Anda di halaman 1dari 39

ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) AUKSIN,

GIBERELIN, dan SITOKININ

OLEH:

DESTA RATU MEILYSA BR.SIPAHUTAR

(8196173001)

PPs PEND.BIO REG A 19

JURUSAN BIOLOGI

PASCSARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya yang
selama ini kita dapatkan, yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat bagi
seluruh umat manusia, oleh karenanya kami dapat menyelesaikan tugas kultur
jaringan ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Ada pula maksud aau tujuan dari
penyusunan makalah ini ialah untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen pada mata kuliah kultur jaringan.

Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai berbagai hambatan,


namun berkat dukungan materil maupun nonmateriil dari berbagai pihak, akhirnya
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik, maka pada kesempatan ini
kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua
pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.

Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan
segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan
demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini memberikan
ilmu dan manfaat, khususnya bagi kami dan para pembaca sekalian.

Medan,20 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iv

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang Masalah 1
1.2.Rumusan Masalah 3
1.3.Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1. Zat Pengatur Tumbuh 5
2.2. Hormon Auksin 8
2.3. Biosinteis Hormon Auksin 11
2.4. Pengaruh Hormon Auksin Pada Tanaman 18
2.5. Hormon Giberelin 18
2.6. Biosintesis Hormon Giberelin 20
2.7. Pengaruh Hormon Giberelin Pada Tanaman 25
2.8. Hormon Sitokinin 26
2.9. Biosintesis Hormon Sitokinin 27
2.11. Pengaruh Hormon Sitokinin pada Tumbuhan 29
2.11. Penelitian tentang Zat Pertumbuhan Hormon 30

BAB III PENUTUP 34

3.1.Kesimpulan 34
3.2. Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Struktur Kimia Auxin Jenis Asam Indoleasetat (IAA) 9
Gambar 2.2. Skema Biosintesis IAA 13
Gambar 2.3. Jalur Biosintesis Auksin 13
Gambar 2.4. Reaksi oksidasi IAA 14
Gambar 2.5. Proses pengangkutan basipetal polar auxin
pada potongan Avena coleoptile 16
Gambar 2.6. Ikatan Atom gibeelin 21
Gambar 2.7. Penghambatan growth retardant dalam biosintesis 25
Gambar 2.8. Struktur ikatan kimia sitokinin 26
Gambar 2.9. Jalur mevalonat untuk biosintesis
giberelin dan asam absisat (ABA) 28
Gambar 2.10. Perbandingan dari sukrosa, glukosa dan karbohidrat
pada GMB 7 di 3 jenis media 32
Gambar 2.11. Perbandingan auksin dn sitokinin pada ketiga jenis media 32
Gambar 2.12. Perbandingan Pelapisan Udara Kayu GMB 7 Dari Tiga
Jenis Media 33
Gambar 2.12. Perbandingan Pelapisan Udara Kayu GMB 9 Dari Tiga
Jenis Media 33

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang Masalah


Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) merupakan salah satu
komoditas perkebunan unggulan di Indonesia yang berasal dari daerah subtropis dan
banyak diminati sebagai salah satu bahan baku produk penyegar. Penjualan hasil
olahan tanaman ini mampu memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap
penambahan devisa negara dari sektor non migas. Menurut data Badan Pusat
Statistik (2014) pada tahun 2013 nilai ekspor tanaman teh mencapai 157.498.000
USD. Hasil tersebut mengalami penurunan 710.000 USD dari tahun sebelumnya.
Jumlah penurunan ini terjadi karena adanya hambatan agroindustri teh di Indonesia,
salah satunya adalah rendahnya produktivitas tanaman.
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa yang diberikan ke
tanaman sebagai suplemen tambahan untuk meningkatkan proses pembelahan sel
agar lebih aktif lagi. dalam jumlah yang kecil zpt dapat menstimulir pertumbuhan
tanaman dan dalam jumlah yang besar zpt justru menghambat pertumbuhan (Heddy,
1996). Zat pengatur tumbuh Hormonik memiliki keunggulan lebih yaitu
mengandung paling banyak jenis hormon organik yaitu Auxin, Giberelin, Sitokinin
yang diformulasikan hanya dari bahan alami yang dibutuhkan oleh semua jenis
tanaman sehingga tidak membahayakan (aman) bagi kesehatan manusia maupun
binatang dan berdaya guna mempercepat proses pertumbuhan tanaman, membantu
pertumbuhan akar dan meningkatkan keawetan hasil panen. Penambahan zat
pengatur tumbuh Hormonik, maka terjadi peningkatan kandungan hormon yang
mendorong pertumbuhan di dalam jaringan tanaman yaitu Auksin, Sitokinin dan
Gibberellin yang mampu bekerja secara sinergis untuk meningkatkan laju
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Mutryarny dan Seprita, 2018).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat


pengadaan bibit yang berkualitas adalah dengan pemberian zat pengatur tumbuh. Zat
pengatur tumbuhberfungsi untuk mendorong dan mengatur proses fisiologis
tanaman. Zat pengatur tumbuh alami yang dapat digunakan yaitu ekstrak kecambah
sebagai sumber auksin dan ekstrak daun kelor sebagai sumber sitokinin. Ekstrak
kecambah mengandung vitamin, asam amino, karbohidrat, protein, dan hormon
auksin (Warohmah,dkk. 2018).

1
Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung
batang, akar dan pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran
sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Auksin
berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan. kecambah mengandung triptofan
yang merupakan bahan baku sintesis indole acetic acid (IAA). IAA merupakan salah
satu jenis auksin yang berpengaruh terhadap perkembangan sel, meningkatkan
sintesis protein, meningkatkan permeabilitas sel, melunakkan dinding sel, dan dapat
merangsang pertumbuhan akar (Warohmah,dkk. 2018).
Giberelin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang memiliki
peran khusus pada tanaman. Giberelin (GA3) berperan dalam mendukung cell
ellongation (perpanjangan sel), aktivitas kambium dan sintesa protein. Penambahan
GA3 dalam medium kultur akan menginduksi eksplan untuk mensintesis auksin
endogen. Konsentrasi GA3 dalam teknik perkembangbiakan tanaman secara in vitro
pada tanaman dikotil berkisar antara 1-8 mg/l (Mutryarny dan Seprita, 2018)..
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan, peningkatan panjang batang
adalah respon yang paling spesifik akibat pemberian GA3, karena terjadinya
peningkatan aktifitas sel dalam hal pembelahan, perpanjangan sel yang menyebabkan
terjadinya pertambahan ukuran tanaman. GA3 mampu meningkatkan pertumbuhan
vegetative bibit kina, dan semakin tinggi konsentrasi GA3 yang diberikan
menghasilkan pertumbuhan vegetatife yang semakin cepat pada batas konsentrasi
tertentu, pada konsentrasi GA3 tertinggi (80 ppm) cenderung terjadi penurunan
pertumbuhan vegetatif. Seperti halnya dengan auksin, maka kinin juga merupakan
suatu nama sekumpulan zat-zat yang mempunyai fungsi sama. Berdasarkan fungsi
yang dimiliki zat ini.
Sitokinin yang pertama kali ditemukan adalah kinetin, suatu hormon
yang terdapat di dalam batang tembakau. Zat ini meningkatkan pembelahan sel
(cytokinesis). Selain itu juga berpengaruh terhadap pembelahan tunas-tunas serta
akar-akar. Menurut susunan kimianya maka kinetin itu suatu 6- furfurilaminopurin
(Heddy, 1996).
Loveless (1991) menjelaskan bahwa sitokinin yang disintesis dalam
akar, diedarkan ke daun melalui pembuluh xylem, dimana sitokinin diperlukan untuk
pertumbuhan normal dan differensiasi, serta meningkatkan pembelahan sel dan
menahan ketuaan (senescence). Sitokinin yang lain adalah zeatin, suatu sitokinin
yang terdiri atas adenine dan gugusan hidroksimetil-metilalil.

2
Loveless (1991) menyatakan bahwa sitokinin menahan menguningnya
daun dengan jalan membuat kandungan protein dan klorofil seimbang dalam daun.
Ketuaan (senescence) merupakan peristiwa menguningnya daun, yang terjadi karena
protein pecah dan klorofil rusak.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud zat pengatur tumbuh?
2. Apa yang dimaksud hormon auksin?
3. Bagaimana biosinteis zat pengatur tumbuh hormon auksin terhadap
tumbuhan?
4. Bagaiamana pengaruh zat pengatur tumbuh hormon auksin terhadap
tumbuhan?
5. Apa yang dimaksud hormon giberelin?
6. Bagaimana biosinteis zat pengatur tumbuh hormon giberelin terhadap
tumbuhan?
7. Bagaiamana pengaruh zat pengatur tumbuh hormon giberelin terhadap
tumbuhan?
8. Apa yang dimaksud sitokinin?
9. Bagaimana biosinteis zat pengatur tumbuh hormon sitokinin terhadap
tumbuhan?
10. Bagaiamana pengaruh zat pengatur tumbuh hormon sitokinin terhadap
tumbuhan?
11. Bagaimana hasil penelitian tentang zat pengatur tumbuh?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui zat pengatur tumbuh hormon.
2. Untuk mengetahui hormon auksin.
3. Untuk mengetahui biosinteis zat pengatur tumbuh hormon auksin
terhadap tumbuhan.
4. Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh hormon auksin
terhadap tumbuhan.
5. Untuk mengetahui hormon giberelin.
6. Untuk mengetahui biosinteis zat pengatur tumbuh hormon giberelin
terhadap tumbuhan.

3
7. Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh hormon giberelin
terhadap tumbuhan.
8. Untuk mengetahui sitokinin.
9. Untuk mengetahui biosinteis zat pengatur tumbuh hormon sitokinin
terhadap tumbuhan.
10. Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh hormon sitokinin
terhadap tumbuhan.
11. Untuk mengetahui hasil penelitian tentang zat pengatur tumbuh.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa yang diberikan ke tanaman sebagai


suplemen tambahan untuk meningkatkan proses pembelahan sel agar lebih aktif lagi,
dalam jumlah yang kecil zpt dapat menstimulir pertumbuhan tanaman dan dalam
jumlah yang besar zpt justru menghambat pertumbuhan (Heddy, 1996).
Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (ZPT)/plant growth substances merupakan
senyawa organik bukan nutrisi tanaman yang aktif dalam konsentrasi rendah (dapat <
1 mM) merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan secara kuantitatif maupun kualitatif. Bisa dihasilkan oleh tanaman
(alami/endogen) atau sintetik (eksogen). Pada umumnya dikenal ada lima kelompok
hormon tumbuhan atau jenis fitohormon, yaitu : 1) auxin, 2) giberelin, 3) sitokinin,
4) etilen, dan 5) ABA. Berdasarkan aktivitas fisiologisnya fitohormon dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu: 1) memacu pertumbuhan (promoter) seperti auxin,
giberelin, dan sitokinin, 2) menghambat pertumbuhan (inhibitor) eperti etilen dan
ABA. Namun demikian menurut perkembangan riset terbaru ditemukan molekul
aktif yang termasuk zat pengatur tumbuh dari golongan zat penghambat tumbuh
(growth retardant) dan polyamin seperti putrescine dan spermidine
(Wiraatmaja,2017).

ZPT tanaman dipergunakan secara luas di dunia pertanian dengan berbagai


tujuan, di antaranya penundaan atau percepatan pematangan buah, perangsangan
perakaran, peningkatan peluruhan daun atau pentil buah, pengendalian
perkembangan buah, pemberantasan gulma, pengendalian ukuran organ, dan lain-
lain. Istilah zat tumbuh mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa
buatan yang dapat mengubah tumbuh dan perkembangan tumbuhan. Nama senyawa
tersebut dapat juga menyatakan kegiatan fisiologisnya, misalnya zat tumbuh daun,
zat tumbuh akar, dan sebagainya (Wiraatmaja,2017).

Zat pengatur tanaman dapat diproduksi oleh tanaman sendiri dan seringkali
dalam jumlah sedikit sehingga diperlukan penambahan sumber dari luar. Pemberian
ZPT pada saat penyetekan akan membuat kualitas bibit akan meningkat dan jumlah
bibit dibawah standar normal akan menurun. Berdasarkan sumbernya, ZPT dapat

5
diperoleh baik secara alami maupun sintetik. Beberapa contoh ZPT adalah air
kelapa, urin sapi, dan ekstraksi dari bagian tanaman. ZPT yang bersumber dari alam
memiliki beberapa kelebihan antara lain lebih ramah lingkungan, mudah didapat,
aman digunakan, dan lebih murah. Tidak semua jenis tanaman dapat dibiakkan
dengan stek,. Salah satu kendala tanaman tidak bisa dibiakkan secara stek adalah
kemampuan tanaman untuk berakar. Beberapa hal yang membuat tanaman tidak
dapat berakar setelah dilakukan penyetekan adalah kandungan lignin yang tinggi dan
kehadiran cincin sklerenkim yang dapat menghalangi tempat munculnya akar
adventif. Umur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek,
persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh adalah beberapa hal yang
mempengaruhi penyetekan (Tustiyani, 2017).

Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup


pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan
meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau
menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilen
untukpenyeragaman pembungaan tanaman buah musiman), dan sebagainya. Aplikasi
ZPT dalam bidang pertanian sangatlah luas, mulai dari pembibitan tanaman secara
konvensinal, perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan, perangsangan
pertumbuhan vegetatif, merangsang pembungaan dan pembuahan, pengaturan
pematangan buah, memperpanjang masa simpan produk, dan sebagainya. Seperti
yang telah dibahas dimuka, ZPT sintetik sangat banyak digunakan pada pertanian
modern. Tanpa ZPT sintetik untuk mengendalikan gulma, atau untuk
mengendalikan pertumbuhan dan pengawetan buah-buahan, maka produksi bahan
makanan akan berkurang sehingga harganya akan menjadi mahal. Disamping itu,
muncul keprihatinan bahwa penggunaan senyawa sintetik secara berlebihan pada
produksi pangan akan menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan serius.
Sebagai contoh misalnya dioksin. Senyawa kimia sampingan dari sintesa 2, 4-D
tersebut digunakan sebagai herbisida selektif untuk membasmi gulma berdaun lebar
dari tumbuhan dikotil. Walaupun 2, 4-D tidak beracun terhadap mamalia, namun
dioksin dapat menyebabkan cacat lahir, penyakit hati, dan leukimia pada hewan dan
manusia. Terkait dengan hal tersebut, untuk mendapatkan respon optimal dalam
rangka untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkambangan tanaman disatu pihak,
dan dilain pihak untuk keamanan pangan dan kelestarian lingkungan, maka dalam

6
penggunaan ZPT perlu diperhatikan cara kerja ZPT tersebut. Cara kerja ZPT
tergantung dari:

1. Struktur bahan kimia yangg mempengaruhi absosorpsi, translokasi dan


aktifasi.

2. Sistem carrier. Apakah ZPT tersebut diformulasikan dalam bentuk EC


(Emulsion concentrated) atau garam.

3. Jenis tanaman (morfologi dan fisiologis masing-masing tanaman berbeda).

4. Faktor lingkungan pada waktu pemberian ZPT (suhu, kelembaban,


intensitas cahaya) mempengaruhi absorpsi, translokasi dan inaktivasi.

5. Waktu pemberian (pagi, sore).

6. Fase pertumbuhan tanaman (vegetatif, reproduktif, saat trubus atau


dorman).

7. Konsentrasi yang efektif.

Beberapa anjuran dalam penggunaan zat pengatur tumbuh tanaman yang


perlu diperhatikan dengan baik adalah :

1. Perhatikan 5 tepat (tepat ZPT, tepat tanaman, tepat waktu, tepat lingkungan
dan tepat konsentrasi.

2. Pemberian ZPT harus merata.

3. Kadang-kadang pemberian melalui akar (soil drenching) lebih baik


dibandingkan melalui daun (foliar spray). Sebagai contoh, CCC dan
ancymidol untuk mengkerdilkan tanaman, paklobutrazol untuk
merangsang pembungaan lebih baik melalui soil drenching.

4. Pemberian beberapa kali lebih baik dari sekaligus. Misalnya, 2 x ½ dosis


lebih baik dibandingkan 1 x 1 dosis.

5. Kombinasi ZPT dengan kelompok yang sama lebih baik dibandingkan


secara tunggal. MIslanya, pemberian IBA dan NAA secara simultan lebih
baik dari pada IBA saja atau NAA saja.

7
6. Baca label pemakaian yang tertera pada kemasan dengan baik.

7. Waktu pemberian ZPT harus dalam keadaan tanamam sehat.

Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
penting yaitu sitokinin dan auxin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan
perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu
kultur.Penambahan auxin atau sitokinin eksogen, mengubah level zatpengatur
tumbuh endogen sel. Level zat pengatur tumbuh endogen ini kemudian merupakan
trigerring factor untuk proses-proses yang tumbuh dan morfogenesis. Selain auxin
dan sitokinin, gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga diperlukan dalam
kultur jaringan sehingga perlu ditambahkan ke media dalam kasus-kasus tertentu
(Wiraatmaja,2017).

2.2. Hormon Auksin

Auxin Pada umumnya dikenal ada lima kelompok hormon tumbuhan atau
jenis fitohormon, yaitu : 1) auxin, 2) giberelin, 3) sitokinin, 4)etilen, dan 5) ABA.
Berdasarkan aktivitas fisiologisnya fitohormon Pengaruh auxin telah dipelajari pada
abad ke-19 oleh ahli biologi, Charles Darwin. Dia melihat bahwa ketika benih
rumput-rumputan bertambah panjang, benih itu membelok kearah datangnya cahaya.
Dengan mempergunakan penutup yang tak tembus sinar, Darwin berhasil
menunjukkan bahwa tempat yang peka terhadap cahaya adalah ujung apikal dari
benih dan bukan bagian bawah tempat pembengkokan terjadi. Penelitian-penelitian
yang dilakukan kemudian yaitu pada benih rumput dan gandum menunjukkan bahwa
substansi yang dihasilkan pada ujung benih haruslah berdifusi dan bergerak dari
ujung apikal dari benih ke sel-sel yang sedang memanjang di sebelah bawah.
Percobaan menunjukkan bahwa jika ujung benih dipotong dan antara ujung dan
bekas potongan ditaruh selapis gelatin, pembelahan masih terjadi. Ini menunjukkan
bahwa substansi tersebut larut dalam air dan dapat bergerak melewati gelatin. Tetapi
lapisan yang dibuat dari bahan berminyak atau mika tidak akan bisa ditembus oleh
substansi itu. Pada percobaan lain, ujung benih dipotong dalam ruangan gelap
ternyata benih masih tumbuh membengkok tetapi pembengkokan selalu terjadi pada
bagian yang tidak berhubungan. Dengan demikian tumbuhan membengkok

8
disebabkan oleh penyebaran substansi pendorong tumbuh yang tidak merata, dimana
sisi yang menerima lebih banyak akan tumbuh lebih cepat. Jika ujung batang
dipotong dan tidak dikembalikan maka pertambahan panjang benih akan terhenti. Ini
menunjukkan bahwa substansi yang mendorong pertumbuhan berfungsi seperti
hormon. Hormon ini diisolasi pada 1928 dan diberi nama auxin.

Menurut Larsen (1944) indoleacetaldehyde diidentifikasikan sebagai bahan


auxin yang aktif dalam tanaman, selanjutnya ia mengemukakan bahwa zat kimia
tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan kemudian berubah menjadi IAA.
Perubahan dari trypthopan menjadi IAA tryptamine sebagai salah satu zat organik,
merupakan salah satu zat yang terbentuk dalam biosintesis IAA. Auxin berasal dari
bahasa yunani auxein, yang berarti meningkatkan. Frits Went seorang mahasiswa
pascasarjana di negeri Belanda pada tahun 1926 menemukan auxin jenis asam
indoleasetat (IAA) pada ujung koleoptil oat. Namun beberapa ahli fisiologi
menyatakan bahwa, tumbuhan juga mengandung tiga jenis auxin lain yang
strukturnya mirip dengan IAA, yaitu:

a. Asam 4 kloroindolasetat (4-kloro IAA), ditemukan pada biji muda


berbagai jenis kacang-kacangan.

b. Asam fenilasetat (PAA), ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan.

c. Asam indolbutirat (IBA), ditemukan pada daun jagung dan berbagai


jenis tumbuhan dikotil. Dapat diihat struktur IAA pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Kimia Auxin Jenis Asam Indoleasetat (IAA)

Senyawa-senyawa yang aktif mempunyai fungsi sebagai auxin, syaratnya


sebagai berikut :

9
1. Mengandung cincin.

2. Ada rantai samping.

3. Terjadi konfigurasi khusus antara rantai dan cincin.

4. Ada H bebas pada cincin dekat rantai samping.

5. Diperlukan ikatan tidak jenuh pada cincin.

6. Senyawa alamiah yang aktif adalah turunan Indol.

7. Adanya atom yang bermuatan negatif dan positif.

8. Jarak antara muatan positif dengan negatif adalah 5,5 AU.

Sedangkan hubungan antara struktur auxin dengan aktivitasnya adalah


sebagai berikut :

1. Adanya gugusan OH pada rantai samping maupun pada cincin


akan menurunkan aktivitas auxin, tetapi menaikkan kelarutannya
dalam air.

2. Auxin harus mempunyai ikatan rangkap pada inti.

3. Aktivitasnya akan berkurang bila panjang rantai samping


diperpendek.

Secara umum dilihat dari segi fisiologi, hormon tumbuh ini berpengaruh
terhadap :

a. Pengembangan sel

b. Phototropisme

c. Geotropisme

d. Apical dominansi

e. Pertumbuhan akar (root initiation)

f. Parthenocarpy

g. Abisission

10
h. Pembentukan callus (callus formation) dan

i. Respirasi

2.3. Biosinteis Hormon Auksin

Dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terdapat suatu mekanisme


kerja dalam tubuh tanaman yang berfungsi untuk mengatur kadar hormon tanaman
pada tingkat yang efektif pada jaringan-jaringan tertentu dari tanaman. Pengaturan
itu melalui proses biosintesa, pengangkutan, degradasi, inaktivasi dan lokalisasi atau
kompartemensasi. Dari proses-proses tersebut proses biosintesa adalah yang paling
penting. Biosintesa berarti membuat hormon tanaman (senyawa-senyawa yang lebih
kompleks) dari senyawa- senyawa sederhana yang merupakan hasil-hasil
intermediate dari proses-proses metabolisme. Biosintesis hormon adalah
terbentuknya hormon tanaman melalui perubahan bahan dasar (precursor) menjadi
senyawa intermediet (senyawa antara) kemudian menjadi hormon (senyawa
kompleks). Senyawa sederhana tersebut merupakan senyawa-senyawa penting untuk
pembuatan bahan-bahan primer penyusun tanaman (sakarida, lipid, asam-asam
amino, asam nukleat) maupun untuk pembuatan alkaloid, terpenes, fenolik dan
fitohormon. Senyawa-senyawa intermediate yang penting adalah asetil koensima,
triosa fosfat, senyawa-senyawa hasil glikolisa dan Siklus Kreb (TCA).

Biosintesis merupakan salah satu mekanisme kerja hormon dalam tanaman


untuk mengatur kadar hormon pada tingkat efektif. Pengaturan itu melalui
biosintesis, pengangkutan, degradasi, inaktivasi dan lokalisasi (kompartementasi)
(Davies, 1995). Dalam biosintesis hormone tumbuhan, hal penting yang harus
diketahui adalah nama/jenis precursornya (bahan dasarnya), bentuk senyawa
antaranya, tempat sintesisnya, proses reaksinya, dan mekanisme pengaturan
kadarnya. Ada dua mekanisme biosintesis IAA, dan keduanya meliputi pengusiran
gugus asam amino dan gugus karboksil dari cincin samping triptofan. Lintasan yang
lebih banyak terjadi pada sebagaian besar spesies yang mencangkup tahapan seperti
Gambar 1. Asam amino triptofan dalam bentuk D-triptofan melalui reaksi
transaminasi menjadi asam indolpiruvat, kemudian mengalami dekarboksilasi
membentuk indolasetaldehida, akhirnya indolasetaldehida dioksidasi menjadi IAA.
IAA sangat peka terhadap ensim oksidase sehingga bisa menyebabkan IAA
mengalami kerusakan, oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut IAA

11
berkonjugasi dengan glukosa, asam aspartat, dan asam glutamat sehingga
membentuk konjugat auxin atau auxin dalam keadaan tidak aktif dengan cara gugus
karboksil IAA bergabung dengan molekul lain. Umumnya, tumbuhan dapat
melepaskan IAA dari konjugat dengan bantuan ensim hidrolase. Asam-asam amino
aromatic triptofan termasuk dalam jalur utama biosintesa dari IAA. Hasil-hasil
intermediate yang terdapat antara triptofan dan IAA adalah : asam indol purivat,
triptoamin dan indol asetaldehida. Triptofan sendiri terbentuk dari PEP (fosfo enol
purivat) dan eritrosa-4-fosfat. Jalur biosintesa IAA mulai dari PEP sampai dengan
triptofan juga merupakan jalur biosintesa dari senyawa-senyawa fenolik. IAA juga
dapat dibentuk secara langsung dari asam amino serine dengan indol. Jalur mana
yang penting tergantung dari lingkungan dan spesies tanaman. Pembentukan asam
amino triptofan terutama diperuntukan dalam pembuatan protein-protein sel. Jika
triptofan harus tersedia untuk sintesa-sintesa IAA, protein sel harus mengalami
protoolisa suatu proses yang berhubungan dengan penuaan (senescence). Sheldake,
akhli biokimia tanaman yang berasal dari Inggris mengatakan bahwa asam amino
triptofan untuk biosintesa IAA berasal dari proses autolisa sel. Autolisa sel terjadi
pada waktu pembentukan jaringan xylem dan floem. Pada waktu pembentukan
xylem dan floem, sel-sel meristematik ini mengalami autolisa dan hasil autolisa
menjadi tersedia untuk bahan-bahan metabolisma selanjutnya untuk sel-sel
sekitarnya. Menurut teori ini, daerah pembentukan IAA bukan saja di daerah
meristematik tetapi juga di daerah-daerah dimana terjadi diferensiasi sel untuk
pembentukan jaringan xylem dan floem. Hasil-hasil lain dari autolisa sel itu adalah
asam nukleat (untuk sintesa sitokinin) dan asam-asam amino lainnya (metione untuk
sintesa etilen, fenil alanin dan tirosin untuk sintesa senyawa fenolik). Tidak ada
kesepakatan antara ahli fisiologi bahwa hasil autolisa sel memegang peranan penting
dalam biosintesa hormon tanaman. Ini hanya merupakan suatu contoh bagaimana
sukarnya untuk menunjukkan dengan tepat, pusat-pusat pembuatan zat tumbuh
tanaman itu. Tempat sintesis IAA terjadi di meristem pucuk dan meristem akar,
precursornya adalah triptopan, sedangkan skema biosintesisnya seperti pada Gambar
2.2. dan 2. 3.

12
Gambar 2.2. Skema Biosintesis IAA

Gambar 2.3. Jalur Biosintesis Auksin

Tanaman sama pada bagian tanaman berbeda bisa berbeda, atau pada bagian
tanaman yang sama jalurnya berbeda pada stadia pertumbuhan berbeda. tanaman
sama pada bagian tanaman berbeda bisa berbeda, atau pada bagian tanaman yang
sama jalurnya berbeda pada stadia pertumbuhan berbeda. Bakteri azospirillum selain
dapat menambat Nitrogen, dapat memproduksi IAA dengan tryptophan sebagai

13
prekusor melalui jalur Indole-3-pyruvate (1) dan Tryptamine (2). Sintesis IAA oleh
Azospirillum melibatkan gen IpdC. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya IAA,
yaitu:

1. Produksi IAA meningkat dalam kondisi pH media yang rendah.


2. Pemberian nitrogen dapat meningkatkan produksi IAA.
3. Lingkungan aerobik mengakibatkan produksi IAA menjadi lebih rendah.
4. Semakin lama masa inkubasi bakteri tesebut, maka auksin yang dihasilkan
semakin berkurang.
Pengaturan kadar auxin dapat tejadi pada tanaman melalui 3 cara :
1. Pengaturan sintesis in situ. Dalam biosintesis diatur berapa banyak
terbentuk auxin bebas (free auxin), yaitu IAA.
2. Pembentukan auxin terikat (bound auxin) yang reversibel (bentuk
cadangan) dan ireversibel (bentuk detoksifikasi). Bound auxin dalam
bentuk cadangan, secara reversibel dapat dilepas sebagai IAA kembali,
contohnya thioglukosida. Sedangkan bound auxin dalam bentuk
detoksifikasi, IAA yang terbentuk berlebih diubah menjadi bentuk lain
agar tidak bersifat toksik (detoksifikasi). contohnya IAA-peptida (IAA
aspartat dan IAA glutamat).
3. Degradasi menjadi senyawa tidak aktif melalui proses : (a) destruksi
enzimatik dan (b) destruksi fotooksidatif. Destruksi enzimatik
dikatalisis oleh enzim IAA-oksidase, dibutuhkan O2 (mutlak) dan
H2O2 (independen) dan dihasilkan metilen oxindole, sedangkan
Destruksi fotooksidatif dikatalisis oleh riboflavin, -caroten dan eosin
dengan dosis cahaya yang tinggi. Reaksinya sama sama seperti
destruksi enzimatik. Dapat diihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Reaksi oksidasi IAA

14
Kerusakan IAA disebabkan oleh: (a) oksidasi O2 dan hilangnya gugus
karboksil sebagai CO2 dengan bantuan ensim IAA oksidase; dan (b) gugus
karboksil IAA tidak hilang tetapi karbon 2 pada cincin heterosiklik teroksidasi
membentuk asam oksindol 3 asetat. Pengangkutan/transport hormon merupakan
pergerakan hormon dari tempat sintesis ke sel/jaringan target (tempat hormon
digunakan). Cara transport bisa terjadi secara :

- Basipetal = dari atas (pucuk) ke bagian bawah, umumnya cara ini


sifatnya polar yaitu perlu energi yang berasal dari proses
metabolisme

- Acropetal = pergerakan dr bawah ke atas, secara non metabolik shg


tak perlu energi, yaitu melalui difusi. Fitohormon dapat bergerak di
dalam sel antara organela dan antara sel melalui jalur simplas,
opoplas atau melalui jaringan xylem dan floem. Pengankutan IAA
dari pucuk tanaman menuju pangkal batang tergolong pengakutan
polar (bukan difusi biasa). Pengangkutan polar tidak berlaku untuk
GAs, sitokinin dan ABA. Hormon itu bergerak melalui pembuluh
xylem dan floem serta melalui sistem apoplas dan simplas. Etilen
sebagai hormon berbentuk gas, pergerakannya melalui difusi. IAA
biasanya tidak dipindahkan melalui phloem atau xilem, tetapi
melalui sel parenkima yang bersinggungan dengan berkas
pembuluh.

Secara garis besar pengangkutan IAA dilakukan secara:

a. Polar. Pada batang arahnya ke basipetal (mencari dasar) dan tidak


tergantung dasar tersebut pada posisi normal atau terbalik.
Sedangkan pada akar arahnya akropetal (mencari apeks). Hanya
terjadi pada sel yang aktif dengan kecepatan rendah ( 1 cm per jam
di akar dan batang)

b. Non polar, yaitu pergerakannya ke segala arah. Terjadi pada sel


yang mengalami senescence dengan kecepatan tinggi. Zat yang
dapat menghambat pergerakan auxin disebut antiauxin, seperti
asam 2,3,5 triiodobenzoat (TIBA) dan asam naftilalamat (NPA).
Fitohormon dapat bergerak di dalam sel antara organela dan antara

15
sel melalui jalur simplas, apoplas atau melalui jaringan xylem dan
fluem. IAA adalah fitohormon yang bayak dipelajari tentang
system pengangkutannya di dalam tanaman. Transport IAA secara
basipetal polar dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Proses pengangkutan basipetal polar


auxin pada potongan Avena coleoptile.

Pada kecambah monokotil, IAA yang terbanyak terdapat pada koleoptil dan
makin berkurang kea rah akar. Penyebaran yang demikian hanya terjadi jika IAA
dari ujung koleoptil diangkut ke lain bagian. Dalam perjalanan IAA dari ujung
koleoptil ke bagian lain, IAA itu dapat dipergunakan dalam proses pertumbuhan,
dimobilisasi oleh ikatan-ikatan kompleks atau diinaktifkan dan dirombak oleh reaksi-
reaksi enzimatik. IAA pada ujung koleoptil berasal dari IAA konjugata/cadangan
(IAA–inositol, IAA–glukosa atau IAA-asam-asam amino). Dalam proses
pematangan biji IAA dibuat oleh embrio yang sedang berkembang dan di samping
sebagai IAA-konjugata dalam jaringan endosperm. Pada waktu perkecambahn biji
IAA-konjugata itu bergerak ke koleoptil dan dihidrolisa secara enzimatik menjadi
IAA bebas dan diangkut ke bagian lain dari kecambah tersebut. Meristem akar
mensintesa IAA dalam jumlah yang kecil, sehingga kebutuhan IAA di akar itu
sebagian besar berasal dari ujung koleoptil. Cara penyebaran IAA pada bibit tanaman
dikotil agak kompleks tetapi yang jelas bahwa IAA itu dibuat pada daerah-daerah
meristematik dari tunas-tunas pucuk daun dan tunas-tunas samping. Proses-proses

16
pengangkutan imobilisasi dan prombakan dari IAA itu menyebabkan konsentrasi
yang berbeda dalam tanaman tersebut. Penyebaran IAA dalam tanaman terutama
diatur oleh pengangkutan IAA kearah menjauhi pucuk tanaman. Pengangkutan
auxin dari pucuk tanaman menuju pangkal batang disebut pengangkutan polar.
Pergerakan polar ini bukan suatu proses difusi biasa dari konsentrasi auxin yang
tinggi ke konsentrasi auxin yang rendah, tetapi termasuk juga aktivitas dari sel-sel
yang hidup. Sifat-sifat pergerakan polar itu dapat dilihat pada percobaan pada
Gambar 6.

Percobaan lain dapat dilakukan dengan pengaturan letak blok agar donor
(agar + IAA) dan blok agar aseptor (agar tanpa IAA) pada potongan batang bibit
yang dapat diletakkan pada posisi biasa dan posisi terbalik. Hasil percobaan-
percobaan itu adalah sebagai berikut :

(1) Donor diletakkan di atas, aseptor di bawah potongan batang pada posisi
biasa. IAA akan bergerak dari donor ke aseptor.

(2) Seperti pada (1) tetapi posisi batang terbalik. IAA tidak bergerak dari
donor ke aseptor.

(3) Donor diletakkan di sebelah bawah dan aseptor di sebelah atas, posisi
batang biasa. IAA tidak bergerak dari donor ke aseptor.

(4) Seperti pada (3) tetapi posisi batang terbalik. IAA akan bergerak dari
donor ke aseptor. Percobaan tersebut menunjukkan bahwa auxin bergerak
dari konsentrasi tinggi kekonsentrasi rendah melalui morfologis ujung ke
morfologis pangkal batang. Polar transport ini juga dihambat oleh
keadaan anaerobic dan zat-zat penghambat respirasi. metabolisme,
perkembangan tanaman (vegetatif/reproduktif), pelukaan dan factor-
faktor lingkungan. Dasar-dasar fisiologis dari pergerakan polar sampai
saat ini belum diketahui dengan jelas. Pengangkutan polar merupakan
suatu hasil kerjasama sel-sel yang hidup sehingga beralasan jika
dikatakan bahwa fenomena polaritas itu berada di dalam sel. Polaritas ini
dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti :

(1) Distribusi yang asimetrik dari organela-organela (mitokondria,


spherosoma, ribosoma, plastid);

17
(2) Membran yang asimetrik (plasma, tonoplas, endoplasmic retikula);

(3) Distribusi enzim yang asimetrik di dalam sel;

(4) Perbedaan distribusi daripada ion-ion anorganik dan molekul yang


kecil di dalam sel (Wiraatmaja,2017).

2.4. Pengaruh Hormon Auksin Pada Tanaman

Auxin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang kalus,
suspensi sel dan organ. Pemilihan jenis auxin dan konsentrasi, tergantung dari : (1)
tipe pertumbuhan yang dikehendaki, (2) level auxin endogen, (3) kemampuan
jaringan mensintesa auxin, dan (4) golongan zat tumbuh lain yang ditambahkan.
Pengaruh auxin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui cara :

1. Menginduksi sekresi ion H keluar sel melalui dinding sel.


Pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini
mengurangi potensial air sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel
membesar.

2. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme


protein, mungkin melalui transkripsi molekul RNA. Auxin sintetik yang
sering digunakan dalam kultur jaringan tercantum pada Tabel

3. Memacu terjadinya dominansi apikal.

4. Dalam jumlah sedikit memacu pertumbuhan akar.

2.5. Hormon Giberelin

Giberelin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di


Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Sebelumnya, pada 1920-an para peneliti
Jepang menyelidiki suatu penyakit cendawan pada padi yang disebabkan oleh
Giberelin fujikuroi. Bila cendawan ini dikulturkan ternyata mengeluarkan suatu zat
ke medium yang disebut giberelin A, yang dapat mendorong timbulnya gejala
penyakit bila disemprotkan pada tanaman sehat, dan dapat mendorong pemanjangan
batang pada sejumlah jenis tanaman lain. Pada tahun 1936 kristal giberelin A dapat
diisolasi dari filtrate kultur cendawan ini. Baru setelah Perang Dunia II, para ahli
dari Inggris dan Amerika Serikat menyadari pentingnya zat tumbuhan ini. Penelitian

18
yang intensif yang dilakukan di ketiga negara tersebut memungkinkan, bahwa
giberelin A sebenarnya adalah campuran dari sekurangkurangnya 6 jenis giberelin
yang disebut GA1, GA2, GA3, GA4, GA7 dan GA9.

Pada saat ini telah diketahui bahwa tumbuhan berhijau daun mengandung
GA1, GA2, GA3, GA5, GA6, GA7 dan GA8. Telah pula diketahui adanya sekitar
40 macam struktur dan mungkin masih akan ditemukan lagi struktur tambahan.
Giberelin terdapat dalam berbagai organ seperti akar, batang, tunas, daun, tunas-
tunas bunga, bintil akar, buah dan jaringan kalus. Di alam telah ditemukan lebih dari
sepuluh jenis giberelin. Menurut Weaver (1972), giberelin ada yang diketemukan
dalam jamur Gibberella Fujikuroi, ada yang diketemukan pada tanaman tinggi dan
ada juga yang diketemukan pada keduanya. Jenis giberelin yang diketemukan pada
jamur yaitu GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, GA9, s.d GA16, GA24, GA25, GA36.
Sedangkan jenis giberelin yang diketemukan pada tanaman derajat tinggi yaitu GA1,
s.d GA9, GA13, GA17, s.d GA23, GA26, s.d GA35. Dan yang terakhir yaitu
giberelin yang diketemukan pada jamur dan tanaman derajat tinggi yaitu GA1, s.d
GA4, GA7, GA9, dan GA13. Giberelin ; GA1 s.d GA5, GA7 s.d GA9, GA19, GA20,
GA26, GA27, dan GA29 diketemukan pada Pharbitis nil, GA1, GA5, GA8, GA9,
GA13, diketemukan pada umbi tulip, kemudian GA3, GA4, GA7, diketemukan pada
anggur, GA18, GA19, GA20, diketemukan pada pucuk bambu, GA3, GA4, GA7,
dijumpai pada biji apel, selanjutnya GA21, dan GA22, dijumpai pada sword bean.
Pada tanaman lain yaitu : Lipinus lutens (GA18, GA23, GA28), pada pucuk tanaman
jeruk dan biji mentimun diketemukan GA1, tebu (GA5), pisang (GA7), kacang,
jagung, barley wheat diketemukan GA1. Adapun pada tanaman Phaseolus coclirecus
diketemukan ; GA1, GA3 s.d GA6, GA8, GA13, GA17, dan GA20. Kemudian pada
Rudbeckia bicolor diketemukan ; GA1, GA4, GA7, s.d GA9. Dan yang terakhir yaitu
pada Calonyction aculeatum diketemukan GA30, GA31, GA33, dan GA34.

Sebagian besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk


inaktif, dan tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada
spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada
tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah dijumpai
pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti auxin
pergerakannya bersifat tidak polar.

19
Giberelin (GAs) merupakan senyawa diterpenoid tetrasiklik dengan rangka
ent-gibberalene yang disebut ent-kaurene. Ada 2 tipe utama GAs yaitu yang
mempertahankan kerangka entkaurene disebut C20-GAs atau punya atom carbon
penuh yaitu 20 C dan yang kehilangan C20 disebut ent20 non-gibberelane (C19-
GAs) atau atom carbon yang ke 20 hilang dalam metabolism. Saat ini telah
ditemukan 89 jenis GAs, diberi nomor dari GA1-GA89. Menurut Weaver (1972),
perbedaan utama pada gibereline adalah : (a) pada beberapa gibereline mempunyai
19 buah atom karbon dan yang lainnya mempunyai 20 buah atom karbon ; (b) Grup
hidroksil berada dalam posisi 3 dan 13 (ent- gibberellene numbering system). Semua
gibereline dengan 19 atom karbon adalah monocarboxylic acid yang mengandung
COOH grup pada posisi 7 dan mempunyai sebuah lactonering. Di alam, dijumpai
pula beberapa senyawa yang di ekstrak dari tanaman. Senyawa tersebut tidak
mengandung gibereline atau gibberellane structure tetapi termasuk ke dalam
gibereline. Tetapi ada pula senyawa lain yang ditemukan tanpa gibban skeleton yaitu
"Steviol", namun aktivitasnya seperti gibereline. Macam-macam giberelin ada yang
endogen mulai dari : GA1 sampai dengan GA58 misalnya GA1 pada jagung, kacang
tanah, pisang, tebu dan GA7 pada biji muda mentimun. Disamping itu sintetik
umumnya adalah GA3, tetapi ada juga GA4, GA7, GA9 sintettik.

Sifat-sifat struktur yang diperlukan untuk aktivitas kimia giberelin adalah :

1. Untuk aktivitas yang tinggi diperlukan adanya cincin A, B, C, D yang utuh


dari ent-giberelin

2. Gugus karboksil (COOH) pada C7 diperlukan untuk aktivitas yang tinggi

3. Gas yang paling atif adalah Gas yang mempunya ikatan lakton (CO-O--
C/CO pada C19 dan C pada C10) pada cicin A.

2.6. Biosintesis Hormon Giberelin

Giberelin adalah zat kimia yang dikelompokan kedalam terpinoid. Semua kelompok
terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5 atom karbon. Dapat diihat
struktur giberelin pada Gambar 2.6.

20
Gambar 2.6. Ikatan Atom gibeelin

Unit-unit isoprene ini dapat bergabung sehingga menghasilkan monoterpene


(C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20) dan triterpene (C-30). Biosintesis
gibereline yang terdapat dalam jamur Gibberella Fujikuroi berproses dari Mevalonic
acid sampai menjadi giberelin. Tempat sintesis adalah pada semua jaringan yang
sedang tumbuh dan jaringan yang berdiferensiasi serta pada biji dan buah yang
sedang berkembang.

Pengangkutan polar rupanya tidak berlaku untuk giberelin, sitokinin dan


asam absisik. Fitohormon-fitohormon ini bergerak melalui jaringan-jaringan
pembuluh floem dan xylem dan juga melalui system apoplas dan simplas. Banyak
kenyataan yang menunjukkan bahwa giberelin dan sitokinin ditranslokasikan bukan
dalam bentuk bebas. Eksudat-eksudat dari jaringan fluem bunga matahari, kacang
kapri, anggur dan tanaman lainnya semuanya mengndung GAglukosida. Bentuk GA-
glukosida ini adalah bentuk GA cadangan maupun GA yang ditranslokasikan.
Kenyataan-kenyataan yang sama pun didapat untuk sitokinin dan asam absisik.
Eksudat-eksudat dari xylem maupun floem mengandung kedua fitohormon ini dalam
keadaan yang terikat.

Jalur biosintesis giberelin terdiri atas 4 lintasan, yaitu :

1. Jalur dari mevalonic acid (MVA) ke geranil-geranil pyrofosfat (GGPP)

2. Siklisasi GGPP menjadi Ent-kaurene

3. Ent-kaurene menjadi GA12-aldehida

4. Jalur dai GA12-aldehida ke GAs

Jalur dari mevalonic acid ke geranil-geranil pyrofosfat (GGPP) sampai


menjadi GA12-aldehida (jalur nomor 1 –3 ) sama untuk semua tanaman tingkat
tinggi. Karena begitu banyak GAs maka tidak ada satu jalur khusus baik bagi GAs
yang terdapat pada fungi maupun yang terdapat pada tanaman. Walaupun demikian

21
sebagian dari jalur biosintesa itu yaitu mulai dari MVA (C6) → ent-Kaurene →
GA12 aldehida adalah sama untuk fungi maupun tanaman. Jalur dari MVA ke GPP
ada beberapa langkah yaitu aktivasi dari MVA menjadi MVA- PP dengan enzim
MVA Kinase, memerlukan ATP, MG ++++, dilanjutkan dengan pembentukan
GGPP dari IPP dan DMAP, enzimnya GGPP sintetase. Setelah itu terjadi
pembentukan cincin (cyclization) ent-Kaurene dari GGPP. Pada tahap perubahan
antkaurene menjadi GA12-aldehida tidak terdapat hasil antara (intermediate) diantara
kedua senyawa tersebut. Para ahli berpendapat bahwa proses itu terjadi dari
kontraksi cincin B. Cincin B yang mula-mula terdiri dari 6 C berkontraksi menjadi
cincin B dengan 5 C + C7 diluar cincin tersebut. Pada jalur sesudah GA12-aldehida
menjadi Gas (GA4) menurut Wareing dan Phillips (1981), melalui langkah-langkah
berikut yaitu :

(1) Oksidasi dari gugus 7 Beta aldehida

(2) Hilangnya gugus 10 alpametil

(3) Pebentukan ikatan lakton antara C19 dan C10.

Kemudian dari GA4 ada 4 jalur untuk membentuk GA16, GA17, GA1 dan
GA7 dengan proses sebagai berikut :

(1) GA4 → hidroksilasi pada C1 → GA16

(2) GA4 → hidroksilasi pada C2 → GA17

(3) GA4 → hidroksilasi pada C113 → GA1

(4) GA4 → membentuk ikatan rangkap antara C1 dan C2 (∆ 1,2) → GA7

(5) GA7 → hidroksilasi → GA3 pada C13

Bentuk-bentuk Gas alamiah terdiri dari :

1. GAs bebas (free Gas) yaitu GAs yang tidak terikat pada glukosa dan larut
dalam methanol, terdiri dari C19-GAs atau C20-GAs mono, di atau tri karboksilat.

2. GAS yang larut dalam air atau “bound GAS “ (Water soluble GAS).
Senyawa menyerupai GA, sangat polar dan larut dalam air. Terdapat pada buah, biji,
umbi kentang, umbi tulip, kecambah tomat, ujung-ujung tunas tembakau. Bentuknya

22
bermacam-macam terdiri dari sekurang-kurangnya dua atau lebih senyawa. Salah
satu GAS yang sangat polar ini adalah GA bebas yang telah ditentukan struktur
kinianya. GA ini dikenal dengan nama GA32 yang terdapat pada biji muda dari
Prunus armeniaca (Davies, 1995).

3. Conjugated GAs. Pada conjugated GA, GAs ini terikat pada glukosa
dalam bentuk glukosida dan glukosil ester. Glukosida merupakan pengikatan glukosa
dengan GAs melalui gugus hidroksil dari GA (GA-O--glukosa). Sedangkan ester
glukosil merupakan pengikatan glukosa dengan GAs melalui gugus karboksilat
(COOH) dari GA (GA--COO-glukosa).

4. Inter Konversi. GAS berbeda di dalam palensinya dan GAS yang terdapat
pada fase perkembangan tertentu dari tanaman atau organ tidak terdapat pada fase
perkembangan berikutnya. Di dalam organ/tanaman terjadi interkonversi seperti : (a)
Antara Free GA (GA6 – GA3 dan GA8), (b) Conjugated GAS → Free GAS, (c)
Bound GAS → Free GAS.

Terdapat perbedaan antara GAs conjugated dengan auxin conjugated, karena


pada GAs hanya terdapat dalam glukosida dan glukosil ester, sedangkan pada auxin
terdapat dalam bentuk glukosida,glukosil ester dan peptida. Pada auxin istilah bound
auxin adalah sinonim dengan conjugated auxin sedangkan pada pada GA tidak. Pada
GA yang disebut bound Giberelin adalah senyawa menyerupai GA (GA like
substance) yang lebih polar dari GA bebas. Metode yang digunakan untuk melacak
tempat biosintesa dari GAS antara lain :

1. Pemotongan organ diikuti pemberian GAS eksogen. Dalam hal ini organ
dipotong lalu diberi GAS eksogen, kemudian dibandingkan dengan tanaman yang
tidak dipotong organnya.

2. Ekstraksi lalu dilakukan determinasi.

3. Difusi. Mula-mula dipergunakan untuk auxin tetapi dapat digunakan juga


untuk GAs. Perbedaan antara ekstraksi dan difusi adalah bahwa pada ekstraksi
diketahui kadar GA pada satu waktu tertentu. Sedangkan pada difusi mengetahui
pembentukan kadar GA pada suatu selang waktu (periode).

23
4. Penggunaan inhibitor pada GA biosintesa. Penggunaan inhibitor dilakukan
pada potongan organ kemudian dilanjutkan dengan mengukur jumlah GAs yang
terbentuk pada suatu periode waktu dengan metode difusi.

Berdasarkan metode-metode tersebut didapatkan bahwa Gas dibuat : (1) di


daun muda dari pucuk tunas, (2) ujung-ujung akar (3 -4 mm), dan (3) biji yang
sedang berkembang (Davies, 1995). Pengaturan kadar GA dalam tubuh tanaman
dilakukan melalui mekanisme :

a. Pengaturan sintesis in situ

b. Pembentukan Bound GAs atau Conjugated GAs. Bound Gas dianggap


sebagai GAs cadangan atau GAs simpanan, atau Gas dalam bentuk dapat ditransport.
Dari bound GAs dapat dilepas GAs. Contohnya GA3-glukosida c. Dengan
interkonversi (Gambar 2.7.). Adanya interkonversi menyebabkan kadar GAs pada
jaringan atau organ pada suatu waktu tidak konstan.

Di dalam proses biosintesis telah diketemukan zat penghambat (growth


retardant) di dalam aktivitas ini. Beberapa contoh growth retardant yang
menghambat biosintesis gibereline pada tanaman antara lain Amo-1618 (2-isopropil-
4-dimetil-kamine-5 metil phenil4pipendine karboksilatmetil klorida) menghambat
biosintesis gibereline pada tanaman mentimun liar (Exhmocytis macrocarpa). Amo-
1618 menghambat dalam proses perubahan dari Geranylgeranyl pyrophosphat ke
Kaurene. Begitu pula growth retardant CCC (2-chloroethyl) trimethyl (-amonium
chloride) memperlihatkan aktivitas yang sama dengan Amo-1618. Biosintesis GAs
dapat dihambat dengan menggunakan inhibitor sintetik, yaiutu :

a. AMO-1618 dan cyclosel, memblok biosintesis pada reaksi yang enzimnya


ent-kaurene synthase.

b. Paklobutrazol, anzimidol dan uniconazole, memblok reaksi entkaurene


menjadi ent-kaurenol.

24
Gambar 2.7. Penghambatan growth retardant dalam biosintesis

2.7. Pengaruh Hormon Giberelin Pada Tanaman

Asetil-CoA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai


prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada
tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auxin
apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auxin dalam jumlah yang sangat
sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang maksimal.

Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil


akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan
konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya
bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal
setelah diberi GA. Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang,
tetapi juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya
auxin. Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan
mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji. Giberelin sebagai hormon tumbuh
pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat genetik (genetic dwarfism),

25
pembuangan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi karbohidrat selama
perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya. Giberelin mempunyai
peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation), aktivitas kambium
dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.

2.8. Hormon Sitokinin

Sitokinin merupakan senyawa derifat adenin yang dicirikan oleh


kemampuannya menginduksi pembelahan sel (cell division) pada jaringan (dengan
adanya auxin). Bentuk dasar dari sitokinin adalah adenin (6-amino purine). Adenin
merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktifitas sitokinin. Di dalam
senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu double bond dalam rantai
tersebut akan meningkatkan aktifitas zat pengatur tumbuh ini. Sitokinin alami
(endogen) adalah zeatin dan dihidrozatin, sedangkan sitokinin sintetik antara lain
zeatin, BA, BAP, 2-iP, IPA, PA, Kinetin, dan thidiozuron. Dapat diihat struktur
sitokinin pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur ikatan kimia sitokinin

Struktur dan Aktivitas sitokinin yang aktif :

1. Harus ada N 6 yang dapat disubstitusi

2. Aktivitas tergantung dari rantai samping dan cincin adenin.

3. Rantai samping, adanya penjenuhan ikatan rangkap bersifat menurunkan


aktivitas.

26
Perpindahan ikatan rangkap dari ∆1,2 ke ∆ 3,4 juga menurunkan aktivitas
berkurang. Substitusi (adanya OH pada C4 meningkatkan aktivitas, adanya OH pada
C2 C3 atau C2 dan C3 mengurangi aktivitas, adanya > 1 OH menurunkan aktivitas.
Sitokinin yang aktif dapat dirubah menjadi tidak aktif (antagonist) dengan cara
penjenuhan rantai samping, penukaran posisi C dan N, dan substitusi CH3 pada 9-
CH.

2.9. Biosintesis Hormon Sitokinin

Sitokinin alami disintesis di akar kemudian ditransport secara akropetal ke


pucuk. Disamping itu, sitokinin juga dapat disintesis pada biji yang berkembang.
Informasi biosintesis sitokinin tidak selengkap biosintesis auxin atau giberelin, dan
sampai saat ini masih terus diteliti oleh para pakar fitohormon. Prekursor biosintesis
sitokinin adalah asam mevalonat dengan jalur biosintesis seperti pada Gambar 2.9.
Pengaturan kadarnya dalam tubuh tanaman dilakukan melalui :

1. Pengaturan sintesis in situ (free sitokinin/zeatin)

2. Pembentukan bound sitokinin, dengan cara :

a. Gugus hidroksil zeatin menangkap glukosa membentuk glukosida.


Konjugat ini bisa sbg bentuk cadangan atau bentuk untuk transport
dan sifatnya reversibel.

b. Membentuk conjugat alanin dengan menangkap 1 glukosa pada


atom C 9. Cara ini termasuk mekanisme detoksifikasi, sifatnya
ireversibel

3. Degradasi dengan enzim sitokinin oksidase. Enzim ini menghilangkan


lima rantai carbon samping dengan melepas adenin bebas.

27
Gambar 2.9. Jalur mevalonat untuk biosintesis giberelin
dan asam absisat (ABA)

Pengaruh sitokinin dipengaruhi oleh konsentrasi auksin. Adanya meristem


apikal, maka auksin menekan pertumbuhan tunas aksilar. Meristem apikal dibuang,
konsentrasi sitokinin meningkat, merangsang pertumbuhan tunas aksilar. Sitokinin
berperan dalam menghambat pertumbuhan akar melalui peningkatan konsentrasi
etilen. Sitokinin menghambat pembentukan akar lateral melalui pengaruhnya pada
sel periskel dan memblok program pengembangan pembentukan akar lateral.
Mekanisme kerja sitokinin:

a. Pengaturan Pembelahan Sel dan Differensiasi Sel


Bekerja bersama-sama dengan auksin, sitokinin menstimulasi
pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan differensiasi. Efek sitokinin terhadap
pertumbuhan sel di dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang bagaimana

28
jenis ZPT ini berfungsi di dalam tumbuhan. Ketika satu potongan jaringan
parenkhim batang dikulturkan tanpa memakai sitokinin, maka sel tersebut tumbuh
menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokinin secara mandiri tidak mempunyai
efek, tetapi apabila sitokinin diberikan bersama-sama dengan auksin maka sel
tersebut dapat membelah.

b. Pengaturan Dominansi Apikal

Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol


dominansi apikal. Hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal pada dominansi
apikal, yaitu penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa sitokinin dan auksin
bekerja secara antagonistis dalam mengatur pertumbuhan tunas aksilar. Sitokinin
masuk melalui akar ke dalam sistem tajuk tanaman, akan melawan kerja auksin,
dengan mengisyaratkan tunas aksilar untuk mulai tumbuh. Jadi rasio sitokinin dan
auksin merupakan faktor kritis dalam mengontrol pertumbuhan tunas aksilar.

c. Efek Anti Penuaan

Sitokinin dapat menahan penuaan beberapan organ tumbuhan dengan


menghambat pemecahan protein, dengan menstimulasi RNA dan sintesis protein,
dengan memobilisasi nutrien dari jaringan di sekitarnya. Proses penuaan terjadi
karena penguraian protein menjadi asam amino oleh enzim protease, RNA-ase dan
DNA-ase. Adanya sitokinin maka kerja enzim-enzim tersebut akan dihambat
sehingga umur protein menjadi lebih panjang.

2.10. Pengaruh Hormon Sitokinin pada Tumbuhan

Sitokinin merupakan ZPT yang mendorong pembelahan(sitokinesis).


Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misalnya kinetin, zeatin) dan
beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada
jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang
diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target keseluruh
tanaman. Peranan iisiologis sitokinin secara umum meliputi :

1. Pembelahan sel (cell division). Pemberian sitokinin eksogen


menginduksi pembelahan sel dalam kultur jaringan bersama-
sama dengan adanya auxin. Secara endogen juga terjadi pada
tanaman yg mengalami tumor Crown Gall.

29
2. Morphogensesis. Dalam kultur jaringan dan Crown Gall, sitokinin
menginduksi terbentuknya organ pucuk.

3. Pertumbuhan tunas lateral (growth of lateral buds). Pemberian


sitokinin menyebabkan terbebasnya pucuk lateral dari pengaruh
“Apical dominance”

4. Mendorong terbukanya stomata pada beberapa spesies, misalnya


pada solanaceae.

5. Menghambat “leaf senescence”

6. Mendorong perluasan daun (leaf expansion), dihasilkan karena


adanya pembesaran sel.

7. Mendorong perkembangan kloroplast. Aplikasi sitokinin eksogen


menyebabkan terakumulasinya klorofil dan mendorong konversi
etioplast menjadi kloroplast.

Pengaruh Pemberian Sitokinin Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Selain


itu, sitokinin mampu memperlambat penuaan daun dengan cara mempertahankan
keutuhan membran tonoplas. Bila tidak, protease dari vakuola akan merembes ke
sitoplasma dan menghidrolisis protein larut serta membran kloroplas dan
mitokondria. Apabila daun yang dibuang dari suatu tumbuhan dicelupkan ke dalam
larutan sitokinin, maka daun itu akan tetap hijau lebih lama daripada biasanya.
Sitokinin juga memperlambat deteriorasi daun pada tumbuhan utuh
(Wiraatmaja,2017) .

2.11. Penelitian tentang Zat Pertumbuhan Hormon

2.11.1 Pendahuluan

Tanaman teh ( CameIlia sinensis (L.) O. Kuntze) adalah salah satunya


komoditas utama perkebunan. Peneliti melakukan teknik pelapisan udara untuk
memperbanyak tanaman teh. Pelapisan udara dilakukan dengan mengupas kulit dari
cabang mengikis kambium lalu membungkusnya dengan media. Media yang
digunakan ada 3, yaitu sekam, arang, dan lumut. Tujuan eksfoliasi cabang untuk
memutus aliran makanan dari ujung batang ke cabang yang diiris. Akar akan
terbentuk karena untuk aliran zat makanan (karbohidrat) dan auksin (hormon

30
pertumbuhan yang mendorong pelepasan akar), yang kemudian mengalir ke bawah
melalui kulit kayu (floem) sehingga nutrisi akan dipertahankan pada bagian atas dari
bagian yang diiris untuk mengaktifkan akumulasi karbohidrat dan hormon.
Tumpukkan karbohidrat dan hormon dalam sayatan akan membentuk kalus yang
akan berubah menjadi tanaman baru.

2.11.2. Alat, Bahan, dan Metode

2.11.2.1. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan peneliti saat melakukan


penelitian, yaitu layering, cooler box, ice gel, timbangan digital, dan
oven.

2.11.2.2. Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan peneliti saat melakukan


penelitian, yaitu cabang daun teh, media pelapisan udara ( arang,
sekam, dan lumut).

2.11.2.3. Metode

Peneliti melakukan penelitian berdasarkan dengan metode dan


prosedur yang ada. Adapun prosedur yang digunakan peneliti, yaitu:

 Cabang diiris sepanjang ± 10 cm


 Dibersihkan dari kambiumnya
 Dan dibiarkan selama 2–3 hari 
 Kemudian, cabang diberikan dengan media pelapis udara
dalam bungkus plastik yang dijilid erat di kedua ujungnya
agar tidak bergeser dan kemudian ditutup dengan plastik
hitam. 
 Air diberikan secara rutin ke media saat kering. 
 Setelah lima bulan, cabang-cabang itu dipotong.
 Media pelapis (arang sekam, cocopeat dan lumut) sebagai
perlakuan diterapkan pada dua klon (GMB 7 dan GMB 9). 

31
 Untuk setiap perlakuan, dua tanaman induk dipilih dan
direplikasi tiga kali, di mana dua cabang dilapisi udara di
dalam setiap tanaman.

2.11.3. Pembahasan

Karbohidrat digunakan untuk proses metabolisme endogen dan


biosintesis hormon seperti auksin, sitokinin, dan giberelin. Pada gambar 2.10.
menjelaskan bahwa media lumut dan arang sekam sama-sama cocok untuk
memproduksi hormon auksin dan sitokinin. Pada gabar ersebut menunjukkan
sukrosa tingkat tertinggi di media sekam sedangkan kadar gukosa tertinggi pada
arang. Karbohidrat bisa digunakan untuk proses metablisme endogen dan biosintesis
hormon, seperti auksin, sitokinin, dan giberelin. Sukrosa akan dihidrolisis menjadi
glukosa dan fruktosa. Glukosa akan dipecah melalui respirasi sel yang menghasilkan
karbon dan energi. Energi akan digunakan oleh sel untuk pembentukkan kalus.

Gambar 2.10. Perbandingan dari sukrosa, glukosa dan karbohidrat pada GMB
7 di 3 jenis media

Sitokinin umumnya digunakan untuk pembentukan pucuk dan auksin


digunakan untuk pembentukan akar atau kalus sehingga dapat menjadi zat pengatur
tumbuh untuk setiap tanaman. Jika hormon auksin lebih tinggi daripada hormon
sitokinin maka bersama-sama mendukung petumbuhan akar dan menginduksi
pembentukkan kalus, seangkan jika hormon auksin lebih rendahdaripada hormon
sitokinin maka akan terbentuk mahkota. Hal ini menyebabkan keberadaan satuzat
pengatur tumbuh tertentu dapat meningkatkan aktivitas pengatur tumbuh lainnya
untuk setiap tanaman. Dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Perbandingan auksin dn sitokinin pada


ketiga jenis media 32
Dalam penelitian tersebut media juga mempengaruhi bobot kering dan
basah,panjang dan luas permukaan akar. Media sekam memberikan hasil tertinggi
pada bobot basah, kering, panjang dan luas permukaan akar. Dapat dilihat pada
Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Perbandingan Pelapisan Udara Kayu GMB 7 Dari Tiga


Jenis Media
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa media sekam memberikan hasil
tertinggi pada bobot basah, kering, dan luas permukaan akar. Pembentukkan akar
pada pelapisan udara terjadi karena penumpukkan zat makanan yang berasal dri
bagian atas sehingga kulit batang akan membengkak akibat penumpukkan aukin dan
karbohidrat, sehingga dengan adanya media tanam maka akan meransang ZPT untuk
pembentukkan akar. Begitu juga dengan media gambut hasil tertinggi pada parameter
bert kering seangkan pada parameter berat basah dan luas permukaan hasil tertinggi
pada sekam. Pertumbuhan akar pada ketiga media menunjukkankeseragaman
meskipun masih banyak kalus yang tidak berdeferensiasi, yang masih berupa
tonjolan pada batang kalus (Widyastuti, dkk.2020). Dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.12. Perbandingan Pelapisan Udara Kayu GMB 9 Dari Tiga Jenis
Media

33
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (ZPT)/plant growth substances merupakan


senyawa organik bukan nutrisi tanaman yang aktif dalam konsentrasi rendah
(dapat < 1 mM) merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan secara kuantitatif maupun kualitatif. Bisa
dihasilkan oleh tanaman (alami/endogen) atau sintetik (eksogen). Pada
umumnya dikenal ada lima kelompok hormon tumbuhan atau jenis
fitohormon, yaitu : auxin, giberelin, sitokinin, etilen, dan ABA.
2. Auxin berasal dari bahasa yunani auxein, yang berarti meningkatkan. Auxin
digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang kalus,
suspensi sel dan organ.
3. Giberelin (GAs) merupakan senyawa diterpenoid tetrasiklik dengan rangka
ent-gibberalene yang disebut ent-kaurene. Efek giberelin tidak hanya
mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi
perkembangan tumbuhan seperti halnya auxin. Pemberian GA bisa memacu
pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji. Giberelin
sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat genetik
(genetic dwarfism), pembuangan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi
karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya.
4. Sitokinin merupakan senyawa derifat adenin yang dicirikan oleh
kemampuannya menginduksi pembelahan sel (cell division) pada jaringan
(dengan adanya auxin). Sitokinin mampu memperlambat penuaan daun
dengan cara mempertahankan keutuhan membran tonoplas.

3.2. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah referensi tentang zat
pengatur tumbuh (ZPT) dan penulis mohon maaf jika masih banyyak kekurangan
dalam makalah ini.

34
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Teh di Indonesia. [Online]. Tersedia:


https://media.neliti.com/media/publications/48711-ID-statistik-teh-
indonesia-2014.pdf. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2020.
Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuh. Rajawali. Jakarta.

Loveless, A.R. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik.


Gramedia. Jakarta
Mutryarny, Enny, dan Seprita Lidar. 2018. Respon Tanaman Pakcoy (Brassica
Rapa L) Akibat Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Hormonik. Jurnal
Ilmiah Pertanian. Vol. 14 (2); 29-34.
Salisburi FB dan CV Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. ITB Press,
Bandung.
Tustiyani I. 2017. Pengaruh pemberian berbagai zat pengatur tumbuh alami
terhadap pertumbuhan stek kopi. Jurnal Pertanian. Vol.8(1): 46-50.
Waromah, dkk. 2018. Pengaruh Pemberian Dua Jenis Zat Pengatur Tumbuh
Alami Terhadap Pertumbuhan Seedling Manggis (Garcinia
mangostana L.). J. Agrotek Tropika. Vol. 6, No. 1: 15 – 20.

Widyastuti, dkk. 2020. Effects of auxin and cytokinin levels on the success of air
layering in tea plant clones of GMB 7 and GMB 9 using husk
charcoal, cocopeat and moss media. Ilmu Pertanian (Agricultural
Science). Vol. 5 (2): 86-91.
Wiraatmaja, 2017. Zat Pengatur Tumbuh Auksin Dan Cara Penggunaannya
Dalam Bidang Pertanian. Bahan Ajar. Denpasar: Universitas
Udayana

Wiraatmaja, 2017. Zat Pengatur Tumbuh Giberelin Dan Sitokinin. Bahan Ajar.
Denpasar: Universitas Udayana

35

Anda mungkin juga menyukai