Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENANGANAN PASCA PANEN

“PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN CABAI


(Capsicum annum L.)”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Penanganan Pasca
Panen

Disusun oleh:
Iis Sulsiah 4442170001
May Warda Apipah 4421700005
Virgiana Fitri Utari 4442170071
Taufiq Ridhwanto 4442170092
Dinar Wilutami 4442180026
Kelas : VI A

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjat puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah Penanganan Pasca Panen dengan baik dan lancar. Makalah ini
penulis susun untuk memenuhi tugas makalah Penanganan Pasca Panen yang
berjudul “Penanganan Pasca Panen Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)”.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui cara penanganan pra panen, saat panen
dan pasca panen cabai yang baik dan benar, mengetahui teknologi apa saja yang
digunakan untuk menjaga mutu dari produk cabai selepas panen, serta mengetahui
kegiatan transportasi dapat mempengaruhi mutu cabai selepas panen.
Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya dan pembaca pada umumnya, sebagai salah satu sumber pengetahuan
dan bahan pembelajaran tentang penanganan pasca panen cabai.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amin.

Serang, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. ....... i


DAFTAR ISI................................................................................................ ........ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ........iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... ..........1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... ..........2
1.3 Tujuan......................................................................................... ..........2
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................... ..........3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. ..........4
BAB IIIPENUTUP
3.1 Simpulan ..................................................................................... ........14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ........15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hortikultura merupakan komoditas pertanian khas tropis yang potensial
untuk dikembangkan di Indonesia dan memiliki prospek yang cerah di masa
mendatang sekaligus sebagai sumber perolehan devisa bagi
Indonesia. Pembangunan pertanian lima tahun ke depan juga dihadapkan
pada perubahan lingkungan strategis baik domestik maupun internasional
yang dinamis sehingga menuntut produk pertanian yang mampu berdaya
saing di pasar global. Peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya
kesejahteraan mengharuskan adanya peningkatan kualitas produk pertanian
terutama produk hortikultura.
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki
nama ilmiah (Capsicum annum L.) Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya
daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia
termasuk negara Indonesia. Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan
bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di
negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja,
yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika (Nurdin, 2011).
Kebutuhan cabai terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir seiring
dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat dan permintaan pasar. Bahkan, pada
waktu tertentu, terutama menjelanghari raya dan hari besar keagamaan kebutuhan
cabai meningkat melampaui ketersediaannya di pasaran. Akibatnya, harga cabai
melambung tinggi. Tanpa pengetahuan teknik prapanen dan pascapanen serta
dukungan modal yang cukup, usaha tani cabai sering menemui kegagalan dan
mengakibatkan tingkat kerusakan/kehilangan hasil yang cukup tinggi berkisar
antara 0,8 - 10,6 %. Penyebab kerusakan atau kehilangan hasil cabai disebabkan
pemanenan dilakukan pada saat terlalu muda atau terlalu matang, alat panen tidak
higienis, transportasi tidak higienis, terdapat hama dan penyakit, sistem bongkar
muat yang kurang hati-hati, sistem pengang-kutan yang tidak baik, termasuk

1
sanitasi lingkungan pasar yang buruk danmasih kurangnya penguasaan teknologi
tepat guna, dari pra panen sampai pemasaran. (Nurdin, 2011).
Pasca panen cabai menjadi suatu hal yang penting dalam mempertahankan dan
meningkatkan nilai jual produk, maka petani cabai perlu memiliki pengetahuan
tentang penanganan komoditas yang mudah rusak agar kesegarannya dapat
dipertahankan. Penanganan pasca panen pada buah – buahan khususnya cabai
apabila tidak hati-hati akan menurunkan mutu dari cabai tersebut. Mutu dari buah
cabai yang dapat turun meliputi kenampakan fisik, rasa buah, serta kandungan-
kandungan gizi di dalamnya. Untuk menjaga kualitas cabai, diperlukan
pascapanen yang baik pula. Kualitas cabai terus berubah setelah pemanenan.
Selama periode penyimpanan, dapat terjadi overripe (lewat matang) secara cepat
tergantung dari temperatur dan kematangan saat panen (Cahyono, 2012).
Maka dari itu perlu dilaksankan studi literatur mengenai permasalahan panen
dan pasca panen pada buah cabai.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketahui permasalahanya, yaitu :
1. Bagaimana cara penanganan pra panen, saat panen dan pasca panen cabai yang
baik dan benar?
2. Teknologi apa saja yang digunakan untuk menjaga mutu dari produk cabai
selepas panen?
3. Apakah kegiatan transportasi dapat mempengaruhi mutu cabai selepas panen?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan kali ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara penanganan pra panen, saat panen dan pasca panen
cabai yang baik dan benar.
2. Untuk mengetahui teknologi apa saja yang digunakan untuk menjaga mutu
dari produk cabai selepas panen.
3. Untuk mengetahui apakah kegiatan transportasi dapat mempengaruhi mutu
cabai selepas panen.

2
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diterima dari penulisan kali ini yaitu :
1. Dapat mengetahui cara penanganan pra panen, saat panen dan pasca panen
cabai yang baik dan benar.
2. Memberi wawasan dan pengetahuan tentang teknologi apa saja yang
digunakan untuk menjaga mutu dari produk cabai selepas panen.
3. Sebagai bahan refrensi bagi pembaca tentang pengaruh transportasi dalam
menjaga mutu cabai selepas panen.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas yang banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi
dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin
yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Budidaya tanaman cabai
banyak dilakukan dengan perbanyakan generatif melalui biji yang ditanam dari
tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit.
Karakteristik utama dari komoditas cabai merah menurut Harpenes (2017),
yaitu mempunyai akar tunggang, akar cabang serta akar serabut ke semua arah.
Batang tanaman cabai memiliki struktur yang keras dan berkayu, bercabang
banyak dan tumbuh tegak kuat. Cabang tanaman beruas-ruas; setiap ruas
ditumbuhi daun dan tunas. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan
vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa
pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah rempah
(bumbu dapur).
Dari mulai budidaya sampai dengan pasca panen cabai harus ditangani
dengan sebaik mungkin agar mutu dari cabai tersebut tetap baik, namun faktor
yang paling berpengaruh terhadap mutu cabai yaitu ketika kegiatan pasca panen,
menurut Cahyono (2012), menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip pasca panen
yaitu menekan tingkat kerusakan atau kehilangan hasil, menjaga mutu cabai
sesuai standar yang berlaku, memproduksi cabai yang terjamin baik dari segi
kualitas dan kuantitas.
Karakteristik yang berikutnya yaitu mengenai umur panen cabai menurut
Nurdin (2011), menyatakan bahwa cabai yang dipetik dengan tangkai pada saat
panen mempunyai umur simpan yang lama jika dibandingkan dengan cabai yang
dipetik tanpa tangkai. Cabai bisa dipanen ketika berumur 9 – 15 MST (Minggu
Setelah Tanam) dengan ciri – ciri menurut Rochayat (2015) yaitu tingkat
kematangan fisiologis untuk cabai merah berkisar antara 89 – 90% sedangkan
untuk cabai hijau 50 – 60%, waktu yang baik untuk memanen cabai yaitu ketika

4
pagi hari ketika embun sudah hilang dan jangan dilakukan di siang hari karena
akan terjadi penguapan.
Dalam pertanian, ada tiga tahapan penting yang tidak boleh tak terjadi.
Pertama pra panen, selanjutnya panen dan tahapan terakhir adalah penanganan
pasca panen. Ini berlaku untuk semua jenis tanaman holtikultura.
Penanganan pra panen merupakan sebuah perlakuan yang dilakukan
sebelum dilakukannya pemanenan. Dalam pra panen buah cabai ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yaitu menyiapkan semua kebutuhan yang diperlukan,
pengendalian hama dan penyakit yang menyerang buah cabai, kematangan cabai
dapat dilihat sesuai dengan tujuan penggunaan, jumlah buah per pohon dan
jumlah pohon tanaman dalam areal pertanaman yang siap untuk dipanen.
Pemanenan dan penanganan panen buah cabai perlu diperhatikan agar
dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta
konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu
dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.
Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi dilapangan dan
faktor penentu proses selanjutnya. Menurut Setyowari (1992), Panen merupakan
pekerjaan akhir dari penanaman tanaman (bercocok tanam), tetapi merupakan
awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan persiapan untuk penyimpanan
dan pemasaran. Komoditas yang dipanen tersebut selanjutnya akan melalui jalur-
jalur tataniaga, sampai berada di tangan konsumen. Panjang-pendeknya jalur
tataniaga tersebut menentukan tindakan panen dan pasca panen yang dilakukan..
Masa panen tergantung pada varietas cabai yang ditanam. Secara normal,
frekuensi panen dapat dilakukan 12-20 kali sampai tanaman berumur 6-7 bulan.
Selain varietas, masa panen cabai juga sangat tergantung kepada keadaan
pertanaman dan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman. Masa panen cabai
rawit lebih lama dibandingkan dengan varietas cabai lainnya, tetapi tidak lebih
dari 7 bulan.
Panen awal dan lamanya waktu panen tanaman cabai tergantung kepada jenis
dan varietasnya, varietas berumur genjah, sedang atau dalam umumnya, varietas
yang sama yang ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan panen
awal yang berbeda. Tanaman cabai yang ditanam di dataran rendah lebih cepat

5
dipanen dibandingkan dengan tanaman cabai yang ditanam di dataran tinggi. Di
dataran rendah, tanaman cabai dapat dipanen pertama kali pada umur 70-75 hari
setelah tanam, sedangkan waktu panen pertama didataran tinggi biasanya lebih
lambat yaitu mulai umur 4-5 bulan setelah tanam. Pemanenan dilakukan 3-4 hari
sekali atau paling lama 1 minggu, dipanen setelah buahnya sebagian berwarna
merah. Panen dilakukan terus menerus sampai tanaman berumur 6-7 bulan (lebih
kurang 20 kali panen), tergantung pada keadaan pertanamannya.
Di Indonesia pemanenan dilakukan secara manual yaitu panen dilakukan
dengan memetik cabai beserta tangkainya dengan tangan, yang bertujuan agar
cabai dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah membusuk. Cabai dipetik satu-
persatu secara manual dengan tangan, cabai yang sudah dipetik dipisahkan antara
yang baik dan yang rusak atau berpenyakit kedalam wadah yang berbeda. Buah
cabai yang rusak akibat hama atau penyakit harus tetap dipanen. Agar tidak
menjadi sumber penyakit bagi tanaman cabai lain yang sehat. Kemudian pisahkan
buah cabai yang rusak dari buah cabai yang sehat, untuk menghindari penularan
mikroba ke buah yang sehat. Selama memanen cabai pekerja harus mengenakan
sarung tangan (Yandi, 2019).
Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena bobot buah dalam
keadaan optimal. Akibat penimbunan zat pada malam hari dan belum terjadi
penguapan antara 12-16 kali dengan selang waktu 3 hari. Buah yang dipetik
setelah matang berwarna orange sampai merah. Hasil panen variatif antara 10-14
ton dengan potensi hasil sampai dengan 23 ton/hektar cabai segar).
Menurut (Prajanata, 2008).), dalam pelaksanaan panen cabai hibrida, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut, panen dilakukan pagi hari
setelah ada sinar matahari. cara pemanenan buah cabai dilakukan dengan
mengikutsertakan batang buahnya dan dijaga supaya tidak merusak ranting dan
percabangan tanaman cabe, buah yang dipanen adalah yang benar-benar tua,
tandanya buah berwarna merah, hijau kemerahan atau hitam kemerahan, saat
panen langsung dilakukan sortasi, buah yang rusak atau kena hama langsung
dipisahkan, kematangan cabai disesuaikan dengan permintaan, lama penyimpanan
dan lamanya transportasi ke pasar. setelah dipanen, lakukan sortir awal. Buah

6
cabai yang terkena penyakit, terutama cendawan dikubur dalam lubang atau
dibakar supaya tidak menular ke buah dan tanaman lainnya.
Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu,
diperlukan penanganan pasca panen mulai dari pemanenan sampai pengangkutan
harus dilakukan secara hati-hati, Jika tidak maka penanganan akan membuat cabai
mudah rusak dan menyebabkan penyusutan terhadap bobot cabai. Jumlah
kerusakan yang terjadi mulai dari lapangan sampai ke tingkat pengecer sebesar
23%. Menurut Yulianti, dkk (2012), Buah cabai segar sangat rentan terhadap
kondisi fisiologis, kerusakan patologis, dan mekanik selama periode pascapanen.
Tingkat respirasi buah cabai cukup tinggi yaitu sekitar 32-36 mg CO2kg-1h -1
pada suhu 20°C. Oleh karena itu, produk cabai sangat rentan terhadap kerusakan
fisiologis setelah panen. Tingkat respirasi yang tinggi merangsang tingginya laju
transpirasi uap air dari dalam buah ke atmosfer sekitarnya. Hilangnya uap air
tersebut menyebabkan terjadinya buah mengkerut.
Buah cabai segar merupakan salah satu komoditas hortikultura bernilai tinggi
yang mudah mengalami kerusakan selama periode pascapanen. Kerusakan
fisiologis yang tinggi dikarenakan tingkat respirasi yang tinggi yang berarti buah
juga akan mudah kehilangan kelembaban. Hilangnya kelembaban pada buah
menyebabkan pengkerutan buah selama penyimpanan. Memburuknya fisiologis
buah cabai dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang
tersimpan di permukaan buah dan mikroorganisme yang pada umumnya
menginfeksi buah. Oleh karena itu, kehilangan pascapanen buah cabai segar bisa
menjadi besar jika tidak ada upaya untuk mengendalikan kerugian. Kemasan
modifikasi atmosfer adalah metode untuk mengurangi laju respirasi produk segar.
Penurunan Konsentrasi oksigen dan peningkatan karbon dioksida di headspace
kemasan (umumnya tas film plastik) sebagai hasil dari interaksi aktivitas
metabolisme produk, permeabilitas gas dari kemasan plastik, dan tekanan gas di
dalam dan di luar kemasan pada umumnya tergantung pada suhu dan kelembaban.
Untuk mengurangi laju respirasi dapat dilakukan dengan mengatur konsentrasi
oksigen dan atau karbon dioksida sehingga tingkat kerusakan fisiologis dapat
dihindari. Salah satu teknik untuk mengurangi oksigen dan peningkatan
konsentrasi karbon dioksida adalah menggunakan kemasan plastik, tapi

7
menghindari kondisi anaerobik. Jenis film plastik dan ketebalan menentukan
permeabilitas plastik terhadap oksigen dan karbon dioksida gas. Oleh karena itu,
konsentrasi kedua gas atmosfer di head space kemasan di mana produk
ditempatkan tergantung pada jenis dan ketebalan dari lapisan plastik. Cara lain
untuk mengatur pergerakan gas pada proses respirasi (oksigen dan
karbondioksida) ke dalam kantong plastik adalah dengan membuat lubang kecil
pada film plastik. Pencegahan pembusukan patologis tanaman hortikultura yang
dipanen, terutama yang tidak sensitif terhadap air, dapat dicelupkan ke dalam
larutan disinfektan seperti klorin dan larutan kalium sorbat. Kalium sorbat efektif
untuk menghambat pertumbuhan jamur dan pembusukan sementara Klorin efektif
untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri (Kader, 2002).
Penanganan pasca panen cabai dapat dilakukan berdasarkan prinsip GHP
(Good Handling Practices). GHP adalah cara penanganan pasca panen yang baik
yang berkaitan dengan penerapan teknologi serta cara pemenfaatan sarana dan
prasarana yang digunakan. GHP meliputi pelaksanaan kegiatan penanganan
pascapanen produk pertanian secara baik dan benar, sehingga mutu produk dapat
dipertahankan, menekan kehilangan karena penyusutan, kerusakan dan
memperpanjang masa simpan dengan tetap menjaga status produk yang tangani.
GHP adalah pedoman umum dalam melaksanakan pasca panen secara baik dan
benar sehingga kehilangan dan kerusakan hasil dapat ditekan seminimal mungkin
untuk menghasilkan produk yang bermutu. Dengan diterapkannya GHP, produsen
dapat membantu mengurangi resiko kontaminasi terhadap produk segar selama
penanganan, pengemasan, penyimpanan dan transportasi. Proses pengolahan
produk pertanian merupakan hal penting selanjutnya dalam menjaga mutu produk
untuk meningkatkan nilai tambah.
Sebelum didistribusikan, cabai yang telah dipanen harus melalui rangkaian
proses pasca panen yang meliputi kegiatan sortasi, curing, pengemasan dan
penyimpanan. Sortasi dilakukan untuk memisahkan antara cabai yang rusak
(busuk, patah, memar) dengan cabai yang baik. Sirtasi bertujuan untuk
memperoleh hasil yang berkualitas baik dengan tingkat kematangan yang
seragam. Curing dilakukan untuk memaksimalkan pembentukan dan kestabilan
warna cabai sebelum diolah. Tujuannya untuk membuang panas lapang. Biasanya

8
para petani melakukan curing dengan cara menghamparkan cabai yang dipanen di
tempat teduh. Pengemasan cabai dilakukan untuk melindungi cabai dari kerusakan
selama pengangkutan. Kemasan dibuat berbagai bahan dan bentuknya disesuaikan
dengan kapasitas cabai yang akan dikemas. Untuk pasar luar negeri (ekspor)
dikemas menggunakan boks karton dan cabai disusun memenuhi volume boks
kemasan. Kemasan diberi ventilasi udara sehingga tidak tertutup sama sekali.
Pada bagian luar kemasan diberi label dengan gambar agar lebih menarik.
kelembaban 90-95% dapat mempertahankan masa simpan selama 3-8 hari. Cara
terbaik untuk menyimpan cabai merah segar adalah dengan penyimpanan dingin.
Menurut Asgar (2009) Penyimpanan dingin bertujuan untuk menekan tingkat
perkembangan mikroorganisme dan perubahan biokimia. Menurut, Sunarmani
(2012) lama penyimpanan yang memberikan kualitas terbaik cabai merah dalam
kemasan direkomendasikan selama 1 minggu. Semakin lama penyimpanan maka
susut bobot semakin meningkat.
Selama proses penyimpanan terjadi perubahan kimia yang dapat merubah
penampilan, citarasa, dan kualitasnya. Perubahan yang disebabkan oleh kerja
enzim yang mengakibatkan perubahan semakin cepat terjadi berbeda dengan yang
dipanen dalam kondisi belum terlalu tua sehingga perubahan agak lambat
disebabkan karena mengandung gula yang rendah dan lebih tinggi zat tepung.
Salah satu cara menjaga agar tetap segar dalam waktu yang agak lama adalah
dengan menekan kerja enzim. Hal itu dilakukan dengan cara menyimpan pada
suhu rendah. Dalam suhu rendah dapat menghambat aktivitas pertumbuhan
mikroba Jumlah uap air di sekitar buah mempunyai pengaruh besar terhadap
kondisi fisiologis buah, udara yang hampir jenuh menyebabkan kulit buah pecah
abnormal, sedangkan penyimpanan dalam udara yang terlalu kering menyebabkan
kulit buah berkerut sehingga bentuknya abnormal. Walker (2010) menyatakan
bahwa penggunaan ruang pendingin cocok untuk penyimpanan cabai karena dapat
mempertahankan kesegaran produk untuk waktu yang lebih lama. Kondisi
optimum penyimpanan cabai merah segar berada di antara 50-100C dengan
kelembaban relatif 95%. Untuk penyimpanan cabai merah di daerah tropis
sebaiknya dilakukan pada suhu 5.6-7.20C dengan kelembaban 90-95% agar cabai
dapat bertahan selama dua minggu. Penyimpanan pada suhu yang lebih rendah

9
dapat menyebabkan chilling injury yang akan menyebabkan produk menjadi
lunak, munculnya bintik dan lubang pada permukaan kulit dan sangat rentan
terhadap kebusukan. Penggunaan suhu rendah yang sesuai dapat mempertahankan
kesegaran cabai 2-3 minggu (Purwanto et al. 2013).
Bilamana dipilih metode penyimpanan dingin, maka salah satu teknik
penyimpanan dingin untuk cabai merah dapat menggunakan teknik pendinginan
ruang (cooling room) atau refriregator. Penelitian yang telah dilakukan dengan
metode ini pernah dilakukan oleh Lamona (2015) yang menunjukkan hasil bahwa,
Perbedaan jenis kemasan dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju
produksi CO2 dan konsumsi O2, susut bobot dan nilai kekerasan. Susut bobot
cabai yang paling tinggi di hasilkan dari penyimpanan cabai dalam kemasan jala
plastik pada penyimpanan suhu ruang dengan nilai susut 21.06% ± 0.4 dan yang
paling rendah pada penyimpanan dalam plastik film PP suhu 100C (0.12% ± 0.1).
Nilai kekerasan paling tinggi pada cabai dalam kemasan jala plastik dengan nilai
rata- rata 0.40N dan tingkat kecerahan (L*) paling tinggi didapat dari cabai yang
disimpan pada suhu 100C dengan kisaran nilai L* 36.59-38.03. Kombinasi antara
jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang paling baik dalam mempertahankan
mutu fisik cabai dan umur simpan yang lebih lama adalah pengemasan cabai
dengan plastik film PP yang disimpan pada suhu 100C dengan umur simpan
mencapai 29 hari.

Grafik 1. Susut bobot cabai (%) pada penyimpanan (a) suhu 100C, (b) suhu
150C dan (c) suhu ruang (28-320C).

10
Grafik 1. Nilai Kekerasan (N) pada penyimpanan (a) suhu 100C, (b) suhu
150C dan (c) suhu ruang (28-320C).
Menurut Walker (2010), penyimpanan cabai dengan kotak akan
menghilangkan bobot sekitar 3.5% pada suhu 240C setiap harinya, namun
hanya 0.5% jika menggunakan suhu penyimpanan 80C, sedangkan jika
menggunakan kemasan plastik polietilen (PE), kehilangan bobotnya lebih
rendah. Susut bobot setelah 1 minggu penyimpanan hanya mencapai 0.3%
pada penyimpanan suhu 240C dan 0.2% pada suhu 80C. Zaulia et al. (2006)
melaporkan bahwa penggunaan plastik jenis polipropilen (PP) dapat
mempertahankan mutu dan kesegaran cabai potong sampai 4 minggu dengan
suhu penyimpanan 20C. Purwanto et al. (2013) pada hasil
penelitiannyamenyatakan bahwa penggunaan kemasan karton dapat
mempertahankan kualitas cabai lebih baik dibandingkan kemasan jala dan
karung plastik pada suhu 100C sampai 17 hari penyimpanan.
Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi,
infeksi, dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi
konsumen. Umur simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian penyakit
‐penyakit pasca panen, perlakuan kimia, penyinaran, pengemasan dan
pendinginan. Tujuan penyimpanan suhu dingin (cool storage) adalah untuk
mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau
perubahan yang tidak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam
kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin. Pendinginan
pada suhu di bawah 100C kecuali pada waktu yang singkat tidak mempunyai
pengaruh yang dapat menguntungkan bila komoditas itu peka terhadap cacat
suhu rendah (chilling injury).

11
Penanganan pascapanen produk pertanian adalah hal sangat penting
dilakukan mengingat bahannya yang cepat rusak dalam waktu relatif singkat.
Satu hal yang layak diusulkan adalah penggunaan sistem penyimpanan
terintegrasi dimana dipadukan pendinginan terkontrol dengan transportasi
(moveable storage) sehingga komoditas cepat sampai konsumen dalam
keadaan segar. Transportasi darat menggunakan mobil bak terbuka merupakan
jenis transportasi yang paling banyak digunakan mengingat biaya melalui
transportasi darat merupakan yang paling murah, selama proses transportasi
berlangsung kerusakan terhadap buah tidak dapat dipungkiri akibat kondisi
jalan yang kurang baik, seperti bergelombang, lubang hingga belum terlapis
aspal sehingga saat transportasi buah mengalami banyak goncangan. Alat
transportasi pasca panen pedesaan merupakan suatu alat yang dirancang untuk
mengurangi kesulitan para petani yang berada dipedesaan untuk mengangkut
produk hasil panen mereka kerumah atau pun ketempat yang lain yang
merupakan tujuan akhir dalam pengangkut hasil panen itu sendiri. Alat
transportasi pedesaan ini juga tidak dikhususkan untuk satu jenis komoditi,
sehingga pekerjaannya bisa digunakan untuk hasil panen komoditi apa saja,
sehingga alat ini dapat digunakan kapan saja selama ada hasil panen yang
akan diangkut. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji alat
transportasi pascapanen pedesaan.
Transportasi atau pengangkutan diperlukan untuk membawa cabai dari
tempat pengemasan/ pengepakan di sentra produksi ke berbagai tempat tujuan
menggunakan berbagai kendaraan pengangkut. Cabai dapat mengalami
beberapa kali pengangkutan untuk mencapai tujuan akhir. Jarak tempuh pun
juga bervariasi, jarak terpendek jika buah dari sentra produksi langsung
dipasarkan di kios atau pasar setempat. Transportasi yang lebih kompleks
terjadi untuk buah tujuan antar pulau dan ekspor. Pengangkutan buah antar
pulau dapat mengalami beberapa tahapan, yaitu dari pengumpul di sentra
produksi dapat langsung menuju ke gudang pedagang di tempat tujuan melalui
jalan darat, diangkut menggunakan truk, dan truk masuk ke ferry untuk
pengangkutan antar pulau. Untuk tujuan ekspor, dari pengumpul di sentra
produksi mengalami pengangkutan menuju gudang eksportir, kemudian

12
menggunakan angkutan laut atau udara menuju negara tujuan, kemudian
pengangkutan lagi untuk dapat mencapai kios atau outlet. Sangat penting
mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman produk sampai tujuan
ritel. Demikian kompleks dan panjangnya rantai pengangkutan cabai menuju
konsumen, maka banyak faktor yang memengaruhi kualitas buah yang
diinginkan tetap prima sampai ke tangan konsumen.
Beragam cara pengangkutan cabai dari kebun, antara lain: diangkut
dengan dipikul langsung oleh petani, gerobak dorong, diangkut dengan
sepeda/sepeda motor, mobil bak terbuka dan lainnya. Untuk daerah di luar
Jawa banyak menggunakan berbagai jenis angkutan sungai. Setelah
pengemasan di tempat pengumpul atau bangsal pengemasan, berbagai jenis
alat transportasi yang lebih besar dapat digunakan untuk pengiriman.
Pemilihan moda transportasi untuk pengiriman didasari oleh beberapa faktor,
antara lain: tempat tujuan, nilai ekonomi, tingkat kepekaan/kemudahan produk
menjadi rusak, kuantitas, kondisi transportasi yang dipersyaratkan, kondisi
iklim tempat asal dan tempat tujuan, waktu tempuh yang diinginkan sampai
tujuan, tarif/biaya angkutan, dan kualitas pelayanan. Kendaraan/truk bak
terbuka. Pengangkutan cabai menggunakan truk dengan bak terbuka masih
banyak dilakukan. Untuk mengurangi pengaruh suhu lingkungan, untuk jarak
tempuh pendek, dapat dilakukan pada malam hari.
Hal yang perlu diperhatikan ketika mengantarkan produk dari produsen ke
konsumen adalah Karakteristik produk, Sarana pengangkutan, Lamanya
perjalanan, Tumpukan kemasan selama pengangkutan, Kondisi jalan,
Pengemudi yang baik dan paham tentang mutu cabe. Dengan melaksanakan
penanganan pasca panen dengan baik dan benar, kita dapat menekan
kehilangan hasil dari 25-40% menjadi seminimal mungkin serta dapat
memenuhi permintaan konsumen akan produk sehat dan bermutu.Dengan
meningkatkan kualitas produk maka kita bisa memiliki kualitas produk
dengan daya saing yang tinggi di pasaran dan memberikan keuntungan
finansial yang lebih baik bagi seluruh agribisnis cabe.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas yang banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang
tinggi.Dalam Penanganan pra panen buah cabai ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu menyiapkan semua kebutuhan yang diperlukan, pengendalian
hama dan penyakit yang menyerang buah cabai, kematangan cabai dapat dilihat
sesuai dengan tujuan penggunaan, jumlah buah per pohon dan jumlah pohon
tanaman dalam areal pertanaman yang siap untuk dipanen.Di Indonesia
pemanenan dilakukan secara manual, cabai dipetik satu-persatu secara manual
dengan tangan, cabai yang sudah dipetik dipisahkan antara yang baik dan yang
rusak atau berpenyakit kedalam wadah yang berbeda. Masa panen tergantung
pada varietas cabai yang ditanam. Secara normal, frekuensi panen dapat dilakukan
12-20 kali sampai tanaman berumur 6-7 bulan.Tanaman cabai yang ditanam di
dataran rendah lebih cepat dipanen dibandingkan dengan tanaman cabai yang
ditanam di dataran tinggi.Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena
bobot buah dalam keadaan optimal.Sebelum didistribusikan, cabai yang telah
dipanen harus melalui rangkaian proses pasca panen yang meliputi kegiatan
sortasi, curing, pengemasan dan penyimpanan. Penanganan pasca panen cabai
dapat dilakukan berdasarkan prinsip GHP (Good Handling Practices), yaitu cara
penanganan pasca panen yang baik yang berkaitan dengan penerapan teknologi
serta cara pemenfaatan sarana dan prasarana yang digunakan. Penggunaan ruang
pendingin cocok untuk penyimpanan cabai karena dapat mempertahankan
kesegaran produk untuk waktu yang lebih lama.Penggunaan suhu rendah yang
sesuai dapat mempertahankan kesegaran cabai 2-3 minggu. Transportasi atau
pengangkutan diperlukan untuk membawa cabai dari tempat pengemasan/
pengepakan di sentra produksi ke berbagai tempat tujuan menggunakan berbagai
kendaraan pengangkut. Cabai dapat mengalami beberapa kali pengangkutan untuk
mencapai tujuan akhir.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asgar A. 2009. Penanganan Pascapanen Beberapa Jenis Sayuran. Makalah


Linkage ACIAR-SADI. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.
Ashary, Rizky Oktavian., dan Rizaldi, Taufik. 2018. Pembuatan dan Pengujian
Alat Transportasi Pascapanen Pedesaan. Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pertanian. Vol 6 (4).
Cahyono. 2012. Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.
Hasrpenas, Asep. 2017. Budidaya Cabai Unggul. Jakarta: Swadaya Press.
Kader, A.A. 2002. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Univ. of
California, Agric. And Natural Resources, Publication 3311.
Lamona, Asemeri., dan Purwnto, Y. Aris. 2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan
Penyimpanan Suhu Rendah Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah
Keriting Segar. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol 3 (2) : 145-152.
Nurdin. 2011. Teknologi dan Perkembangan Agribisnis Cabai di Kabupaten
Boalemo Provinsi Gorontalo. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 03 (01) : 55-
65.
Prajanata, F. 2008. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya.
Purwanto, Y.A., R. Nurdjannah, A. Lamona, E. Darmawati, N. Purwanti. 2013.
Packaging Of Curly Chilies During Transportation And Temporary
Storage For Domestic Market In Indonesia. Proceeding of The
International Symposium on Quality Management of Fruits and
Vegetables for Human Health (FVHH2013) 5-8 August 2013 at Golden
Tulip Sovereign Hotel, Bangkok, Thailand
Rochayat. 2015. Respon Kualitas dan Ketahanan Simpan Cabai Merah
(Caapsicum annuum L.) dengan Penggunaan Jenis Bahan Pengemas dan
Tingkat Kematangan Buah. Jurnal Kultivasi. Vol 03 (01) : 66-71.
Setyadjit, R. Thahir, S. Prabawati, E.M. Lokollo dan A. Dimyati. 2006.
Characteristics of Farmer-Trader-Processor Collaboration in Agri-
product Processing and trade. Acta Horticulturae. 699:383-390.
Setyowari, R. d. 1992. Pasca Panen Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya.

15
Shephered, A.W. 2007. Approach to Linking Producers to Markets, a Review of
Experinces to Date. Food and Agriculture Organization of the United
Nations.
Sunarmani (2012). Teknologi Penanganan Pascapanen Cabai. Makalah Pelatihan
Spesialisasi Widyaiswara 9-15 April 2012. BBPP Pascapanen Pertanian,
Bogor.
Walker, S. 2010. Postharvest Handling of Fresh Chiles. Mexico: New Mexico
State University.
Yandi, Muhammad. 2019. Penanganan Panen pada Tanaman Cabai. Kutim-
Kaltim: BPP Sandaran.
Yulianti, Ni Luh., dkk. 2012. Modified Atmosphere Packaging Using Perforated
Plastic Film To Prolong Shelf Life of Disinfected Cabai Fruits. Seminar
Nasional Perhorti 2012.

16

Anda mungkin juga menyukai