Anda di halaman 1dari 30

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kopi merupakan minuman yang terkenal di Indonesia tetapi juga terkenal di

seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki bentuk bubuk maupun
seduhan yang memiliki aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan lainnya.
Belakangan ini kopi banyak dikonsumsi sebagai obat-obatan. Akan tetapi jika
mengkonsumsi kopi secara berlebihan dapat meningkatkan asam lambung,
menyebabkan ketegangan. Oleh karena itu perlu dilakukan diversifikasi kopi
sehingga aman dikonsumsi untuk masyarakat yang alergi kafein (Mulato, 2001).
Produk olahan kopi hilir terdiri dari kopi bubuk, kopi instan, kopi herbal,
dekafeinasi kopi dan lain-lain. Adanya produk hilir ini dapat meningkatkan
tingkat konsumsi kopi penduduk Indonesia yang masih tergolong rendah. Proses
pengolahan kopi instan (kopi tanpa ampas) meliputi kopi bubuk, pelarutan air
panas, penyaringan, pemanasan, kristalisasi, pengadukan, pendinginan, pengecilan
ukuran dan pengayakan. Pada pembuatan kopi minim kafein tahapannya meliputi
biji kopi, perebusan, pengeringan, penyangraian, pengecilan ukuran, dan
pengayakan.
Pengurangan kadar kafein (dekafeinasi) dalam kopi perlu dilakukan sampai
batas aman konsumsi kafein yaitu pada dosis 100-200 mg per hari. Sehingga kopi
hanya dapat dikonsumsi pada ambang batas aman konsumsi kafein yaitu 2 sampai
4 gelas per hari. Penurunan kadar kafein kopi dapat dilakukan dengan melakukan
proses dekafeinasi.
Dalam pengkonsumsiannya, agar kopi tersebut lebih mudah untuk dibuat
maka diperlukan produk kopi yang sudah dalam bentuk instan sehingga
masyarakat yang ingin meminumnya dapat membuat kopi dengan waktu yang
singkat, sehingga praktikum ini dilakukan untuk mengamati proses pembuatan
kopi instan (kopi tanpa ampas) dan kopi minim kafein (kopi dekafeinasi) dan
mengetahui segala proses-proses yang berpengaruh sehingga dapat dibandingkan
dengan kopi instan yang biasanya terjual dipasaran.
1.2.

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Untuk mengetahui cara pembuatan kopi rendah kafein dan kopi instan atau
kopi tanpa ampas
2. Untuk mengetahui pengaruh proses pembuatan terhadap produk kopi rendah
kafein dan kopi instan tanpa ampas yang dihasilkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Kopi

Kopi merupakan sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan biji
tanaman kopi. Kopi digolongkan ke dalam famili Rubiaceae dengan genus Coffea.
Secara umum kopi hanya memiliki dua spesies yaitu Coffea arabica dan Coffea
robusta (Saputra E, 2008). Kopi digolongkan sebagai minuman psikostimulant
yang akan menyebabkan orang tetap terjaga, mengurangi kelelahan dan
memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi (Bhara L.A.M, 2009).
2.2. Jenis-Jenis Kopi
Dalam dunia perdagangan, dikenal beberapa kopi tetapi yang sering
dibudidayakan hanya kopi Robusta, Arabika dan Liberika. Penggolongan kopi
biasanya didasarkan pada spesiesnya, kecuali Robusta. Kopi Robusta bukan
merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa
spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 1997).
2.2.1. Kopi Robusta
Jenis-jenis kopi Robusta adalah Quilou, Uganda dan Canephora (Najiyati
dan Danarti, 1997). Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya
dibandingkan dengan citarasa kopi Arabika. Hampir seluruh produksi kopi
Robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa
lugas tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta
memiliki kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat (Siswoputranto,
1992).
2.2.2. Kopi Arabika
Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tandatandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak (Botanical,
2010). Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia,
Pasumah, Marago dan Congensis (Najiyati dan Danarti, 1997)

2.3. Produk Turunan Hilir Kopi


2.3.1. Kopi Instan (Soluble coffee)

Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dengan air (soluble)
tanpa meninggalkan serbuk. Pengolahan kopi instan yang esensial berupa
produksi ekstrak kopi melalui tahap proses penyangraian (roasting). Kopi sangrai
yang masih melalui tahapan: ekstraksi, penggilingan (grinding), drying
(pengeringan) dan pengemasan. Kopi yang telah digiling, diekstrak dengan
menggunakan tekanan tertentu dan alat pengekstrak. Ekstraksi bertujuan untuk
memisahkan kopi dari ampasnya. Proses drying bertujuan untuk menambah daya
larut kopi terhadap air, sehingga kopi instan tidak meninggalkan endapan saat
diseduh dengan air (Ridwansyah, 2002). Kopi instan mempunyai kandungan
kafein sebesar 69-98 mg per sachet kopi dalam 150 ml air (Dollemore D. dan
Mark Giuliucci, 2001).
Pengolahan kopi instan (soluble coffee) sangat bergantung dari proses
sebelumnya. Pada tahap penggilingan biji-biji kopi yang berbeda ukuran,
partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstrak. Hasil
penggilingan yang terlalu halus akan menggangu perjalanan cairan kopi pada
kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingan yang agak kasar dan seragam lebih
diinginkan (Ridwansyah, 2003).

Adapun standart mutu kopi instan pada tabel .1 dibawah ini yaitu sebagai
berikut:
Tabel 1. Standart Mutu Kopi Instan

Komponen
Keadaan (bau dan rasa)
Kadar Air (maks)
Kadar Abu (maks)
Kealkalian dar abu (ml NaOH/100 g)
Kafein
Jumlah Gula (maks)
Padatan tidak larut air (maks)
Cemaran Logam:
Timbal (Pb) (maks)
Tembaga (Cu) (maks)
Arsen (As) (maks)
Mikrobiologi :
Kapang (maks)
Bakteri
(Sumber : Tobing, 2009)

Standart Mutu
Normal
4,5%
7-14%
80-140 ml
2-8,5
10%
0,25%
2 mg/kg
30 mg/kg
1 mg/kg
50 koloni/ gram
<300 koloni/gram

2.3.2. Kopi Tanpa Ampas


Kopi tanpa ampas merupakan kopi yang telah dipisahkan dari ampasnya dan
harus diaglomerasi terlebih dahulu sebelum menjadi kopi instant. Salah satu
faktor yang mempengaruhi karakteristik kopi tanpa ampas yang dihasilkan adalah
proses penyeduhannya. Proses penyeduhan memiliki banyak variabel, dimana
salah satu variabelnya adalah perbandingan antara volume air yang ditambahkan
dengan jumlah kopi bubuk yang digunakan. Perbedaan volume air yang
digunakan akan menyebabkan jumlah komponen yang dapat dilarutkan berbeda
pula. (Pastiniasih, 2012). Kualitas kopi tergantung pada berbagai faktor, yaitu
kualitas biji kopi, kondisi penyangraian, waktu penyangraian, dan jenis air
yang digunakan untuk menyeduh (Wang. 2012). Perbandingan kopi dengan air
yang ideal adalah 1:4 (Pastiniasih, 2012).
2.3.3. Kopi Minim Kafein (Kopi Dekafeinasi)
Kopi dekafeinasi merupakan kopi yang yang memiliki kandungan kafein
rendah. Pada proses dekafeinasi ini pelarut yang digunakan yaitu air. Kafein dapat
terlarut dalam air dalam kondisi suhu yang tinggi. Proses dekafeinasi biji kopi
dengan pelarut air dalam reaktor kolom tunggal selama 6 jam dapat menghasilkan
biji kopi dengan kadar kafein 0,3%. Air merupakan salah satu pelarut yang aman,
murah dan mudah diperoleh serta efek samping terhadap kesehatan dan
lingkungan pun rendah. Kelemahan penggunaan pelarut air ini adalah

kemampuannya dalam melarutkan kafein sangat terbatas pada suhu rendah. Jika
digunakan suhu pelarut air yang tinggi pelarutan senyawa-senyawa pembentuk
cita rasa dan flavor dalam biji kopi tidak dapat dihindari (Mulato, 2004). Beberapa
keuntungan dengan menggunakan pelarut air yaitu :
1. rata-rata hasil ekstraksi cukup tinggi
2. kafein yang diperoleh lebih murni
3. penggunaan panas lebih rendah (Mulanto et al (2006))
2.4.

Kafein
Kafein adalah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit

yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein
merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang. Kafein banyak memiliki
manfaat dan telah banyak digunakan dalam bidang obat-obatan dalam dunia
medis. Kafein dapat dibuat dari ekstrak kopi, teh dan cokelat. Kafein berfungsi
untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung
sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan
menghambat mekanisme susunan saraf manusia (Hodgson dan Levi, 1987).
Terlalu banyak kafeina dapat menyebabkan peracunan (intoksikasi) kafeina (yaitu
mabuk akibat kafeina).
Antara gejala penyakit ini ialah keresahan, kerisauan, insomnia, keriangan,
muka merah, kerap kencing (diuresis), dan masalah gastrointestial. Kafein
berbentuk kristal panjang, berwarna putih seperti sutra dan rasanya pahit. Di dalam
biji kopi kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1. Alat Dan Bahan
3.1.1. Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Wajan
Sutil
Neraca analitik
Piring
Wadah plastik
Sendok
Kompor
Mortal dan Alu

9. Gelas ukur
10. Ayakan 40 mesh
11. Blender
12. Saringan
13. Alat pengukus
14. Oven
15. Loyang
16. Panci
17. Kain saring
3.1.2. Bahan
1. Kopi bubuk Robusta
2. Kopi bubuk Arabika
3. Biji Kopi Robusta
4. Biji Kopi Arabika
5. Kopi instan arabika tanpa ampas komersil
6. Kopi instan robusta tanpa ampas komersil
7. Kopi arabika minim kafein komersil
8. Kopi robusta minim kafein komersil
9. Air
10. Gula
3.2. Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1. Pembuatan Kopi Instan (Kopi Tanpa Ampas)
200 gram kopi bubuk robusta dan arabika
Air

Pelarutan dengan air panas (1:3)


Penyaringan

Pemanasan

+ gula pasir (1:1)


Pengadukan hingga mengental
Pendinginan dan pengadukan
Pengecilan ukuran
Pengayakan (40 mesh)

Ampas

Kopi tanpa ampas


derajat brix, uji kesukaan organoleptik, daya larut dan rendemen
Pada praktikum kali ini, pertama kali menyiapkan alat dan bahan yang
dibutuhkan, setelah itu melakukan penimbangan kopi robusta dan kopi arabika
masing-masing 200 gram. Disamping itu memanaskan air sebanyak 600 ml yang
akan digunakan untuk melarutkan kopi yang akan hendak dibuat sehingga proses
ekstraksi kopi lebih optimal. Pelarutan kopi dengan air panas dilakukan dengan
perbandingan (1:3), dilakukan pengadukan agar tercampur rata dan homogen.
Kemudian larutan kopi di saring untuk memisahkan ampas dengan larutannya
sehingga akan diperoleh produk kopi tanpa ampas. Larutan kopi tanpa ampas
tersebut kemudian dipanaskan diatas kompor, sambil memanaskan ditambahkan
gula kristal sebanyak 200 gram pada larutan, perbandingan (1:1), sesekali
dilakukan pengadukan agar terlarut semua. Pemanasan dilakukan hingga larutan
kopi mengalami pengentalan dan tampak berkerak putih dibagian tepinya. Setelah
pemanasan dihentikan, kopi tersebut dipindahkan ke tempat lain dan dilakukan
pengadukan hingga mengalami perubahan menjadi tekstur bubur. setelah itu
dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan mortal dan kemudian
dilanjutkan dengan blender. Setelah itu hasil blender kopi diayak dengan
menggunakan ayakan 40 mesh untuk menghasilkan butiran-butiran yang lebih
halus. Dan yang terakhir dilakukan pengamatan derajat brix, uji kesukaan
organoleptik, daya larut dan rendemen.

3.2.2. Kopi Minim Kafein (WATER DECAFFEINATION)

100 gram biji kopi robusta dan arabika (KA 12 13%) (1:5)

Perebusan 100oC selama 30 menit dan 60 menit


Pengeringan (12 13%)
Panyangraian
Pengecilan ukuran
Pengayakan ( 40 mesh)
Pada
praktikum
ini, pertama
kali menyiapkan
dan bahan yang
derajat
brix, uji kali
kesukaan
organoleptik
daya larut danalat
rendemen
dibutuhkan, setelah itu melakukan penimbangan biji kopi robusta dan kopi
arabika masing-masing 100 gram yang memiliki kadar air 12-13%. Penimbangan
dilakukan dua kali dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan waktu pada saat
proses pembuatan kopi dekafeinasi. Biji kopi robusta dan biji kopi arabika
dilakukan perebusan pada suhu 100oC dengan perbandingan waktu perebusan 30
dan 60 menit. Tujuan perbedaan kedua waktu perebusan adalah untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada masing-masing biji pada saat proses perebusan.
Kemudian dilakukan pengeringan biji kopi pada suhu 50 oC di dalam oven hingga
kadar air 12 13%. Dilakukan penyangraian biji kopi hingga warna biji kopi
kehitaman. Dengan tujuan untuk membentuk flavor pada kopi. Dilakukan
pengecilan ukuran dengan menggunakan blender untuk menghasilkan kopi bubuk
Kemudian dilakukan pengayakan bubuk kopi dengan ayakan 40 mesh. Setelah itu
analisa derajat brix, organoleptik, rendemen dan daya larut dari kedua bubuk kopi.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan Dan Hasil Perhitungan
4.1.1. Hasil Pengamatan
1. Kopi Instan Tanpa Ampas
a. Daya Larut dan Derajat Brix

Pengamata
n

Kopi Arabika

Kopi

Arabika

Komersial

Robusta

(572)

(931)

(197)

200

200

294,78

207,98

t= 11 detik

t= 10 detik

t= 5 detik

t= 13 detik

24 putaran
7

19 putaran
7,5

12 putaran
6,5

27 putaran
7,5

Kopi

Kopi Arabika

Kopi

Arabika

Komersial

Robusta

(572)

(931)

(197)

52
52
65
56

73
69
57
65

44
45
47
45

Berat Awal
(gram)
Berat Akhir
(gram)
Daya Larut
Derajat Brix

Kopi

Kopi

Robusta
Komersial
(254)

b. Uji kesukaan Organoleptik

Pengamatan

Warna
Aroma
Rasa
Keseluruhan

Kopi
Robusta
Komersial
(254)
82
84
69
76

2. Kopi Minim Kafein (Kopi Decafein)


a. Daya Larut, dan Derajat Brix
Pengamatan
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Daya Larut
Derajat Brix

Kopi Arabika
60 menit
30 menit
100,13
100,03
81,71
86,78
14,56 detik;
22,08 detik;

Kopi Robusta
60 menit
30 menit
100,07
100,08
81,7
81,17
22,06 detik; 13,09 detik;

11 putaran
3

23 putaran
3

22 putaran
2,5

10 putaran
2,5

b. Uji kesukaan Organoleptik


Jenis Kopi

Warna

Aroma

Rasa

Kesukaan Keseluruhan

A, 30'
A, 60'
R, 60'
R, 30'

3
4
4
3

3
4
3
3

3
3
3
2

3
3
3
3

4.1.2. Hasil Perhitungan


1. Kopi Instan Tanpa Ampas
Pengamatan
Berat awal (g)
Berat akhir (g)
Rendemen

Kopi Arabika
200
294,78
73,695%

Kopi Robusta
200
207, 98
51,995%

2. Kopi Minim Kafein


Pengamatan
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Rendemen

Kopi Arabika
60 menit
30 menit
100,13
100,03
81,71
86,78
81,60%
86,75%

Kopi Robusta
60 menit
30 menit
100,07
100,08
81,7
81,17
81,64%
81,11%

4.2. Pembahasan
4.2.1. Kopi Instan Tanpa Ampas
1. Rendemen
Hasil pengukuran nilai rendemen kopi dapat dilihat pada Gambar 1.

Rendemen
80
70
60
50
jumlah rendemen (%) 40
30
20
10
0

kopi arabika

kopi robusta

Gambar 1. Rendemen Kopi Tanpa Ampas


Dari gambar diatas didapatkan bahwa rendemen tertinggi pada
Kopi Arabika yaitu 73,695% dan rendemen terendah Kopi Robusta yaitu
51,995%. Menurut literatur semakin baik kualitas kopi maka rendemen
kopi pun akan semakin baik. Rendemen dipengaruhi oleh kadar air,
semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi rendemennya. Menurut
Fang Chu (2012), rendemen kopi arabika lebih tinggi daripada kopi
Robusta. Rendemen kopi Robusta rendah karena pada saat penyangraian
terlalu lama sehingga banyak kadar air yang ada di dalam kopi Robusta
berkurang. Semakin rendah kandungan air dalam biji kopi maka
kemampuan untuk penguapan semakin rendah, hal ini disebabkan karena
posisi molekul air yang jauh permukaan biji kopi (Muttalib, dkk, 2012).
2. Derajat Brix
Hasil praktikum diperoleh zat padat terlarut (derajat brix) untuk
kopi robusta dan kopi arabika sebanyak 7,5 zat padat terlarut.

Derajat Brix
7.6
7.4
7.2
7
6.8
6.6
6.4
derajat brix 6.2
6

Gambar 2. Derajat Brix Kopi Tanpa Ampas


Dari Gambar 2. diperoleh zat padat terlarut (derajat brix) kopi
robusta dan kopi arabika sebanyak 7,5 zat padat terlarut. Derajat brix suatu
larutan dipengaruhi oleh kelarutan sukrosa yang ada di dalam larutan
tersebut. Rendahnya derajat brix pada kopi instan yang di buat pada saat
praktikum disebabkan tingginya kelarutan sukrosa dalam air. Karena gula
memiliki sifat hidrofilik, yaitu dapat berikatan dengan air. Sehingga
menyebabkan derajat brix kopi instan lebih rendah.

3. Daya larut
Hasil praktikum didapatkan bahwa pada daya larut kopi Arabika
menghasilkan waktu praktikum lebih lama dibandingkan dengan kopi yang
ada di pasaran. Proses aglomerasi dan proses pengecilan ukuran
mempengaruhi daya larut suatu kopi. Menurut Fang Chu (2012), aglomerasi
akan membasahi permukaan butiran kopi dengan uap, air ataupun minyak.
Aglomerasi merupakan proses pembesaran ukuran pada bahan awal yang
berupa serbuk halus kemudian saling bergabung satu sama lain sehingga
akan menghasilkan struktur agregat berpori yang berukuran jauh lebih besar
daripada bahan awal. Kelarutan kopi bubuk dapat dilihat dari keterbasahan,
kemampuan tenggelam dan penyebaran, sehingga setelah proses aglomerasi,
porositas bahan yang dihasilkan lebih tinggi dan mudah cepat larut dalam
air (Jinapong et.al, 2008).
4. Warna
Konsep warna secara organoleptik merupakan fenomena psikologik
yang merupakan hasil respon mata manusia terhadap rangsangan sinar
visible light pada panjang 380 770 nm (Soekarno, 1985). Nilai rata-rata
hasil uji oraganoleptik terhadap warna berkisar antara 2,2 sampai dengan
4,1. Hasil uji organoleptik terhadap warna kopi arabika P, arabika, Robusta
P, Robusta dapat dilihat pada gambar 1.

Warna
90
80
70
60

Total

50
40
30
20
10
0
Arabika P

Arabika

Robusta P

Robusta

Gambar 4. Uji Organoleptik Warna Kopi Tanpa Ampas


Gambar 4. Menunjukkan bahwa nilai tertinggi terhadap kesukaan
warna kopi tanpa ampas diperoleh kopi Robusta P dengan nilai rata-rata 4,1
dan nilai terendah pada kopi Robusta dengan nilai rata rata 2,2. Kesukaan
terhadap warna kopi dapat dilihat dari kepekatan warna kopi tersebut.
Semakin pekat warna kopi maka warna akan semakin menarik. Perbedaan
tingkat kesukaan terhadap warna dapat dipengaruhi oleh mutu kopi tersebut.
Semakin baik mutu kopi maka tingkat kesukaan akan semakin baik, kopi
dengan mutu baik dapat mempertahankan senyawa-senyawa yang
terkandung dalam kopi. Warna gelap pada kopi dipengaruhi oleh lamanya
waktu penyangraian, semakin lama waktu sangrai maka warna biji kopi
sangrai mendekati coklat tua kehitaman (Mulato, 2002) karena selama
proses penyangraian berlangsung, terjadi proses rekasi Maillard yang
melibatkan senyawa bergugus karbonil (gula Reduksi) dan bergugus amino
(asam amino). Reaksi maillard merupakan reaksi browning non enzimatik
yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul yang tinggi
(Primadia, 2009). Menurut (Siswoputranto, 1992) Kopi Robusta memiliki
kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat. Selama penyangraian
beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas.
Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan
asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam
amino membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna cokelat
(Mulato, 2002).
5. Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam
memilih produk makanan dan minuman yang disukai. Kriteria aroma kopi
diterapkan untuk menentukan aspek mutu melalui kesan ordo (bau) yang
diakibatkan oleh senyawa-senyawa yang timbul dari suatu bahan makanan
dan minuman. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap aroma kopi tanpa
ampas berkisar antara 2,25 sampai dengan 4,2 yang dapat dilihat pada
gambar 5.

Aroma
90
80
70
60

Total

50
40
30
20
10
0
Arabika P

Arabika

Robusta P

Robusta

Gambar 5. Uji Organoleptik Terhadap Aroma Kopi Tanpa Ampas


]Gambar 5. Menunjukkan bahwa nilai tertinggi terhadap kesukaan
aroma kopi tanpa ampas diperoleh kopi Robusta Pabrik dengan nilai ratarata 4,2 dan nilai terendah pada kopi Robusta dengan nilai rata rata 2,25.
Perbedaan ini dikarenakan tempat penanaman yang ideal, tanah yang subur
dan kualitas penyinaran yang baik mengakibatkan kopi memiliki aroma
yang khas. Selain itu mutu kopi merupakan faktor yang sangat penting
penghasil aroma kopi. Semakin baik mutu kopi maka aroma kopi akan
semakin baik. Aroma yang dihasilkan kopi akan berbeda pada setiap
daerah penghasil kopi. Selain itu faktor genetik dapat pula berpengatuh
terhadap aroma kopi seduh (Sutistyowati, 2002). Aroma kopi sendiri
berhubungan erat dengan senyawa volatile yang dimiliki oleh kopi
(widyotomo et al, 2012). Aroma dari kopi erat kaitannya dengan suhu dan
waktu yang digunakan selama penyangraian, karena proses penyangraian
merupakan tahapan pembentukan aroma khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas.
6. Rasa
Rasa merupakan suatu kesan yang diterima melalui syaraf indera
pengecapan di lidah, sebagai hasil dari hadirnya senyawa-senyawa yang
larut dalam air. Kopi memiliki citarasa yang khas yang tidak dapat

ditemukan pada minuman seduh yang lain. Berikut adalah skor rata-rata
uji organoleptik terhadap rasa kopi dapat dilihat pada Gambar 6.

Rasa
80
70
60
50

Total

40
30
20
10
0
Arabika P

Arabika

Robusta P

Robusta

Gambar 6. Uji Organoleptik Rasa Kopi Tanpa Ampas


Gambar 6. menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi terhadap
kesukaan rasa kopi tanpa ampas terdapat pada kopi Robusta P 3,45 dan
nilai rata-rata terendah pada kopi Robusta 2,35. Hal ini dipengaruhi oleh
ukuran biji yang tidak seragam sehingga akan mempengaruhi rasa yang
terdapat dalam kopi. Semakin kecil ukuran biji kopi maka akan semakin
menurun rasa pada biji kopi dikarenakan proses ekstraksi yang
berlangsung lebih cepat (Primadia, 2009). Rasa dari seduhan kopi
berhubungan erat dengan senyawa non volatile yang terlarut saat proses
ekstraksi dan proses penyangraian akan mempengaruhi citarasa khas kopi.
7. Keseluruhan
Hasil praktikum didapatkan bahwa secara keseluruhan panelis lebih
menyukai kopi Robusta buatan pabrik.

Keseluruhan
80
70
60
50

Total

40
30
20
10
0
Arabika P

Arabika

Robusta P

Robusta

Gambar 7. Uji Keseluruhan Kopi Tanpa Ampas


Secara kesuluruhan, panelis lebih menyukai kopi robusta tanpa
ampas buatan pabrik. Karena kopi robusta tanpa ampas buatan pabrik
memiliki flavor dan aroma yang dapat dipertahankan sehingga panelis
lebih menyukainya. Dari uji warna, aroma dan rasa telah membuktikan
bahwa kopi robusta buatan pabrik lebih disukai oleh panelis.
4.2.2. Kopi Minim Kafein
1. Rendemen
Hasil rendemen yang dihasilkan kopi dekafein Arabika dan
Robusta seperti pada Gambar 8.

Rendemen
88
86
84
82
Rendemen Kopi Minim Kafein

80
78

Gambar 8. Rendemen Kopi Minim Kafein


Gambar 8. Menunjukkan bahwa nilai rendemen rata-rata Kopi
Arabika dengan waktu perebusan 30 menit dan 60 menit berturut turut
adalah 86,75% dan 81,60% dan pada Kopi Robusta dengan waktu
perebusan 30 dan 60 menit adalah 81,11% dan 81,64%. Nilai rendemen
paling tinggi adalah kopi tanpa ampas Arabika yang direbus selama 30
menit. Hal ini dipengaruhi proses perebusan. Ketika proses perebusan biji
kopi, maka terjadi proses adsorpsi air (Muttalib, dkk, 2012). Kemungkinan
pada kopi arabika perebusan selama 30 menit terjadi proses adsorbsi air
yang rendah sehingga proses ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar air pada biji kopi rendah. Sehingga kadar air yang
rendah inilah akan membuat kemampuan air mudah menguap menjadi
sangat rendah. Hal inilah yang menyebabkan rendemen kopi Arabika
menjadi lebih banyak daripada kopi Robusta.
2. Kelarutan
Hasil praktikum kelarutan didapatkan bahwa kelarutan yang
dihasilkan pada kopi minim kafein selama direbus 60 menit kopi robusta
lebih tinggi dari pada kopi arabika.
Hal ini terjadi karena interaksi spontan dari dua atau lebih zat yang
ada pada kopi robusta untuk membentuk disperse molekuler homogeny

lebih baik. Selain itu, pada proses dekafeinasi, kelarutan kafein dalam air
dapat dipengaruhi oleh waktu dekafeinasi dan rasio antara biji kopi dan
pelarut yang digunakan. Makin rendah kandungan kafein dalam biji kopi,
maka kecepatan pelarutan kafein akan menurun karena posisi molekul
kafein terletak makin jauh dari permukaan biji kopi. Pengaruh energi panas
dapat menyebabkan ikatan tersebut terputus dan semakin lama akan
semakin banyak terbentuk kafein bebas sehingga mudah terlarut. Jumlah
senyawa kafein yang dapat diekstrak dari biji kopi tergantung pada lama
proses, suhu dan konsentrasi pelarut (Mulato et al., 2004)
3. Derajat Brix
Hasil praktikum Derajat Brix dapat diketahui bahwa kelarutan
dihasilkan pada kopi minim kafein Arabika dan Robusta pada Gambar 10.

Derajat Brix

Derajat Brix kopi minim kafein

3.1
3
2.9
2.8
2.7
2.6
2.5
2.4
2.3
2.2

Gambar 10. Derajat Brix Kopi Minim Kafein


Gambar 10. Dapat diketahui bahwa derajat brix paling tinggi
adalah kopi Robusta minim kafein yang direbus selama 60 menit. Hal ini
terjadi karena lamanya waktu perebusan. Perebusan yang dilakukan
menyebabkan jumlah sukrosa yang larut pada biji kopi menjadi semakin
banyak. Sehingga menyebabkan nilai derajat brix yang didapatkan semakin
rendah.

4. Warna
Konsep warna secara organoleptik merupakan fenomena psikologik
yang merupakan hasil respon mata manusia terhadap rangsangan sinar
visible light pada panjang 380 770 nm (Soekarno, 1985). Nilai rata-rata
hasil uji organoleptik jenis kopi arabika dan robusta dengan perebusan 30
menit adalah 3 sedangkan pada uji organoleptik kopi arabika dan robusta
dengan perebusan 60 menit adalah 4. Hasil uji organoleptik terhadap warna
kopi arabika 60, arabika 30, Robusta 60, Robusta 30 dapat dilihat pada
gambar 11.

Warna
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
warna kopi minim kafein
1
0.5
0

Gambar 11. Uji Organoleptik Warna Kopi Minim Kafein


Gambar 11. Menunjukkan bahwa kopi minim Kafein Robusta dan
Arabika di rebus selama 60 menit paling disukai. Hal ini terjadi karena
pada kopi kafein robusta dan arabika rebus selama 60 menit memiliki
warna yang menarik. Semakin pekat warna kopi maka warna akan
semakin menarik. Perbedaan tingkat kesukaan terhadap warna kopi dapat
dipengaruhi oleh mutu kopi tersebut. Semakin baik mutu kopi maka
kesukaan terhadap kopi semakin baik. Kopi dengan mutu baik akan dapat
mempertahankan senyawa-senyawa pada kopi sehingga warna kopi akan
lebih baik.

5. Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam
memilih produk makanan dan minuman yang disukai. Kriteria aroma kopi
diterapkan untuk menentukan aspek mutu melalui kesan ordo (bau) yang
diakibatkan oleh senyawa-senyawa yang timbul dari suatu bahan makanan
dan minuman. Nilai rata-rata hasil uji organoleptik aroma pada kopi arabika
30 dan 60 adalah 3 dan 4. Pada kopi robusta perebusan 60 dan 30 adalah
3 dan 3. Hasil uji organoleptik terhadap aroma kopi arabika 60, arabika 30,
Robusta 60, Robusta 30 dapat dilihat pada gambar 12.

Aroma

Aroma Kopi Minim kafein

4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Gambar 12. Uji Organoleptik Aroma Kopi Minim Kafein


Gambar 12. Menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma
kopi arabika perebusan selama 30 menit. Kopi arabika memiliki aroma
yang khas dan lebih enak dibandingkan dengan kopi robusta (Damanik,
2010).. Perebusan menyebabkan kafein dalam kopi terekstrak dan
berkurang. Selain itu, kandungan asam dalam biji kopi juga dimungkinkan
akan menguap akibat adanya panas sehingga kandungan asamnya akan
berkurang. Aroma kopi akan terbentuk pada saat proses penyangraian yang
dibantu oleh senyawa-senyawa asam yang ada pada biji kopi. Dengan
waktu yang lebih singkat maka senyawa asam yang tersisa masih lebih
banyak dibandingkan dengan yang tersisa dari perebusan 60 menit.

Dengan adanya hal tersebut maka aroma yang terbentuk akibat hidrolisa
asam ketika proses penyangraian akan semakin tinggi.
6. Rasa
Rasa merupakan suatu kesan yang diterima melalui syaraf indera
pengecapan di lidah, sebagai hasil dari hadirnya senyawa-senyawa yang
larut dalam air. Kopi memiliki citarasa yang khas yang tidak dapat
ditemukan pada minuman seduh yang lain. Berikut adalah skor rata-rata
nilai uji organoleptik terhadap rasa kopi arabika 30, arabika 60, robusta
60 dan robusta 30, dapat dilihat pada Gambar 13.

Rasa

Rasa kopi minim kafein

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Gambar 13. Uji Organoleptik Rasa Kopi Minim Kafein


Dari gambar 13 dapat diketahui bahwa panelis lebih menyukai rasa
kopi arabika dan robusta minim kafein yang direbus 60 menit dan kopi
arabika minim kafein yang direbus selama 30 menit. Proses perebusan
adalah pengurangan kafein (dekafeinasi) pada biji kopi. Semakin lama
perebusan maka kafein yang larut dalam air semakin banyak. Dengan
adanya hal kafein yang ada di dalam kopi semakin berkurang dan
menyebabkan rasa kopi yang didapatkan semakin tidak pahit. Sehingga
dimungkinkan panelis yang menguji kopi minim kafein tidak menyukai
kopi yang memiliki rasa pahit yang berlebihan. Hal lain yang berpengaruh
pada uji kesukaan adalah dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan
riwayat kesukaan.
7. Keseluruhan

Hasil praktikum didapatkan bahwa panelis menyukai semua kopi


minim kafein. Seperti terlihat pada Gambar 14.

Keseluruhan
Kesukaan keseluruhan Kopi Minim K afein

Gambar 14. Keselruhan Kopi Minim Kafein


Dari gambar 14, dapat diketahui bahwa panelis menyukai
keseluruhan kopi Minim Kafein, karena keempat kopi minim kafein
tersebut tidak berbeda nyata, sehingga panelis menyukainya.

BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pembuatan kopi instan (kopi tanpa ampas) meliputi tahapan
penimbangan kopi bubuk arabika dan robusta, setelah itu plearutan dengan
air panas, penyaringan, pemanasan, kristalisasi, pengadukan hingga
mengental, pendinginan dan pengadukan, pengecilan ukuran, pengayakan
dan terakhir produk kopi tanpa ampas.
2. Proses pembuatan kopi minim kafein (water decaffeination) meliputi
tahapan

penimbahan

biji

kopi

arabika

dan

robusta,

perebusan,

pengeringan, penyangraian (roasting), pengecilan ukuran, pengayakan dan


terakhir menghasilkan kopi minim kafein.
3. Paramter yang di uji meliputi derajat brix, daya larut, rendemen dan uji
kesukaan organoleptik.
4. Secara kesuluruhan, panelis lebih menyukai kopi robusta tanpa ampas
buatan pabrik. Karena kopi robusta tanpa ampas buatan pabrik memiliki
flavor dan aroma yang dapat dipertahankan sehingga panelis lebih
menyukainya. Dari uji warna, aroma dan rasa telah membuktikan bahwa
kopi robusta buatan pabrik lebih disukai oleh panelis.
5. keseluruhan kopi Minim Kafein, karena keempat kopi minim kafein
tersebut tidak berbeda nyata, sehingga panelis menyukainya.
5.2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya lebih banyak melakukan eksperimen terhadap
produk turunan hilir kopi selain pada praktikum kali ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bhara L. A. M. 2009. Pengaruh Pemberian Kopi Dosis Bertingkat Per Oral 30
Hari terhadap Gambaran Histology Hepar Tikus Wistar.
Semarang.Universitas Diponegoro, Fakultas Kedokteran.
Botanical, 2008. Coffea Canephora. http://info@ico.org/botanical.asp.
Damanik, J.E. 2010. Studi Pengaruh Konsentrasi Margarin dan Lama
Penyangraian Terhadap Mutu Kopi Instan Secara Mikroenkapsulasi.
Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara
Dollemore D. dan Mark Giuliucci, 2001. Pengaruh Kopi terhadap Asam Urat.
Penerjemah : Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Fang Chu, Y. 2012. Coffee Emerging Health Effects and Disease Prevention. New
Delhi, India.
Hodgson, E., and Levi, 1987. Modern Toxicology. Elseiver Science Publishing
Co. Inc, New York.

Jinapong N, Manop Suphantharika, Pimon Jamnong. 2008. Production of instan


soymilk powders by ultrafiltration, spray drying and fluidized bed
agglomeration. Journal of Food Engineering 84, 194205
Mulato, S. 2001. Pelarutan Kafein Biji Robusta Dengan Kolom Tetap
Menggunakan Pelarut Air. Jakarta: Pelita Perkebunan.
Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian
Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan
Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil
Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar :
16 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Mulato. S. Widyotomo dan H. Lestari. 2004. Pelarutan Kafein Biji Kopi Robusta
dengan Kolom Tetap Menggunakan Pelarut Air. Pelita perkebunan. 20,97109
Mulato, S., S. Widyotomo dan E.Suharyanto. 2006. Pengolahan Produk Primer
dan Sekunder Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember:
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Muttalib, Surya Abdul., Hoko Nugroho W, K., Nursigit Bintoro. 2012. Identifikasi
Aroma Campuran (Blending) Kopi Arabika dan Robusta dengan Electronic
Nose Mneggunakan Sistem Pengenalan Pola. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Najiyati, S., dan Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Danarti dan Najayati, S. 2004. Kopi : Budidaya dan Penanganan Pasca Panen.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Pastiniasih, L., D. Mangunwidjaja., dan I. Yuliasih (2012). Pengolahan Kopi
Instan berbahan baku kopi lokal buleleng, bali (Campuran Robusta
dan arabika). Departement Teknologi industri Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian Institusi Pertanian Bogor.
Primadia, A.D . 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafinasi Kopi dalam Reaktor
Kolom Tunggal terhadap Mutu Kopi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ridwansyah, 2002. Pengolahan Kopi. Medan: Jurusan Teknologi Pertanian,


Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Ridwansyah, 2003. Pengolahan Kopi. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera
Utara, Fakultas Pertanian.
Saputra, E., 2008. Kopi. Yogyakarta: Harmoni.
Siswoputranto, P.S., 1992. Kopi Internasional dan Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius.
Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Sutistyowati. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Citarasa
Seduhan Kopi. Pelatihan Uji citarasa Kopi. Jakarta: Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia.
Tobing, I. M. L. 2009. Pengendalian Fermentasi dengan Pengaturan Konsentrasi
Ragi dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Kopi Instan secara
Mikroenkapsulasi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Wang, N. 2012. Physicocchemical Changes of Coffee Beans During Roasting
Master Thesis. The University of Guelph.
Widyotomo dan Sutrisno. 2012. Perkembangan Teknologi Proses Dekafeinasi
Kopi Di Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia. Jember: Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

LAMPIRAN

Perhitungan
1. Rendemen =

berat akhir
x 100
berat awal

Kopi Tanpa Ampas Arabika

Rendemen=

294,78
x 100 =73,695
400

Kopi Tanpa Ampas Robusta

Rendemen=

207,98
x 100 =51,995
400

Kopi Minim Kafein Arabika 60

Rendemen=

81,71
x 100 =81,60
100,13

Kopi Minim Kafein Arabika 30

Rendemen=

86,78
x 100 =86,75
100,03

Kopi Minim Kafein Robusta 60

Rendemen=

81,7
x 100 =81,64
100,07

Kopi Minim Kafein Robusta 30

Rendemen=

81,17
x 100 =81,11
100,08

Dokumentasi
a. Kopi Tanpa Ampas

Pemisahan ampas dengan penyaringan

kopi yang telah dibuang ampasnya

Pengadukan hingga mengental

Pengecilanukuran

Pengecilan ukuran menggunakan


mortar danalu

Pengayakandenganayakan 40 mesh

b. Kopi Minim Kafein

PenimbanganBiji Kopi

Pemasukan biji kopi dalam air

Perebusan biji kopi

Penirisan biji kopi yang sudah direbus

Pengeringan biji kopi

Pengecilan ukuran

Pengayakan

Perhitungan rendemen bubuk kopi

Anda mungkin juga menyukai