolahan pascapanen

yang mempengaruhi mutu biji kakao. Dalam proses ini, terjadi penguraian gula

menjadi alkohol yang dilakukan oleh beberapa jenis khamir yang dilanjutkan

dengan penguraian alkohol menjadi asam asetat dan asam laktat oleh beberapa

jenis bakteri. Selain itu, selama proses fermentasi juga berlangsung pembentukan

senyawa-senyawa organik yang merupakan senyawa calon pembentukan aroma

pada biji kakao akibat aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan

dalam proses fermentasi biji kakao yaitu khamir, bakteri asam cuka dan bakteri

asam laktat (Ambardini, 2009).

Fermentasi biji kakao berlangsung secara alami oleh mikroba dengan

bantuan oksigen dari udara. Proses fermentasi akan berjalan baik jika tersedia

cukup oksigen dan akan muncul panas yang merupakan hasil oksidasi senyawa

gula di dalam pulpa (lendir). Mikroba memanfaatkan senyawa gula yang ada di

dalam pulpa sebagai media tumbuh sehingga lapisan pulpa terurai menjadi cairan

yang encer dan keluar lewat lubang-lubang di dasar dan dinding peti fermentasi

(Widyotomo, 2008).

Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu : 1)

fermentasi dengan menggunakan keranjang, 2) fermentasi dengan penimbunan

diatas permukaan tanah yang dialasi daun pisang, dan 3) fermentasi dengan

menggunakan kotak kayu. Penggunaan kota kayu sebagai wadah fermentasi

9|Page
memberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari dua cara fermentasi

tradisional lainnya (Hatmi, dkk., 2012).

Fermentasi dilakukan dengan memasukkan biji kakao ke dalam peti

fermentasi dan ditutup. Fermentasi berlangsung selama 5-7 hari untuk kakao

lindak dan 3-4 hari untuk kakao mulia. Selama fermentasi dilakukan pengadukan

agar proses fermentasi berjalan merata. Di samping itu, harus dijaga agar biji tidak

berhubungan langsung dengan logam supaya tidak terjadi kontaminasi

(Poedjiwidodo, 1996).

Peningkatan mutu biji kakao selama proses fermentasi berhubungan erat

dengan panas yang dihasilkan. Panas menyebabkan suhu biji meningkat secara

bertahap dari 45⁰ - 60⁰C sehingga mempercepat terbentuknya asam dari pulp.

Kerja zat-zat racun mematikan biji tanpa merusak kegiatan enzim yang ada dalam

biji sehingga proses-proses enzimatis untuk membentuk aroma, rasa dan warna

dapat terus berlangsung (Poedjiwidodo, 1996).

Biji kakao tanpa atau kurang fermentasi biasanya memiliki citarasa

cokelat yang sangat rendah atau rasa pahit dan biji yang slaty, umumnya

dihasilkan dari proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari).

Sedangkan biji rapuh dan berbau kurang sedap atau kadang berjamur adalah

produk dari proses fermentasi yang terlalu lama (lebih dari 5 hari), biji kakao

berjamur atau hitam tidak memiliki citarasa cokelat yang baik. Biji dengan waktu

fermentasi tepat 5 hari mempunyai warna belahan cokelat agak tua dan tekstur

berongga, sehingga akan menghasilkan rasa dan aroma khas cokelat.

(Widyotomo, 2008).

10 | P a g e
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah

sebagai berikut:

a. Jumlah biji

Jumlah biji minimum yang baik untuk fermentasi adalah 10 kg dengan

menggunakan kotak fermentasi berukuran (40 x 40 x 20) cm. Bila jumlah biji 20-

60 kg fermentasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan kotak kecil yang

tingginya tidak kurang dari 20 cm (Poedjiwidodo, 1996).

b. Tempat fermentasi

Secara tradisional tempat fermentasi dapat berupa keranjang bambu yang

diberi lapisan daun pisang dan bagian atasnya ditutup dengan goni. Dewasa ini

tempat untuk fermentasi biji kakao berupa kotak kayu dengan bermacam-macam

ukuran, tergantung jumlah biji yang akan difermentasi. Kotak fermentasi yang

terlalu dalam akan menyebabkan proses fermentasi hanya terjadi pada bagian atas

saja. Setiap sisi kotak pada peti fermentasi bagian dalam dilubangi dengan jarak

yang sama dari setiap titik lubang. Lubang-lubang ini dimaksudkan untuk tempat

keluar masuknya udara yanag terdapat dalam kedua dinding tersebut sehingga

panas yang diperlukan selama proses fermentasi dapat terkendali (Poedjiwidodo,

1996).

c. Tebal lapisan biji dan pengadukan

Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48⁰ - 50⁰C. Untuk

mencapai suhu itu diperlukan ketebalan biji tertentu. Untuk fermentasi skala kecil

(<100 kg) dengan metode sime-cadbury ketebalan biji antara 20 – 30 cm. Apabila

ketebalan lebih dari 30 cm menyebabkan suhu bagian tengah terlalu tinggi, karena

aerasi udara kurang sehingga kegiatan mikroorganisme terganggu. Apabila

11 | P a g e
ketebalan biji terlalu tipis maka tidak dapat tercapai suhu optimal untuk

fermentasi. Dengan demikian fermentasi tidak berjalan sempurna (Poedjiwidodo,

1996).

Proses pembalikan pada saat fermentasi harus dilakukan setelah 48 jam.

Hal ini untuk diperolehnya keseragaman fermentasi biji kakao. Biji kakao yang

tidak dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yang ditengah dihasilkan panas

optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan yang diatas, di bawah dan

samping akan berakibat sebaliknya (Hatmi, dkk., 2012).

Agar fermentasi terjadi secara merata pada seluruh biji diperlukan

pengadukan. Pengadukan biasanya dilakukan 2 atau 3 kali tergantung tebal

lapisan biji. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk mendapatkan

fermentasi yang optimal dilakukan pengadukan pada 12 jam pertama, kemudian

setiap 2 hari sekali selama 6 hari. Pengadukan yang hanya dilakukan sekali akan

menyebabkan tumbuhnya jamur pada bagian lapisan atas yang dapat

mengakibatkan slaty. Sebaliknya, bila pengadukan berlebihan akan menyebabkan

kulit biji berwarna gelap, biji tengik, dan rapuh. Biji yang difermentasi penuh

ditandai dengan adanya warna cokelat gelap pada 80% kulit luar biji, lendir yang

melekat pada biji mudah dilepas (Poedjiwidodo, 1996).

d. Lamanya fermentasi

Fermentasi merupakan kunci keberhasilan pengolahan biji kakao, maka

waktu fermentasi harus tepat agar mendapatkan hasil yang baik. Waktu fermentasi

yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao bermutu rendah yaitu biji slaty,

biji yang teksturnya seperti keju. Sedangkan bila terlalu lama akan diperoleh biji

12 | P a g e
yang rapuh dan timbul citarasa yang tidak baik, tetapi pada umumnya lama

fermentasi sekitar 5-7 hari (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.4 Pengeringan

Tahap pengolahan selanjutnya baik untuk biji yang dicuci maupun yang

tidak dicuci adalah pengeringan. Pada biji yang tidak dicuci tujuan pengeringan

ini adalah untuk menghentikan proses fermentasi agar tidak terjadi over

fermented. Secara umum tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air

biji kakao dari sekitar 60% menjadi 6-7%. Pengeringan dapat dilakukan dengan

sinar matahari (Poedjiwidodo, 1996).

Teknik pengeringan biji kakao ada 3, yaitu pengeringan dengan sinar

matahari, pengeringan menggunakan alat pengering, dan perpaduan keduanya.

Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani selama ini adalah menggunakan

sinar matahari. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan

negatif. Sisi positifnya adalah akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan

dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang

diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar matahari

lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari

memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode

pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk mencapai kadar air

dibawah 7,5% (Hatmi, dkk., 2012).

2.1.5 Pengolahan Kakao Sederhana

Biji kakao dapat diproses secara sederhana untuk campuran bahan

makanan, minuman, permen, dan lain-lain. Pengolahan kakao dalam industri

13 | P a g e
rumah tangga dapat dilakukan dengan proses berikut: biji kakao yang sudah

14 | P a g e
kering, digoreng tanpa menggunakan minyak. Lamanya penggorengan sekitar

40 menit. Selanjutnya kulit dikupas dengan tangan. Setelah bersih, biji kakao

tersebut ditumbuk dengan alat penumbuk tradisional. Selanjutnya, hasil tumbukan

dipres dengan tujuan untuk memisahkan kandungan lemak dan tepung. Tepung

yang masih mengandung lemak berkadar rendah ini selanjutnya dikeringkan lagi

secara alami dibawah sinar matahari atau dengan oven. Setelah kering, kemudian

diayak untuk mendapatkan tepung yang halus. Akhirnya diperoleh bubuk kakao

yang bagus. Bubuk kakao inilah yang dimanfaatkan sebagai campuran minuman

serta untuk membuat permen cokelat (Susanto, 1994).

2.1.6 Sistematika Tanaman Kakao

Adapun sistematika tanaman kakao menurut Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia (2004)., Poedjiwidodo (1996)., dan Susanto (1994) adalah

sebagai berikut:

Devisi : Spermatophyta

Anak devisi : Angiospermae

Kelas :

Dicotyledoneae Anak kelas

: Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao, L.

15 | P a g e
2.1.7 Kandungan Dan Manfaat Kakao

Kakao mengandung lebih banyak zat besi dari hampir semua sayuran

lainnya (10,5 mg/100g). Komposisi mineral dari coklat bubuk tiap 100 gram

mengandung 2058 mg kalium, 9 mg natrium, 170 mg kalsium, 594 mg

magnesium, 14 mg zat besi, 795 mg fosfor, 8 mg seng, 5 mg tembaga dan 5 mg

mangan (Knight, 1999).

Kakao merupakan sumber makanan yang kaya akan senyawa-senyawa

bioaktif, terutama polifenol yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan

antimikroba. Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami yang

mempunyai kemampuan untuk menjaga dan mempertahankan sistem imun serta

untuk pencegahan penyakit jantung koroner. Kandungan antioksidan yang tinggi

dari biji kakao sangat bermanfaat bagi kesehatan, efektif menghilangkan radikal

bebas dalam tubuh serta berperan penting untuk mempertahankan produk pangan.

Biji kakao mengandung antioksidan yang kuat seperti, epikatekin yang telah

terbukti untuk membantu mengurangi efek kanker, diabetes dan penyakit jantung.

Mengkonsumsi biji kakao telah terbukti baik untuk menurunkan tekanan darah

(Ulfaniah, dkk., 2014).

2.1.8 Biji Kakao

Dalam setiap buah terdapat sekitar 20-50 butir biji, yang tersusun dalam

lima baris dan menyatu pada bagian poros buah. Biji dibungkus oleh daging buah

atau pulp yang berwarna putih dan rasanya asam manis. Apabila buah sudah

matang biji akan terlepas dari kulit buah sehingga akan berbunyi saat diguncang.

Biji yang dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih rasanya asam

manis (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).


16 | P a g e
2.2 Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting

dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun

17 | P a g e
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap

metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, serta

menjaga keseimbangan ion-ion tubuh (Almatsier, 2004).

Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim

dan sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh 65% adalah air

dalam bobot tubuh. Tanaman yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemudian disimpan dalam akar, batang,

daun, bunga, dan buah. Hewan makan tanaman dan akan menyimpan mineral

dalam tubuhnya. Manusia memperoleh mineral melalui konsumsi pangan nabati

maupun hewani. Mineral dalam bahan makanan tidak semuanya dapat

dimanfaatkan, keadaan tersebut tergantung ketersediaan biologisnya (tingkat zat

gizi yang dimakan yang dapat diabsorpsi oleh tubuh). Faktor yang mempengaruhi

ketersediaan biologis mineral antara lain interaksi dengan senyawa lain

(Almatsier, 2004).

Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro.

Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari

100 mg sehari seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium dan klor.

Sedangkan mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh kurang dari 100

mg sehari seperti besi, seng, iodium, mangan, selenium, dan kromium (Budiyanto,

2004).

2.2.1 Kalsium

Tubuh manusia mengandung sekitar 22 gram kalsium per kg berat badan

tanpa lemak. Kira-kira 99 persen kalsium terdapat dalam tulang dan gigi. Bahan

18 | P a g e
makanan yang kaya akan kalsium adalah susu dan hasil olahannya seperti keju

19 | P a g e
dan es krim. Disamping itu, brokoli, kacang-kacangan dan buah-buahan juga

merupakan sumber kalsium (Budiyanto, 2004).

Kalsium juga dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup dari air mineral

yang dapat mengandung sampai 50 mg/liter. Kalsium diekskresikan lewat urine

serta feses dan untuk mencegah kehilangan ini diperlukan kalsium melalui

makanan. Peranan kalsium tidak saja sebagai pembentukan tulang dan gigi, fungsi

lain dari kalsium yaitu dalam cairan jaringan berfungsi untuk pengendalian kerja

jantung, proses pembekuan darah, serta memberikan kekerasan dan ketahanan

terhadap pengeroposan (Budiyanto, 2004).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua

orang dewasa terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya.

Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang

dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-sehari. Osteoporosis lebih banyak

terjadi pada wanita daripada laki-laki dan lebih banyak pada orang kulit putih

daripada kulit berwarna. Disamping itu, osteoporosis lebih banyak terjadi pada

perokok dan peminum alkohol. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi

2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan

ginjal (Almatsier, 2004).

2.2.2 Magnesium

Dalam tubuh manusia terdapat sekitar 0,5 gram per kilogram jaringan

bebas lemak, dimana kira-kira 60 persennya berada dalam jaringan tulang.

Sumber dari magnesium di antaranya adalah sayur-sayuran hijau, biji-bijian dan

kacang-kacangan. Daging, susu dan hasilnya serta cokelat juga merupakan

20 | P a g e
sumber magnesium yang baik. Sedangkan fungsi dari magnesium adalah sebagai

obat pencuci perut, meningkatkan tekanan osmotik, dan membantu mengurangi

getaran otot. Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium

di dalam email gigi (Budiyanto, 2004).

Kekurangan magnesium menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan

dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang, gangguan sistem saraf

pusat, halusinasi, koma dan gagal jantung. Sedangkan akibat kelebihan

magnesium belum diketahui dengan pasti, kelebihan magnesium biasanya terjadi

pada penyakit gagal ginjal (Almatsier, 2004).

2.2.3 Kalium

Kalium merupakan kation penting di dalam cairan intraseluler yang

berperan dalam keseimbangan pH dan osmolaritas. Tubuh manusia mengandung

2,6 mg kalium per kilogram berat badan bebas lemak. Sumber kalium di

antaranya adalah cokelat dan kopi. Sedangkan fungsi kalium diantaranya adalah

membantu menjaga tekanan osmotik, memegang peranan dalam pemeliharaan

keseimbangan cairan dan eletrolit, serta membantu mengaktifkan reaksi enzim.

Kebutuhan kalium per hari sekitar 2 - 6 gram (Budiyanto, 2004).

Kekurangan kalium karena makanan jarang terjadi, selama seseorang

cukup makan sayuran dan buah segar. Kekurangan kalium menyebabkan lemah,

lesu, kehilangan nafsu makan, dan kelumpuhan. Jantung akan berdebar detaknya,

dan menurunkan kemampuannya untuk memompa darah. Kelebihan kalium dapat

terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal (Almatsier, 2004).

21 | P a g e
2.2.4 Natrium

Tubuh manusia mengandung 1,8 gram natrium per kilogram berat badan

bebas lemak, dimana sebagian besar terdapat dalam cairan ekstraseluler. Sumber

natrium di antaranya adalah keju, ikan asin, udang, sayur-sayuran, buah-buahan,

susu, telur dan daging. Sedangkan fungsi dari natrium di antaranya adalah

berperan dalam menghasilkan tekanan osmotik yang mengatur pertukaran cairan

antara sel, menentukan volume dalam cairan ekstraseluler, dan untuk

mempertahankan keseimbangan tubuh. Natrium harus terdapat dalam jumlah yang

cukup pada makanan agar kecukupan natrium ini dapat terjamin tubuh sendiri dan

dapat mengeluarkan kelebihan natrium melalui urin (Budiyanto, 2004).

Kekurangan natrium menyebabkan kejang dan kehilangan nafsu makan.

Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, dan keringat berlebihan.

Bila kadar natrium darah turun, perlu diberikan natrium dan air untuk

mengembalikan keseimbangan. Sedangkan kelebihan natrium dapat menimbulkan

keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan hipertensi, hal ini dapat diatasi

dengan banyak minum (Almatsier, 2004).

2.3 Destruksi

Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi

unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga

perombakan, yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam

anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia

yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida kering). Kedua

destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian

yang berbeda (Kristianingrum, 2012).


22 | P a g e
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik

tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat

oksidator. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara kering yang

biasanya memerlukan waktu yang lama serta adanya kehilangan karena

pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan destruksi basah ini. Pelarut-pelarut

yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat,

asam perklorat, dan asam klorida. Kesemua pelarut tersebut dapat digunakan baik

tunggal maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan

diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa

semua konstituen yang ada telah larut sempurna. Senyawa garam yang terbentuk

setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan selama

beberapa hari (Kristianingrum, 2012).

Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel

menjadi logam anorganik dengan cara pengabuan sampel dalam krus porselin dan

memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya destruksi kering

dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800°C, tetapi suhu ini sangat tergantung

pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan

dengan sistem ini, terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis.

Kemudian oksida dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun

campuran, setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan. Metode yang

digunakan untuk penentuan logam-logam yaitu metode spektrofotometer serapan

atom. Metode ini digunakan secara luas untuk penentuan kadar unsur logam

dalam jumlah kecil (Kristianingrum, 2012).

23 | P a g e
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan

untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan

nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam

berbentuk gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam

dalam matriks yang kompleks. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada

penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya

sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2009).

Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, dan hal

itu tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu

memiliki energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.

Dengan adanya absorbsi energi, berarti diperoleh energi yang lebih banyak

sehingga suatu atom yang berada pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya

ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2003).

Cara kerja spektrofotometri serapan atom berdasarkan penguapan larutan

sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom

bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan

dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya

penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut

jenis logamnya (Darmono, 1995).

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif

unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit

(ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu

sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut.

24 | P a g e
Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan

yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana,

dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009).

Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai

berikut ini:

a. Sumber Radiasi

Sumber radiasi yang digunakan yaitu lampu katoda yang mampu

menghasilkan garis radiasi resonansi sangat tajam. Lampu ini terdiri atas anoda

dan katoda dalam suatu tabung silinder borosilikat atau kuarsa yang berisi gas

mulia, argon, atau helium pada tekanan rendah. Katoda tersebut berbentuk silinder

berongga yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur

yang dianalisis. Pemberian tekanan dengan potensial tinggi pada arus tertentu

antara anoda dan katoda, akan menyebabkan logam mulia, memijar sehingga

menabrak atom-atom logam katoda hingga terlempar keluar dan tereksitasi dan

memancarkan radiasi pada panjang gelombang tertentu yang sama dengan

panjang gelombang atom yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009).

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi

uap atom-atomnya, yaitu:

- Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan

menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat

25 | P a g e
dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas

asetilen-udara, suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini

merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala

ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan

pengoksidasi. Sedangkan dengan gas dinitrogen oksida-asetilen suhunya

sebesar 3000°C (Gandjar dan Rohman, 2009).

- Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel

diambil sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit,

kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara

melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang

akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini

dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga

terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis

kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2009).

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum

sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian

banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga. Monokromator

digunakan untuk menyempitkan lebar pita radiasi yang sedang diperiksa sehingga

diatur untuk memantau panjang gelombang yang sedang dipancarkan oleh lampu

katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2009).

26 | P a g e
d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (Gandjar dan

Rohman, 2009).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

pencatatan hasil. Pembacaan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah

terkalibrasi, hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang

menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009).

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007).

2.4.1 Gangguan-Gangguan Pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom

adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang

dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan

konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).


27 | P a g e
Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni

interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan

karena tumpang tindih absorpsi antara spesies pengganggu dan spesies yang

diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Sedangkan interferensi kimia

disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat

absorpsi (Khopkar, 2003).

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang dapat

terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala.

b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang

terjadi di dalam nyala.

c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang

dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di

dalam nyala.

d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut:

28 | P a g e
a. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan

ditentukan dengan dua cara, yaitu:

1. Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang

dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam

suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut

dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan

(kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

2. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan

metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan

konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode

yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis

tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan

dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel

dapat ditemukan kembali. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan

pada setiap konsentrasi analit pada matriks, dapat dilihat pada Table 2.3 berikut

ini:

29 | P a g e
Tabel 2.3 Rentang Persen Perolehan Kembali Yang Diizinkan Pada Analit
Sampel

Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)
1 ppm 80-110
100 ppb 80-110
10 ppb 60-115
1 ppb 40-120
Sumber: Harmita (2004)

b. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan

derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang

memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan

(Harmita, 2004).

Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku

relatif atau RSD meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang

dianalisis. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16% dan pada kadar

satu per bilion (ppb) adalah 32% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang ada di dalam sampel. Selektivitas seringkali dinyatakan

sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang

mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran dan dibandingkan dengan

30 | P a g e
hasil analisis yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan

(Harmita, 2004).

d. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan

respon baik secara langsung ataupun dengan bantuan transformasi matematika,

menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit

dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit

yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat

diterima (Harmita, 2004).

e. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang

dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blangko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan parameter uji batas, batas

kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat

memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

31 | P a g e
BAB III.

PEMBAHASAN

2.1 Kakao (Theobroma cacao LINN)

Kakao adalah buah yang berasal dari tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) baik
kakao mulia (fine cocoa) maupun kakao lindak (bulk cacao). Biji kakao mulia (fine cocoa)
adalah biji yang berasal dari tanaman kakao jenis Criollo sedangkan biji kakao lindak (bulk
cocoa) adalah biji yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero (Natawidjaya, et al.,
2012).

Gambar 1. (a) Biji kakao mulia; (b) Biji kakao lindak

Sunanto (1994) dalam Anonim (tanpa tahun) mengatakan bahwa sesungguhnya


terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk
produksi cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:

1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan.
Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai kakao
mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-
pabrik sebagai bahan pembuatan produkproduk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini
bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali
mengalami fase generatif.
2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan
menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal juga sebagai
ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak
memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap serangan

32 | P a g e
hama dan penyakit dibandingkan kakao mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan
berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit
dari pada kakao mulia.
3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero
secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis Trinitario menghasilkan
biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario
antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak).
Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2
tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vascular streak
dieback) serta aspek agronominya mudah.

2.2 Proses Penanganan Pascapanen Kakao

Proses penanganan pascapanen dapat dilihat dari alur berikut:

Gambar 2. Tahapan Pengolahan Kakao

Pengolahan atau penanganan pasca panen kakao yang penting mencakup pelepasan
pulp dan pengeringan karena kedua tahapan ini menentukan kualitas biji keringnya.
Pelepasan pulp dapat dilakukan secara fisik, yaitu meremas-remas biji, tetapi dalam dunia
perdagangan dipersyaratkan kakao biji harus difermentasi karena tanpa difermentasi
menghasilkan biji berkualitas rendah (Arnawa, et al., 2013).

2.2.1 Tahap 1 – Pemetikan dan Sortasi Buah

33 | P a g e
Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Panen harus dilakukan pada
umur/waktu, cara dan sarana yang tepat. Alat panen yang digunakan dengan menggunakan
sabit, gunting atau alat lainnya (Arnawa, et al., 2013).

Hal yang harus diperhatikan pada saat pemanenan ialah :

1. Buah kakao dipanen atau dipetik tepat masak. Kriteria buah masak adalah alur buah
berwarna kekuningan untuk buah yang warna kulitnya merah pada saat masih muda, atau
berwarna kuning tua atau jingga untuk buah yang warna kulitnya hijau kekuningan pada
saat masih muda.
2. Menjaga agar buah tidak rusak atau pecah, dan menjaga agar bantalan buah juga tidak
rusak karena ini merupakan tempat tumbuhnya bunga untuk periode selanjutnya.
3. Pemanenan terhadap buah muda atau lewat masak harus dihindari karena akan
menurunkan mutu biji kakao kering. Buah yang tepat masak mempunyai kondisi
fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan senyawa penyusun lemak di dalam biji.
Panen buah yang terlalu tua akan menurunkan rendemen lemak dan menambah
presentase biji cacat (biji berkecambah). Panen buah muda akan menghasilkan biji kakao
yang bercitarasa khas cokelat tidak maksimal, rendemen yang rendah, presentase biji
pipih (flat bean) tinggi dan kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi.
4. Apabila ada alasan teknis atau alasan lain yang sangat mendesak seperti serangan hama
atau penyakit, pemanenan buah kakao dapat dilakukan sebelum tepat masak. Hal ini
untuk menghindari kehilangan produksi yang lebih banyak.

Gambar 3. Grafik Menurut Ukuran dan Umur Kematangan Buah Kakao

Setelah melakukan pemanenan, pemisahan buah yang baik dengan buah yang rusak
atau

34 | P a g e
terserang hama/penyakit. Buah yang terserang hama/penyakit langsung dibenamkan ke dalam
tanah agar pada saat melakukan pemecahan buah, biji kakao yang sehat akan tercampur
dengan biji kakao yang sakit/cacat sehingga mengakibatkan rendahnya kualitas biji kering.
Sortasi buah kakao merupakan hal sangat penting terutama jika buah hasil panen harus
ditimbun terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dikupas kulitnya (Natawidjaya, et al.,
2012).

2.2.2 Tahap 2 – Pemeraman atau Penyimpanan Buah

Pemeraman buah bertujuan untuk memperoleh keseragaman kematangan buah serta


memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman baik dilakukan terutama pada
saat panen rendah sambil menunggu buah hasil panen terkumpul cukup banyak 400 – 500
buah atau setara dengan 35 – 40 kg biji kakao basah, agar jumlah minimal untuk fermentasi
dapat dipenuhi. Pada tahap pemeraman ini, apabila sortasi buah tidak dilakukan dengan
cermat, maka tingkat kehilangan panen akibat busuk buah akan cukup tinggi (Anonim, 2009)

Pemeraman buah dilakukan dengan menimbun buah kakao hasil panen di kebun selama
5 – 12 hari tergantung kondisi setempat dan tingkat kematangan buah dengan cara :

1. Memilih lokasi penimbunan di tempat yang bersih, terbuka (tetapi terlindung dari panas
matahari langsung), dan aman dari gangguan hewan.
2. Buah dimasukkan ke dalam keranjang atau karung goni, dan diletakkan di permukaan
tanah yang telah dipilih sebagai lokasi penimbunan dengan dialasi daun-daunan.
3. Permukaan tumpukan buah ditutup dengan daundaun kering.
Kegiatan pemeraman bisa dilakukan pada saat panen rendah untuk mendapatkan
jumlah minimal buah dalam proses fermentasi sedangkan pada saat panen puncak kegiatan
pemeraman tidak perlu dilakukan (Anonim, 2012).

35 | P a g e
Gambar 5. Pemeraman Buah

2.2.3 Tahap 3 – Pemecahan Buah

Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan biji kakao,
pemecahan buah kakao harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak melukai atau merusak biji
kakao (Natawidjaya, et al., 2012).

1. Pemecahan buah kakao sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah
satu dengan buah lainnya.
2. Apabila pemecahan buah menggunakan golok atau sabit maka harus dilakukan dengan
hati-hati supaya biji kakao tidak terlukai atau terpotong oleh alat pemecah, karena akan
meningkatkan jumlah biji cacat dan mudah terinfeksi oleh jamur.
3. Setelah kulitnya terbelah, biji kakao diambil dari belahan buah dan ikatan empulur
(plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan tangan harus sangat diperhatikan
karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk, pestisida, minyak dan kotoran, dapat
mengganggu proses fermentasi atau mencemari produk akhirnya.
4. Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran pengganggu maupun biji cacat,
kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik atau karung plastik yang bersih untuk
dibawa ke tempat fermentasi, sedang plasenta yang melekat pada biji dibuang.
5. Biji-biji yang sehat harus segera dimasukkan ke dalam wadah fermentasi karena
keterlambatan proses dapat berpengaruh negatif pada mutu akibat terjadi pra-fermentasi
secara tidak terkendali.
6. Untuk penanganan pascapanen kakao dengan kapasitas besar, dapat digunakan mesin
pemecah kulit buah kakao.
36 | P a g e
2.2.4 Tahap 4 – Fermentasi

Pengolahan biji kakao petani, diantaranya adalah teknologi fermentasi. Fermentasi


merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk
melepaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun terutama juga untuk
memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta
mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Purwanto, 2013).

Gambar 6. Perbandingan biji kakao yang terfementasi, sebagian terfermentasi, dan tanpa
fermentasi

Beberapa faktor yang diperhatikan dalam proses fermentasi biji adalah :

1. Sarana fermentasi biji yang ideal adalah dengan menggunakan kotak dari kayu yang
diberi lubanglubang. Untuk skala kecil (40 kg biji kakao) diperlukan kotak dengan
ukuran panjang dan lebar masing-masing 40 cm dan tinggi 50 cm. Untuk skala besar 700
kg biji kakao basah diperlukan kotak dengan ukuran lebar 100 – 120 cm, panjang 150 –
165 cm dan tinggi 50 cm. Jika peti fermentasi sulit diperoleh, dapat digantikan dengan
keranjang bambu.
2. Tinggi tumpukan biji kakao minimal 40 cm agar dapat tercapai suhu fermentasi 45-48
0
C.
3. Berat biji yang difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk
menghasilkan panas yang cukup sehingga proses fermentasi biji dapat berjalan dengan
baik.
4. Pengadukan/pembalikan biji dilakukan setelah 48 jam proses fermentasi

37 | P a g e
Gambar 7. Kotak Fermentasi

Metode fermentasi dalam tumpukan dilakukan dengan cara menimbun atau menumpuk
biji kakao segar di atas daun pisang hingga membentuk kerucut. Permukaan atas tumpukan
biji ditutup dengan daun pisang atau karung goni atau penutup lainnya yang memungkinkan
udara masuk. Penutupan berfungsi untuk mencegah pembuangan panas yang terlalu besar.
Pada metode ini, pekebun dianjurkan untuk melakukan fermentasi selama 6 hari dengan
pengadukan sebanyak dua kali. Keuntungan metode fermentasi dalam tumpukan adalah
penggunaannya yang sederhana dan tidak membutuhkan wadah khusus sehingga mudah
dilakukan oleh petani. Namun, karena dilakukan hanya diatas daun pisang, fermentasi harus
dilakukan di tempat teduh dan terlindung dari hujan dan cahaya matahari langsung serta perlu
dijaga dari kemungkinan biji menjadi kotor oleh tanah (Purwanto, 2013).

38 | P a g e
Gambar 8. Fermentasi dengan cara menumpuk

Lama fermentasi biji optimal adalah 4 – 5 hari (4 hari bila udara lembab dan 5 hari bila
udara terang). Proses fermentasi biji yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari) menghasilkan
biji ungu agak keabu-abuan sedangkan biji yang tidak terfermentasi akan menghasilkan biji
slaty dengan tekstur pejal. Proses fermentasi biji yang terlalu lama (lebih dari 5 hari)
menghasilkan biji rapuh dan berbau kurang sedap atau berjamur. Keduanya merupakan cacat
mutu (Natawidjaya, et al., 2012).

2.2.5 Tahap 5 – Perendaman dan Pencucian

Perendaman dan pencucian biji bukan merupakan cara baku, namun dilakukan atas
dasar permintaan pasar. Tujuan perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan
proses fermentasi, mempercepat proses pengeringan, memperbaiki penampakan biji dan
mengurangi kadar kulit. Biji yang dicuci mempunyai penampakan lebih bagus, namun agak
rapuh. Pencucian yang berlebihan menyebabkan kehilangan bobot, biji mudah pecah dan
peningkatan biaya produksi (Natawidjaya, et al., 2012).

39 | P a g e
Tahapan perendaman dan pencucian biji adalah biji direndam selama 1 - 2 jam,
kemudian dilakukan pencucian ringan secara manual atau mekanis. Biji kakao dari buah yang
sudah diperam selama 7 – 12 hari tidak perlu dicuci karena kadar kulitnya sudah rendah
(Natawidjaya, et al., 2012).

2.2.6 Tahap 6 - Pengeringan

Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao menjadi ≤ 7,5 %
supaya aman untuk disimpan. Pengeringan biji dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
(Natawidjaya, et al., 2012).

1. Penjemuran :
a. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari langsung di atas para-
para atau lantai jemur. Saat cuaca cerah dengan lama waktu penyinaran 7 – 8 jam per
hari, untuk mencapai kadar air maksimal 7,5 % diperlukan waktu penjemuran 7 – 9
hari.
b. Tebal lapisan biji kakao yang dijemur 3 – 5 cm (2 –3 lapis biji atau 8 – 10 kg biji
basah per m2).
c. Setiap 1- 2 jam dilakukan pembalikan.
d. Alat penjemur sebaiknya dilengkapi dengan penutup plastik untuk melindungi biji
kakao dari air hujan. Bila matahari terik, plastik dibuka dan digulung

Gambar 9. Penjemuran

40 | P a g e
2. Mekanis :
a. Dilakukan dengan menggunakan mesin pengering. Penggunaan mesin ini sebaiknya
secara berkelompok karena membutuhkan biaya investasi yang besar.
b. Dengan pengaturan suhu 55 – 60 0C, diperlukan waktu 40 – 50 jam untuk dapat
mencapai kadar air biji kakao maksimal 7,5 %.
3. Kombinasi penjemuran dan mekanis:
a. Dilakukan penjemuran terlebih dahulu selama 1 - 2 hari (tergantung cuaca) sehingga
mencapai kadar air 20 – 25 %.
b. Setelah biji kakao dijemur, dimasukkan ke dalam mesin pengering. Dengan cara ini,
diperlukan waktu di mesin pengering selama 15 – 20 jam untuk dapat mencapai kadar
air maksimal 7,5 %.

2.2.7 Tahap 7 – Sortasi Biji Kering

Sortasi biji kakao kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik dan cacat
berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu, kulit dan daun-daunan.
Penentuan sortasi ditujukan untuk memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan
mengelompokkan biji menjadi berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji yang seragam.
Tercampurnya biji kakao dengan bukan biji, seperti plasenta, pecahan kulit, batu/kerikil,
benda asing selain biji akan menurunkan nilai mutu terhadap biji kakao yang kita miliki
(Natawidjaya, et al., 2012).

Sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan atau mesin sortasi yang memisahkan
biji kakao berdasarkan ukuran. Sesuai dengan SNI biji kakao No 2323:2008/ Amd 1:2010,
biji kakao dikelompokkan kedalam 5 (lima) kriteria ukuran yaitu :

1. Mutu AA : jumlah biji maksimum 85 per 100 gram.

2. Mutu A : jumlah biji 86 – 100 per 100 gram.

3. Mutu B : jumlah biji 101 – 110 per 100 gram.

4. Mutu C : jumlah biji 111 – 120 per 100 gram

5. Mutu S : lebih besar dari 120 biji per 100 gram

2.2.8 Tahap 8 – Pengemasan


41 | P a g e
Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan atau membungkus produk dengan
memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan faktor luar yang
dapat mempengaruhi daya simpan. Pengemasan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
rusak (Natawidjaya, et al., 2012).

Dalam pengemasan dan penyimpanan biji kakao yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :

1. Biji yang telah disortasi kemudian dikemas dalam karung, dengan berat bersih per karung
60 kg.
2. Setiap karung diberi label yang menunjukkan nama komoditi, jenis mutu dan identitas
produsen menggunakan cat dengan pelarut non minyak. Penggunaan cat berminyak tidak
dibenarkan karena dapat mengkontaminasi aroma biji kakao.
3. Biji kakao disimpan di ruangan yang bersih, kelembaban tidak melebihi 7,5 %, ventilasi
cukup, dan tidak dicampur dengan produk pertanian lainnya yang berbau keras karena
biji kakao dapat menyerap bau-bauan.
4. Tumpukan maksimum biji kakao adalah 6 karung, tumpukan karung diberi alas dengan
palet dari papanpapan kayu setinggi 8 – 10 cm, jarak dari dinding 15 – 20 cm. Jarak
tumpukan karung dari plafon minimum 100 cm.

42 | P a g e
2.3 Standar Mutu

Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur untuk pengawasan mutu. Setiap biji kako
yang akan dipasarkan harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang
ditunjuk (Natawidjaya, et al., 2012).

Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao
(SNI 2323:2008/Amd 1:2010). Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum
dan syarat khusus. Secara umum syarat umum biji kakao yang tertera didalam SNI ditentukan
atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing (Natawidjaya,
et al., 2012).

Gambar 10. Tabel persyaratan umum biji kakao

Untuk mendapatkan mutu biji kakao yang memenuhi standar, seragam, dan konsisten,
setiap tahapan proses harus diawasi secara reguler dan berkelanjutan agar pada saat terjadi
penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan.
Pengawasan proses dan kontrol mutu biji kakao harus dilakukan secara terencana dan teratur.
Dengan demikian, jika terjadi penyimpangan terhadap baku mutu suatu tindakan koreksi
segera dapat dijalankan (Natawidjaya, et al., 2012).

43 | P a g e
Gambar 11. Tabel Spesifikasi Biji Kakao Standar Kualitas Nasional (SNI)

2.4 Pengolahan Biji Kakao menjadi Cocoa Butter dan Cocoa Powder

Di pabrik pengolahan makanan dan minuman yang menggunakan biji coklat sebagai
salah satu bahan produk yang akan dibuat, biji kakao kering akan mengalami proses
pengolahan kembali. Pengolahan di tingkat ini seringkali disebut proses refinasi kakao
menjadi bubuk coklat selanjutnya menjadi bahan berbagai produk makanan dan minuman.
Secara umum proses produksi bubuk coklat hampir sama di mana pun, hanya ada perbedaan
kecil yang disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat biji kakao yang diproses karena berasal dari
spesies yang berbeda. Tetapi, umumnya pabrik pengolahan biji kakao menggunakan mesin
yang sama untuk mengolah biji kakao menjadi cocoa butter dan cocoa powder (Ahmad,
n.d.).

44 | P a g e
Gambar 11. Proses pengolahan biji kakao menjadi berbagai produk olahan

Untuk memperoleh coklat bubuk, maka sebagian lemak coklat (cocoa butter) yang ada
di dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran lemak dilakukan dengan
mengepress pasta menggunakan pengepress (hidraulik atau mekanis) pada tekanan 400 – 500
bar dan suhu 90 – 100oC (Syamsir, 2011).

Lemak coklat panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya dari kotoran yang
mungkin terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan didinginkan. Lemak coklat ini digunakan
oleh industri coklat (Syamsir, 2011).

Bungkil biji hasil dari pengepressan dihaluskan dengan menggunakan alat penghalus
(breaker) dan diayak untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak
didalam coklat bubuk berkisar antara 10 – 22%. Bubuk coklat dengan kadar lemak yang lebih
tinggi biasanya memiliki warna yang lebih gelap dan flavor yang lebih ringan. Coklat bubuk

45 | P a g e
ini digunakan dalam berbagai produk pangan, misalnya untuk membuat minuman coklat,
pembuatan untuk cake, puding, ice cream dan sebagainya (Syamsir, 2011).

46 | P a g e
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, kesimpulan dalam makalah ini adalah

1. Tahapan proses penanganan pascapanen kakao mulai dari pemetikan, pemeraman


buah, pemecahan buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan,
sortasi biji kering, dan pengemasan.
2. Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Setelah melakukan
pemanenan, pemisahan buah yang baik dengan buah yang rusak atau terserang
hama/penyakit. Buah yang terserang hama/penyakit langsung dibenamkan ke dalam
tanah agar pada saat melakukan pemecahan buah, biji kakao yang sehat akan
tercampur dengan biji kakao yang sakit/cacat sehingga mengakibatkan rendahnya
kualitas biji kering.
3. Pemeraman buah bertujuan untuk memperoleh keseragaman kematangan buah serta
memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman baik dilakukan
terutama pada saat panen rendah sambil menunggu buah hasil panen terkumpul
cukup banyak 400 – 500 buah atau setara dengan 35 – 40 kg biji kakao basah, agar
jumlah minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi.
4. Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan biji
kakao.
5. Fermentasi bertujuan untuk melepaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji,
namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang
enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji
6. Perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan proses fermentasi,
mempercepat proses pengeringan, memperbaiki penampakan biji dan mengurangi
kadar kulit.
7. Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao menjadi ≤ 7,5 %
supaya aman untuk disimpan.

47 | P a g e
8. Sortasi biji kakao kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik dan cacat
berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu, kulit dan daun-
daunan.
9. Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan atau membungkus produk dengan
memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan faktor luar
yang dapat mempengaruhi daya simpan.

3.2 Saran

Pembahasan mengenai proses pengolahan biji kakao menjadi beberapa produk lebih
diperbanyak lagi.

48 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U., n.d. Materi IV - Pengolahan Kakao. [Online]


Available at: http://web.ipb.ac.id/~usmanahmad/Pengolahankakao.htm
[Diakses 2 May 2016].

Anonim, n.d. Bab 1 Pendahuluan. [Online] Available at:


http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-192-39373615 gabung.pdf [Diakses
2 May 2016].

Anonim. 2012. Pengolahan Kakao. [Online] http://kadin-indonesia.or.id. [Diakses 2 May


2016].

Arnawa, G. et al., 2013. Psca Panen, Pengolahan Biji Kakao dan Fermentasi. Medan: SCPP.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Teknologi Fermentasi untuk Meningkatkan Kualitas


Biji Kakao Indonesia. [Online] http://ditjenbunpertanian.go.id. [Diakses 2 May 2016].

Natawidjaya, H. et al., 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Kakao. Jakarta:


Direktur Jenderal Perkebunan.

Purwanto, E. H., 2013. Perbaikan Mutu Biji Kakao Indonesia dengan Penerapan Teknik
Fermentasi. s.l.:TREE.

Syamsir, E., 2011. Ilmu Pangan. [Online] Available at:


http://ilmupangan.blogspot.co.id/2011/02/mengenal-proses-pembuatan coklat.html
[Accessed 2 May 2016].

49 | P a g e
50 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai