Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM TEBU HILIR

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI HILIR


“BRITTLE”

Oleh :
Nama : Zelika Gita Sari
NIM :141710101061
Kelas : THP -A

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
April, 2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permen merupakan produk konfeksionari yang diperoleh dari teknologi


memanipulasi gula(sukrosa) sebagai bahan utamanya untuk memperoleh
tekstur yang sangat khasdengan cara mengontrol proses kristalisasi gula dan
mengatur rasio gula dan air. Dalam pembuatan kembang gula sering
ditambahkan campuran lainnya selain gula dan air yakni produk susu, putih
telur, lemak,bahan pengemulsi, zat flavour, kacang/nuts, cokelat dan
sebagainya. Permen berdasarkan bahan dasarnya dibagi menjadi dua yaitu
hard candy dan soft candy. hard candy adalah permen dengan bahan hampir
semuanya gula dengan tambahan sedikit flavoring dan pewarna sedangkan
soft candy adalah permen dengan bahan dasar gula dengan bahan tambahan
5%. Berdasarkan pada tekstur, permen dibagi menjadi dua yaitu kristalin
karena mengalami proses kristalisasi dan amorf (non kristalin) yaitu tidak
mengalami proses kristalisasi.

Salah satu jenis permen yang paling sederhana adalah brittle candy.
Permen ini adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan 5%
berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena
tidak mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
(Fennema,1985) menyatakan bahwa Brittle adalah jenis convection yang
terdiri dari pecahan permen gula keras dengan tambahan kacang-kacangan
didalamnya seperti pecan, almond, atau kacang. Cara pembuatannya dilakukan
secara tradisional yakni melalui pemanasan hingga suhu 149-154°C dengan
penambahan baking soda sehingga diperoleh hasil akhir hard crack yang
merupakan tekstur yang diharapkan adalah retak ketika dipatahkan. Oleh
karena itu dilakukan praktikum pembuatan Brittle candy untuk mengetahui
pengaruh perlakuan berbeda pada suhu dan penambahan baking soda terhadap
pembentukan hard crack pada permen Brittle.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah :
1. Untuk mengethaui cara pembuatana brittle candy
2. Untuk memahami tingkat kerapuhan Brittle (pemanasan pada suhu
tertentu dan ada atau tidaknya gula invert)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Candy
Permen adalah produk yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan
air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air
kira kira 3%. Biasanya suhu yang digunakan sebagai petunjuk kandungan
padatan. Sesudah didihkan sampai mencapai kandungan padatan yang diinginkan
(kurang lebih 150oC) sirup dituangkan pada cetakan dan dibiarkan tercetak. Seni
membuat permen dengan daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan
produk dengan kadar air minimum dan sedikit saja kecenderungan untuk
mengkristal (Buckle, et al., 1987).Dalam pembuatan kembang gula sering
ditambahkan campuran lainnya selaingula dan air terdapat bahan tambahan lain
yakni produk susu, putih telur, lemak, bahan pengemulsi, zat flavour, dan buah-
buahan.
Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary) yaitu makanan berkalori
tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup fruktosa (Pratiwi
dkk., 2008). Permen berdasarkan bahan dasarnya dibagi menjadi dua yaitu hard
candy dan soft candy. hard candy adalah permen dengan bahan hampir semuanya
gula dengan tambahan sedikit flavoring dan pewarna sedangkan soft candy adalah
permen dengan bahan dasar gula dengan bahan tambahan 5%. Berdasarkan pada
tekstur, permen dibagi menjadi dua yaitu kristalin karena mengalami proses
kristalisasi dan amorf (non kristalin) yaitu tidak mengalami proses kristalisasi.

Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar
permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras dan permen lunak.
Sesuai dengan SNI 3547-1-2008 , permen keras merupakan jenis makanan
selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pamanis
lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah.
Sementara itu definisi permen lunak menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan
selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis
lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan (BTP) yang diijinkan.

Tabel 1. Permen berdasarkan teksturnya

Sifat tekstur Contoh


Gula Kristal (crystalline
sugar)
a. Kristal besar Rock candy
b. Kristal kecil Fondan, fudge

Gula non-Kristal (non-


crystalline sugar)
a. Hard candies Sour balls, butterscotch
b. Britles Peanut brittle
c. Chewy candies Caramel, taffy
d. Gummy candies Marshmallow, jellies, gumdrops

(Honig, 1963).

Tabel 2. Tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama pemasakan.

Tahap Suhu (˚C) Produk


Thread 110 – 113 Syrup
Soft ball 113 – 116 Fondant,Fudge,Penuche
Firm ball 119 – 121 Caramels
Hard ball 121 – 129 Divinity,Marshmallows
Soft crack 132 – 143 Butterscotch, Taffy
Hard crack 149 – 154 Brittles, Glace
(Honig, 1963).
2.2 Macam-macam Candy
Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar permen
dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras (Hard Candy) dan permen lunak
(Soft Candy). Permen keras merupakan permen yang padat teksturnya. Dimakan
dengan cara menghisap, pada permen keras yang perlu diuji di antaranya adalah
bahan baku utamanya berupa glukosa. Sementara permen lunak ditandai dengan
teksturnya yang lunak. Jenis permen ini bukan untuk dihisap melainkan dikunyah.
Berdasarkan bahan campurannya, permen lunak terbagi menjadi tiga jenis. Ketiga
bahan tersebut adalah gum, carragenan (rumput laut) dan gelatin (Ningsih, 2010).
Menurut SNI 3547-1-2008, permen keras merupakan jenis makanan
selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pamanis
lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah.
Sementara definisi permen lunak menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan
selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis
lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan (BTP) yang diijinkan.

Menurut (Sutrisno,2009) menyatakan bahwa terdapat macam-macam Candy


yang dikenal masyarakat dipasaran yaitu :

a. Fondant adalah larutan gula jenuh dimana kristal-krisral gula berukuran


kecil terdispersi. Contoh permen yang terbuat dari fondant adalah cream
centers, crystallized cream dan thin mints. Permen yang mengandung
gula dengan bermacam- macam derajat kristalisasi secara umum disebut
“grained candies”.
b. Rock candy merupakan salah satu permen kristalisasi yang memiliki
tekstur keras, penampilan yang jernih dan biasanya terdiri dari komponen
dasar sukrosa dan sirup glukosa serta bahan-bahan lain yang dapat
ditambahkan untuk memberi rasa yang lebih baik. Rock candy pada
dasarnya adalah campuran dari gula, sirup glukosa atau gula invert, air
flavour dan pewarna. Adapun karakteristik dari rock candy yaitu :
a. Bentuknya adalah seperti gumpalan-gumpalan batu kristal jernih
dan berwarna-warni yang mengelompok jadi satu dan dihiasi
dengan batang pegangan seperti lollypop.
b. Memilikiwarna seperti kilauan batu permata (kerlap-kerlip)
c. Mengalami proses kristalisasi secara alami sehingga bentuk dan
ukurannya bervariasi.
d. Jika dikonsumsi/dijilat terus menerus maka warnannya semakin
jernih seperti batu permata yang indah (bening).
c. Fudge merupakan salah satu jenis permen berkristal yang mengandung
bahan pengontrol kristal yang lebih banyak dibandingkan dengan
fondant. Suhu pemasakan fudge sama dengan fondant. Bahan pengontrol
kristal yang digunakan dalam fondant adalah gula invert, krim tartar dan
sirup glukosa, sedangkan pada fudge disamping ketiga senyawa di atas,
ditambahkan juga coklat, padatan susu, dan lemak.
d. Penuche disebut juga fudge gula merah. Produk ini merupakan fudge
yang bagian gula pasirnya diganti gula merah dan tidak dilakukan
penambahan coklat.
e. Divinity merupakan permen berkristal yang ringan dan bertekstur halus.
Warnanya dapat putih atau coklat tergantung apakah digunakan gula pasir
atau gula merah. Dalam proses pembuatannya campuran gula, air, sirup
glukosa atau asam dididihkan pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan fondant atau fudge, juga ditambahkan putih telur dan kadang-
kadang kacang-kacangan.
f. Brittle adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan 5%
berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin)
karena tidak mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses
karamelisasi. Brittle sejenis convection yang terdiri dari pecahan permen
gula keras dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan,
almond, atau kacang. (Fennema, 1985).
g. Taffy merupakan jenis permen yang dalam pembuatannya dilakukan
penarikan dan pelipatan adonan, dimana udara akan terperangkap pada
setiap lipatannya. Setelah ketebalan yang dikehendaki tercapai, taffy
dipotong-potong berdasarkan ukuran panjang yang dikehendaki.
h. Karamel merupakan jenis permen non kristal yang lunak (chewy
candies), dibuat dari gula, sirup jagung, mentega dan krim atau susu

o
evaporasi. Bahan-bahan tersebut dipanaskan sampai suhu 118 – 121 C
dimana campuran akan membentuk bola yang agak keras jika
ditempatkan dalam air dingin. Kadar air karamel sekitar 8 – 22 persen.
i. Toffee dibuat sama dengan karamel yaitu dari gula pasir, sirup glukosa,
susu, lemak dan kemudian dilakukan pemekatan campuran. Perbedaan
antara karamel tofi terletak pada kadar air (karamel lebih tinggi kadar
airnya) dan kandungan lemak (karamel lebih tinggi kadar lemaknya).
j. Permen jelly dibuat dengan memasak gula sampai mencapai padatan
yang diinginkan, kemudian dilakukan penambahan bahan-bahan
pembentuk gel (gelatin, agar, pektin dan karagenan) lalu ditambah cita
rasa dan warna dan akhirnya dicetak. Permen jelly umumnya dimasak
sampai menghasilkan padatan 75 persen.
k. Marshmallow dan Nougat dibuat dengan penambahan gelatin, putih
telur atau protein nabati, yang dapat memperbaiki “whipping properties”.
Aerasi dilakukan di dalam suatu mixer baik secara batch maupun
kontinyu sebelum dilakukan pencetakan.
l. Firmer chewy centers merupakan jenis permen yang dicetak dengan
menggunakan ekstruder (dikeluarkan atau dipress melalui die berupa
lubang kecil). Pada waktu keluar dari die (ujung saluran keluaran
ekstruder), langsung dipotong menurut ukuran panjang tertentu dengan
pisau pemotong yang sangat tipis dan ditaruh di atas suatu ban berjalan.
Selanjutnya dilapisi dengan coklat, yang akan memadat selama
pendinginan.
m. Small and Round Candies merupakan jenis permen yang dibuat dengan
cara melapisi “nuts” atau “centers” lainnya dengan larutan gula.
Prosesnya dilakukan dalam suatu “revolving heating pans”. Bagian
tengah permen dimasukkan ke dalam panci atau ketel, kemudian sirup
(larutan gula pekat) disemprotkan ke dalamnya. Pada waktu bagian
tengah permen tersebut berguling-guling, maka secara merata akan
dilapisi oleh sirup, yang kemudian akan mongering karena terjadinya
penguapan air. Ketebalan lapisan gula dapat diatur dengan cara mengatur
jumlah sirup yang dimasukkan ke dalam panic.
n. Chocolate-Coated Round Candies, merupakan round candy yang dilapisi
coklat. Prosesnya dapat dilakukan dalam suatu pan berputar seperti pada
pembuatan “small and round candies”, hanya pada proses ini diberikan
udara dingin untuk memadatkan coklat yang tadinya cair. Setelah
pelapisan coklat selesai, biasanya ke dalam “pans” disemprotkan larutan
gum arab atau larutan zein untuk melapisi coklat tersebut agar lebih stabil
dan tampak mengkilat.
o. Larger Candy Pieces Coated with Chocolate, merupakan jenis permen
yang dilapisi oleh coklat yang mencair dengan metode yang disebut
sebagai “enrobing”. Mula-mula permen dicetak dan ditaruh di atas ban
berjalan yang kemudian memasuki lorong dimana permen tersebut akan
diguyuri oleh coklat cair, yang kemudian akan memadat.

2.3 Brittle
Permen Brittle adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan
5% berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena
tidak mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras
dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan, almond, atau
kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling populer di Amerika Serikat.
Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892, meskipun permen itu sendiri
telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).

Secara tradisional, campuran gula dan air dipanaskan ke tahap hard crack
sesuai dengan suhu sekitar 300° F (149-154°C), meskipun beberapa resep juga
menambah bahan seperti sirup jagung dan garam pada langkah pertama. Kacang
dicampurkan ketika gula telah terkaramelisasi. Karamelisasi sangan diharapkan
karena menghasilkan warna coklat khas dan flavor mirip karamel, senyawa-
senyawa hasil karamelisasi juga dapat berperan dalam mencegah kristalisasi gula.
(Koswara, 2009).
Pada titik ini rempah-rempah, ragi agen, dan sering mentega kacang atau
mentega ditambahkan. Adonan permen yang panas dituangkan ke permukaan
datar untuk proses pendinginan, tradisional granit atau marmer slab. Ketika brittle
mendingin, itu dapat dipecah berkeping-keping (Paula, 2011).

2.4 Fungsi Bahan


2.4.1 Gula (Sukrosa)
Penambahan sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi untuk
memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam
konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara
menurunkan aktivitas air dari bahan pangan.
Sukrosa merupakan disakarida yang banyak terdapat di pasaran. Sukrosa
banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kopyor. Kelarutan sukrosa dalam air
sangat tinggi dan jika dipanaskan kelarutannya makin bertambah tinggi. Jika
dipanaskan sukrosa akan membentuk cairan jernih yang segera akan berubah
warna menjadi coklat membentuk karamel (Koswara, 2009).

Sifat-sifat sukrosa :

1. Kenampakan dan kelarutan, semua gula berwarna putih,


membentuk kristal yang larut dalam air.
2. Rasa manis, semua gula berasa manis, tetapi rasa manisnya tidak
sama.
3. Hidrolisis, disakarida mengalami proses hidrolisis menghasilkan
moosakarida. Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi
sukrosa dan hasilnya berupa campuran glukosa dan fruktosa
disebut “gula invert”. Inversi dapat dilakukan baik dengan
memanaskan sukrosa bersama asam atau dengan menambahkan
enzim invertase.
4. Pengaruh panas, jika dipanaskan gula akan mengalami
karamelisasi.
5. Sifat mereduksi, semua monosakarida dan disakarida kecuali
sukrosa berperan sebagai agensia pereduksi dan karenya dikenal
sebagai gula reduksi (Gaman dan Sherrington, 1994).

2.4.2 Air
Fungsi utama air adalah melarutkan gula, sehingga yang terpenting
dipastikan gula larut secara sempurna. Oleh karena itu banyak yang menggunakan
gula yang telah dihaluskan guna mempercepat kelarutan gula. Bahan lain yang
biasa digunakan adalah emulsifier. Toffee dapat diproduksi tanpa emulsifier
karena protein susu sudah berfungsi sebagai emulsifier namun dapat juga
menggunakan emulsifier lesitin kedelai atau glycerin monostearat. Tujuan
penggunaan emulsifier untuk lebih menstabilkan distribusi lemak dan gula. Air
yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai air minum. Nilai pH air juga
harus diperhatikan. Jika pH asam dapat menyebabkan inversi sukrosa dan warna
gelap, sedangkan jika pH alkali (basa) dapat menyebabkan berkerak.
2.4.3 Mentega
Mentega tergolong lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat
consumed uncooked). Mentega memiliki fungsi diantaranya yaitu sebagai sumber
energi, meningkatkan daya terima makanan, membentuk struktur, serta
memberikan cita rasa enak
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah
produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu
atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain
yang diizinkan, serta minimal mengandung 80 % lemak susu.

Lemak mentega berasal dari lemak susu hewan, dikenal sebagai butter fat.
Mentega mengandung sejumlah asam butirat, asam laurat, dan asam linoleat.
Asam butirat dapat digunakan oleh usus besar sebagai sumber energi, juga dapat
berperan sebagai senyawa antikarsinogenik (antikanker).

Asam laurat merupakan asam lemak berantai sedang yang memiliki


potensi sebagai antimikroba dan antifungi. Asam linoleat pada mentega dapat
memberikan perlindungan terhadap serangan kanker

Jika mentega ditambahkan ke dalam sirup yang didihkan pada suhu tinggi
akan menghasilkan flavor yang menarik dan karakteristik (khas). Sampai saat ini
tidak ada jenis lemak nabati yang dapat menghasilkan flavor yang sama dengan
mentega jika ditambahkan dalam larutan gula mendidih. Meskipun demikian,
jenis-jenis lemak tertentu dikembangkan untuk memperoleh flavor yang mirip
flavor yang dihasilkan mentega (Koswara, 2009).

2.4.4 Sodium Bikarbonat (Baking Soda)


Soda kue adalah salah satu komponen yang ada di dalam baking powder.
Dari segi kehalalan bahan ini tidak terlalu bermasalah, karena biasanya berasal
dari batu-batuan.Baking soda merupakan sodium bi-karbonat murni. Formula
kimianya NaHCO3 dan baking soda berbentuk bubuk putih dengan biji-biji
kristal. Baking soda adalah garam kimia yang punya beragam fungsi.
Baking soda bersifat basa lemah sehingga berguna untuk menetralisasi
asam dan memecah protein.
Sifat tersebut membuat baking soda sebagai pembuat empuk daging dan
pengembang adonan kue. Reaksi baking soda apabila dalam kondisi termal diatas
50°C sebagai berikut :
2 NaHCO3 → Na2CO3 + H2O + CO2
Jika baking soda dikombinasikan dengan bahan yang cenderung basah dan
mengandung asam (seperti yogurt, cokelat, mentega susu, madu), reaksi kimia
yang akan muncul adalah gelembung karbon dioksida yang semakin membesar
dalam temperatur tempat pemanggang sehingga adonan akan mengembang.
Reaksi itu terjadi seketika, begitu baking soda dicampur dengan bahan-bahan
makanan. Karena itu, makanan yang mengandung baking soda harus segera
dipanggang, jika tidak, makanan tidak bisa mengembang sesuai keinginan. Baking
soda juga menetralkan molekul aroma asam sehingga banyak dipakai sebagai
bahan pengharum.(Malik,2006)
2.5 Proses Pembuatan Brittle
Proses pembuatan Brittle Candy yang pertama adalah persiapa bahan yang
akan digunakan yaitu Gula Kristal Putih, Sirup glukosa dan air. Kemudian
dilakukan pencampuran dan pengadukan pertama tersebut bersamaan dengan
pemanasan agar bahan yang digunakan homogen. Pemanasan yang untuk
pembuatan Brittle Candy menggunakan suhu 149 – 154°C untuk mencapai Hard
crack (Honig, 1963). Cara pengecekan suhu agar tidak terleat adalah
menggunakan candy thermometer. Kemudian pemasanan pada suhu tersebut
dikehendaki terjadinya karamelisasi, karena karamelisasi merupakan precursor
pembentuk flavor dan warna yang khas menghasilkan warna coklat khas dan
flavor mirip karamel, senyawa-senyawa hasil karamelisasi juga dapat berperan
dalam mencegah kristalisasi gula. (Koswara,2009). Kemudian dilakukan
pencampuran bahan ke dua yaitu Mentega,Kacang sangrai dan baking soda.
Setiap bahan yang ditambahkan memiliki fungsi yang berpengaruh terhadap
kualitas akhir Brittle Candy. Mentega berfungsi sebagai pemberi rasa,
mempermudah pelepasan pada saat setelah pencetakan, menghindari pelengketan
pada alat yang digunakan dan memberi warna keemasan pada permukaan Candy
Brittle. Kacang sangrai berfungsi untuk member rasa yang khas dari Brittle Candy
kemudian baking soda berpengaruh terhadap tekstur yang dihasilkan sehingga
dapat mencapai Hard Crack. Setelah pencampuran ke dua dilakukan peletakan
pada loyang, peletakan harus dilakukan dengan segera karena adonan yang
mengembang dan akan memenuhi tempat. Kemudian dilakukan pendinginan
untuk menurunkan suhu dan memberikan kesempatan pada adonan Brittle Candy
terbentuk.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Candy


1. Gula Pasir (sukrosa)
Dalam pembuatan candy sangat diperlukan gula dengan tingkat kemurnian
yang tinggi dan kadar abu yang rendah agar dihasilkan permen yang jernih.
Kandungan abu yang tinggi akan menyebabkan peningkatan inversi, pewarnaan
dan penembusan selama pemasakan sehingga memperbanyak gelembung udara
yang terperangkap dalam massa gula. Sukrosa yang digunakan dalam pembuatan
permen sebaiknya memiliki kemurnian yang tinggi dan rendah kadar abunya.
Garam-garam mineral dapat mempengaruhi proses pembuatan permen sehingga
menentukan kualitas dan umur simpan permen yang dihasilkan. Kadar abu
sukrosa umumnya berkisar 0,013%. Sukrosa yang dapat digunakan biasanya
dalam bentuk granular dan cair. Gula yang dipakai harus sesuai dengan produk
Candy yang akan dibuat, apabila Candy tersebut merupakan Kristalin maka gula
sukrosa adalah gula yang digunakan, apabila Candy tersebut merupakan Amorf
maka menggunakan gula invert atau gula kristal putih karena mengharapkan
terjadinya karamelisasi dengan penambahan sirup glukosa atau sirup jagung untuk
menghambat pembentukan kristalin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol
perbandingan gula/sirup glukosa, serta gula/air.
2. Air
Air merupakan komponen yang utama dalam proses pembentukan hard candy.
Akan tetapi air sering diabaikan sebagai bahan utama. Air berfungsi sebagai
pelarut gula dan bahan lainya untuk proses homogenisasi komponen. Penggunaan
air dengan jumlah dan kualitas yang tidak sesuai dapat menyebabkan keggalan
dalam proses seperti proses inversi yang tidak terkontrol dan terjadinya
diskolorasi. Karena itu perlu diperhatikan tingkat keasaman, kesadahan,
kandungan mineral, dan lain-lain. Penggunaan air dalam jumlah yang tepat juga
mempengaruhi efisiensi proses pemasakan dan penggunaan energi. Selama proses
pemasakan, banyak air yang diuapkan dan kadar air produk harus ditetapkan
karena akan mempengaruhi tekstur itu sendiri dan tentunya umur simpan (shelf
life). Proses pemasakan sendiri bisa dilakukan dalam kondisi tekanan atmosfer
atau dengan aplikasi tekanan vakum, sehingga proses pemasakan bisa dilakukan
dengan suhu lebih rendah dan waktu lebih singkat. Hal ini baik untuk mengontrol
proses inversi yang tidak diinginkan. Intinya, kondisi yang ideal adalah
penggunaan sedikit mungkin air, serta pemasakan yang cepat pada suhu serendah
mungkin. Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai air minum. Nilai
pH air juga harus diperhatikan. Jika pH asam dapat menyebabkan inversi sukrosa
dan warna gelap, sedangkan jika pH alkali (basa) dapat menyebabkan berkerak.
Air juga memiliki peranan penting antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai medium pendispersi atau pelarut selama proses produksi.
2. Sebagai fase terdispersi atau fase pendispersi pada proses emulsi.
3. Selain itu air merupakan komponen yang mempengaruhi tekstur pada
permen.

3. Suhu
Suhu yang digunakan untuk membuat permen agar kadar air mencapai kira-
kira 3 persen adalah 150°C sehingga menghasilkan kandungan air yang rendah
(1–3%), membentuk supersaturated non crystaline solution yang menghasilkan
“glassy tekstur” bentukkan menyerupai glass yang bening dan tekstur yang keras,
serta memiliki kelembaban relatif dibawah 30%. Hal ini menyebabkan cenderung
mudah menyerap uap air dari sekitar, sehingga dibutuhkan bahan kemasan.
Dengan spesifikasi yang pas agar permen tidak mudah basah dan lengket. Hard
candy juga merupakan sebutan untuk permen yang mengalami pemasakan pada
suhu 140–150°C dengan penampilan bening. Semakin tinggi suhu yang digunakan
untuk pembuatan hard candy maka kekerasannya semakin tinggi dan kadar air
semakin rendah. (Rana, 2011).
2.4.1 Mikroorganisme
Menurut Fardiaz (1992), kapang dan khamir merupakan kelompok
mikrobia yang tergolong dalam fungi dan sering menyerang bahan pangan yang
berkarbohidrat tinggi.Yeast atau khamir umumnya menyukai lingkungan pH
rendah, suhu sedang dan lingkungan aerobik. Yeast merupakan mikroorganisme
bersel tunggal yang memiliki ukuran lebih besar dari bakteri. Stabilitas
mikroorganisme dapat dikendalikan dengan kadar gula yang tinggi dalam kisaran
padatan terlarut antara 65-73%, aw dalam kisaran 0,75-0,83 dengan suhu 105-
106°C selama pendidihan atau pemasakan dan tekanan oksigen rendah selama
penyimpanan (Buckle dkk., 1987).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca analitik
2. Wajan stainless steel
3. Pengaduk kayu
4. Kompor
5. Kuas
6. Cetakan/loyang
7. Baskom
8. Thermometer
9. Beaker glass

3.1.2 Bahan

1. Gula Kristal putih 1200 gr


2. Siruo glukosa / sirup jagung 300gr
3. Air 600 ml
4. Butter 150 gr
5. Kacang tanah sangrai 300 gr
6. Soda kue ( Sodium bicarbonate) 3 sdm
7. Cairan anti lengket

(P1) (P2) (P3)


GKP 400gr,sirup glukosaGKP
100 400
gr dan
gr,sirup
air 200
glukosa
ml 100 gr dan
GKP
air400
200gr
ml dan air 200 ml

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


Pencampuran 1

Pengadukan dengan pemanasan hingga larut

Pemanasan (P1) Pemanasan (P2) Pemanasan (P3)


T : 150°C T : 120°C T : 150°C
T : 150

Penambahan butter 50gr,kacang sangrai 100 gr dan soda kue 1 sdm

Pencampuran 2

Penuangan pada loyang

Pendinginan

Uji sensoris
Pembuatan Brittle Candy dilakukan dengan tiga perlakuan berbeda yaitu
pemanasan pada suhu berbeda dan ada atau tidaknya gula bertujuan untuk
mengetahui hasil akhir yang diberikan apakah Hard Crack kemudian mengetahui
cara pembuatan Brittle Candy yang sesuai dan benar. Bahan yang digunakan
kemudian dicampur pada pencampuran 1 tujuannya untuk menyatukan bahan
utama seperti GKP,sirup glukosa dan air. Kemudian sambil dilakukan
pengadukan, pada saat pencampuran juga dilakukan pemanasan agar bahan
menjadi homogen. Setelah itu dilakukan pemanasan pada suhu 150 °C (P1) ,
120°C (P2) dan 150°C (P3) tujuannya untuk memperoleh karamelisasi dan
mencapai hard crack. Kemudian dilakukan pencampuran 2 yaitu Penambahan
butter 50gr,kacang sangrai 100 gr dan soda kue 1 sdm. Tujuan dari penambahan
butter untuk flavouring dan warna keemasan, kacang sangria untuk flavour khas
peanut Brittle candy dan soda kue sebagai pembentuk tekstur sehingga diharapkan
menjadi Hard Crack. Kemudian setelah itu dilakukan penuangan pada loyang
dengan segera agar terbentuk Brittle candy yang diharapkan. Kemudian dilakukan
pendinginan untuk menurunkan suhu dan memberikan kesempatan pada adonan
Brittle Candy terbentuk, kemudian dilakukan pengujian sensoris berdasarkan
Brittle Candy dengan perlakuan berbeda dan membandingkan hasilnya.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Data Uji Sensoris
Sampel
Parameter
Tanpa glukosa, 150°C
Pengamatan 150°C (391) 120°C (473)
(592)
Aroma gula
Kacang dan Butter, kacang dan gula
Aroma hingga tidak
mentega kuat tapi tidak terlalu kuat
beraroma
Warna Kuning cerah Putih pucat, buram Kuning tidak rata
Dominan Butter dan gula
Rasa Sangat manis
butter seimbang
Daya Patah/ Tidak retak
Mudah patah Rapuh
Retak (lembek)
Panelis : 22 Orang

4.2 Pembahasan
Pembuatan Brittle Candy dilakukan dengan tiga perlakuan berbeda yakni
perlakuan pertama dengan pemberian sirup glukosa dipanaskan dengan suhu
150°C , perlakuan ke dua dipanaskan pada suhu 120°C dan yang ketiga perlakuan
tanpa penambahan sirup glukosa dan dipanaskan dengan suhu 150°C. Parameter
yang diamati adalah segi aroma, warna, rasa, dan daya retak dengan metode
pengujian sensoris oleh panelis. Kemampuan panelis tersebut meliputi
kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan
(discrimination), membandingkan (scalling) dan kemampuan menyatakan suka
atau tidak suka (hedonik) (Saleh, 2004).
4.2.1 Uji Aroma
Pengujian sensoris Brittle Candy yang dapat dengan mudah diamati dengan
pengujian aroma karena aroma terhadap suatu makanan ditentukan oleh
rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, dan pendengaran. Aroma adalah rasa dan bau yang sangat
subyektif serta sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan
kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap
individu memiliki kesukaan yang berlainan (Meilgaard et al. 2000). Selain itu,
cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula
(Moehyi 1992).

Berdasarkan data praktikum yang diperoleh, hasil uji aroma terhadap


Brittle Candy perlakuan pertama yaitu pemanasan suhu 150°C dengan kode 391
memiliki aroma kacang dan mentega yang kuat, kemudian pada perlakuan ke
dua tanpa penambahan sirup glukosa dengan kode 592 memperoleh aroma
butter,kacang dan gula tetapi aroma tersebut tidak terlalu kuat dan perlakuan ke
tiga dilakukan pemasakan Britle Candy menggunakan suhu 120°C menghasilkan
aroma gula hingga tidak beraroma. Dari ke tiga perlakuan tersebut hasil yang
paling menonjol aroma yang dimiliki oleh Brittle Candy terdapat pada perlakuan
pertama yaitu pemasakan dengan menggunakan suhu 150°C dan yang paling
rendah adalah pada perlakuan ke tiga yaitu pemasakan pada suhu 120°C. Hal
tersebut dikarenakan aroma yang terbentuk berasal dari bahan yang dimasukkan
dan akibat dari karamelisasi, sesuai dengan pernyataan dari Koswara(2009)
menyatakan bahwa karamelisasi merupakan precursor pembentuk flavor dan
warna yang khas menghasilkan warna coklat khas dan flavor mirip karamel,
senyawa-senyawa hasil karamelisasi juga dapat berperan dalam mencegah
kristalisasi gula. Juga suhu pemanasan berpengaruh pada hasil yang diberikan,
sehingga karamelisasi dapat terjadi. Pada perlakuan pertama suhu pemanasan
adalah 150°C dan pada perlakuan ke tiga 120°C hal tersebut sesuai dengan
literature dari Honig (1963) yang menyatakan bahwa suhu pemanasan yang
dilakukan untuk membuat Brittle Candy adalah pada rentang 149 – 154°C.
Apabila pemasakan masih dibawah 150°C maka terbentuknya aroma,flavour
masih belum sempurna karena precursor pembentuk flavour dan warna masih
belum terbentuk karena belum mencapai karamelisasi. Kemudian kacang dan
mentega juga mempengaruhi aroma Brittle Candy karena kacang sangrai memiliki
fungsi sebagai flavouring khas dan mentega juga mempunyai fungsi yang sama
untuk memberikan aroma khas ditambah dengan aroma gula yang mengalami
karamelisasi sehingga menghasilkan Brittle Candy yang sempurna. Serta yang
mempengaruhi kesukaan aroma dari Brittle Candy disebabkan karena
pengetahuan panelis terhadap produk yang diujikan. Secara keseluruhan aroma
yang paling disukai panelis adalah aroma perlakuan pertama yaitu adanya aroma
khas karamelisasi dan flavouring lainnya seperti kacang sangrai dan mentega serta
telah sesuai dengan literature pembuatan Brittle Candy.

4.2.2 Uji Warna


Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan
menarik . Menurut Kramer (1986) menyatakan bahwa warna adalah sebutan untuk
semua sensasi yang timbul dari aktivitas retina mata dan berhubungan dengan
mekanisme urat syaraf pada saat sesuatu mencapai mata. Sifat penglihatan atau
kenampakan dari sebuah produk merupakan sifat pertama yang diamati oleh
konsumen sedangkan sifat-sifat lain akan dinilai kemudian. Warna
termasuk dalam kenampakan. Oleh sebab itu warna merupakan salah satu unsur
kualitas sensoris yang paling penting untuk candy sebagai tahap awal penerimaan
terhadap produk yang diujikan.
Berdasarkan data praktikum yang diperoleh, hasil uji aroma terhadap
Brittle Candy perlakuan pertama yaitu pemanasan suhu 150°C dengan kode 391
memiliki warna kuning cerah, pada perlakuan ke dua yaitu tanpa penambahan
glukosa dengan kode 592 memiliki warna putih pucat dan buram, sedangkan pada
perlakuan ke tiga yaitu pemanasan suhu 120°C dengan kode 473 memiliki warna
kuning yang tidak rata. Sesuai dengan literature dari Koswara (2009) menyatakan
bahwa warna dari Brittle Candy adalah warna cokelat khas karamelisasi, karena
karamelisasi merupakan precursor pembentikan warna cokelat. Hasil yang
diperoleh dari ketiga perlakuan tersebut mengalami penyimpangan karena ketiga
nya berwarna kuning. Hal tersebut kemungkinan terjadi pemanasan belum
mencapai 149 – 154°C dan bisa juga terjadi karena formulasi pemberian sirup
glukosa yang tidak sesuai karena dalam pembuatan Brittle Candy menggunakan
gula invert atau gula kristal putih untuk mengharapkan terjadinya karamelisasi
dengan penambahan sirup glukosa atau sirup jagung untuk menghambat
pembentukan kristalin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol perbandingan
gula/sirup glukosa, serta gula/air. Pengujian sensoris warna juga dapat dipengaruhi
oleh pengetahuan panelis terhadap produk yang diujikan,karena setelah mendapat
ilmu dari produk terkait. Secara keseluruhan warna yang terbentuk dari ketiga
perlakuan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu Brittle Cnady
berwarna kuning yang seharusnya berwarna cokelat.
4.2.3 Uji Rasa
Persepsi rasa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh data-data yang
diperoleh oleh organ sensor lainnya. Informasi-informasi seperti bau dari
makanan, tekstur, suhu dan lain sebagainya dapat mempengaruhi rasa dari suatu
makanan (Martini dan Nath, 2009). Menurut Mason dan Nottingham (2002),
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan indra pengecap adalah suhu,
tidur, tingkat lapar, umur , dan jenis kelamin. Selain itu juga terdapat faktor
internal dan eksternal . Faktor-faktor internal yaitu faktor-faktor yang dapat
mencampuri fungsi indera terutama perasa dan pembauan panelis, kondisi
fisiologis, efek kontras, motivasi dan sugesti. Kondisi fisiologis indra pengecap
dapat mempengaruhi panelis dalam mendeteksi rasa. Jika semua faktor pada
panelis tersebut sedang dalam kondisi baik dan prima, maka akan didapatkan hasil
yang maksimal pada uji organoleptik. Pengujian rasa sangat mempengaruhi
kualitas Candy. Semakin manis rasa candy maka penilaian panelis terhadap
produk semakin disukai.

Berdasarkan data praktikum yang diperoleh, hasil uji aroma terhadap


Brittle Candy perlakuan pertama yaitu pemanasan suhu 150°C dengan kode 391
memiliki rasa dominan butter, pada perlakuan dua tanpa pemberian glukosa
dengan kode 592 memilikii rasa sangat manis dan pada perlakuan ke tiga adalah
pemanasan dengan suhu 120°C dengan kode 473 memiliki rasa butter dan gula
yang seimbang. Hal tersebut disebabkan karena pada perlakuan pertama terjadi
karamelisasi yang disebabkan karena pemanasan tinggi. Hal tersebut dikarenakan
aroma yang terbentuk berasal dari bahan yang dimasukkan dan akibat dari
karamelisasi, sesuai dengan pernyataan dari Koswara (2009) menyatakan bahwa
karamelisasi merupakan precursor pembentuk flavor,rasa dan warna yang khas
mirip caramel. Selain itu, pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan dari
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang meningkatkan rasa manis
(Buckle,dkk., 2009). Sesuai dengan literature dari Koswara (2009) menyatakan
bahwa jika mentega ditambahkan ke dalam sirup yang didihkan pada suhu tinggi
akan menghasilkan flavor yang menarik dan karakteristik (khas). Sehingga
apabila dalam pembuatan Brittle Candy telah mencapai suhu 149 – 154°C maka
akan terjadi karamelisasi sebagai precursor aroma,flavour dan rasa juga
penambahan bahan flavouring seperti mentega juga memengaruhi rasa menjadi
khas. Secara keseluruhan rasa yang terbentuk akibat dari karamelisasi dan
penambahan bahan flavouring seperti mentega menyebabkan Brittle Candy sesuai
dengan harapan dan pemanasan yang tepat yaitu pada suhu 150°C mempengaruhi
pembentukan rasa.

4.2.3 4 Uji daya retak


Tekstur juga dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Permen
brittle dalam referensi seharusnya memiliki terkstur keras tapi rapuh. Diketahui
pada tabel pengamatan bahwa tekstur pada perlakuan pertama dengan pemanasan
suhu 150oC ialah keras tapi rapuh, pada perlakuan kedua yaitu tanpa penambahan
glukosa yaitu rapuh dan terjadi kristalisasi, terbentuk seperti pasir namun
teksturnya rapuh sedangkan pada perlakuan suhu 120 oC memiliki tekstur lembek
dan lengket tapi ulet. Hal ini disebabkan karena perbedaan suhu perlakuan,
menurut literatur De Man (1997)tekstur keras dan rapuh dikarenakan brittle
diolah pada suhu 150 oC yang mencapai kondisi hard crack sedangkan pada suhu
130 oC hanya mencapai kondisi soft crack atau hard ballsehingga diperoleh
tekstur yang lunak. Menurut Hidayat (2004), Secara tradisional, campuran gula
dan air dipanaskan ke tahap hard crack sesuai dengan suhu sekitar 300°F (149-
154°C) akan membuat permen brittle ketika dingin dapat dengan mudah patah
menjadi kepingan-kepingan. Bila dibandingkan dengan perlakuan ke tiga yang
hanya dipanaskan sampai suhu (120 ˚C), maka permen ini hanya sampai pada
tahap firm ball (117-120 ˚C) yaitu dimana ketika dipanaskan pada suhu ini, sirup
gula berbentuk bola bila dimasukkan ke dalam air dan memiliki bentuk bila
dilepas, bola dengan tekstur sangat lembut dapat digulung diantara jari-jari
(Honig, 1963) sehingga dapat dikatakan sudah lumayan kaku seperti bentuk
karamel atau dodol basah. Namun, tahap ini tidak dikehendaki untuk permen
brittle karena diharapkan teksturnya keras dan mudah rapuh ketika dipatahkan
sedangkan pada tahap ini tingkat kerapuhannya tidak ada. Menurut Honig (1963),
pemanasan tahap firm ball (117-120 ˚C) cocok untuk pembuatan chewy candies.
Secara keseluruhan suhu yang tepat dalam pembuatan Brittle Candy adalah
pemanasan 149-154°C karena hasil akhir yang diharapkan adalah Hard crack.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh beberapa


kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses pembuatan permen brittle menggunakan prinsip karamelisasi dari


bahan utama yaitu gula kristal dengan bahan tambahan yaitu kacang
sangrai.Suhu pemanasan mempengaruhi hasil akhir dari Brittle Candy,
suhu yang sesuai adalah pada rentang 149-154°C sehingga
menghasilkan warna,aroma dan rasa yang khas serta memperoleh tekstur
Hard Crack.
2. Penambahan sirup glukosa mempengaruhi tekstur pada Brittle Candy
karena sifat glukosa sebahgai bahan penghambat kristalisasi, apabila
tidak diberikan maka menyebabkan tekstur tidak mencapai Hard Crack.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan permen khusunya permen
brittle ialah suhu, konsentrasi gula, senyawa kimia dan Interaksi
senyawa lain.

6.2 Saran

Saran dari kami untuk praktikum selanjutnya ialah setiap mahasiswa


diusahakan melakukan praktikum setiap acara. Karena menurut saya praktek atau
action langsung sangat bepengaruh terhadap ilmu yang didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A. 1987. IlmuPangan.Jakarta :Universitas Indonesia Press.

De Man. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung.


Bandung.

Fennema, O.W., 1985. Principle of Food Science, Food Chemistry,


2ndedition. Marcel Dekker Inc, New York.

Hidayat, N. dan Ken, I. 2004. Membuat Permen Jeli. Trubus Agrisina.


Surabaya.

Honig, 1963. Chocolate, Cocoa, and Confectionery. Churchill.


London.

Koswara.2009. Teknologi Pembuatan Permen. Ebookpangan.Com

Kramer .1986. Food Science. Third edition. The Avi Publishing Company. Inc.,
USA.
Malik, Ys; Goyal, Sm (May 2006). "Virucidal efficacy of sodium
bicarbonate on a food contact surface against feline
calicivirus, a norovirus surrogate". International Journal
of Food Microbiology 109 (1–2): 160–3.

Martini, F.H. dan J.L. Nath. 2009. Fundamentals of Anatomy and


Physiology 8th Edition. Benjamin Cummings: San Francisco.

Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation


Techniques. Boca Raton, Florida: CRC Press

Moehyi, S., 1992. Penyelenggara Makanan dan Jasa Boga. Bharata.


Jakarta.

Ningsih.2010.Dasar Pengolahan Gula, Bogor : Teknologi Hasil


Pertanian, Fatemeta, IPB.

Nottingham, S.M dan Mason, R.L. 2002. Sensory E valuation


Manual. Queensland: The University of Queensland.

Pratiwi,Wahyu, Amos Purwanto. 2008. Hard Candy dengan Flavor


dari Minyak Pala. Jurnal Sains dan Teknologi BPPT.
V4.n5.01.

Saleh. 2004. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit


Institut Teknologi Bandung, Bandung.

SNI 3547-1-2008

Sutrisno.2009. Teknologi Pembuatan Permen. Ebookpangan.Com

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai