Disusun oleh :
Nama : Sri Wulan Nwang Sari
NIM : 151710101138
THP-C/Kelompok (5)
Asisten :
1. Oriza Krisnata Wiwata
2. Dedi Kurniawan
3. Rizka Dwi Khairunnisa
4. Vika Nurluthfiyani
5. Wasilatul Imma
Dunia : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Dialypetaleae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan menjadi dua, yaitu
biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo atau Trinitario
sertahasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao yang berasal dari
tanaman kakao jenis Forastero) (BSN, 2008).
a. Criollo
Jenis ini menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal
sebagai edel cocoa atau cokelat mulia. Kulit buah berwarna merah atau
hijau, berbintil-bintil kasar dan lunak. Bijinya berbentuk bulat dan
berukuran besar, kulit bijinya (kotiledon) berwarna putih waktu masih
basah, biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan cokelat bermutu
tinggi. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan
oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produkproduk cokelat yang
bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan
karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif.
b. Forastero
Jenis ini menghasilkan biji cokelat yang memiliki mutu sedang atau
dikenal juga sebagai bulk cocoa atau ordinary cocoa. Kulit buah berwarna
hijau dan tebal. Bijinya tipis atau gepeng (pipih) dan kulit bijinya
(kotiledon) berwarna ungu waktu masih basah.
c. Trinitario
Gambar 6. Gula
Gula pasir yang dibutuhkan untuk pembuatan permen cokelat adalah yang
bermutu tinggi (SHS 1), kering dan bebas dari gula invert.Secara kuantitatif,
sebaiknya gula terdiri dari 99,8% sukrosa dengan kadar air antara 0,01-0,02%,
mineral 0,006-0,03%, dan gula invert 0,03-0,2%. Kadar air yang terlalu tinggi
akan menyulitkanproses refining atau conching. Gula dihaluskan sebelum
digunakan (Wahyudi, dkk., 2008). Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa
manis, ada beberapa jenis gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan
diantaranya adalah sukrosa.
2.3.5 Lesitin
Lecithin adalah emulsifier yang biasa ditambahkan dalam cokelat. Lesitin
ditambahkan sekitar 0,5% untuk mengurangi viskositas selama proses,
meningkatkan efisiensi conching.
Gambar 7. Lesitin
Penambahan lecithin mengurangi jumlah cocoa butter yang diperlukan
untuk mencapai tekstur yang diinginkan. Dengan demikian, penambahan lecithin
dapat mengurangi biaya produksi. Penambahan 0,3% lesitin mengurangi
viskositas cokelat dan meningkatkan toleransi cokelat untuk kelembaban
(Afoakwa et al. 2007). Namun, terlalu banyak lesitin menyebabkan off-flavor dan
meningkatkan viskositas cokelat. Di atas 0,5% lesitin, nilai rendemen dan
viskositas meningkat (Rector, 2000).
2.3.6 Vanili
Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu
tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Tanaman ini digunakan
untuk bahan penyegar, penyedap dan pengharum makanan, gula-gula, ice cream,
minuman, bahan obat-obatan (Helmy, 2008).
Gambar 8. Vanili
Pendinginan
Penimbangan
Biji Kakao
Sangrai
Nib Kulit
Penimbangan Penimbangan
Penimbangan 50 gram
Penimbangan kulit
Pemastaan
Pasta
Penimbangan
Tempering
Pendinginan dengan
Pendinginan dengan pengadukan sampai 28 oC Pendinginan tanpa
pengadukan sampai 28 oC dinaikkan 33 oC pengadukan sampai 28 oC
Pencetakan
Kakao 2
No. Parameter Sebelum disangrai Sesudah disangrai
1 Warna Cokelat gelap Cokelat
2 Aroma Lemah Kuat
3 Tekstur Kuat Rapuh
b. Kelompok 2
Kakao 1
No. Parameter Sebelum disangrai Sesudah disangrai
1 Warna Cokelat gelap Cokelat
2 Aroma Lemah Kuat
3 Tekstur Kuat Rapuh
Kakao 2
No. Parameter Sebelum disangrai Sesudah disangrai
1 Warna Cokelat gelap Cokelat
2 Aroma Lemah Kuat
3 Tekstur Kuat Rapuh
4.1.3 Pemastaan
Kelompok 5
Ulangan ke- Berat biji Berat setelah Tebal (pengamatan
cokelat (gram) pemastaan Thicknessmeter)
(gram) (mm)
1 206 10-2
2 100 86,01 223 10-2
3 225 10-2
Kelompok 6
Ulangan ke- Berat biji Berat setelah Tebal (pengamatan
cokelat (gram) pemastaan Thicknessmeter)
(gram) (mm)
1 284 10-2
2 100 94,81 236 10-2
3 303 10-2
Kecepatan leleh
Kode
Nama panelis
514 549 573
Viola A 3 2 1
M. Rizky D 3 3 4
Debra N 2 2 1
Riri R 3 2 1
Dewi L 3 4 1
M. Yusuf 3 4 2
Siti S 3 3 2
Kind A 3 4 2
Fina F 2 2 1
Wahyuni E 2 2 3
Lufi W 3 2 1
Ridzkia A 3 4 2
Hilda I 3 3 2
Sakinah 1 2 3
Rina K 2 3 1
Jumlah 39 42 27
Keterangan
514 = Temperingsuhu28Cdenganpengadukan
549 =Temperingsuhu28Ctanpapengadukan
573 = Temperingsuhu28Cdenganpengadukanlalusuhudinaikkan33C
Keteranganskor
1=tidakmudahmeleleh
2=kurangmudahmeleleh
3=agakmudahmeleleh
4=mudahmeleleh
5=sangatmudahmeleleh
Tekstur
Kode
Nama panelis
514 549 573
Viola A 3 3 2
M. Rizky D 3 3 4
Debra N 4 2 3
Riri R 3 2 1
Dewi L 3 2 1
M. Yusuf 4 4 3
Siti S 3 3 3
Kind A 3 2 3
Fina F 3 4 3
Wahyuni E 4 3 2
Lufi W 4 4 4
Ridzkia A 2 3 3
Hilda I 3 2 3
Sakinah 4 3 2
Rina K 4 4 4
Jumlah 50 44 41
Keterangan
514 = Temperingsuhu28Cdenganpengadukan
549 =Temperingsuhu28Ctanpapengadukan
573 = Temperingsuhu28Cdenganpengadukanlalusuhudinaikkan33C
Keteranganskor
1=tidaklembut
2=kuranglembut
3=agaklembut
4=lembut
5=sangatlembut
Daya patah
Kode
Nama panelis
514 549 573
Viola A 2 3 1
M. Rizky D 2 3 1
Debra N 1 2 1
Riri R 3 3 1
Dewi L 3 4 1
M. Yusuf 3 4 2
Siti S 3 3 1
Kind A 3 3 1
Fina F 2 2 1
Wahyuni E 3 2 2
Lufi W 4 4 1
Ridzkia A 3 3 2
Hilda I 3 3 1
Sakinah 2 2 1
Rina K 2 3 1
Jumlah 39 44 14
Keterangan
514 = Temperingsuhu28Cdenganpengadukan
549 =Temperingsuhu28Ctanpapengadukan
573 = Temperingsuhu28Cdenganpengadukanlalusuhudinaikkan33C
Keteranganskor
1=sangatmudahpatah
2=mudahpatah
3=agakmudahpatah
4=sulitpatah
5=sangatsulitpatah
Kelompok 4
Fraksi Persentasi kulit
1 2,7%
2 7,35%
3 4,83%
4.2.3 Pemastaan
Tidak dilakukan perhitungan pada percobaan ini
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Penyangraian
Proses penyangraian dilakukan melalui 4 kali ulangan dengan
menggunakan masing-masing 100 gram biji kakao. Pengamatan yang dilakukan
berupa analisa sensori dengan parameter pengamatan warna, aroma, dan tekstur.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, warna keseluruhan
pengulangan biji kakao setelah di sangrai menjadi cokelat, dengan aroma yang
lebih kuat dari sebelum disangrai dan teksturnya menjadi rapuh. Hasil
penyangraian cokelat yang didapatkan telah sesuai petunjuk penyangraian dan
menghasilkan biji kakao yang sesuai. Menurut Winanrno (2001), proses
penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa khas cokelat dari
biji kakao. Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao
mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas
cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi yang selama proses penyangraian
keduanya akan bereaksi membentuk senyawa Maillard. Warna cokelat yang
dihasilkan dipengaruhi oleh panas dan waktu yang dikenakan ada sample.
Penyangraian suhu 110 115 oC memberikan warna cokelat pada biji kakao
dengan produk yang dihasilkan adalah lemak kakao, gula-gula, dan red cocoa
powder (Minife, 1980). Reaksi Maillard juga berpengaruh pada perubahan warna.
Pembentukan aroma yang kuat dipengaruhi oleh penguapan senyawa volatile
(senyawa yang mudah menguap). Proses penyangraian terbentuk 400-500
komponen yang telah diidentifikasi dari bermacam bentuk fraksi volatil dan non-
volatil pada cokelat. antara lain asam, furan, pirazin, hidrokarbon, alkohol,
aldehid, keton, ester, amina, aksazol, komponen sulfur dan ester (Azizah, 2005).
Perubahan tekstur bekaitan dengan adanya perubahan kadar air dalam biji kopi.
Jika kadar air turun maka tingkat kekerasan pada biji kakao akan berubah. Hal ini
sesuai dengan literatur, kadar air biji kakao ditentukan oleh cara penyangraian dan
penyimpanannya. Kadar air biji kakao hasil pengeringan sebaiknya antara 6-7%.
Namun, kadar air yang terlalu rendah juga tidak baik karena biji kakao menjadi
sangat rapuh (Wahyudi dkk, 2008). Berdasarkan hasil perhitungan yang telah
dilakukan, jumlah penururnan rendemen air pada biji kakao berkisar antara 5-
15%. Jumlah penururnan rendemen berbeda-beda tetapi tidak signifikan
menandakan bahwa sample dan perlakukan yang diterapkan pada proses
penyangraian sama.
5.3 Pemastaan
Proses pemastaan dilakukan menggunakan mesin pemastaan pada 100
gram nibdengan 2 sample. Setelah pemastaan kemudian dilakukan pengamatan
yang meliputi berat setelah pemastaan (rendemen) dan diukur ketebalannya
(ukuran partikel) dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing sample
menggunakan thickness meter.Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan, berat pasta kakao yang telah diproduksi 86,01 dan 94, 81, memiliki
selisih 5-15 gram dari berat biji kakao awal. Tidak terdapat perlakuan pada
masing-masing sample, perbedaan berat pemastaan yang diproduksi dikarenakan
banyak pasta kakao yang masih tertinggal dalam mesin pemasta. Ukuran partikel
pasta coklat yang didapatkan dari hasil pemastaan adalah 2-3 mm. Faktor yang
dapat mempengaruhi pengecilan ukuran adalah kadar air dan sensitivitas bahan
terhadap energi panas. Perbedaan ini juga dapat disebabkan karena kekerasan biji
kakao. Kekerasan biji kakao juga berhubungan dengan kadar air pada biji kakao.
Kadar air pada biji kakao yang berbeda-beda inilah yang mempengaruhi ukuran
dari partikel pasta kakao. Pada prinsipnya biji kakao yang memiliki kadar air yang
rendah akan memiliki tingkat kerapuhan yang tinggi (Kent, 1993). Sample hasil
pemastaan yang dilakukan tidak memiliki ukuran partikel yang sesuai dengan
ketentuan hasil pasta kakao yang dapat diolah menjadi coklat. Sample hasil
pemastaan yang didapatkan 2-3mm atau 2000-3000 m. Menurut Mulato., et al
(2004) nib yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan sampai
ukuran tertentu (<20 m) dan menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan
atau penghalusan nib kakao dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghancuran untuk
merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran >40 m dengan
menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian disusul proses pelumatan
dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta
dengan ukuran partikel <20 m.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan,
dapat ditarik kesimulan berupa :
1. Selama proses penyangraian terjadi proses perubahan fisik dan kimiawi
pada biji kakao berupa warna menjadi coklat, aroma semakin kuat dan
tekstur yang rapuh.
2. Pemisahan kulit biji dilakukan menggunankan mesin winnowing kurang
efisien dikarenakan ukuran kulit biji terlalu besar dan pengaruh kadar air,
sehingga masih banyak kulit biji terikut.
3. Ukuran partikel pemastaan tidak sesuai dengan ketentuan pada sumber
dikarenakan perlakuan pemastaan yang hanya sekali dan dipengaruhi oleh
faktor kekerasan biji dan kadar air.
4. Sample coklat dengan temperingsuhu28Ctanpapengadukanmemiliki
nilai penerimaan tertinggi dan coklat dengan tempering suhu 28 C
denganpengadukanlalusuhudinaikkan33Cmerupakancoklatdengan
nilaipenerimaanterendah.
6.2 Saran
Sebaiknya praktikum dapat dilakukan dengan lebih kondusif dan masing-
masing mahasiswa dapat mengetahui proses penbuatan coklat secara real dan
berurutan.
DAFTAR PUSTAKA
Afoakwa, E.O., Paterson, A. And Folwer, M. 2007. Factors influencing
rheological and textural qualities in chocolatea review. Trends Food Sci.
Technol. 18(6), 290298.
Azizah, Siti. 2005. Uji Kinerja Mesin Sangrai Tipe Silinder Horisontal Berputar
Untuk Penyangraian Biji Kakao Under Grade. Jurusan Teknik
Pertanian. Jember : Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3749 : 2009 Kakao Massa. Jakarta :
Badan Standardisasi Nasional.
Beckett, S. T. 2009. Industrial Chocolate Manufacture And Use. 4th edition.
Wiley-Blackwell, York, UK,
BSN. 2008. SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Jakarta.
BSN. 2009. Kakao Massa SNI 3749 : 2009. Jakarta : Badan Standar Nasional.
BSN. 2009. Lemak Kakao SNI 3748 : 2009. Jakarta : Badan Standar Nasional.
Geiselman, P.J., Smith, C.F., Williamson, D.A., Champagne, C.M., Bray, G.A.
And Ryan, D.H. 1998. Perception of sweetness intensity determines
womens hedonic and other perceptual responsiveness to chocolate food.
Appetite 1998(31), 3748.
Guinard, J.X. and Mazzucchelli, R. 1999. Effects of sugar and fat on the sensory
properties of milk chocolate: Descriptive analysis and instrumental
measurements. J. Sci. Food Agric. 79(11), 13311339.
Hasbawati, 2006. Karakteristik Fisik Biji Buah Kakao Menurut Posisinya Pada
Pohon. Makassar : Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas
Hasanuddin.
Hayatinufus, L. Tobing, A. 2010. Modern Indonesian Chef. Jakarta: Dian Rakyat.
Minife, B.W. 1980. Chocolate Cacao and Confectionary Science and Technology.
The Avi Publishing Co. Westport. Connecticut
Moeljaningsih. 2006. Pengaruh Penambahan Lesitin TerhadapKualitas Permen
Coklat SelamaPenyimpanan Pada Suhu Kamar. Medan : Badan
KetahananPangan Sumatera Utara.
Mulato, S., Sukrisno, W., Misnawi, Edy, S. 2004. Petunjuk Teknis Pengolahan
Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia.
Ruku, S. 2008. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Kering Menjadi produk Olahan
Setengah Jadi. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian, 2008. Kendari :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara.
Septianti, E. 2013. Teknologi Pengolahan Primer dan Sekunder Biji Kakao. Sinar
Tani Agroinovasi Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII. Makassar
: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Supriyanto dan Marseno, D, W. 2010. Penyangraian Hancuran Nib Kakao Dengan
Enerji Gelombang Mikro Untuk Menghasilkan Cokelat Bubuk.
AGRITECH, Vol. 30, No. 4, NOVEMBER 2010. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Susanti, 2012. Studi Pembuatan Dark Cokelat Dengan Penambahan Ekstrak Jahe
(zingiberofficinale) Sebagai Bahan Pengisi. Program Studi Ilmu
Teknologi Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Makassar : Universitas Hasanuddin.
Susanto, F. X. Ir. 1994. Tanaman kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil).
Yogyakarta : Kanisius.
Susanto,F.X., 1994.Tanaman Kakao.Yogyakarta : Kanisius. Hlm 137.
Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.
Towaha, J., Anggraini, D, A., dan Rubiyanto. 2012. Keragaan Mutu Biji Kakao
dan Produk Turunannya Pada Berbagai Tingkat Fermentasi: Studi kasus di
Tabanan, Bali. Pelita Perkebunan 28 (3) 2012, 166-183. Sukabumi : Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar.
ACARA 1
KELOMPOK 1
Kakao 1
Berat kakao awal : 100 gram
Berat kakao
setelah disangrai : 92,63 gram
Berat uap : Berat kakao awal Berat kakao setelah disangrai
= (100 92,63) gram
= 7,37 gram
Rendemen :
=
= 93%
Kakao 2
Berat kakao awal : 100 gram
Berat kakao
setelah disangrai : 85,23 gram
Berat uap : Berat kakao awal Berat kakao setelah disangrai
= (100 85,23) gram
= 14,77 gram
Rendemen :
=
= 85%
KELOMPOK 2
Kakao 1
=
= 86%
Kakao 2
Berat kakao awal : 100 gram
Berat kakao
setelah disangrai : 98,68 gram
Berat uap : Berat kakao awal Berat kakao setelah disangrai
= (100 98,68) gram
= 1,32 gram
Rendemen :
=
= 99%
ACARA 2
KELOMPOK 3
Presentasi kulit = *100%
Fraksi ke-1
1,98:(92,21+1,98)*100%= 2,102%
Fraksi ke-2
2,60:(29,56+2,60)*100%= 8,084%
Fraksi ke-3
2,60:(15,93+2,60)*100%=14,031%
KELOMPOK 4
Presentasi kulit = *100%
Fraksi ke-1
2,35:(84,79+ 2,35)*100%= 2,7%
Fraksi ke-2
2,33:(29,35+2,33)*100%= 7,35%
Fraksi ke-3
1,38:(27,21+1,38)*100%= 4,83%
Fraksi ke-3
1,38:(27,21+1,38)*100%= 4,83%
LAMPIRAN DOKUMENTASI
1. Penyangraian Biji Kakao
No Gambar Keterangan
.
3. Penyangraian
4. Pendinginan
No Gambar Keterangan
3. Mesin winnowing
4. Pengambilan nib
3. Pemastaan
No Gambar Keterangan
4. Pengolahan Cokelat
No Gambar Keterangan
1
Pengecilan ukuran
Pencampuran bahan
Refining
4 Conching
5
Tempering
Pencetakan