Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah
Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6% (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2013). Dengan demikian, komoditas kakao memegang
peran penting dalam perekonomian nasional dan menjadi salah satu komoditas
andalan nasional setelah karet dan kelapa sawit.
Hingga saat ini, kurang lebih 90% petani menjual kakao dalam bentuk biji
untuk diekspor, namun mutu biji kakao tersebut masih rendah karena tidak
difermentasi, kandungan kadar air masih rendah, terserang jamur, tercampur
dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya. Hal ini berdampak pada negara
tujuan ekspor kakao, terutama di Amerika Serikat. Kakao Indonesia diberlakukan
penahan otomatis (automatic detention) dan potongan harga (automatic discount)
di Amerika Serikat sehingga daya saingnya menjadi lebih rendah dari kakao yang
diproduksi oleh negara lain.
Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu kakao yang dihasilkan, yaitu
penanganan dari tingkat kebun (on-farm) dan penanganan pascapanen.
Penanganan pascapanen kakao merupakan penentu mutu produk akhir kakao
karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon cita rasa khas kakao dan
pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, seperti rasa pahit dan sepat.
Dengan penanganan pascapanen yang tepat, kakao yang dihasilkan memiliki
mutu yang tinggi. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai penanganan pascapanen
kakao yang tepat diperlukan demi menghasilkan mutu kakao yang baik.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka makalah yang berjudul “Penanganan
Pascapanen Kakao” disusun agar pengetahuan mengenai penanganan kakao,
seperti proses pemanenan, sortasi, fermentasi, dan pengolahan dapat diketahui
dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam makalah ini adalah:


1. Bagaimana tahapan proses penanganan pascapanen kakao?
2. Bagaimana proses pemetikan dan sortasi buah kakao?
3. Bagaimana pemecahan buah kakao?
4. Bagaimana proses fermentasi kakao dan apa pengaruhnya?
5. Bagaimana proses penjemuran/pengeringan biji kakao dan manfaatnya?
6. Bagaimana proses sortasi biji kering kakao dan apa manfaatnya?
7. Bagaimana tahapan dan syarat pengemasan biji kakao?
8. Bagaimana kondisi dan syarat penyimpanan/pergudangan biji kakao?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:


1. Mengetahui tahapan proses penanganan pascapanen kakao.
2. Mengetahui proses pemetikan dan sortasi buah kakao.
3. Mengetahui pemecahan buah kakao.
4. Mengetahui proses fermentasi kakao dan apa pengaruhnya.
5. Mengetahui proses penjemuran/pengeringan biji kakao dan manfaatnya.
6. Mengetahui proses sortasi biji kering kakao dan apa manfaatnya.
7. Mengetahui tahapan dan syarat pengemasan biji kakao.
8. Mengetahui kondisi dan syarat penyimpanan/pergudangan biji kakao.

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan mengenai penanganan


pascapanen kakao bagi yang berkaitan dengan lapangan, seperti petani/kelompok
tani dan pelaku usaha.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kakao (Theobroma cacao LINN)

Kakao adalah buah yang berasal dari tanaman kakao (Theobroma cacao
LINN) baik kakao mulia (fine cocoa) maupun kakao lindak (bulk cacao). Biji
kakao mulia (fine cocoa) adalah biji yang berasal dari tanaman kakao jenis
Criollo sedangkan biji kakao lindak (bulk cocoa) adalah biji yang berasal dari
tanaman kakao jenis Forastero [ CITATION Nat12 \l 1033 ].

Gambar 1. (a) Biji kakao mulia; (b) Biji kakao lindak

Sunanto (1994) dalam Anonim (tanpa tahun) mengatakan bahwa


sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling
banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis,
yaitu:
1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika
Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan
dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan
banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan
produkproduk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia
banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami
fase generatif.
2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan
menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal
juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai
kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik,
relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao
mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai
gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada
kakao mulia.
3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan
Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang
termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR)
dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan
pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen
sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback)
serta aspek agronominya mudah.

2.2 Proses Penanganan Pascapanen Kakao

Proses penanganan pascapanen dapat dilihat dari alur berikut:

Gambar 2. Tahapan Pengolahan Kakao

Pengolahan atau penanganan pasca panen kakao yang penting mencakup


pelepasan pulp dan pengeringan karena kedua tahapan ini menentukan kualitas
biji keringnya. Pelepasan pulp dapat dilakukan secara fisik, yaitu meremas-remas
biji, tetapi dalam dunia perdagangan dipersyaratkan kakao biji harus difermentasi
karena tanpa difermentasi menghasilkan biji berkualitas rendah [ CITATION Arn13 \l
1033 ].
2.2.1 Tahap 1 – Pemetikan dan Sortasi Buah

Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Panen harus
dilakukan pada umur/waktu, cara dan sarana yang tepat. Alat panen yang
digunakan dengan menggunakan sabit, gunting atau alat lainnya [ CITATION
Arn13 \l 1033 ].
Hal yang harus diperhatikan pada saat pemanenan ialah :
1. Buah kakao dipanen atau dipetik tepat masak. Kriteria buah masak adalah
alur buah berwarna kekuningan untuk buah yang warna kulitnya merah pada
saat masih muda, atau berwarna kuning tua atau jingga untuk buah yang
warna kulitnya hijau kekuningan pada saat masih muda.
2. Menjaga agar buah tidak rusak atau pecah, dan menjaga agar bantalan buah
juga tidak rusak karena ini merupakan tempat tumbuhnya bunga untuk
periode selanjutnya.
3. Pemanenan terhadap buah muda atau lewat masak harus dihindari karena
akan menurunkan mutu biji kakao kering. Buah yang tepat masak mempunyai
kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan senyawa penyusun
lemak di dalam biji. Panen buah yang terlalu tua akan menurunkan rendemen
lemak dan menambah presentase biji cacat (biji berkecambah). Panen buah
muda akan menghasilkan biji kakao yang bercitarasa khas cokelat tidak
maksimal, rendemen yang rendah, presentase biji pipih (flat bean) tinggi dan
kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi.
4. Apabila ada alasan teknis atau alasan lain yang sangat mendesak seperti
serangan hama atau penyakit, pemanenan buah kakao dapat dilakukan
sebelum tepat masak. Hal ini untuk menghindari kehilangan produksi yang
lebih banyak.

Gambar 3. Grafik Menurut Ukuran dan Umur Kematangan Buah Kakao


Setelah melakukan pemanenan, pemisahan buah yang baik dengan buah
yang rusak atau terserang hama/penyakit. Buah yang terserang hama/penyakit
langsung dibenamkan ke dalam tanah agar pada saat melakukan pemecahan buah,
biji kakao yang sehat akan tercampur dengan biji kakao yang sakit/cacat sehingga
mengakibatkan rendahnya kualitas biji kering. Sortasi buah kakao merupakan hal
sangat penting terutama jika buah hasil panen harus ditimbun terlebih dahulu
selama beberapa hari sebelum dikupas kulitnya [ CITATION Nat12 \l 1033 ].

2.2.2 Tahap 2 – Pemeraman atau Penyimpanan Buah

Pemeraman buah bertujuan untuk memperoleh keseragaman kematangan


buah serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman baik
dilakukan terutama pada saat panen rendah sambil menunggu buah hasil panen
terkumpul cukup banyak 400 – 500 buah atau setara dengan 35 – 40 kg biji kakao
basah, agar jumlah minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi. Pada tahap
pemeraman ini, apabila sortasi buah tidak dilakukan dengan cermat, maka tingkat
kehilangan panen akibat busuk buah akan cukup tinggi [ CITATION Ano09 \l 1033 ]
Pemeraman buah dilakukan dengan menimbun buah kakao hasil panen di
kebun selama 5 – 12 hari tergantung kondisi setempat dan tingkat kematangan
buah dengan cara :
1. Memilih lokasi penimbunan di tempat yang bersih, terbuka (tetapi terlindung
dari panas matahari langsung), dan aman dari gangguan hewan.
2. Buah dimasukkan ke dalam keranjang atau karung goni, dan diletakkan di
permukaan tanah yang telah dipilih sebagai lokasi penimbunan dengan dialasi
daun-daunan.
3. Permukaan tumpukan buah ditutup dengan daundaun kering.
Kegiatan pemeraman bisa dilakukan pada saat panen rendah untuk
mendapatkan jumlah minimal buah dalam proses fermentasi sedangkan pada saat
panen puncak kegiatan pemeraman tidak perlu dilakukan [ CITATION Ano12 \l
1033 ].

Gambar 5. Pemeraman Buah

2.2.3 Tahap 3 – Pemecahan Buah

Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan


biji kakao, pemecahan buah kakao harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak
melukai atau merusak biji kakao [ CITATION Nat12 \l 1033 ].
1. Pemecahan buah kakao sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau
memukulkan buah satu dengan buah lainnya.
2. Apabila pemecahan buah menggunakan golok atau sabit maka harus
dilakukan dengan hati-hati supaya biji kakao tidak terlukai atau terpotong
oleh alat pemecah, karena akan meningkatkan jumlah biji cacat dan mudah
terinfeksi oleh jamur.
3. Setelah kulitnya terbelah, biji kakao diambil dari belahan buah dan ikatan
empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan tangan harus
sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk, pestisida,
minyak dan kotoran, dapat mengganggu proses fermentasi atau mencemari
produk akhirnya.
4. Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran pengganggu maupun
biji cacat, kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik atau karung plastik
yang bersih untuk dibawa ke tempat fermentasi, sedang plasenta yang
melekat pada biji dibuang.
5. Biji-biji yang sehat harus segera dimasukkan ke dalam wadah fermentasi
karena keterlambatan proses dapat berpengaruh negatif pada mutu akibat
terjadi pra-fermentasi secara tidak terkendali.
6. Untuk penanganan pascapanen kakao dengan kapasitas besar, dapat
digunakan mesin pemecah kulit buah kakao.

2.2.4 Tahap 4 – Fermentasi

Pengolahan biji kakao petani, diantaranya adalah teknologi fermentasi.


Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak
hanya bertujuan untuk melepaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji,
namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang
enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji
[ CITATION Pur13 \l 1033 ].

Gambar 6. Perbandingan biji kakao yang terfementasi, sebagian terfermentasi, dan


tanpa fermentasi

Beberapa faktor yang diperhatikan dalam proses fermentasi biji adalah :


1. Sarana fermentasi biji yang ideal adalah dengan menggunakan kotak dari
kayu yang diberi lubanglubang. Untuk skala kecil (40 kg biji kakao)
diperlukan kotak dengan ukuran panjang dan lebar masing-masing 40 cm dan
tinggi 50 cm. Untuk skala besar 700 kg biji kakao basah diperlukan kotak
dengan ukuran lebar 100 – 120 cm, panjang 150 – 165 cm dan tinggi 50 cm.
Jika peti fermentasi sulit diperoleh, dapat digantikan dengan keranjang
bambu.
2. Tinggi tumpukan biji kakao minimal 40 cm agar dapat tercapai suhu
fermentasi 45-48 0C.
3. Berat biji yang difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan
kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup sehingga proses
fermentasi biji dapat berjalan dengan baik.
4. Pengadukan/pembalikan biji dilakukan setelah 48 jam proses fermentasi

Gambar 7. Kotak Fermentasi

Metode fermentasi dalam tumpukan dilakukan dengan cara menimbun atau


menumpuk biji kakao segar di atas daun pisang hingga membentuk kerucut.
Permukaan atas tumpukan biji ditutup dengan daun pisang atau karung goni atau
penutup lainnya yang memungkinkan udara masuk. Penutupan berfungsi untuk
mencegah pembuangan panas yang terlalu besar. Pada metode ini, pekebun
dianjurkan untuk melakukan fermentasi selama 6 hari dengan pengadukan
sebanyak dua kali. Keuntungan metode fermentasi dalam tumpukan adalah
penggunaannya yang sederhana dan tidak membutuhkan wadah khusus sehingga
mudah dilakukan oleh petani. Namun, karena dilakukan hanya diatas daun pisang,
fermentasi harus dilakukan di tempat teduh dan terlindung dari hujan dan cahaya
matahari langsung serta perlu dijaga dari kemungkinan biji menjadi kotor oleh
tanah [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

Gambar 8. Fermentasi dengan cara menumpuk

Lama fermentasi biji optimal adalah 4 – 5 hari (4 hari bila udara lembab dan
5 hari bila udara terang). Proses fermentasi biji yang terlalu singkat (kurang dari 3
hari) menghasilkan biji ungu agak keabu-abuan sedangkan biji yang tidak
terfermentasi akan menghasilkan biji slaty dengan tekstur pejal. Proses fermentasi
biji yang terlalu lama (lebih dari 5 hari) menghasilkan biji rapuh dan berbau
kurang sedap atau berjamur. Keduanya merupakan cacat mutu [ CITATION Nat12 \l
1033 ].

2.2.5 Tahap 5 – Perendaman dan Pencucian

Perendaman dan pencucian biji bukan merupakan cara baku, namun


dilakukan atas dasar permintaan pasar. Tujuan perendaman dan pencucian adalah
untuk menghentikan proses fermentasi, mempercepat proses pengeringan,
memperbaiki penampakan biji dan mengurangi kadar kulit. Biji yang dicuci
mempunyai penampakan lebih bagus, namun agak rapuh. Pencucian yang
berlebihan menyebabkan kehilangan bobot, biji mudah pecah dan peningkatan
biaya produksi [ CITATION Nat12 \l 1033 ].
Tahapan perendaman dan pencucian biji adalah biji direndam selama 1 - 2
jam, kemudian dilakukan pencucian ringan secara manual atau mekanis. Biji
kakao dari buah yang sudah diperam selama 7 – 12 hari tidak perlu dicuci karena
kadar kulitnya sudah rendah [ CITATION Nat12 \l 1033 ].

2.2.6 Tahap 6 - Pengeringan

Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao menjadi ≤
7,5 % supaya aman untuk disimpan. Pengeringan biji dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu : [ CITATION Nat12 \l 1033 ].
1. Penjemuran :
a. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari langsung di
atas para-para atau lantai jemur. Saat cuaca cerah dengan lama waktu
penyinaran 7 – 8 jam per hari, untuk mencapai kadar air maksimal 7,5 %
diperlukan waktu penjemuran 7 – 9 hari.
b. Tebal lapisan biji kakao yang dijemur 3 – 5 cm (2 –3 lapis biji atau 8 – 10
kg biji basah per m2).
c. Setiap 1- 2 jam dilakukan pembalikan.
d. Alat penjemur sebaiknya dilengkapi dengan penutup plastik untuk
melindungi biji kakao dari air hujan. Bila matahari terik, plastik dibuka
dan digulung
Gambar 9. Penjemuran

2. Mekanis :
a. Dilakukan dengan menggunakan mesin pengering. Penggunaan mesin ini
sebaiknya secara berkelompok karena membutuhkan biaya investasi yang
besar.
b. Dengan pengaturan suhu 55 – 60 0C, diperlukan waktu 40 – 50 jam untuk
dapat mencapai kadar air biji kakao maksimal 7,5 %.
3. Kombinasi penjemuran dan mekanis:
a. Dilakukan penjemuran terlebih dahulu selama 1 - 2 hari (tergantung cuaca)
sehingga mencapai kadar air 20 – 25 %.
b. Setelah biji kakao dijemur, dimasukkan ke dalam mesin pengering.
Dengan cara ini, diperlukan waktu di mesin pengering selama 15 – 20 jam
untuk dapat mencapai kadar air maksimal 7,5 %.

2.2.7 Tahap 7 – Sortasi Biji Kering

Sortasi biji kakao kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik
dan cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu, kulit dan
daun-daunan. Penentuan sortasi ditujukan untuk memisahkan biji kakao dari
kotoran yang melekat dan mengelompokkan biji menjadi berdasarkan
kenampakan fisik dan ukuran biji yang seragam. Tercampurnya biji kakao dengan
bukan biji, seperti plasenta, pecahan kulit, batu/kerikil, benda asing selain biji
akan menurunkan nilai mutu terhadap biji kakao yang kita miliki [ CITATION
Nat12 \l 1033 ].
Sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan atau mesin sortasi yang
memisahkan biji kakao berdasarkan ukuran. Sesuai dengan SNI biji kakao No
2323:2008/ Amd 1:2010, biji kakao dikelompokkan kedalam 5 (lima) kriteria
ukuran yaitu :
1. Mutu AA : jumlah biji maksimum 85 per 100 gram.
2. Mutu A : jumlah biji 86 – 100 per 100 gram.
3. Mutu B : jumlah biji 101 – 110 per 100 gram.
4. Mutu C : jumlah biji 111 – 120 per 100 gram
5. Mutu S : lebih besar dari 120 biji per 100 gram

2.2.8 Tahap 8 – Pengemasan

Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan atau membungkus produk


dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan
faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan. Pengemasan harus dilakukan
secara hati-hati agar tidak rusak [ CITATION Nat12 \l 1033 ].
Dalam pengemasan dan penyimpanan biji kakao yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1. Biji yang telah disortasi kemudian dikemas dalam karung, dengan berat bersih
per karung 60 kg.
2. Setiap karung diberi label yang menunjukkan nama komoditi, jenis mutu dan
identitas produsen menggunakan cat dengan pelarut non minyak. Penggunaan
cat berminyak tidak dibenarkan karena dapat mengkontaminasi aroma biji
kakao.
3. Biji kakao disimpan di ruangan yang bersih, kelembaban tidak melebihi 7,5
%, ventilasi cukup, dan tidak dicampur dengan produk pertanian lainnya yang
berbau keras karena biji kakao dapat menyerap bau-bauan.
4. Tumpukan maksimum biji kakao adalah 6 karung, tumpukan karung diberi
alas dengan palet dari papanpapan kayu setinggi 8 – 10 cm, jarak dari dinding
15 – 20 cm. Jarak tumpukan karung dari plafon minimum 100 cm.

2.3 Standar Mutu

Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur untuk pengawasan mutu. Setiap
biji kako yang akan dipasarkan harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi
oleh lembaga yang ditunjuk [ CITATION Nat12 \l 1033 ].
Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia
Biji Kakao (SNI 2323:2008/Amd 1:2010). Standar mutu terbagi atas dua syarat
mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Secara umum syarat umum biji kakao
yang tertera didalam SNI ditentukan atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan
tingkat kontaminasi benda asing [ CITATION Nat12 \l 1033 ].
Gambar 10. Tabel persyaratan umum biji kakao

Untuk mendapatkan mutu biji kakao yang memenuhi standar, seragam, dan
konsisten, setiap tahapan proses harus diawasi secara reguler dan berkelanjutan
agar pada saat terjadi penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran
dapat segera dilakukan. Pengawasan proses dan kontrol mutu biji kakao harus
dilakukan secara terencana dan teratur. Dengan demikian, jika terjadi
penyimpangan terhadap baku mutu suatu tindakan koreksi segera dapat dijalankan
[ CITATION Nat12 \l 1033 ].

Gambar 11. Tabel Spesifikasi Biji Kakao Standar Kualitas Nasional (SNI)
2.4 Pengolahan Biji Kakao menjadi Cocoa Butter dan Cocoa Powder

Di pabrik pengolahan makanan dan minuman yang menggunakan biji coklat


sebagai salah satu bahan produk yang akan dibuat, biji kakao kering akan
mengalami proses pengolahan kembali. Pengolahan di tingkat ini seringkali
disebut proses refinasi kakao menjadi bubuk coklat selanjutnya menjadi bahan
berbagai produk makanan dan minuman. Secara umum proses produksi bubuk
coklat hampir sama di mana pun, hanya ada perbedaan kecil yang disebabkan
oleh perbedaan sifat-sifat biji kakao yang diproses karena berasal dari spesies
yang berbeda. Tetapi, umumnya pabrik pengolahan biji kakao menggunakan
mesin yang sama untuk mengolah biji kakao menjadi cocoa butter dan cocoa
powder [ CITATION Usm16 \l 1033 ].

Gambar 11. Proses pengolahan biji kakao menjadi berbagai produk olahan
Untuk memperoleh coklat bubuk, maka sebagian lemak coklat (cocoa
butter) yang ada di dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran
lemak dilakukan dengan mengepress pasta menggunakan pengepress (hidraulik
atau mekanis) pada tekanan 400 – 500 bar dan suhu 90 – 100 oC [ CITATION Elv11 \l
1033 ].
Lemak coklat panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya dari
kotoran yang mungkin terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan didinginkan.
Lemak coklat ini digunakan oleh industri coklat [ CITATION Elv11 \l 1033 ].
Bungkil biji hasil dari pengepressan dihaluskan dengan menggunakan alat
penghalus (breaker) dan diayak untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang
seragam. Kadar lemak didalam coklat bubuk berkisar antara 10 – 22%. Bubuk
coklat dengan kadar lemak yang lebih tinggi biasanya memiliki warna yang lebih
gelap dan flavor yang lebih ringan. Coklat bubuk ini digunakan dalam berbagai
produk pangan, misalnya untuk membuat minuman coklat, pembuatan untuk cake,
puding, ice cream dan sebagainya [ CITATION Elv11 \l 1033 ].
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, kesimpulan dalam makalah ini adalah


1. Tahapan proses penanganan pascapanen kakao mulai dari pemetikan,
pemeraman buah, pemecahan buah, fermentasi, perendaman dan pencucian,
pengeringan, sortasi biji kering, dan pengemasan.
2. Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Setelah melakukan
pemanenan, pemisahan buah yang baik dengan buah yang rusak atau
terserang hama/penyakit. Buah yang terserang hama/penyakit langsung
dibenamkan ke dalam tanah agar pada saat melakukan pemecahan buah, biji
kakao yang sehat akan tercampur dengan biji kakao yang sakit/cacat sehingga
mengakibatkan rendahnya kualitas biji kering.
3. Pemeraman buah bertujuan untuk memperoleh keseragaman kematangan
buah serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman baik
dilakukan terutama pada saat panen rendah sambil menunggu buah hasil
panen terkumpul cukup banyak 400 – 500 buah atau setara dengan 35 – 40 kg
biji kakao basah, agar jumlah minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi.
4. Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan
biji kakao.
5. Fermentasi bertujuan untuk melepaskan biji kakao dari pulp dan mematikan
biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa
cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit
pada biji
6. Perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan proses fermentasi,
mempercepat proses pengeringan, memperbaiki penampakan biji dan
mengurangi kadar kulit.
7. Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao menjadi ≤
7,5 % supaya aman untuk disimpan.
8. Sortasi biji kakao kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik dan
cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu, kulit dan
daun-daunan.
9. Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan atau membungkus produk
dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari
gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan.

3.2 Saran

Pembahasan mengenai proses pengolahan biji kakao menjadi beberapa


produk lebih diperbanyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U., n.d. Materi IV - Pengolahan Kakao. [Online]


Available at: http://web.ipb.ac.id/~usmanahmad/Pengolahankakao.htm
[Diakses 2 May 2016].

Anonim, n.d. Bab 1 Pendahuluan. [Online] Available at:


http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-192-39373615
gabung.pdf [Diakses 2 May 2016].

Anonim. 2012. Pengolahan Kakao. [Online] http://kadin-indonesia.or.id. [Diakses


2 May 2016].

Arnawa, G. et al., 2013. Psca Panen, Pengolahan Biji Kakao dan Fermentasi.
Medan: SCPP.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Teknologi Fermentasi untuk Meningkatkan


Kualitas Biji Kakao Indonesia. [Online] http://ditjenbunpertanian.go.id.
[Diakses 2 May 2016].

Natawidjaya, H. et al., 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Kakao.


Jakarta: Direktur Jenderal Perkebunan.

Purwanto, E. H., 2013. Perbaikan Mutu Biji Kakao Indonesia dengan Penerapan
Teknik Fermentasi. s.l.:TREE.

Syamsir, E., 2011. Ilmu Pangan. [Online] Available at:


http://ilmupangan.blogspot.co.id/2011/02/mengenal-proses-pembuatan
coklat.html [Accessed 2 May 2016].

Anda mungkin juga menyukai