PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional,
khususnya menyediakan lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Selain itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri (Maswadi, 2011).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia
menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 844.630 ton,
dibawah negara Pantai Gading dengan produksi 1,38 juta ton. Volume ekspor
kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 535.240 ton dengan nilai Rp. 1.413.535.000
dan volume impor sebesar 46.356 ton senilai 119,32 ribu US$ (Ditjenbun1, 2010).
Selain berperan cukup penting bagi perekonomian nasional, kakao juga
berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan, sebagai sumber pendapatan dan
devisa negara, serta mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Salah satu produk olahan kakao adalah cokelat.
Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman dari biji
kakao (Theobroma cacao). Cokelat pertama kali dikonsumsi oleh penduduk
Mesoamerika kuno sebagai minuman, walaupun dipercaya bahwa dahulu cokelat
hanya bisa dikonsumsi oleh para bangsawan. Coklat merupakan salah satu bahan
penyegar yang banyak dihasilkan di Indonesia, yang umumnya diproduksi dalam
tiga jenis, antara lain cocoa butter, cocoa liquor, dan cocoa powder. Salah satu
bahan utama pembuatan kue atau permen adalah cooking chocolate compound
atau sering disebut cooking chocolate atau coklat masak saja. Cooking chocolate
adalah coklat khusus untuk membuatn kue secara professional. Coklat ini dapat
dilelehkan dan mengeras kembali (Hartomo, 2012).
Cokelat umumnya diberikan sebagai hadiah atau bingkisan di hari raya.
Dengan bentuk, corak, dan rasa yang unik, cokelat sering digunakan sebagai
ungkapan terima kasih, simpati, atau perhatian bahkan sebagai pernyataan cinta.
Cokelat juga telah menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia. Selain
dikonsumsi paling umum dalam bentuk cokelat batangan, cokelat juga menjadi
bahan minuman hangat dan dingin.
Pembuatan produk coklat dari biji kakao membutuhkan proses yang cukup
lama. Proses tersebut antara lain yaitu pembersihan, penyangraian, pemisahan
kulit, pemastaan, dan pembuatan coklat yang meliputi tahap pencampuran,
conching, tempering dan pencetakan. Praktikum dilakukan untuk mengetahui
proses-proses pembuatan coklat dari biji kakao dan mengetahui sifat-sifat coklat
secara organoleptik.
1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum pembuatan coklat yaitu:
1. Mahasiswa dapat memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian.
2. Mahasiswa dapat mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji.
3. Mahasiswa dapat mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan
dibandingkan dengan pasta komersial.
4. Mahasiswa dapat mengetahui ukuran partikel adonan coklat selama pelembutan
dan mengetahui sifat coklat yang dihasilkan dengan suhu akhir tempering
berbeda.
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao L.
Menurut Sunanto (1992), jenis tanaman kakao yang terkenal ada tiga, yaitu:
1.
Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika
Selatan. Jenis ini menghasilkan biji kakao yang mutunya sangat baik dan
dikenal sebagai coklat mulia, fine dan flavour cocoa, choiced cocoa, edel
cocoa. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis dan berbintil
bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran
besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah.
2.
Jenis Forastero, menghasilkan biji coklat yang mutunya sedang (bulk cacao)
atau juga sebagai ordinary cocoa (lindak cacao). Buahnya berwarna hijau
dan kulitnya tebal. Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna
ungu pada waktu basah.
3.
Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hybrida dari jenis Criollo dengan
jenis Forastero secara alami, sehingga jenis ini menghasilkan biji yang
termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa
Standar mutu biji kakao disusun sebagai pedoman pengolahan biji kakao
pada tingkat petani sebagai dasar penetapan harga pada tingkat petani/produsen
dan dapat menjamin serta memenuhi kepentingan produsen kalangan dagang
maupun industri pengguna.
Tabel 1. Standarisasi Nasional Biji Kakao (SNI 01-2333-2000)
No
1.
2.
3.
4.
5.
Karakteristik
Jumlah biji/100g
Kadar air, % (b/b) maks
Berjamur, % (b/b) maks
Tak terfermentasi, (b/b) maks
Berserangga, hampa, berkecambah,
% (b/b) maks
6.
Biji pecah, % (b/b) maks
7.
Benda asing, % (b/b) maks
8.
Kemasan kg, netto/karung
Sumber : SNI 01-2333-2000
2.2 Definisi Cokelat
Mutu I
80-85
7,5
3
Mutu II
86-100
7,5
4
Mutu III
>110
7,5
4
3
0
62,5
3
0
62,5
3
0
62,5
Istilah coklat pada awalnya muncul dari bahasa suku bangsa Aztec yang
waktu itu memberi nama minuman yang rasanya pahit dari produk tanaman
tersebut dengan nama xocolati artinya memang minuman pahit. Kakao sejak
waktu itu tidak hanya sebagai bahan membuat minuman dan makanan yang lezat
serta mewah saja, tetapi juga sebagai alat tukar atau alat pembayaran yang
mempunyai nilai tukar tinggi (Pudjogumarto, 2011).
Cokelat merupakan produk pangan hasil olahan derivat biji kakao yang
berasal dari tanaman kakao atau Theobroma cacao, L. Biji kakao mengandung 3550% minyak/ lemak, 15% pati, 15% protein, 1-4% theobromin dan 0,07-0,36%
kafein. Kernel kakao mengandung 0,19-0,30% theobromin dan kulit arinya
mengandung sekitar 0,19-2,98% senyawa alkaloid. Biji kakao juga mengandung
0,05-0,36% senyawa kafein dan lemak kakao yang berasal dari nib kakao
sebanyak 45-53% (Sudibyo, 2012).
Kualitas gizi cokelat telah diakui oleh beberapa penulis dan beberapa
orang menyebutnya makanan lengkap. Penting bahan kimia yang ditemukan
dalam cokelat adalah sebagai berikut. Lemak terutama ditemukan di cokelat
adalah mentega kakao yang berisi pproximately 33% asam oleat (tak jenuh
tunggal), asam palmitat 25% (jenuh), dan asam stearat 33% (jenuh). Antioksidan
Cocoa mengandung konsentrasi yang besar dari flavonoid, epicatechin, catechin
dan procyanidins. Kakao memiliki tingkat maksimum flavonoid, lebih besar
daripada bahkan teh dan anggur. Cokelat mengandung jumlah yang jauh lebih
tinggi flavonoid daripada coklat susu. Senyawa nitrogen dari kakao termasuk
protein dan methylxanthines theobromine dan kafein. Mereka adalah stimulan
sistem saraf pusat, diuretik, dan Perelaksasi otot halus. Kakao massa juga
mengandung mineral kalium, fosfor, tembaga, besi, Seng dan magnesium, yang
memperkuat manfaat kesehatan dari cokelat. Cokelat juga mengandung valeric
asam yang berfungsi sebagai peredam tekanan meskipun kehadiran kafein
stimulan dan theobromine dalam cokelat (Latif, 2013).
perendaman,
pengeringan,
penggosengan,
penghalusan
dan
pengepresan (Shukla, 2003). Lemak kakao adalah formula yang termahal dan
terpenting dalam pembuatan penyalut pada industri permen coklat karena sekitar
29.5% bahan penyusunnya adalah lemak kakao (Minifie, 1989, Wang, et.al.,
2006).
Lemak kakao merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik,
yaitu tetap cair pada suhu dibawah titik bekunya. Lemak kakao mempunyai warna
putih kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat
rapuh (brittle) pada suhu 25oC dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol dingin, angka penyabunan 188-198, angka iod 35-40. Lemak kakao larut
sempurna dalam alkohol murni panas dan sangat mudah larut dalam kloroform,
benzene, dan petroleum eter (Mulato, 2002 dalam Nur, 2012).
Lemak kakao yang digunakan dalam pembuatan cokelat harus memiliki
ciri-ciri yakni akan mencair pada suhu 32oC-35oC, mempunyai tekstur yang keras
dan sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada
bahan lain serta memadat pada suhu kamar. Retensi waktu untuk penyimpanan
juga harus disesuaikan dengan kondisi cokelat, karena jika tidak maka dapat
menyebabkan cokelat akan melekat pada cetakan, menghasilkan warna yang
buram serta menimbulkan blooming di permukaan cokelat. Dimana fungsi dari
lemak kakao pada pembuatan cokelat yakni untuk memadatkan (Ketaren, 1986).
Tabel 1. Sifat-sifat Lemak Kakao
Sifat- sifat
Bilangan Iod
Bilangan Penyabunan
Titik Leleh
Asam miristat
Asam palmitat
Asam palmitoleat
Asam Stearat
Asam oleat
Asam Linoleat
Sumber : O Brien (2008)
Nilai Pengukuran
33-42
188-198
32-350C
0,1
25,4
0,2
33,2
32,6
2,8
2.3.2 Susu
Susu adalah cairan kolostrum bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh
kelenjar susu mamalia betina. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum
mereka dapat mencerna makanan padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah
menjadi berbagai produk seperti mentega, yoghurt, es krim, keju, susu kental
manis, susu bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia (Tokocsc, 2007).
Susu yang digunakan yaitu susu bubuk, susu bubuk adalah bubuk yang
dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang lebih
lama daripada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan
uap airnya sangat rendah. Susu bubuk banyak sekali ditemukan di negara-negara
berkembang karena biaya transportasi dan penyimpanannya sangat murah (karena
tidak membutuhkan pendingin). Susu bubuk dianggap tidak mudah rusak
dikarenakan sedikitnya kandungan air (bakteri sangat cepat berkembangbiak pada
makanan yang basah atau minuman). Susu bubuk dalam pembuatan cokelat
digunakan untuk memberikan aroma serta meningkatkan nilai gizi dari produk
selai cokelat yang dihasilkan (Tokocsc, 2007).
Protein yang terdapat pada susu menambahkan rasa creamy pada cokelat
dimana terdiri dari 80% kasein dan 20% whey protein. Kasein akan bertindak
sebagai surfaktan dan akan menurunkan viskositas sedangkan whey protein
bertindak sebaliknya akan menaikkan viskositas (Haylock & Dodds, 1999).
Protein tidak hanya menambah kandungan gizi dari cokelat, protein juga penting
dalam menentukan rasa, tekstur dan stabilitas (Beckett, 2008). Berdasarkan sifat
fisik, susu memiliki titik leleh 23-33 0C dan titik beku -55-0,610C dan fungsi
penambahan susu pada pembuatan cokelat adalah sebagai bahan untuk
memadatkan aroma dan mengurangi sedikit kepahitan pada coklat yang dihasilkan
(Bajeng, 2012).
2.3.3 Lesitin (Emulsifier)
Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang
pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk membuat kedua
tujuan
untuk
menurunkan
keasaman
cokelat
bubuk,
sekaligus
mempermudah pemisahan coklat dari lemaknya. Teknik ini dikenal dengan istilah
Dutched Process. Coklat proses konvensional dapat digunakan dalam resep yang
menggunakan baking soda sebagai ragi yang hanya mengandalkan pada keasaman
kakao untuk mengaktifkannya (Romalawati, M., 2012)
2.3.6 Vanili
Aroma yang dihasilkan dari proses pengolahan coklat berasal dari
bubuk kakao dan bahan tambahan lainnya seperti bubuk vanili. Tanaman vanili
(Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang bernilai
ekonomi cukup tinggi. Tanaman ini digunakan untuk bahan penyegar, penyedap
dan pengharum makanan, gula-gula, ice-cream, minuman, bahan obat-obatan
(Helmy, 2008).
Aroma vanili banyak digunakan dalam industri makanan/minuman,
farmasi dan kosmetika. Dalam industri makanan/minuman umumnya digunakan
dalam bentuk ekstrak, keperluan farmasi dalam bentuk tincture dan untuk parfum
dalam bentuk tinctuce atau absolut. Untuk konsumsi langsung dalam rumah
Penyangraian
Penyangraian merupakan tahapan utama yang harus dilakukan dalam proses
produksi bubuk kakao maupun pasta cokelat. Selama penyangraian terjadi reaksireaksi kimia pembentukan aroma khas cokelat melalui reaksi Maillard (Jinap et al,
1998). Metode roasting ada 3 macam yaitu whole bean roasting, nib roasting, dan
liquor roasting. Whole bean roasting adalah dilakukannya penyangraian setelah
biji kakao dibersihkan. Sedangkan pada nib roasting penyangraian dilakukan
setelah biji kakao di-winnowing dan menjadi nib. Dan liquor roasting adalah
menjadi
liquor.
Biasanya
temperatur
yang
digunakan
untuk
penyangraian antara 1100C dan 1400C saat kadar air berkurang sebanyak 3%.
Proses penyangraian total lamanya antara 45 menit dan 1 jam. Setelah
penyangraian, produk biasanya didinginkan pada pendingin eksternal. Perlakuan
suhu tinggi selama roasting diiringi dengan semakin berkurangnya kelembaban
pada biji kakao mengakibatkan terbunuhnya mikroba kontaminan seperti
Salmonella yang mungkin terkontaminasi pada biji kakao selama pengeringan
tanah/di tempat terbuka (Beckett, 1994).
Resiko utama adanya kontaminasi pada biji kakao yang tidak ter-treatment
yaitu bahaya yang dibawanya akan ditransfer hingga ke pabrik pengolahan. Dan
untuk alasan ini, prosedur pra-penyangraian atau prosedur sebelum proses
penyangraian seperi pembersihan biji biasanya dilakukan di gedung yang terpisah
(Kleinert, 1996):
1)
Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang terjadi adalah penurunan berat biji kakao (0,2-0,5%
dari berat) karena terjadi penurunan kadar air biji dan terjadi perubahan
warna biji kakao menjadi lebih gelap.
2)
Perubahan Kimia
Jika biji mendapat perlakuan panas maka akan terjadi reaksi browning non
enzimatis yang meliputi reaksi maillard dan karamelisasi.Secara tradisional
biji kakao disangrai dalam batch kecil dengan jumlah biji kakao beberapa
ribu kilogram dalam alat penyangrai berbentuk bola.
Operator mesin dapat memindahkan beberapa biji kakao yang telah diproses
(nib), sedangkan kulit biji merupakan limbah yanng saat ini banyak dimanfaatkan
sebagai campuran pakan ternak (Mulato, dkk, 2005). Sebab, adanya shell atau
kulit yang terikut dalam produk cokelat akan memberikan flavor inferior (Beckett,
1994). Oleh karena itu kulit biji perlu dikupas sehingga terpisah antara kulit
dengan daging biji kakao (nib kakao).
Winnowing adalah proses untuk memisahkan kulit biji dan beberapa lembaga dari
biji. Sesuai namanya, winnowing ini mirip dengan prinsip yang dipakai untuk
memisahkan jagung dari tongkolnya pada saat panen (Beckett, 1994).
Hal yang sangat diinginkan dalam proses ini winnowing ini adalah
menjaga agar nib tetap dalam potongan besar (bukan berupa serpih kecil)
sehingga mudah dipisahkan dari kulit atau shell. Adanya sepotong kecil nib yang
masih melekat dengan shell akan ikut terbuang. Oleh karena itu, secara ekonomis
sangat penting untuk melakukan proses winnowing dengan tepat dan teliti
(Beckett, 1994).
Proses winnowing memiliki titik kritis untuk dua alasan. Pertama ialah
kemurnian pada produk akhir. Membuat bubuk kakao bebas dari kulit biji sangat
sulit, teknik pemisahan tidaklah sempurna dan batas maksimum kandungan kulit
biji pada bubuk kakao adalah 1,75%. Beberapa industri mampu menguranginya
sampai 1,5%. Yang kedua ialah profitabilitas. Kandungan nib setelah proses ini
haruslah 83-84%, dan mengandung 1-1,75% kulit biji dan kadar air setelah
penyangraian sekitar 1,5-3% tergantung dari derajat penyangraian. Kehilangan
pada proses ini memiliki efek disproporsional pada harga jual kembali biji (Dand,
1993). Proses winnowing menghasilkan rata-rata nib 78-80%, kulit biiji 10-12%
dengan sejumlah kecil lembaga, dan 4% partikel non kakao sebagai pengotor
(Belitz and Grosc, 1999).
Metode pemisahan antara daging dan biji dan kulit biji juga dapat dilakukan
dengan metode Desheller dan dilakukan secara mekanis dengan menggunakan
mesin. Mesin desheller akan menghasilkan fraksi nib dan fraksi kulit dengan
ukuran dan sifat fisik yang berbeda secra bersamaan. Saat membentur silinder
pemecah yang berputar, nib akan pecah dengan ukuran yang relatif besar dan
seragam karena nib mempunyai sifat elastis. Sebaliknya, kulit biji karena sifatnya
rapuh terpecah menjadi partikel-partikel yang halus dan mudah dipisahkan dari
butiran nib dengan cara hisapan (pneumatik). Meskipun demikian tidak seluruh
butiran nib dapat dipisahkan dari partikel kulit secara sempurna. Presentase kulit
terikut nib sebesar 0,6%, sebaliknya presentase nib terikut kulit sebesar 1%.
Ukuran rata-rata butiran nib adalah 10 mesh. Partikel-partikel kulit biji
diendapkan dalam silikon agar tidak mengotori lingkungan (Mulato, dkk, 2005).
3.
Pemastaan Kasar
Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, nib
yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan samapai ukuran
tertentu (<20m ) dan menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan atau
penghalusan nib kakao umumnya dilakukan dengan cara penghancuran untuk
merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran 40 m dengan
menggunakan mesin silinder (Mulato, dkk, 2005).
Lebih dari setengah berat nib adalah lemak, efek dari penghalusan
(pemastaan), bersama dengan panas yang terbentuk dari proses penghalusan,
menyebabkan nib yang padat menjadi cair, dan akan memadat jika temperatur
turun dibawah titik lelehnya. Derajat kehalusan ukuran partikel sangat pentiing.
Liquor yang digunakan untuk pembuatan lemak kakao dan bubuk, jika terlalu
halus akan sulit untuk dipress. Namun, jika terlalu kasar pengepresan tidak akan
sempurna dikarenakan sejumlah lemak masih terjebak dalam struktur sel (Dand,
1993).
4.
Alkalisasi
b)
c)
d)
kakao
pada
nib,
yang
bisa
rusak
akibat
reaksi
Asam ini dapat bereaksi dengan alkali menghasilkan flavor tersabun atau
soapy flavor. Untuk mengatasinya, maka sejumlah kecil asam etanoat atau
asam tartarat dapat ditambahkan setelah proses alkalisasi yang bertujuan
untuk menurunkan pH (Beckett, 1994).
Alasan lain dilakukannya alkalisasi adalah untuk memicu perubahan warna
pada kakao akibat adanya reaksi dari senyawa tannin (polihidroksifenol). Dimana
senyawa tannin tersebut tersusun atas molekul epikatekin yang selama tahap
fermentasi, pengeringan, dan penyangraian saling bersatu, kemudian teroksidasi
atau bereaksi dengan komponen kimia lain dalam kakao. Reaksi alkalisasi ini
akan meningkatkan jumlah molekul warna dan membuat kakao menjadi lebih
gelap. Proses alkalisasi juga memerlukan kehati-hatian dalam mengatur pH,
kelembaban, suhu penyangraian, dan lamanya waktu karena ada kemungkinan
akan dihasilkannya beraneka macam warna dalam range yang luas (Beckett,
1994).
5.
Pengepresan (Defatted)
Lemak kakao dikeluarkan dari pasta kakao dengan cara dikempa atau di-
press. Rendemen pengempaan sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta seperti suhu,
kadar air, ukuran partikel, dan tekanan kempa. Lemak kakao akan relatif mudah
dikempa pada suhu antara 40-450C, kadar air <4% dan ukuran partikel <75mm.
pengempaan pasta dilakukan di dalam tabung yang dilengkapi dengan pennyaring
120 mesh dengan tekanan hidrolik sampai 40 atm. Karena tekanan hidrolik, lemak
akan terpisah dari pusat dan keluar dari saringan lewat dinding tabung dalam fase
cair berwarna putih kekuningan. Jika dibiarkan pada suhu kamar (<370C), lemak
kakao akan membeku dan mudah dibentuk. Lemak kakao memiliki sifat khas
yakni bersifat plastis. Kandungan senyawa lemak padat relatif tinggi, warna putihkekuningan dan mempunyai bau khas cokelat.
Lemak kakao banyak diolah untuk produk makanan setelah dicampur dengan
pasta, gula, dan bahan-bahan lainnya untuk dibuat menjadi makanan cokelat.
Lemak cokelat juga banyak dipakai sebagai bahan baku industri farmasi dan
kosmetika. Sedangkan sisa hasil kempaan adalah bungkil padat dengan
Satuan
Syarat Mutu
Keadaan
- Bau
- Rasa
- Warna
Coklat
Kadar lemak
Min 48
Kadar air
Maks. 2
Min. 99,0
Maks. 14
Maks. 1,75
- Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 2,0
- Kadmium (Cd)
mg/kg
Maks 1,0
- Timah (Sn)
mg/kg
Maks 40
mg/kg
Maks 1,0
Cemaran logam
3.1
3.1.1 Alat
a. Roaster
b. Pisau
c. Timbangan
d. Gelas Arloji
e. Tempat Sampel
f. Mesin Winnowing
g. Pinset
h. Alat Pemasta
i. Thickness meter
j. Tisu
k. Ball mill refiner
l. Mesin Conching
m. Wadah Stainless steel
n. Pengaduk
o. Termometer
p. Cetakan Coklat
3.1.2 Bahan
a. Kakao Biji
b. Biji kakao sangrai
c. Nib
d. Pasta Komersial
e. Pasta Kakao
f. Lemak Kakao
g. Susu Fullcream
h. Fine Sugar
i. Lesitin
j. Vanili
k. Soda Kue
3.2
3.2.1. Penyangraian
100 gram biji kakao
Penyangraian dalam roaster, T = 110oC, t = 10
Pendinginan
Penimbangan biji kakao
Pengamatan perubahan warna, aroma dan tekstur biji
kakao sangrai utuh dan dibelah.
Dibandingkan dengan biji kakao yang tidak disangrai
Biji kakao yang telah mengalami proses fermentasi dan akan digunakan
sebagai produk lanjutan dari biji kakao diharuskan melewati proses penyangraian
untuk meningkatkan flavor dan rasa yang terdapat pada biji kakao. Dalam proses
penyangraian, terdapat beberapa perubahan yang signifikan terhadap struktur fisik
dan kimia pada biji kakao. Perubahan yang terjadi pada biji kakao dapat diamati
melalui beberapa tahapan proses penyangraian.
Tahapan pertama dalam proses penyangraian adalah persiapan biji kakao
yang akan diambil sampelnya sebesar 100 gram sebagai sampel percobaan dalam
proses penyangraian dengan cara ditimbang pada neraca analitik. Sampel 100
gram biji kakao tersebut selanjutnya disangrai pada mesin roaster atau mesin
belum disangrai.
3.2.2 Pemisahan Biji
penyaring udara. Selanjutnya dilakukan penimbangan nib dan kulit hal ini
bertujuan untuk mengetahui berat awal nib dan kulit selanjutnya dilakukan
penimbangan nib sebanyak 50 gram kemudian dipisahkan kulitnya yang terikut
hal ini bertujuan untuk menghilangkan kulit yang terikut dalam nib . Tahap
berikutnya dilakukan penimbangan kulit yang terikut hal ini bertujuan untuk
mengetahui berat kulit yang masih terikut dalam nib yang telah dipisahkan dengan
kulit dalam mesin winnowing
3.2.3 Pemastaan
Penimbangan
Pemasukan dalam alat pemasta
Pasta
Penimbangan pasta yang
diperoleh
Pengukuran besar partikel pasta dengan thickness
meter
Pembandingan dengan ukuran pasta komersial
Pada praktikum pemastaan,pertama dilakukan penimbangan Nib yeng telah
dipisahkan kulitnya sebanyak 50 gram. Kemudian Nib dimasukkan ke alat
pemasta. Hal ini bertujuan untuk menghancurkan Nib sehingga dapat digunakan
pada proses pembuatan coklat pada proses pemastaan diharapkan pasta memiliki
viskositas kurang lebih 200mesh sehingga didapatkan coklat yang lembut. Tahap
selanjutnya dilakukan penimbangan pasta yang bertujuan untuk mengetahui berat
pasta yang diperoleh. Selanjutnya dilakukan pengukuran partikel menggunakan
Thickness meter yang bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel pasta yang
Pencampuran
Refining
Suhu 60oC, 8
jam
Suhu 60 C, 6
jam
Lesitin,
vanili dan
soda kue
Suhu 60oC, 10
jam
Conching suhu
60-70oC, 4 jam
Tempering
(P 1)
Pengadukan, suhu 28oC
(P 2)
Pengadukan, suhu
28oC lalu suhu
dinaikkan 33oC
(P 1)
Tanpa pengadukan,
suhu 28oC
Pencetakan
Pendiaman 24 jam dalam ruang
dingin
Pengeluaran dari cetakan
Pembungkusan dan simpan 1 minggu
Pengamatan uji sensoris
Hasil Pengamatan
4.1.1 Penyangraian
Penyangraian
100,79
100,65
100,04
95,64
95,99
94,315
ke1
2
3
Biji
Pembeda
Kakao Sangrai
Kakao tidak
sangria
Utuh
Dibelah
Warna
Aroma
Pucat terang
Aroma khas
Coklat gelap
Masam
Tekstur
cokelat
Rapuh
Alot / keras
Warna
Tekstur
(tersegmentasi)
Lebih cerah
Rapuh
Lebih gelap
Keras
(tersegmentasi)
Gambar
1
2
Kulit biji
28,20
24,8
143,22
143,22
Nib
95,02
95,56
Berat awal
(gram)
1
2
Efisiensi
(%)
terikut
(gram)
0,47
0,82
49,53
49,18
0,94
1,64
4.2.4 Pemastaan
Pemisahan
ke1
2
Berat
nib
(gram
)
95,02
95,56
Berat pasta
(gram)
Ukuran partikel
()
Uk. Partikel
pasta komersial
()
71,37
94,11
88
68,5
11
23
17
13
Nama Panelis
1 Nur Yanti
2 Citra Wahyu
3 Lailatul N
179
247
2
8
3
5
2
9
Parameter Tekstur
68
513
191 715
1
7
3
6
1
7
6
5
3
1
4
5
2
91
42
6
4
4
6
7
8
1
7
831
9
9
8
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novika Tri H
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nurcahyo
Herninda
Rata rata
4
6
1
3
7
4
3
7
4
6
7
4
5
8
6
7
4
6
5
7
6
7
6
8
8
9
4
3
6
5
3
2
4
6
3
5
5
4
3
7
4
1
4
1
9
3
4
6
4
5
2
1
4
2
4,61 5,24 4,52
6
2
1
9
2
8
2
2
1
7
2
2
7
3
8
2
9
9
4,2
7
5
1
5
5
1
3
8
3
1
5
1
3
1
4
1
7
1
8
2
8
9
1
8
1
9
3
9
8
6
5
7
6
8
3
8
4,62 4,57
9
8
6
5
2
3
2
3
3
5
5
9
8
5
5
1
1
7
4,8
8
9
8
9
4
8
4
5
6
4
6
7
6
2
7
8
3
6
6
3
2
9
2
7
9
9
9
5
7
1
4
7
8
2
9
7
5
6,24
427
831
7
7
6
4
4
4
9
6
5
4
5
4
6
1
7
1
4
3
Nama Panelis
Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
179
247
1
8
7
5
7
8
6
5
4
6
3
5
7
3
3
2
2
7
Parameter Kenampakan
68
71
513
191
916
1
5
3
2
5
9
8
2
1
4
9
6
3
1
2
9
8
3
1
2
8
9
5
2
6
9
8
2
1
5
9
6
3
4
8
5
7
3
1
7
9
8
6
1
8
9
2
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novika Tri H
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
Angga Setiawan
M. Dwi Nurcahyo
Herninda
Rata rata
4
3
8
3
3
5
5
6
6
2
1
1
4,7
3
4
9
5
5
4
4
4
3
1
4
7
4,3
2
2
4
2
2
1
3
1
7
7
5
2
3,1
1
1
2
1
1
2
8
7
1
4
2
6
2,4
7
6
7
7
7
9
2
3
4
6
9
8
5,6
2
9
9
1
8
8
7
9
9
9
8
7
9
8,1
8
7
3
6
6
8
6
5
8
9
8
4
6,7
6
5
6
4
4
3
1
2
2
5
3
3
4,6
5
8
5
6
6
6
7
8
5
3
6
5
5,01
Nama Panelis
Nur Yanti
Citra Wahyu
Lailatul N
Nofal Ilhami
Nurul Ummah
Fiska Fibi
Hasna Amalia
Dwi Tari W
Rina Dias
Hujjah
Esthi
Sri Dewi
Dwi Putri W
Rahmawati Indah
Novika Tri Hardini
Maisaroh
Dewi Ruhael
Oriza Krisnata W
179
15
4
14
8
15
12
23
17
21
17
17
19
28
14
14
27
21
36
831
8
5
16
11
20
18
16
15
20
23
15
16
26
13
17
12
17
34
19 Angga Setiawan
20 M. Dwi Nurcahyo
21 Herninda
Rata - rata
92
101
95
80
133 119
58
73
76
26,3 31,11 28,6
19
36
24
13
105 30
79 133 103
122
9
81
14 114
83
16
72
90
75
29,1 8,54 25,8 27,4 28,3
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penyangraian
Biji kakao yang sudah kering dengan kadar air sekitar 6 7% digoreng
tanpa menggunakan minyak. Lamanya penyangraian selama 40 menit.
Selanjutnya biji dikupas dengan tangan atau dengan menggunakan alat
(Widyotomo, dkk., 2004). Dengan adanya penurunan kadar air sekitar 6 7 %
pada biji kakao setelah penyangraian juga dapat menurunkan berat dari biji kakao
antara sebelum penyangraian dan sesudah penyangraian. Hal ini dapat dilihat pada
tabel yang menunjukkan berat awal dan berat akhir setelah penyangraian. Dimana
pada setiap tahap penyangraian, selalu mengalami penurunan berat dengan rata
rata penurunana sebesar 5.18 gram. Penurunan berat ini dapat disebabakan karena
pemberian suhu penyangraian, karena kadar air yang ada pada biji kakao akan
menguap. Suhu penyangraian pada praktikum ini yaitu 110 oC selama 10 menit.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Mulato (2002 ) bahwa selama proses
penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel di permukaan inti
biji terlepas, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa menguap, antara lain
asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol, dan ester.
Dapat dilihat pada tabel berikutnya yang menunjukkan bahwa anatara biji
kakao sebelum disangrai dan sesudah disangrai mengalami perubahan. Data
kondisi biji kakao antara penyangraian dan tidak penyangraian dapat dilihat pada
table. Pada tabel tersebut, kondisi biji utuh setelah penyangraian mengalami
perubahan warna menjadi lebih gelap, aroma yang sebelumnya tidak terlalu tajam
menjadi lebih tajam setelah disangrai dan tekstur yang lebih rapuh daripada
sebelum disangrai. Hal ini juga berbanding lurus dengan perubahan yang terjadi
ketika biji kakao sangrai dibelah. Perubahan tersebut dapat terlihat dari warna biji
yang dibelah sebelum penyangraian adalah coklat gelap sedangkan setelah
penyangraian berwarna coklat kemerahan. Sedangkan teksturnya menjadi sangat
rapauh setelah mengalami penyangraian.
Perubahan kondisi fisik dan berat pada biji kakao ini dapat dibuktikan
melalui literatur yang dinyatakan menurut Mulato, dkk. (2004) bahwa selama
proses penyangraian senyawa asam amino dan gula pereduksi akan membentuk
senyawa mailard yang dapat merubah biji kakao menjadi lebih coklat. Hal ini
dikarenakan adanya reaksi hidrolisis pada sukrosa oleh air dan gula pereduksi
yang menyebabkan terjadinya perubahan pada biji kakao sehingga terbentuk cita
rasa dan aroma yang khas pada biji kakao. Dengan adanya reaksi hidrolisis ini
terdapat beberapa kandungan air pada biji kakao yang mengalami proses
penguapan akibat adanya pemanasan sehingga berat kakao menjadi lebih kurang.
4.2.2 Pemisahan Kulit
Pemisahan kulit biji kakao ini dapat dilakukan setelah proses
penyangraian. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nib yang dapat digunakan
pada pembuatan produk olahan biji kakao lainnya seperti pasta kakao, lemak
kakao, kakao bubuk dan coklat batang.
Menurut Minife (1980) Pemisahan kulit dikatakan baik apabila kulit biji
kakao yang terikut mengandung 1,5-2% kulit biji. Sedangkan pada praktikum Kli
ini diperoleh data. Berat nib kakao penyangraian 1 yaitu 49,53 gram dihasilkan
kulit yang terikut 0,47 gram dengan efisiensi 0,94% dan penyangraian 2 nib biji
kakao yaitu 49,18 gram dihasilkan kulit yang terikut 0,82 gram dengan efisiensi
1,64. Dapat disimpulkan bahwa pemisahan kulit 1 sudah cukup baik.
Sedangkan pada pemisahan kedua, dari berat awal 143, 22 gram
didapatkan 95,56 gram nib dan kulit biji sebanyak 24,8 gram. Untuk kulit yang
terikut dari 45,72 gram nib diperoleh 0,82 gram dengan efesiensi 1,64% Hal ini
menunjukkan penyangraian kedua mempunyai efisiensi yang terlalau rendah.
4.2.3 Pemastaan
stabil menjadi
kristal.
titik
ini
untuk
kristal
Sehingga,
dengan
terbentuknya
kristal
tersebut
c. Kenampakan Coklat
yang
ditangkap oleh mata ataupun pengukur warna sebagai permukaan yang buram.
Selain itu, gula juga dapat menjadi salah satu penyebab blomming ketika gula
bereaksi dengan air, sehingga dalam pembuatan cokelat adanya air sangat
diminimalisir.
d. Melting
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Mesin winnowing kurang efisien atau kurang maksimal. Pemisahan nib dari
kulit biji kakao yang dilakukan secara mekanis dengan mesin winnowing
dapat mencapai lebih dari 83% dan nib lazimnya mengandung 1.5 2% kulit
2.
3.
4.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alex, K. B. C. 2003. An Undergraduate Thesis Submitted to the University of
Queensland as a requirement for the Degree of Bachelor of
Engineering
(Chemical).
http://www.cheque.uq.edu.au/ugrad/theses/2003/pdf/CHE4007/4021935
8/40219358.pdf. Diakses pada tanggal 14 April 2016.
Beckett, S. T. 1994. Industrial Chocolate Manufacture and Use. 2nd Ed. Blakie
Academic and Professional London.
Beckett, S. T. 2008. The Science of Chocolate, 2nd edn. London: Royal Society of
Chemistry Paperbacks.
Dewan
Standarisasi,
2008.
Standar
Mutu
Bungkil
Kacang
Tanah.
Berat sebelum
penyangraian (gram)
100,79
95,64
100,65
95,99
100,04
94,31
286,44
2. Pemisahan Kulit
a. Untuk 2 kali winnowing
=
Winnowing I
Nib = 92,02
Kulit = 28,20
Winnowing II
Nib = 95,86
Kulit = 24,8
Jumlah total nib
= 92,02 + 95,86
= 187 gr
b. Efisiensi Kulit maksimum dari pengambilan sampel 50 gr nib
Winnowing I
Nib
= 49,53
Kulit
=0,47
Efisiensi
=
=
x 100%
= 0,94% < 1,75%
Winnowing II
Nib
= 49,18
Kulit
=0,82
Efisiensi
=
=
x 100%
= 1,64% < 1,75%
3. Pemastaan
Winnowing I = 71,37 gr
Winnowing II= 94,11 gr
Hasil pemastaan =
=
=
= 82,74 gr
Sehingga dari 187 gr nib kakao yg digunakan menghasilkan pasta sebanyak 82,7
1. PERHITUNGAN TEKSTUR
Rata-rata tekstur sampel 179
Kode 191=
Kode 715 =
Kode 916 =
Kode 427 =
Kode 831 =
b. 247
c. 513
d. 681
e. 191
f. 715
g. 916
h. 427
i. 831
a. 179
b. 247
c. 513
d. 681
e. 191
f. 715
g. 916
h. 427
i. 831
DOKUMENTASI KAKAO
DOKUMENTASI COKLAT