terutama
permen
keras
dapat
menjadi
peluang
bisnis
yang
menguntungkan, tetapi karena permen ini sangat umum dikonsumsi, orang jarang
memperhatikan kandungan gizi permen. Seiring berjalannya waktu, kesadaran
masyarakat akan kesehatan meningkat. Masyarakat menjadi semakin kritis dalam
memilih semua produk makanan yang akan mereka konsumsi. Hal ini memacu
para produsen untuk membuat produk pangan yang selain memiliki penampakan
yang menarik juga memiliki kandungan gizi yang baik (Pratiwi dkk., 2008).
Candy atau permen menurut jenisnya dikelompokkan menjadi dua macam
yaitu permen kristalin (krim) dan permen non kristalin (amorphous). Permen
kristalin biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa
krim yang mencolok. Contoh permen kristalin adalah fondant, dan fudge.
Sedangkan permen non kristalin (amorphous) terkenal dengan sebutan without
form, berdasarkan teksturnya dibedakan menjadi hard candy (hard boiled sweet),
permen kunyah (chewy candy) atau soft candy, gum dan jellies. Produk
confectionery lainnya adalah Karamel atau Toffee (termasuk soft candy) dan
cotton candy (permen tradisional).
Pada praktikum kali ini kami melakukan proses pembuatan permen yang
berjenis hard candy. Dikatakan hard candy karena ada tambahan bahan 5%
berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena tidak
mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
Salah satu jenis permen yang paling sederhana adalah brittle candy.
Permen ini adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan 5%
berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena tidak
mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras
dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan, almond, atau
kacang (Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di seluruh dunia,
seperti pasteli di Yunani (Dinah, 2011), croquant di Prancis, gozinaki di Georgia,
chikki di India dan kotkoti di Bangladesh (Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah,
brittle dibuat dengan pistachio (Joel,2007) sementara banyak negara Asia
menggunakan biji wijen dan kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling
populer di Amerika Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892,
meskipun permen itu sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Dalam pembuatan permen brittle, titik kritisnya terdapat pada pemanasan
sampai suhu sekitar 300F (149-154C) untuk mencapai tahap hard crack yaitu
tekstur yang diharapkan adalah retak ketika dipatahkan. Bila kurang dari suhu
tersebut, maka tekstur khas brittle tidak akan didapatkan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan
praktikum
pembuatan
permen
brittle
agar
mengetahui
cara
Contoh
Rock candy
b. Kristal kecil
Gula non-Kristal (non-
Fondan, fudge
crystalline sugar)
a. Hard candies
b. Britles
Peanut brittle
c. Chewy candies
Caramel, taffy
d. Gummy candies
(Honig, 1963).
Tabel 2. Tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama
pemasakan.
Tahap
Thread
Soft ball
Firm ball
Hard ball
Soft crack
Hard crack
(Honig, 1963).
Suhu (C)
campuran gula dan air
110 113
113 116
119 121
121 129
132 143
149 154
Produk
Syrup
Fondant,Fudge,Penuche
Caramels
Divinity,Marshmallows
Butterscotch, Taffy
Brittles, Glace
tidak
mengalami
proses
kristalisasi,
namun
mengalami
proses
karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras
dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan, almond, atau
kacang (Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di seluruh dunia,
seperti pasteli di Yunani (Dinah, 2011), croquant di Prancis, gozinaki di Georgia,
chikki di India dan kotkoti di Bangladesh (Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah,
brittle dibuat dengan pistachio (Joel,2007) sementara banyak negara Asia
menggunakan biji wijen dan kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling
populer di Amerika Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892,
meskipun permen itu sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Secara tradisional, campuran gula dan air dipanaskan ke tahap hard crack
sesuai dengan suhu sekitar 300 F (149-154C), meskipun beberapa resep juga
menambah bahan seperti sirup jagung dan garam pada langkah pertama. Kacang
dicampurkan ketika gula telah terkaramelisasi. Pada titik ini rempah-rempah, ragi
agen, dan sering mentega kacang atau mentega ditambahkan. Adonan permen
yang panas dituangkan ke permukaan datar untuk proses pendinginan, tradisional
granit atau marmer slab. Ketika brittle mendingin, itu dapat dipecah berkepingkeping (Paula, 2011).
2.3 Fungsi Bahan-Bahan dalam Pembuatan Permen Brittle
2.3.1
Gula (Sukrosa)
Penambahan sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi untuk
memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam
Asam butirat dapat digunakan oleh usus besar sebagai sumber energi, juga dapat
berperan sebagai senyawa antikarsinogenik (antikanker).
Asam laurat merupakan asam lemak berantai sedang yang memiliki potensi
sebagai antimikroba dan antifungi. Asam linoleat pada mentega dapat
memberikan perlindungan terhadap serangan kanker
Jika mentega ditambahkan ke dalam sirup yang didihkan pada suhu tinggi akan
menghasilkan flavor yang menarik dan karakteristik (khas). Sampai saat ini tidak
ada
jenis lemak nabati yang dapat menghasilkan flavor yang sama dengan
karena
mempunyai tekstur yang keras karena bahan yang digunakan maka permen
tersebut dikonsumsi dengan cara menghisap, sedangkan soft candy memiliki
tekstur yang lunak sehingga dikonsumsi dengan cara dikunyah.
Sih (2015) menyatakan bahwa yang membedakan antara hard candy dan
soft candy adalah bahan yang digunakan. Pada hard candy gula yang digunakan
hampir semua jenis gula, kemudia ditambahkan sedikit flavoring dan pewarna.
Contoh dari hard candy adalah lollipop dan rock candy.
Menurut Anni (2008), hard candy mengalami pemasakan pada suhu antara
140150 C dan menghasilkan produk dengan penampilan bening. Semakin tinggi
suhu yang digunakan untuk pembuatan hard candy maka kekerasannya semakin
tinggi dan kadar air semakizn rendah.
Kristalisasi dalam hard candy akan terjadi secara spontan tetapi dapat
dicegah dengan cara penambahan bahan-bahan penghambat kristalisasi, seperti
sirup glukosa dan gula invert yang tidak dapat mengkristal. Penggunaan bahan
tersebut dalam pembuatan hard candy dapat menghambat terjadinya kristalisasi
dan pertumbuhan inti kristal.
Menurut Jakson (1995), dalam pembuatan hard candy dengan cara yang
salah dapat terjadi dua kerusakan, yaitu rekristalisasi (graning) dan lengket
(stickness). Rekristalisasi atau graning diakibatkan oleh kombinasi sukrosa dan
sirup glukosa yang tidak tepat, sedangkan stickness merupakan peristiwa
kandungan air sebagai akibat gula invert akan menyebabkan permen menjadi
lebih higroskopis. Kerusakan tersebut dapat diatasi dengan cara menggunakan
perbandingan sukrosa dan sirup glukosa dengan tepat. Menurut Sri (2009), standar
mutu hard candy dapat ditentukan berdsarkan spesifikasi dalam SNI yang
membahas tentang candy tahun 2008.
Tabel 1. Standar
mutu hard candy
No.
1.
Parameter
Spesifikasi
Normal
2.
3.
4.
5.
6.
Keadaan (bentuk,
rasa, bau)
Kadar air (%)
Abu total (%)
Gula reduksi (%)
Sukrosa (%)
Pemanis buatan
7.
Pewarna
Maks 3,5
Maks 2,0
Maks 22
Min 40
(tidak
disebutkan)
Yang diizinkan
depkes
8.
Cemaran logam
Pb
Cu
Zn
Sn
Hg
As
9.
Maks 1,0
Maks 5
Maks 40
Maks 40
Maks 0,03
Maks 0,1
Cemaran mikroorganisme
ALT
E. coli
Salmonella sp.
Kapang dan khamir
Staphylococcus aureus
Maks 500
Negaif
Negaif
Maks 50
Negatif
2. Soft candy
Soft candy adalah jenis permen yang memiliki bentuk padat dengan
tekstur lunak atau dapat menjadi lunak jika dikunyah. Alikonis (1979),
mendefiniskan soft candy sebagai campuran kristal-kristal sukrosa, sirup glukosa,
air dan penambahan bahan pembentuk gel (gelling agent) yang dapat membentuk
gel lunak dan meleleh pada saat dikunyah di mulut, serta terdapat bahan tambahan
seperti flavour dan zat pewarna.
Badan Standardisasi Nasional (2008) menjelaskan bahwa bahan utama
dalam pembuatan soft candy yaitu gula, atau campuran gula dengan pemanis
lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan (BTP) yang diijinkan. Sih (2015) menambahkan bahwa bahan tambahan
yang digunakan tidak lebih dari 5%. Contoh dari soft candy adalah marshmallow
dan nougat.
Lukas et al, (2011), menyatakan bahwa proses pengolahan soft candy
terdapat 4 tahap yaitu pencampuran bahan, pemanasan, pendinginan dan
pencetakan. Permen jenis ini memiliki kadar air yang relative tinggi, yaitu antara
6 8 %. Ciri khas utama yang dimiliki soft candy yaitu mempunyai tekstur yang
lunak atau chewy, dapat digigit dan tidak lengket di gigi sewaktu dikunyah.
Oleh karena itu, soft candy mudah dibentuk dengan menggunakan tekanan
sehingga diperoleh permen dengan berbagai ragam bentuk yang menarik. Tekstur
chewy tersebut didapat dengan cara penambahan bahan pangan seperti lemak,
Suhu (oC)
Produk
Deskripsi
110-113
Syrup
Campuran akan
tahap perubahan
bentuk gula
(sukrosa) selama
pemasakan Tahap
Thread
membentuk
benang sepanjang
2 inci apabila ia
diteteskan dengan
Soft Ball
113-116
Fondant, Fudge,
garpu/sendok
Campuran ini
penuche
akan membentuk
bila lunak bila
diteteskan pada
air
Firm Ball
119-121
Caramels
Campuran ini
akan membentuk
bola yang teguh
didalam air
dingin dan
bentuknya tetap
Hard Ball
Soft Crack
121-129
132-143
Divinity,
bila diangkat
Campuran ini
Marsmellows,
akan membentuk
Popcorn Ball
Butterscoutch,
Taffy
pecah menjadi
benangbenang/ser
pihan-serpihan
gula bila diciprati
air dan akan
patah/retak
apabila dipegang
Hard Crack
149-154
Brittles, Glace
dengan jari
Campuran sangat
rapuh bila
dijatuhkan dalam
air dingin tetapi
bila dimakan
tidak akan
menempel pada
Caramel
160-177
Karamel
gigi
Campuran telah
melewati titik
hard crack dan
warnanya mulai
coklat dengan
cara
pemasakan/dapat
pula diperoleh
dengan cara
pemasakan gula
dalam wajan
sampai
membentuk gold
brown syrup,
gula mulai
mencair pada
temperatur 160C
320F,
kemudian akan
membentuk
barley sugar.
Setelah itu segera
menjadi brown
dan pada
temperatur 177C
/ 348F
karakteristik
caramel terjadi
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Candy
2.4.1
Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, daya tahan bahan serta cita rasa makanan.
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan
terhadap serangan organisme yang dinyatakan dengan aw. aw yaitu jumlah air
2.4.2
Suhu
Suhu berhubungan dengan daya larut gula dalam pembuatan permen. Daya
larut tinggi dari sukrosa merupakan sifat yang penting. Menurut Buckle dkk.,
(1987), sari buah harus dikentalkan dengan cepat sampai pada titik kritis bagi
pembentukan gel dan sistem pektin-gula-asam. Pendidihan yang terlalu lama tidak
hanya menyebabkan hidrolisis pektin dan penguapan dari asam, tetapi juga
menyebabkan kehilangan cita rasa dan warna.
2.4.3
Mikroorganisme
Menurut Fardiaz (1992), kapang dan khamir merupakan kelompok
mikrobia yang tergolong dalam fungi dan sering menyerang bahan pangan yang
berkarbohidrat tinggi. Yeast atau khamir umumnya menyukai lingkungan pH
rendah, suhu sedang dan lingkungan aerobik. Yeast merupakan mikroorganisme
bersel tunggal yang memiliki ukuran lebih besar dari bakteri. Stabilitas
mikroorganisme dapat dikendalikan dengan kadar gula yang tinggi dalam kisaran
padatan terlarut antara 65-73%, aw dalam kisaran 0,75-0,83 dengan suhu 105106C selama pendidihan atau pemasakan dan tekanan oksigen rendah selama
penyimpanan (Buckle dkk., 1987).
Pencampuran 1
Pemanasan (P1)
T : 150C
Pemanasan (P2)
T : 120C
Pemanasan (P3)
T : 150C
T : 150
Pencampuran 2
Pendinginan
Uji sensoris
Warna
Rasa
Daya Patah/
Retak
150C (391)
Sampel
Tanpa glukosa, 150C
(592)
Kacang dan
mentega kuat
Kuning cerah
Dominan
butter
Mudah patah
Sangat manis
Rapuh
120C (473)
Aroma gula
hingga tidak
beraroma
Kuning tidak
rata
Butter dan gula
seimbang
Tidak retak
(lembek)
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pembuatan brittle candy dengan perlakuan suhu pemanasan yang
berbeda akan menghasilkan karakteristik produk yang berbeda pula baik dari segi
tekstur, warna, rasa dan aromanya. Dari ketiga perlakuan yang dilakukan
diberikan kode masing masing, yaitu perlakuan suhu 150 o diberi kode 391, suhu
150o tanpa glukosa diberi kode 592, dan suhu 120o diberi kode 473.
4.2.1 Daya Patah / Retak Brittle
Parameter mutu yang penting dalam permen adalah tekstur yang
merupakan jumlah beberapa sifat fisik termasuk densitas, kekerasan, plastisitas
atau elestisitas dan konsistensi. Sifat-sifat tersebut bervariasi dalam jenis permen
yang berbeda. Berdasarkan data pengamatan brittle yang diperoleh, dari ketiga
perlakuan yang diberikan yaitu pada suhu150o memiliki tekstur yang mudah
patah, sedangkan pada perlakuan suhu 150o tanpa glukosa memiliki tekstur yang
rapuh dan pada perlakuan suhu 120o memiliki tekstur yang lembek. Dapat
disimpulkan bahwa pada perlakuan pertama memiliki tekstur yang paling baik.
Perbedaan tekstur yang dihasilkan pada ketiga perlakuan tersebut dikarenakan
semakin tinggi suhu yang digunakan untuk melakukan pemanasan maka kadar air
yang menguap dari bahan semakin banyak. Hal tersebut menyebabkan air yang
tersisa dalam adonan semakin sedikit sehingga konsentrasi gula semakin tinggi
(Putri, 2012).
Penambahan sirup glukosa juga berpengaruh dalam pembentukan tekstur
ini. Dalam pembentukan gel, fruktosa bersama sukrosa berfungsi membentuk
tekstur yang liat, dan menurunkan kekerasan permen yang terbentuk (Koswara,
2009). Pada perlakuan tanpa penambahan sirup glukosa tekstur brittle melewati
kondisi hard crack sehingga tidak bisa dipatahkan karena terlalu rapuh.
4.2.2 Warna
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan data organoleptik warna brittle
dengan perbedaan suhu yang diberikan. Dapat diketahui bahwa warna brittle pada
perlakuan pertama dengan pemanasan suhu 150oC memiliki warna kuning cerah
dibandingkan dengan brittle yang melalui pemanasan 120oC dan tanpa
penambahan sirup glukosa dan juga dengan dibandingkan dengan perlakuan
pemanasan suhu 150oC. Pada perlakuan dua dan tiga memiliki warna yang kurang
menarik. Yaitu pada pemanasan suhu 150oC namun tanpa penambahan sirup
glukosa memiliki warna putih pucat serta buram, sedangkan perlakuan tiga,
dengan suhu 120oC mempunyai warna kuning tidak rata.
Perbedaan suhu pemanasan menunjukkan pengaruh terhadap warna brittle
candy yang dihasilkan. Peningkatan suhu pemanasan menyebabkan warna brittle
yang
dihasilkan
semakin
gelap
(coklat).
Suhu
yang
digunakan
akan
5.1 Kesimpulan
1. Brittle merupakan jenis permen yang tergolong hard candy dan tergolong
candy amorf dengan suhu pemananasan berkisar antara 149 154 oC
(hard crack), biasanya menggunakan kacang sebagai bahan tambahan.
2. Suhu pemanasan terbaik pembuatan brittle yaitu 150oC karena tekstur
yang dihasilkan hard crack dan warnanya coklat sempurna.
3. Penggunaan suhu yang tidak mencapai 150oC mengakibatkan brittle tidak
mencapai kondisi hard crack.
4. Semakin tinggi suhu pemanasan maka brittle yang dihasilkan memiliki
tekstur yang keras dan mudah rapuh karena tercapainya tahap hard crack.
5. Penambahan sirup glukosa mempengaruhi tekstur pada pembuatan brittle.
5.2 Saran
Pada proses pembuatan brittle dibutuhkan ketelitian yang tinggi, selain itu
praktikan melakukan proses juga harus sesuai dengan step pembuatan yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Alikonis, J. J. 1979. Candy Technology. Connecticut: The Avi Publishing
Honig, 1963__ Honig, P. 1963. Principles of Sugar Technology Vol III. New York:
Elsevier Publishing Company.
Lukas, et al,.. 2011. Soft Candy Dari Bahan Aktif Oleoresin Temulawak (Curcuma
Xanthorhiza Roxb.). Bogor: Pusat Audit Teknologi, Pusat Teknologi
Agroindustri, Alumus Institut Pertanian Bogor
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN DOKUMENTASI