Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Fruit Leather
B. Tujuan
1. Mengetahui teknik pembuatan fruit leather mangga (Mangifera indica L.).
2. Mengetahui pengaruh konsentrat gula tinggi pada fruit leather mangga
(Mangifera indica L.).
3. Menentukan kualitas fruit leather mangga (Mangifera indica L.)
berdasarkan parameter warna, aroma, tekstur, rasa, kenampakan, sifat
irisan, dan keberadaan jamur pada hari ke-0, pertama, dan keempat
penyimpanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis (Buckle dkk, 1987). Tujuan
penambahan gula adalah untuk memperbaiki flavour bahan makanan sehingga
rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan (Sudarmadji dkk, 1997).
Menurut Soemaatmadja (1997), beberapa pengaruh pengawet dari gula adalah
sebagai berikut:
1. Gula dapat menurunkan water activity (aw) pada bahan makaan sampai suatu
keadaan dimana pertumbuhan mikroorganisme tidak memungkinkan lagi.
2. Gula dapat menaikkan tingkat osmosis larutan menyebabkan plasmolisa sel
mikrobia, air untuk pertumbuhan mikroorganisme akan berkurang sehingga
mikroorganisme mengering dan mati.
Prinsip pengolahan pangan semi basah adalah melakukan penurunan aw
sampai pada tingkat dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh (Leistner dkk.,
1976). Menurut Gautara dan Soesarsono (2005), penambahan gula pada bahan
pangan selain memberi rasa juga sebagai bahan pengawet. Efek pengawet dari
gula diantaranya adalah kenaikan tekanan osmosis larutan menyebabkan
plasmosis dari sel-sel mikroba, dan memenuhi water activity dari bahan makanan
sampai suatu keadaan dimana pertumbuhan mikroba tidak mungkin lagi.
Fruit leather adalah Produk makanan yang berbentuk lembaran dengan
konsistensi yang khas, terbuat dari hancuran daging buah yang dikeringkan
dengan oven yang mempunyai nilai ekonomis dan menjadi bentuk preservasi buah
segar. Fruit leather berbentuk lembaran tipis dengan ketebalan 2 – 3 mm dan
mempunyai konsistensi dan rasa khas sesuai dengan jenis buah-buahan yang
digunakan. Penambahan gula dalam pembuatan fruit leather sangat ditentukan
oleh kandungan gula yang terdapat pada bahan dasar (buah) (Asben 2007). Secara
garis besar, cara pembuatan fruit leather adalah buah dikupas, diblender, ditambah
dengan tepung, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu kurang lebih 1000C
selama 6 jam (Kendall dan Sofos, 2012).
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008), syarat mutu selai buah ada
pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat mutu selai buah (SNI 3746:2008)
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Aroma - Normal
1.2 Warna - Normal
1.3 Rasa - Normal
2 Serat Buah - Positif
3. Padatan terlarut %fraksi massa Min. 65
4. Cemaran logam
4.1 Timah (Sn) mg/kg Maks. 250,0
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
6. Cemaran mikroba
6.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 1x103
6.2 Bakteri Coliform APM/g <3
6.3 Staphylococcus aureus APM.g Maks 2x101
6.4 Clostridium sp. koloni/g <10
6.5 Kapang/Khamir koloni/g Maks. 5 x 101
(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2008)
Buah mangga (Mangifera indica) memiliki daging buah yang tebal yaitu
60-75% dari berat buah sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku
pengolahan makanan. Selain itu buah mangga kaya akan serat dan asam galat
yang baik bagi saluran pencernaan dan sebagai desinfektan tubuh (Pracaya, 2005).
Buah mangga mengandung citarasa sedikit asam hingga manis sehingga cocok
untuk diolah menjadi fruit leather (Nurlaely, 2002).
Beberapa bahan lain yang menjadi komponen adonan fruit leather adalah
gula pasir, CMC, dan asam sitrat. Gula pasir merupakan senyawa organik yang
dicerna dalam tubuh sebagai penambah kekentalan dengan mengikat air, sehingga
suhu gelatinisasi menjadi lebih tinggi (Sakidja dkk., 1985). Asam sitrat (C 6H8O7)
adalah asam organik sebagai pengeras rasa dan warna serta sebagai pengawet
alami karena penambahan sedikit asam sitrat nilai pH dapat diturunkan (Sudaryati
dan Mulyani, 2003). Carboxylmethyl Cellulose (CMC) adalah ester polimer
selulosa yang berfungsi sebagai pembentuk gel dan pengemulsi sehingga dapat
terbentuk tekstur fruit leather yang liat dan kokoh (Siskawardhani dkk., 2013).
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sutil (pengaduk
kayu), panci, kompor, juicer, gelas, sendok, loyang, oven, pisau, plastik
pembungkus, nampan, mika, label, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah filtrat buah
mangga, CMC (Carboxylmethyl Cellulose), asam sitrat, air hangat, dan gula
pasir.

B. Cara Kerja
Filtrat buah sebanyak 200 gram dimasukkan ke dalam panci kemudian
ditambahkan dengan gula sebanyak 60 gram, asam sitrat sebanyak 1 gram, dan
CMC sebanyak 1 gram. Adonan kemudian diaduk hingga homogen dengan
sendok, lalu ditambah dengan air hangat sebanyak 100 ml. Adonan dipanaskan
diatas kompor sambil diaduk hingga kental. Selanjutnya adonan dituang ke
dalam loyang yang sebelumnya telah dialasi dengan mika, lalu diratakan
dengan sendok. Setelah itu adonan dikeringkan dengan oven dengan suhu 100
0
C selama 6 jam. Fruit leather kemudian diamati warna, tekstur, rasa, aroma,
kenampakan, sifat irisan, dan ada tidaknya jamur pada hari kedua dan keempat
penyimpanan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fruit leather merupakan produk makanan berbentuk lembaran dengan


konsistensi yang khas, serta terbuat dari daging buah yang dihancurkan dan
dikeringkan dengan oven. Bahan baku fruit leather berasal dari berbagai jenis
buah-buahan dengan kandungan serat yang cukup tinggi. Produk fruit leather
dengan penambahan konsentrasi gula yang dapat diterima dengan hasil terbaik
adalah penggunaan gula 20% untuk mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari
produk fruit leather yang dihasilkan (Asben, 2007).
Filtrat buah mangga mula-mula diambil sebanyak 200 gram kemudian
dimasukkan ke dalam panci. Pada praktikum ini digunakan filtrat buah mangga
(Mangifera indica) karena menurut Pracaya (2005), buah mangga mengandung
banyak manfaat diantaranya asam galat yang baik bagi pencernaan serta
melindungi tubuh dari infeksi, selain itu mangga memiliki senyawa volatile yang
khas yang memunculkan aroma khas mangga pada produk fruit leather. Selain itu
menurut Nurlaely (2002), mangga memiliki warna kuning yang menarik dan rasa
yang asam hingga manis sehingga cocok digunakan untuk pengolahan fruit
leather.
Pada pembuatan fruit leather digunakan beberapa bahan dasar yaitu filtrat
buah mangga, gula pasir, CMC, dan asam sitrat. Filtrat buah mangga berfungsi
sebagai bahan dasar berupa jus buah mangga segar yang akan diolah menjadi fruit
leather, untuk memberi rasa dan aroma khas dan disukai. Beberapa bahan tersebut
disiapkan dalam cup plastik seperti pada Gambar 1.

(A)

(B)
(D)
(C)

Gambar 1. Bahan Dasar Pembuatan Fruit Leather : Filtrat Mangga


(A), Asam Sitrat (B), CMC (C), dan Gula Pasir (D)
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
Proses pembuatan fruit leather secara singkat terdiri dari buah dikupas,
diblender, ditambah dengan tepung, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
kurang lebih 1000C selama 6 jam (Kendall dan Sofos, 2012). Prinsip pembuatan
fruit leather adalah melakukan penurunan aw sampai pada tingkat dimana
mikroorganisme tidak dapat tumbuh, tetapi masih tersedia cukup air dalam bahan
pangan untuk menjaga rasa, tekstur, dan aroma produk IMF (Intermediet
Moisture Food) (Leistner dkk., 1976). Alur proses pembuatan fruit leather ada
pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pembuatan Fruit Leather Mangga (Mangifera


indica) (Dokumentasi Pribadi, 2017)

Filtrat buah mangga mula-mula diambil sebanyak 200 gram kemudian


dimasukkan ke dalam panci. Pada praktikum ini digunakan filtrat buah mangga
(Mangifera indica) memiliki senyawa volatile yang khas yang memunculkan
aroma khas mangga pada produk fruit leather. Selain itu menurut Nurlaely
(2002), mangga memiliki warna kuning yang menarik dan rasa yang asam hingga
manis sehingga cocok digunakan untuk pengolahan fruit leather. Menurut Aak
(1991), buah mangga setelah dipanen 4-5 hari dapat mengalami kerusakan karena
faktor luar serta merupakan komoditas musiman sehingga perlu adanya
pengolahan untuk meningkatkan mutu tanpa mengurangi nilai gizi. Slurry atau
filtrat mangga tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Slurry Buah Mangga (Mangifera indica L.)
(Dokumentasi Pribadi, 2017)

Proses selanjutnya adalah penambahan gula pasir sebanyak 60 gram,


asam sitrat sebanyak 1 gram, dan CMC sebanyak 1 gram. Gula pasir merupakan
bahan utama dalam pembuatan fruit leather sebagai pangan semi basah (PSB)
untuk membentuk rasa, aroma, tekstur khas serta dalam konsentrasi tinggi gula
berperan sebagai pengawet. Hal ini didukung dengan teori menurut Hartati
(1996), bahwa gula dalam pembuatan fruit leather berfungsi memberi rasa manis,
aroma khas, dan membantu pembentukan lapisan keras atau tekstur kenyal pada
fruit leather. Selain itu menurut Ishak dan Sarinah (1985), fruit leather
mengandung konsentrat gula cukup tinggi yaitu 70% untuk menurunkan a w dan
dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Asam sitrat pada pembuatan fruit leather berfungsi sebagai pengasam
dan antioksidan yang dapat mencegah pencoklatan produk akibat efek samping
pemanasan, serta menurut Suprapti (2005) dapat mencegah kristalisasi gula dalam
pembuatan fruit leather. Menurut Kusumawati (2008), penambahan asam sitrat
dapat menurunkan pH sehingga menghambat pertumbuhan jamur maupun
mikrobia, serta dapat menjadi penjernih gel yang dihasilkan. Carboxy Methyl
Cellulose (CMC) yang ditambahkan pada pembuatan fruit leather ini berfungsi
sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, dan pengemulsi (Winarno, 1985)
sehingga dapat memperbaiki kenampakan tekstur produk pangan konsentrat gula
tinggi karena dapat mengikat molekul air dalam struktur gel (Minifie, 1989).
Penambahan CMC juga menyebabkan produk mengkilap dan memiliki warna
yang lebih cerah karena dapat menurunkan reaksi pencoklatan non enzimatis
(Siskawardhani dkk., 2013).
Adonan yang telah tercampur tersebut kemudian diaguk dengan sendok
yang bertujuan agar seluruh bahan pembuatan fruit leather homogen sehingga
diperoleh tekstur yang kompak dan tidak ada penggumpalan pada produk akhir
fruit leather. Air hangat selanjutnya ditambahkan ke dalam adonan sebanyak 100
ml yang berfungsi untuk melarutkan komponen adonan aagr tercampur secara
homogen. Selanjutnya adonan dipanaskan diatas kompor dan diaduk hingga
mengental yang menurut Almatsier (2004) pemasakan tersebut bertujuan untuk
menginaktivasi mikroorganisme penyebab kerusakan.
Selanjutnya adonan dituang dalam loyang yang dialasi mika dan
diratakan dengan sendok. Menurut Lubis (2013), pembentukan fruit leather
adalah dengan diratakan pada loyang agar terbentuk lapisan dengan ketebalan ±2-
3 mm agar menghasilkan produk yang bentuknya seragam. Pembuatan fruit
leather kemudian dilanjutkan dengan pengovenan adonan pada suhu 100 0C
selama 6 jam yang menurut Fauziah dkk. (2015) pengovenan bertujuan untuk
pengeringan karena dapat mempertahankan suhu dengan baik serta dapat
membentuk tekstur dan bentuk khas fruit leather karena akan terjadi pengecilan
ukuran serta penipisan ketebalan adonan. Fruit leather yang telah jadi kemudian
diamati warna, aroma, kenampakan, sifat irisan.
Uji organoleptik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian panelis
terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji
organoleptik ini adalah metode hedonik tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur,
aroma, rasa, dan warna yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan (Yahya
dkk., 2015). Tujuan organoleptik untuk mengenal sifat atau faktor dan cita rasa
serta daya terima terhadap makanan. Tujuan lain adalah agar pemilik perusahaan
makanan terlebih dahulu menyelidiki makanan yang disukai konsumen sehingga
usaha yang dilakukan lebih efektif dan lancar serta mampu bersaing dipasaran
(Soekarto, 1985). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan tersebut diperoleh
hasil uji sensoris pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Fruit Leather
Hari Ke-
Parameter
0 1 4
Warna ++ ++ ++
Tekstur ++++ +++ +++
Rasa ++++ +++ +++
Aroma ++++ +++ ++
Kenampakan ++++ ++++ ++++
Sifat Irisan ++++ +++++ +++++
Jamur - - -
Keterangan:
Warna : Kuning (++) /coklat (+++)/ merah coklat (+++++)
Tekstur : Kekenyalan (+++++)
Rasa : Asam(+)-keasaman (+++++)
Aroma : Mangga (+++++)
Kenampakan : Bagus (+++++)
Sifat irisan : Mudah diiris (+++++)
Jamur : Tidak ada (-) – ada (+++++)

Hasil uji organoleptik fruit leather berdasarkan Tabel 2 menunjukkan


adanya perubahan karakteristik warna, tekstur, rasa, aroma, kenampakan, sifat
irisan, dan keberadaan jamur pada fruit leather. Berdasarkan hasil yang diperoleh
pada Tabel 2 diketahui bahwa warna fruit leather mangga yang dihasilkan pada
hari ke-0, pertama, dan keempat adalah kuning, tekstur fruit leather pada hari ke-
0 kenyal, pada hari pertama dan keempat agak kenyal. Rasa fruit leather padahari
ke-0 asam, pada hari pertama dan keempat agak asam, aroma fruit leather pada
hari ke-0 beraroma mangga, pada hari pertama agak beraroma mangga, dan pada
hari keempat sedikit beraroma mangga. Kenampakan fruit leather pada hari ke-0,
pertama, dan keempat adalah bagus, sedangkan sifat irisannya pada hari ke-0
adalah bagus, dan pada hari pertama dan keempat sangat bagus, serta fruit leather
selama empat hari penyimpanan tidak ditemukan pertumbuhan jamur.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008), syarat mutu keadaan
warna selai buah adalah normal berdasarkan SNI 3746:2008, sedangkan menurut
Nurlaely (2002), karakteristik warna yang diharapkan pada fruit leather adalah
memiliki warna menarik sesuai dengan warna buah yang ditambahkan pada
pembuatan fruit leather. Hasil pengamatan warna fruit leather pada Tabel 2
menunjukkan bahwa fruit leather yang dihasilkan berwarna kuning seperti warna
awal filtrat buah mangga yang ditambahkan pada Gambar 1, artinya tidak
mengalami perubahan warna akibat reaksi pencoklatan non-enzimatis. Selain itu
menurut Fauziah dkk. (2015), kualitas fruit leather yang baik adalah memiliki
warna yang tetap selama jangka waktu penyimpanan 2 bulan dalam keadaan
tertutup.
Pada praktikum ini pengamatan warna dilakukan pada hari ke-0, pertama,
dan keempat peyang menunjukkan tidak terjadinya perubahan warna selama 4
hari penyimpanan. Warna fruit leather yang tidak mengalami perubahan tersebut
dapat dikarenakan fruit leather dikemas dalam plastik karena menurut
Tanhindarto dan Rosalina (1997), kemasan membantu mempertahankan warna
agar tidak menjadi gelap, sehingga dapat dikonsumsi dalam jangka waktu lama
dengan warna yang sama seperti warna asli sari buah yang dicampurkan.
Berdasarkan kedua teori tersebut dapat diketahui bahwa fruit leather yang
dihasilkan berkualitas baik berdasarkan parameter warna karena memiliki warna
yang sama dengan warna filtrat buah mangga yang ditambahkan, serta tidak
terjadi perubahan warna selama 4 hari penyimpanan.
Tekstur fruit leather yang diharapkan adalah mudah digigit serta
memiliki platisitas yang baik sehingga tidak lengket (Tarigan, 2010), mudah diiris
untuk dikonsumsi (Henneman dan Malone, 1994), serta memiliki tidak mudah
patah saat digulung (Nurlaely, 2002). Fruit leather yang baik memiliki
karakteristik standar berupa kenampakan seperti kulit mengkilat (Yanet, 2013).
Kenampakan fruit leather selama empat hari pengamatan adalah bagus, artinya
tidak terjadi penurunan kenampakan secara visual pada fruit leather yang
menunjukkan fruit leather berkualitas baik berdasarkan kenampakannya karena
memiliki kenampakan yang mengkilat serta tidak mengalami penurunan kualitas
kenampakan seperti menurut Mulyawanti dkk. (2008) yaitu menjadi lebih gelap,
tidak lentur, dan mengeluarkan air karena pengemasan yang salah maupun kadar
garam yang terlalu tinggi.
Hasil pengamatan tekstur dan sifat irisan fruit leather menunjukkan
tekstur fruit leather mula-mula kenyal pada hari ke-0, kemudian menjadi agak
kenyal pada hari pertama hingga keempat penyimpanan yang menunjukkan bahwa
terjadi penurunan plastisitas atau kekenyalan fruit leather. Hal tersebut sesuai
dengan sifat irisannya yang menjadi semakin mudah seiring lamanya
penyimpanan, karena menurut Roger dkk. (2014), semakin plastis suatur produk
Intermediate Moisture Food (IMF) maka semakin sulit digigit dan diiris. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa fruit leather memiliki kualitas yang baik
berdasarkan parameter tekstur dan sifat irisan, karena memiliki kekenyalan yang
tepat sehingga mudah dikunyah saat dikonsumsi serta menjadi lebih mudah diiris,
sehingga meskipun terjadi penurunan tingkat kekenyalan dimulai pada hari
pertama penyimpanan, kualitas teksturnya tetap baik karena mudah digigit dan
dikonsumsi.
Terjadinya penurunan tingkat kekenyalan tidak terlalu signifikan, selain
disebabkan karena subjektivitas penguji yang berbeda juga disebabkan karena
kurangnya kadar CMC yang ditambahkan karena menurut Minifie (1989)
penambahan CMC sebanyak 2% dapat mempertahankan tekstur dan kekokohan
fruit leather selama penyimpanan. Menurut Fatma (2015), pengemasan hampa
udara dapat mempertahankan kekenyalan produk pangan semi basah selama
penyimpanan. Hasil pengamatan kekenyalan fruit leather tidak sesuai dengan
teori tersebut, yang dapat dikarenakan pengemasan yang tidak diikat dengan kuat
sehingga mmasih terjadi pertukaran udara dengan udara luar sehingga terjadi
penurunan tingkat kekenyalan produk.
Syarat mutu rasa fruit leather adalah normal berdasarkan SNI
3746:2008 (Badan Standarisasi Nasional, 2008), sedangkan menurut Sidi dkk.
(2014), karakteristik rasa fruit leather yang baik adalah asam akibat penambahan
asam sitrat maupun penggunaan buah dengan tingkat keasaman tinggi, namun rasa
manis lebih dominan. Berdasarkan hasil pengamatan rasa pada Tabel 2
menunjukkan bahwa rasa asam pada fruit leather menurun dari hari ke-0 hingga
keempat penyimpanan, sehingga diperoleh rasa fruit leather akhir yang sedikit
asam dan lebih dominan pada rasa manisnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
fruit leather yang dihasilkan berkualitas baik berdasarkan parameter rasa karena
diperoleh rasa manis yang lebih dominan, namun masih ada rasa asam dari
penambahan asam sitrat yang dilakukan.
Penurunan tingkat keasaman yang semula asam pada hari ke-0 menjadi
agak asam pada hari pertama dan keempat penyimpanan dapat disebabkan karena
pengujian pada hari ke-0 dilakukan saat fruit leather baru saja matang sehingga
rasa asam dari asam sitrat yang ditambahkan lebih terasa. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Rosyida (2014), bahwa dengan adanya penambahan asam sitrat
menyebabkan terjadinya inversi gula menjadi glukosa dan fruktosa sehingga
tingkat kemanisan menurun tepat sesudah produk makanan matang, namun porsi
gula yang lebih banyak dapat mengimbangi rasa asam tersebut terutama pada
makanan semi basah.
Syarat mutu keadaan aroma selai buah adalah normal berdasarkan SNI
3746:2008 (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Aroma fruit leather merupakan
aroma khas buah yang menjadi bahan baku pembuatan fruit leather (Yanet, 2013).
Aroma khas buah mangga berasal dari sejumlah senyawa fitokimia seperti
terpenoid dan flavonoid (Kusumo dkk., 1975). Berdasarkan hasil pengamatan
aroma fruit leather yang dihasilkan diketahui bahwa aroma mangga menurun
selama empat hari penyimpanan. Hal ini dapat dikarenakan menurut Lalel dkk.
(2013), sebagian besar senyawa penyusun yang ada pada daging buah mangga
terdiri dari monoterpen dan sesquiterpen yang mudah mengalami penurunan
jumlah konsentrasi. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kualitas
fruit leather berdasarkan parameter aroma adalah buruk karena terjadi penurunan
kepekatan aroma mangga dari hari pertama hingga keempat penyimpanan.
Menurut Yahya dkk. (2015), jamur dapat tumbuh pada aw diatas 1,1
sedangkan menurut Winarno dan Fardias (1980) pengolahan fruit leather
membuat kadar aw nya menjadi dibawah 0,9. Teori tersebut mendukung hasil
pengamatan yang dilakukan berdasarkan Tabel 2, yaitu karena adanya pengolahan
konsentrasi gula tinggi yang mampu menurunkan a w agar tidak mencapai kadar aw
optimum untuk pertumbuhan khamir maupun kapang. Selain itu menurut
Soemaatmadja (1997), konsentrat gula tinggi pada fruit leather dapat
meningkatkan tekanan osmosa larutan, hal ini sesuai dengan teori menurut Jahurul
dkk. (2015), bahwa adanya tekanan osmosa tinggi dari gula akan menyebabkan
keadaan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
sebagian jenis kapang dan khamir. Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui
bahwa fruit leather yang dihasilkan berkuaitas baik berdasarkan ada/tidaknya
pertumbuhan jamur, karena selama 4 hari penyimpanan tidak ada pertumbuhan
jamur pada permukaan fruit leather.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum pembuatan fruit leather mangga (Mangifera


indica) diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Filtrat mangga ditambah dengan gula, asam sitrat, dan CMC lalu diaduk
hingga homogen dan ditambah air hangat lalu dipanaskan sambil diaduk
hingga kental kemudian adonan dituang ke dalam loyang dan diratakan
dengan sendok, selanjutnya dioven dengan suhu 100 0C selama 6 jam.
2. Konsentrat gula tinggi berperan sebagai pemberi rasa, pembentuk gel fruit
leather, pengikat air, pembentuk aroma dan warna khas fruit leather,
menurunkan water activity sampai keadaan mikrobia tidak bisa tumbuh,
meningkatkan tekanan osmosa larutan, dan sebagai pengawet dengan
menghambat berkembangnya mikroorganisme.
3. Fruit leather mangga (Mangifera indica L.) berdasarkan parameter warna,
tekstur, rasa, kenampakan, sifat irisan, dan keberadaan jamur pada hari ke-
0, pertama, dan keempat penyimpanan berkualitas baik, sedangkan
berdasarkan parameter aroma berkualitas buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1991. Budidaya Tanaman Mangga. Kanisius, Yogyakarta.

Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Umum,


Jakarta.

Asben, A. 2007. Peningkatan kadar iodium dan serat pangan dalam pembuatan
fruit leathers nanas (Ananas comosus Merr) dengan penambahan rumput
laut. http://ta.uns.ac.id/wisuda/upload/H0912038.pdf. Diakses tanggal 10
Mei 2017.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Syarat Mutu Selai Buah SNI 3746:2008.
Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H. dan Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Fatma, A. P. 2015. Membuat Aneka Manisan Buah. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Fauziah, E., Widowati, W., dan Atmaka, W. 2015. Kajian karakteristik sensoris
dan fisikokimia fruit leathers pisang tanduk (Musa corniculata) dengan
penambahan berbagai konsentrasi karagenan. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan 4(1):11-16.

Gautara dan Soesarsono, W. 2005. Dasar Pengolahan Gula I. FATEMETA IPB,


Bogor.

Hartati. 1996. Pengembangan Teknologi Proses Pembuatan Fruit Leather.


Departemen Perindustrian BPPI, Makassar.

Henneman, A. dan Malone, N. 2009. Food Preservation Fact Sheets. University


of Georgia, United States.

Ishak, E. dan Sarinah, A. 1985. Ilmu dan Teknologi Pangan. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur, Ujung Pandang.

Jahurul, M. H. A., Zaidul, I. S. M., Ghafoor, K., Al-Juhaimi, F. Y., Nyam, K. L.,
Norulaini, N. A. N., Sahena, F., dan Omar, A. M. 2015. Mango (Mangifera
indica L.) by-products and their valuable components: a review. Food
Chemistry 183 : 173-180.

Kendall, P . dan Sofos, J. 2012. Leather and Jerkies. Food and Nutrition Series,
Colorado.

Kusumawati, T. 2008. Pengaruh penambahan asam sitrat dalam pembuatan


manisan kering labu kuning (Cucurbita maxima) terhadap sifat-sifat
produknya. Jurnal Teknologi Pertanian 1(2): 81-85, Maret 2006.

Kusumo, I., K., T., Dewandari, dan Yulianingsih. 1975. Pengaruh waktu
pembekuan dan penyimpanan terhadap karakteristik irisan buah mangga
arumanis beku. J. Pascapanen 3(1):51-58.

Lalel, H. J. D., Singh, Z., dan Tan, S. C. 2013. Effects of maturity stage at harvest
on fruit ripening of Kesington Pride mango. Postharvest Biol Technol
27(2):323-336.

Leistner, L., Roger, D., dan Rodel, W. 1976. The Stability of Intermediate
Moisture Foods with Respect to Micro-organisms. Applied Science
Publisher Ltd, London.

Lubis, S. S. M. 2013. Pengaruh jumlah gula dan asam sitrat terhadap tingkat
kesukaan permen jelly siwalan. Skripsi-S1. Fakultas Teknik UNESA,
Surabaya.

Minifie, B. W.1989. Chocolate, Cocoa and Confectionery. Van Nostrand


Reinhold, New York.

Mulyawanti, P., Rahmanto, S. A., Parnanto, N. H. R., dan Nursiwi, A. 2008.


Pendugaan umur simpan fruit leather nangka (Arrtocarpus heterophyllus)
demean penambahan gum arab menggunakan metode accelerated shelf life
test (ASLT) model arrhenius. J.Teknosains Pangan 3(3):35-43.

Nurlaely, E. 2002. Pemanfaatan buah jambu mete untuk pembuatan leather kajian
dari proporsi buah pencampur. Skripsi-S1. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawaijaya, Malang.

Pracaya. 2005. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya, Depok

Roger, K., Tucker, G. A., dan Wiinterhalter, P. 2014. Minor tropical fruit mango,
papaya, passion fruit, and guava : microfiltration osmosis affect recovery
flavor compounds. J Food. Sci. 62(4):116-119.

Rosyida. 2014. Pemanfaatan mangga arum manis dalam pembuatan dodol dengan
perbedaan konsentrasi tepung ketan dan rumput laut. Jom Faperta 2(2):1-
18.

Sakidja, J. S. T., Moningka, M. B. K., Roeroe, K., Paputungan, T. S Suharto, dan


Sathribunga, Y. T. 1985. Pengembangan Agroindustri Dodol Nanas. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur, Ujung Pandang.

Sidi, A. P., Ariadianti, A. T. R., dan Siswanto. 2015. Formulasi fruit leather
mangga (Mangifera indica L.) dengan penambahan kulit buah naga merah
(Hylocereus undatus). Jurnal Agroscience. 16(3):179-194.
Siskawardhani, A. P., Legowo, A. M., dan Nurwantoro. 2013. Uji Inderawi
Bahan Pangan. UGM Press, Yogyakarta.

Soekarto. 1985. Pengaruh rasio tepung beras dan air terhadap karakterisitik kulit
lumpia basah. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 22(2): 188 – 189.

Soemaatmadja, I. T. 1997. Komposisi Mineral, Asam Lemak dan Serat pada


Beberapa Jenis Rumput Laut Indonesia. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan Dan
Perikanan Indonesia 11(1):45 – 51.

Sudarmaji, S., Bambang, H dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Sudaryati, P. dan Mulyani, T. 2003. The Manufacture of Lemon Jelly Candy by


The Addition of Gelatin dan Glucose-Sucrose proportion. Proceeding
Nasional dan PATPI, Yogyakarta.

Suprapti, S. P. 2005. Stability study of betacyanin extract from red dragon fruit
(Hylocereus polyrhizus) peels. Procedia Chemistry 6(2):438-444.

Tanhindarto, P. M. dan Rosalina, S. H. 1997. Pengaruh iradiasi gamma dan jenis


pengemas pada mutu dan masa simpan bakpia dan dodol. Aplikasi Isotop
dan Radiasi, Jakarta.

Tarigan. 2010. Ekstraksi pigmen antosianin dari kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus). J. Tek. Kimia 3(2):25-29.

Winarno, F. G. 1985. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Winarno, F. G., dan Fardias, S. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.


Gramedia, Jakarta.

Yahya, K., Arief, M., dan Yulianti, C. 2015. Karakteristik organoleptik dodol
ketan yang dikemas dalam edible coating kitosan.
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/nike/article/download/1320/1066. Diakses
10 Mei 2017.

Yanet, K. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB,
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai