Anda di halaman 1dari 24

RESPON FISIOLOGI TANAMAN KACANG HIJAU

(Vigna radiata) TERHADAP STRES GARAM

Oleh :
Retno Mayangsari
Maretra Anindya P.
Iis Islamiyah
Weni Rahayu Putri
Afrizal
Rombongan
Kelompok
Asisten

B1J013074
B1J013090
B1J013092
B1J013094
B1J013106

: VII
:4
: Siti Nur Hidayah

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
BAB I

I.

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini produktivitas lahan terutama di daerah pesisir terus

mengalami

penurunan

akibat

meningkatnya

salinitas.

Peningkatan

salinitas tersebut diduga berkaitan dengan tingginya intrusi air laut,


sebagai konsekuensi dari penggunaan air tanah yang berlebihan untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan air yang semakin meningkat. Kurang
lebih sepertiga dari seluruh luasan tanah pertanian yang teririgasi telah
mengalami peningkatan salinitas, terutama didaerah daerah kering
dimana stres garam biasanya dibarengi dengan stres akibat suhu tinggi
sehingga semakin banyak lahan pertanian yang hilang akibat salinitas (Lu
dan Zhang, 1998).
Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan tergganggunya
pertumbuhan, produktivitas tanaman dan fungsi-fungsi fisiologis tanaman
secara normal, terutama pada jenis-jenis tanaman pertanian. Salinitas
tanah menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang
menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta
penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam
umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung
tetapi

dalam

perubahan

bentuk

secara

pertumbuhan

perlahan

tanaman

(Sipayung,

2003).

yang
Dalam

tertekan
FAO

dan

(2005)

dijelaskan bahwa garam-garaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman


umumnya melalui: (a) keracunan yang disebabkan penyerapan unsur
penyusun garam yang berlebihan, (b) penurunan penyerapan air dan (c)
penurunan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang penting bagi
tanaman.
Menurut Petani Wahid (2006), kemasaman tanah merupakan
kendala paling inherence dalam pengembangan pertanian di lahan sulfat
masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada ph 5,5 untuk
tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral. Pada kebanyakan spesies,
pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap pertumbuhan
tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam yang
dikandung media tanam.
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas
tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia.
Tanaman ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi,

belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin


(B1, A, dan E). Tanaman ini mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harga
yang baik dibanding dengan tanaman kacang-kacangan yang lain.
Kacang hijau memiliki kelebihan ditinjau dari segi agronomi maupun
ekonomis, seperti lebih tahan kekeringan, serangan hama penyakit lebih
sedikit, dapat dipanen pada umur 55 60 hari, dapat ditanam pada tanah
yang kurang subur, dan cara budidaya yang mudah. Dengan demikian
kacang hijau mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan
(Sunantara, 2000).
Setiap makhluk hidup memerlukan kondisi lingkungan sesuai untuk
pertumbuhan

dan

perkembangannya

dalam

kehidupan.

Pada

kenyataanya, kondisi lingkungan di mana makhluk hidup berada selalu


mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi mungkin saja masih
berada dalam area toleransi makhluk hidup, namun seringkali perubahan
lingkungan menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan kematian
pada makhluk hidup. Hal ini menguatkan bahwa setiap makhluk hidup
memiliki faktor pembatas dan daya toleransi terhadap lingkungan. Bila
kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga makhluk hidup tanggap
secara maksimal terhadap suatu faktor lingkungan maka makhluk hidup
itu tidak tercekam oleh faktor tersebut. Oleh karena itu, hal tersebut yang
akan dipelajari dalam praktikum ini.
Tanaman kacang hijau ini digunakan dalam praktikum Fisiologi
Tumbuhan I karena tanaman tersebut mudah didapat dan mewakili
tanaman dikotil, pemeliharaannya mudah, dan media tumbuhnya tidak
terlalu sulit serta mudah untuk diamati.
I.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum Fisiologi Tumbuhan I ini adalah sebagai
berikut :
1. Memahami bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal (lingkungan).
2. Memahami bahwa kondisi lingkungan yang ekstrim (cekaman)
merupakan kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman.
3. Menentukan besarnya kandungan garam dalam media tanam dimana
tanaman masih toleran untuk tumbuh.

4. Menjelaskan dampak cekaman garam tinggi terhadap perubahanperubahan fisiologi tanaman kacang hijau (Vigna Radiata).

BAB II
II. Tinjauan Pustaka
Lingkungan akan mempengaruhi kelangsungan hidup tumbuhan.
Stress atau cekaman dapat didefinisikan suatu kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan bagi tanaman, akan berdampak buruk terhadap
pertumbuhan tanaman, reproduksi, dan kelangsungan hidup tanaman itu
sendiri. Stress adalah gangguan, hambatan atau percepatan proses
metabolisme normal sehingga dipandang tidak menguntungkan atau
suatu keadaan negatif. Terjadinya kerusakan ditentukan oleh tingkat
tingginya stress, waktu dari tanaman dihadapkan pada kondisi stress, dan
tingkat resistansi dari tanaman terhadap stres itu sendiri. Suhu tinggi
dapat menginduksi desikasi atau pengeringan sebagai contoh kerusakan
oleh stress kedua (suhu tinggi mengakibatkan peningkatan evaporasi,
sehingga mengakibatkan stress yang memulai terjadinya kerusakan)
(Cornic et al., 1992).
Pertumbuhan tanaman dapat terhambat dengan berbagai macam
stress di antaranya cahaya, air, dan garam. Stress cahaya dilakukan
melalui auksin dan efek timbul karena berkurangnya efektifitas auksin
pada keadaan cahaya yang terik. Misalnya tumbuhan yang tumbuh dalam
keadaan gelap atau cahaya yang lemah akan mempunyai batang yang
panjang dengan ruas yang lebih panjang dan lebih besar dari tumbuhan
yang mendapat cahaya yang terang. Stress air adalah keadaan dimana
tanaman mengalami cekaman karena kekurangan air, dan hal ini dapat
menghambat proses metabolisme yang ada di dalam tubuh tanaman.
Stress garam adalah keadaan dimana tanaman mengalami cekaman
karena kelebihan kadar garam, dan hal ini dapat menghambat proses
metabolisme yang ada di dalam tubuh tanaman. Stress garam terjadi

dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang


berlebihan. Stress garam ini umumnya terjadi pada tanaman dengan
tanah yang kondisi airnya salin. Tanah dengan kadar garam tinggi akan
menghambat beberapa aktivitas yang sangat esensial untuk respirasi dan
fotosintesis (Harjadi dan Yahya, 1988).
Dalam dunia tumbuhan, tanaman kacang hijau diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae


Kelas

: Dicotyledone

Ordo

: Rosales

Family

: Leguminosae (Fabaceae)

Genus

: Vigna

Spesies : Vigna radiata (Purwono, 2012).


Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas akar,
batang, daun, bunga, buah, dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau
bercabang banyak dan membentuk bintil-bintil (nodula) akar. Batang
tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecokelatcokelatan, atau kemerah-merahan; tumbuh tegak mencapai ketinggian
30 cm-110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah. Daun tumbuh
majemuk, tiga helai anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval
dengan ujung lancip dan berwarna hijau. Bunga kacang hijau berkelamin
sempurna (hermaphrodite), berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning.
Buah berpolong, panjangnya antara 6 cm-15 cm. Tiap polong berisi 6-16
butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil, berwarna hijau sampai
hijau mengkilap. Biji kacang hijau tersusun atas tiga bagian, yaitu kulit
biji, kotiledon, dan embrio (Rukmana, 1997).
Kacang hijau (Vigna radiata) merupakan salah satu jenis tanaman
yang tidak tahan salinitas tinggi (glycophyta). Ketahanan terhadap
salinitas adalah kemampuan untuk mempertahankan pertumbuhan dan
metabolisme pada lingkungan yang kaya akan NaCl (Munns et al., 1995).
Ketahanan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor struktural dan
fisiologis yang berbeda namun sangat berkaitan membentuk sebuah
pengaruh yang sangat kompleks (Robinson et al., 1997), sementara
tumbuhan tingkat tinggi tidak memiliki metabolisme yang tahan garam,
meskipun tumbuhan tersebut terbenam dalam air laut (Yeo, 1998).

BAB III
III. Materi Dan Metode
3.1 Materi
Alat-alat

yang

digunakan

pada

praktikum

ini

adalah

timbangan analitik, oven, gelas ukur, mortal, pestel, penggaris,


pensil, polybag, spektrofotometer, kertas saring, kertas label, labu
ukur 10 ml, tabung reaksi, dan kamera.
Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
tanaman kacang hijau (Vigna radiata), NaCl, tanah, akuades dan
aseton.
III.2

Metode

3.1.1 Tinggi Tanaman


a.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu

sekali.
b. Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris mulai dari
pangkal batang sampai titik tumbuh apikal tanaman kemudian
hasilnya dicatat.
3.1.2 Luas Daun
a. Pengukuran luas daun dilakukan setiap dua minggu sekali.

b. Daun yang diukur luasnya adalah daun ke dua dari ujung pada
tanaman kacang hijau.
c. Pengukuran luas daun

dilakukan

menggunakan

metode

gravimetri.
d. Kertas HVS 70 gr dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm
sehingga berbentuk bujursangkar dengan luas 16 cm.
e. Kertas yang telah berbentuk bujursangkar ditimbang sehingga
diperoleh berat kertas yaitu 0,71 gr.
f. Daun kedua dari tanaman kacang hijau diambil dan dibuat
polanya pada kertas bujursangkar tadi kemudian dipotong
menurut polanya.
g. Pola daun kedua tersebut ditimbang menggunakan timbangan
analitis sehingga diperoleh berat pola sampel daun.
h. Luas daun kedua dihitung dengan rumus : Luas daun =
Luas
A=
B=
C=

daun = cm
Luas kertas bujursangkar (cm)
Berat kertas bujursangkar (gram)
Berat pola sampel daun
(gram)

Keterangan :
2

A = Luas kertas bujursangkar (cm )


B = Berat kertas bujursangkar (gram)
C = Berat pola sampel daun (gram)
3.1.3 Titik ekslusi garam
Permukaan daun diraba atau dijilat.
3.1.4 Berat Basah
a.

Media tumbuh dipisahkan dari akar tanaman, dilakukan


dengan cara polybag disobek, tanaman dibersihkan dengan
air, diusahakan akar tidak ikut terbuang.

b. Masing-masing tanaman ditimbang dengan timbangan analitik


(diperoleh berat basah).
3.1.5 Berat Kering
a.

Bagian tanaman dipotong-potong hingga menjadi bagian


yang tidak terlalu besar, lalu dibungkus dengan kertas koran.

b. Masing-masing tanaman dikeringkan dengan cara dioven dan


ditimbang

hingga diperoleh berat yang konstan (diperoleh

berat kering).
c.

Ratio berat basah dan kering dihitung dari masing-masing


tanaman kacang hijau.

3.1.6 Kandungan Klorofil


a. Daun yang segar pada masing masing konsentrasi diambil.
b. Daun ditumbuk menggunakan mortar dan pastle dan
dicampurkan dengan larutan aseton 80% sehingga klorofil
larut.
c. Absorbansi filtrat diukur menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 470 nm, 646 nm, dan 663 nm.
d.

Kandungan klorofil tanaman cabai dihitung menggunakan

rumus :
Chlorophyll a (g / ml)

= 12, 21 (A663) 2, 81 (A646)

Chlorophyll b (g / ml)

= 20, 13 (A 646) 5, 03 (A663)

Total Chlorophyll (g / ml) = 17, 3 (A 646) 7, 18 (A663)

Keterangan : A470 = absorbansi pada panjang gelombang


470 nm
A646 = absorbansi pada panjang gelombang
646 nm
A6 63 = absorbansi pada panjang gelombang
663 nm

A. Hasil
Tabel 1. RGR I
Anova tinggi tanaman
No

Sumber
ragam

dB

Perlakuan

Galat

24

Total

29

JK

KT

Fhitung

1472,
19
3238,
20
4710,
39

294,43
71
134,92
52

2,1822
25

FTabel
0,05

0,01

2,62

3,9

n
s

Tabel 2. RGR II
Anova luas daun
No

Sumber
ragam

dB

Perlakuan

Galat

12

Total

17

K0 (0
mM)
K1
(10
mM)
K2
(20
mM)
K3
(30
mM)
K4
(40
mM)
K5
(50
mM)

K1
53,2
0

JK

KT

Fhitung

17260,
55
7163,5
9
24424,
14

3452,1
1
596,96
61

5,7827
57

K3
29,2
8

K4
17,4
1

Rata
an

K0
26,5
7

K2
28,6
2

26,5
7

0,00

53,2
0

26,6
3

n
s

0,00

28,6
2

2,05

n
s

24,5
8

n
s

0,00

29,2
8

2,71

**

23,9
2

n
s

0,67

n
s

0,00

17,4
1

9,16

**

35,7
9

**

11,2
1

n
s

11,8
7

n
s

0,00

15,4
2

11,1
5

**

37,7
8

**

13,2
0

**

13,8
6

n
s

1,99

FTabel

**

0,05

0,01

2,39

3,11

K5
15,4
2

n
s

Tabel 3. RGR III


Anova berat basah : berat kering
No

Sumber
ragam

dB

JK

KT

Perlakuan

0,04

2
3

Galat
Total

24
29

0,49
0,53

FTabel

Fhitung

0,0079
21
0,0206
03

0,3844
33

0,05

0,01

2,62

3,9

n
s

Tabel 4. RGR IV
Anova klorofil
No

Sumber
ragam

dB

JK

Perlakuan

1,99

2
3

Galat
Total

24
29

4,94
6,93

KT
0,3973
05
0,2059
27

FTabel

Fhitung
1,9293
44

0,05

0,01

2,62

3,9

n
s

Tabel 5. RGR V
Anova karotenoid
No

Sumber
ragam

dB

JK

Perlakuan

5,37

2
3

Galat
Total

24
29

27,35
32,73

KT
1,0749
16
1,1397

FTabel

Fhitung
0,9431
57

0,05

0,01

2,62

3,9

n
s

Gambar Tanaman tomat selama 5 Minggu

Gbr. Minggu ke 1

Gbr. Minggu ke 2

Gbr. Minggu ke 3

Gbr. Minggu ke 4

Gbr. Minggu ke 5

Gbr. Minggu ke 6

Gbr. Minggu ke 7

Gbr. Minggu ke 8

20 mM

30 Mm

40 Mm

B. Pembahasan
Berdasarkan

hasil

praktikum

Fisiologi

Tumbuhan

untuk

mengetahui pengaruh stress garam NaCl pada tanaman tomat (Solanum


lycopersicum) dengan perlakuan penambahan larutan garam dengan
konsentrasi 0 mM, 10 mM, 20 mM, 30 mM, 40 mM, dan 50 mM. Praktikum
ini menggunakan parameter meliputi tinggi tanaman, luas permukaan
daun, kandungan klorofil, titik ekslusi garam, berat basah, dan berat
kering. Pengamatan ini dilaksanakan selama 5 minggu dan kelompok
kami melakukan penyiraman setiap hari dengan air biasa dan air garam
secera bergantian
Pengamatan stress garam dengan parameter tinggi tanaman 2
minggu didapatkan F hitung jenis tanaman yaitu 2,18225. F hitung yang
didapatkan lebih kecil dari F tabel 0,05 yaitu 2,62 dan F tabel 0,01 yaitu
3,9. Pengamatan stress garam dengan parameter tinggi tanaman 4
minggu didapatkan F hitung jenis tanaman yaitu 0, 478588. F hitung yang
didapatkan lebih kecil dari F tabel 0,05 yaitu 2, 62 dan F tabel 0,01 yaitu
3, 9. Berarti jenis tanaman tidak berbeda nyata, stress tidak berpengaruh
terhadap tinggi tanaman, dan interaksi tidak berbeda nyata atau tidak
ada variasi. Semua pengamatan stress garam dengan parameter tinggi
tanaman dari minggu pertama sampai minggu ke 8 didapatkan hasil yang
nonsignifikan. Hal ini menandakan bahwa tanaman pada tiap minggunya
tidak memperlihatkan tanda-tanda stress garam.
Hasil ini berbeda dengan pendapatnya dari Munns et a., 1995 dan
Yeo, 1998 menyatakan bahwa tanaman tomat merupakan salah satu jenis
tanaman yang tidak tahan salinitas tinggi. Ketahanan terhadap salinitas
adalah

kemampuan

untuk

mempertahankan

pertumbuhan

dan

metabolisme pada lingkungan yang kaya akan NaCl. Ketahanan tersebut


ditentukan oleh beberapa faktor struktural dan fisiologis yang berbeda
namun sangat berkaitan membentuk sebuah pengaruh yang sangat
kompleks,

sementara

tumbuhan

tingkat

tinggi

tidak

memiliki

metabolisme yang tahan garam meskipun tumbuhan tersebut dalam air


laut.
Pengamatan stress garam dengan parameter luas permukaan
daun 5 minggu didapatkan F hitung jenis tanaman yaitu 5,782757. F
hitung yang didapatkan lebih besar dari F tabel 0,05 yaitu 2, 62 dan F
tabel 0,01 yaitu 3,9. Berarti,stress berpengaruh nyata terhadap luas

permukaan daun. Pertumbuhan akar,batang dan luas daun berkurang


karena

cekaman

garam

yaitu

ketidakseimbangan

metabolik

yang

disebabkan oleh keracunan ion,cekaman osmotik dan kekurangan hara


(Arif, 2002). Penurunan jumlah dan luas daun disebabkan juga oleh
persediaan unsur hara dan air yang rendah serta adanya akumulasi ion
Na+ dan Cl- yang tinggi dalam jaringan tanaman sehingga menghambat
proses diferensiasi sel pada titik tumbuh (Suwignyo, 2011).
Pengamatan

stress

garam

dengan

parameter

total

klorofil

tanaman tomat yang diamati dan dirawat selama 5 minggu didapatkan F


hitung jenis tanaman yaitu 1,929344. F hitung yang didapatkan lebih kecil
dari F tabel 0,05 yaitu 2,62 dan F tabel 0,01 yaitu 3,9. Berarti jenis
tanaman tidak berbeda nyata, stress tidak berpengaruh terhadap total
klorofil daun, dan interaksi tidak berbeda nyata atau tidak ada variasi. Hal
ini tidak sesuai dengan pernyataan Kusmiyati (2009), bahwa Konsentrasi
NaCl

yang

tinggi

akan

menyebabkan

stres

osmotik

yang

akan

menghambat serapan air dan unsur hara. Hal ini mengakibatkan proses
biokimia sel terganggu dan terjadi kekurangan unsur hara sehingga
sintesis klorofil terhambat. Kadar klorofil yang rendah akan menurunkan
laju fotosintesis sehingga digunakan jalur pentosa fosfat.
Pengamatan stress garam dengan parameter berat basah dan berat
kering tanaman tomat yang dirawat selama 5 minggu didapatkan F
hitung jenis tanaman yaitu 0,384433. F hitung yang didapatkan lebih kecil
dari F tabel 0,05 yaitu 2, 62 dan F tabel 0,01 yaitu 3,9. Berarti jenis
tanaman tidak berbeda nyata, stress tidak berpengaruh terhadap berat
basah dan berat kering daun, dan interaksi tidak berbeda nyata atau
tidak ada variasi. Sementara itu menurut referensi pada tahap pertama
stres garam diluar akar mengurangi ketersediaan air bagi tumbuhan.
Kemudian, garam akan terserap dan terakumulasi sampai dengan taraf
yang meracuni dalam daun-daun yang lebih tua. Dampak selanjutnya
daun-daun tersebut akan mengalami penuaan dini sehingga akan
mengurangi

suplai

asimilat

ke

daerah

pertumbuhan

(Munns

dan

Termaaat, 1986).
Pengamatan

stress

garam

terhadap

kandungan

karotenoid

tanaman tomat yang dirawat selama 5 minggu didapatkan F hitung jenis


tanaman yaitu 0,943157. F hitung yang didapatkan lebih kecil dari F tabel
0,05 yaitu 2, 62 dan F tabel 0,01 yaitu 3,9. Berarti jenis tanaman tidak

berbeda nyata, stress tidak berpengaruh terhadap kandungan karotenoid,


dan interaksi tidak berbeda nyata atau tidak ada variasi. Dalam proses
fotosintesis karotenoid melindungi kloroplas dari kerusakan fotooksidatif.
Karotenoid juga bertindak sebagai pigmen pemanen cahaya untuk
menyerap energi cahaya dikisaran 400-400 nm yang tidak dapat diserap
oleh klorofil dan melewatkan energi eksitasi kepada molekul klorofil.
Menurut Parida dan Das (2005), komsentrasi garam yang tinggi bertindak
sebagai

penghambat

kerusakan

dan

fotooksidatif.

mengatur

konsentrasi

membran

dan

tidak

mampu

Tanaman
garam

mempunyai

dalam

kompartementasi.

mencegah

sitoplasma

Garam

kloroplas

kemampuan
melalui

disimpan

dari
untuk

transport

dalam

vakuola,

diakumulasi, diekskresikan keluar tanaman untuk mempertahankan


konsentrasi garam yang stabil. Ada juga tanaman yang mempunyai salt
gland pada daun untuk mensekresi garam.
Hasil pengamatan tidak sesuai dengan penelitian-penelitian stress
garam sebelumnya. Stres garam adalah keadaan dimana tanaman
mengalami cekaman karena kelebihan kadar garam, dan hal ini dapat
menghambat

proses

tanaman. Stress

garam

metabolisme
terjadi

yang

dengan

ada

di

terdapatnya

dalam
salinitas

tubuh
atau

konsentrasi garam-gram terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stress


garam ini umumnya terjadi dalam tanaman. Stress garam meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi
tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam
yang menimbulkan stress tanaamn antara lain NaCl, NaSO 4, CaCl2,
MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air (Yuniati, 2004).
Stress atau cekaman dapat didefinisikan suatu kondisi atau
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi tanaman, akan
berdampak buruk terhadap pertumbuhan tanaman, reproduksi dan
kelangsungan hidup tanaman itu sendiri. Macam-macam stress tanaman
yaitu stress suhu, stress air, stress cahaya, stress garam, dan lainnya.
Masing-masing

stress

berpengaruh

pada

pertumbuhan

tanaman.

Penurunan pertumbuhan tersebut ditandai dengan penurunan panjang


dan tebal daun, meningkatnya kerapatan mesofil, dan penurunan
kandungan klorofil daun. Penurunan petumbuhan terutama disebabkan
oleh penurunan laju fotosintesis daun akibat turunnya konduktansi
terhadap difusi CO2 baik pada stomata maupun daun (Hamdia, 2010).

Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun


yang

langsung

mengakibatkan

berkurangnya

fotosintesis

tanaman.

Salinitas mengurangi pertumbuhan dan pada kondisi terburuk dapat


menyebabkan terjadinya gagal panen. Tanaman pada kondisi salin,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut terhambat karena
akumulasi berlebihan Na+ dan Cl- dalam sitoplasma, menyebabkan
perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh
garam. Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan
hilangnya turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam sel.
Berlebihnya Na+ dan Cl- ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi
nitrogen karena tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat
(NO3) yang merupakan ion penting untuk pertumbuhan tanaman (Basra,
1994).
Salah satu stress yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman adalah stress garam. Stres garam biasanya terjadi pada
tanaman di tanah salin. Tanah salin adalah tanah yang mengandung
garam mudah larut yang jumlahnya cukup besar bagi pertumbuhan
kebanyakan tanaman seperti klorida atau sulfat. Kemasaman (pH) tanah
salin sekitar 8,5 dan pertukaran kation kurang dari 15%. Apabila garamgaram NaCl, Na2CO3, Na2SO4 CaCl2, MgSO4, MgCl2 (Rosita, 2003)
terdapat dalam tanah dalam jumlah yang berlebih maka akan timbul
masalah salinitas (Chapman, 1975).
Salinitas akan menyebabkan stress ion, stres osmotik dan stres
sekunder. Stres ion yang paling penting adalah keracunan Na+. Ion Na
yang berlebihan pada permukaan akar akan menghambat serapan K+
oleh akar. Ion K sangat berperan untuk mempertahankan turgor sel dan
aktivitas enzim (Xiong dan Zhu, 2002). Ciri-ciri lahan salin adalah pH
<8,5, dan didominansi dengan garam-garam Na, Ca, dan Mg dalam
bentuk

klorida

maupun

sulfat

yang

menyebabkan

rendahnya

ketersediaan N, P, Mn, Cu, Zn, dan Fe dalam tanah, tekanan osmotik


tinggi, lemahnya pergerakan air dan udara, serta rendahnya aktivitas
mikrobia tanah. Stress antibiotik adalah faktor utama di seluruh dunia
dalam membatasi pertumbuhan tanaman dan produktivitas (Jamil M et
al., 2012). Salinitas menyebabkan perubahan-perubahan morfologi,
fisiologi, biokemis, dan anatomis (Putri, 2009) dan bahkan dapat
menyebabkan kematian tanaman tersebut karena efek toksik dari

kelebihan ion yang mengganggu keseimbangan elektrolit dalam sel dan


mempengaruhi aktifitas metabolism (Sinaga, 2002).
Respon pertumbuhan terhadap salinitas seringkali dianggap
sebagai dasar evaluasi untuk toleransi. Dibandingkan dengan kontrol,
pada konsentrasi 70 mM belum terlalu menunjukkan gejala keracunan. Di
atas 70 mM, pertumbuhan mulai terhambat, kecenderungan perubahan
rasio berat basah atau berat kering (BB/BK) terutama untuk akar,
menunjukkan perbedaan yang mencolok

antara cabai yang toleran

garam, sedang dan sensitif (Yuniati, 2004).


Stress garam yang terjadi pada tanaman pertanian seperti jagung,
cabai rawit, kacang merah, kacang polong, tomat dan bunga matahari,
menyebabkan pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan.
Tanaman yang ditumbuhkan dalam salinitas tinggi, pelebaran daun akan
terhambat oleh cekaman salinitas karena berkurangnya tekanan turgor
sel.

Berkurangnya

pelebaran

daun

dapat

berakibat

berkurangnya

fotosintesis maupun produktivitas (Moradi and Ismail, 2007). Perlakuan


salinitas

mengakibatkan

potensi

air

di

media

rendah

sehingga

mempersulit penyeerapan air. Hal tersebut menyebabkan pengurangan


jumlah stomata per satuan luas lignifikasi akar lebih awal, peningkatan
sukulensi,

perubahan

kutikula.

Perlakuan

NaCl

menurunkan

laju

fotosintesis akibat terhambatnya pengambilan CO 2 ( Bintoro, 2005).


Beberapa tanaman melakukan mekanisme untuk menghadapi
kondisi stress garam. Proses fisiologis dan biokimia terlibat dalam
mekanisme toleransi dan adaptasi tanaman terhadap salinitas. Stress
garam menginduksi akumulasi senyawa organik spesifik di dalam sitosol
sel yang dapat bertindak sebagai osmoregulator, tanaman juga dapat
mencegah akumulasi Na dan Cl dalam sitoplasma melalui eksklusi Na dan
Cl ke lingkungan eksternal (media tumbuh) kompartementasi ke dalam
vakuola atau mentranslokasi Na dan Cl ke jaringan-jaringan lain (Sayed,
1995).
Faktor yang mempengaruhi stress garam diantaranya yaitu
konsentrasi garam tersebut. Cekaman garam menginduksi akumulasi
senyawa organik spesifik dalam sitosol sel yang dapat bertindak sebagai
osmoregulator. Tanaman juga dapat mencegah akumulasi Na dan Cl
dalam sitoplasma melalui eksklusi Na dan Cl ke lingkungan eksternal

(media tumbuh), kompartementasi kedalam vakuola atau mentranslokasi


Na dan Cl ke jaringan-jaringan lain (Hanum, 2008).
Stress yang lain adalah stress air. Stres air adalah keadaan dimana
tanaman mengalami cekaman karena kekurangan air, dan hal ini dapat
menghambat proses metabolisme yang ada di dalam tubuh tanaman.
Air merupakan unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup,
terutama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air juga merupakan
reagen yang penting dalam proses fotosintesa dan dalam proses hidrolik.
Air juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas, dan materialmaterial yang bergerak ke dalam tumbuhan, melalui dinding sel, dan
jarinagn essensial untuk menjamin adanya pertumbuhan sel, stabilitas
bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan
gerak struktur-struktur tumbuhan (Anna, 2010).
Mekanisme penghambatan sttess garam terhadap pertumbuhan
tanaman yaitu dengan merusak sel-sel yang sedang tumbuh sehingga
pertumbuhan tanaman terganggu dan dengan membatasi jumlah suplai
hasil-hasil

metabolisme

esensial

bagi

pertumbuhan

sel

melalui

pembentukan tylosis. Tylosis yaitu pertumbuhan protoplasma yang


berlebih pada berkas pengangkut sehingga menghambat proses transfer
zat hara. Pertumbuhan akar juga terganggu akibat adanya salinitas yaitu
lignifikasi akar lebih cepat, pengurangan kemampuan menyerap unsur
hara dan ukuran akar utama memendek serta jumlah arambut akar
sedikit. Mekanisme selular kerusakan akibat keracunan garam (salt injury)
pada akar belum banyak diketahui. Ada dua alasan yang mungkin
mendasari terjadinya pengurangan pertumbuhan akar dalam kondisi
cekaman garam. Pertama adalah hilangnya tekanan turgor untuk
pertumbuhan sel karena potensial osmotik media tumbuh lebih rendah
dibanding potensial osmotik di dalam sel, sedangkan alasan yang kedua
adalah kematian sel. Kematian sel disebabkan karena 4 jam setelah
mengalami cekaman garam, inti sel mengalami perubahan bentuk, dan
16 jam setelah cekaman, inti sel hancur. Analisis biokimia menemukan
bahwa DNA inti mengalami disintegrasi setelah cekaman garam, dan
terfragmentasinya DNA jelas terdeteksi 8 jam setelah cekaman (Yuniati,
2004).
Menurut Sinaga (2002), mekanisme ketahanan tanaman terhadap
stress garam (salinitas) dapat dilihat dari dua bentuk yaitu :

1. Mekanisme morfologi meliputi perubahan struktur daun (ukuran


daun, stomata, luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan
kutikula dan lapisan lilin terhadap permukaan daun serta lignifikasi
akar yang lebih awal.
2. Mekanisme fisiologi

meliputi

osmoregulasi

atau

pengaturan

potensial osmosis, kompartementasi dan sekresi garam serta


integritas membran.
Defisit air berasosiasi dengan beberapa proses fisiologi yang
berhubungan dengan pertumbuhan yang dapat menyebabkan kematian.
Stress air berpengaruh terhadap jumlah klorofil total dimana kebanyakan
klorofil total pada cabai hilang saat stress air. Klorofil hilang dari mesofil
yang disebabkan

karena letak sel mesofil yang jauh dari berkas

pembuluh dibanding sel seludang pembuluh (Alberte dan Thornber,


1977). Komposisi dari klorofil, kapasitas photochemical dari variasi
flouroscence dipengaruhi oleh stress air. Saat kondisi stress air penutupan
stomata

dan

kemungkinan

transpirasi

yang

lebih

tinggi

yang

menunjukkan komposisi air pada daun yang lebih rendah. Kehancuran


klorofil yang sesungguhnya dan gangguan pada jalur transport electron
yang membawa pada kapasitas fotosintesis yang rendah dan dapat
menyebabkan kemunduran panen. Pengaruh stress air dapat dikurangi
dengan penggunaan methanol (Paknejad et al., 2009).

I.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:


1. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal

(lingkungan).
2. Kondisi lingkungan yang ekstrim merupakan kondisi yang kurang

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.


3. Kandungan garam dalam media tanaman masih toleran untuk tumbuh.
4. Terjadi perubahan-perubahan fisiologi pada tanaman tomat (Solanum

lycopersicum) akibat pemberian cekaman garam tinggi.

B. Saran
Sebaiknya dalam paraktikum Fisiologi Tumbuhan 1 ini praktikan
lebih teliti lagi dalam pengukuran agar diperoleh data yang nyata. Air
garam yang digunakan untuk menyiram tanaman disediakan lebih
banyak lagi supaya tidak kerkurangan, semoga praktikum selanjutnya
lebih baik lagi.

DAFTAR REFERENSI
Alberte, R. S. and J. P. Thornber. (1977). Water Stress Effect on the
Content and Organization of Chlorophyll in Mesophyll and Bundle
Sheath Chloroplasts of Maize. Plant Physiol 59, 351-353.
Anna M., K., Adisyahputra, dan R. Rosman. 2010. Pengaruh Kekeringan
Pada Tanah Bergaram NaCl Terhadap Pertumbuhan Tanaman Nilam.
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar No.
3 Bogor 16111
Basra, A. S. 1994. Mechanisms of Plant Growth and Improved Productivity:
Modern Approaches. Marcel Dekker, Inc., New York.
Bintoro, M.H., Arifah Rahayu, dan Watiningsih. 2005. Pengaruh
Penyiraman Larutan Garam NaCl Terhadap pertumbuhan Dan
Produksi Jagung (Zea mays L. cv. Nakula Dan Pool 5-G8). Bul. Agr.
Vol. XVIII No.3.
Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Fitter, A. H. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Hamdia, M. A. 2010. Salt Tolerance of Crop Plants. Botany Department,
Faculty of Science, El-Minia University, El-Minia, Egypt
Harborne, Z. B. 1983. Metode Fitokimia. ITB : Bandung.
Harjadi, S.S dan S. Yahya. 1988. Fisiologi Stress Tanaman. University
Press. Jogyakarta.
Moradi, F. and A. M. Ismail. 2007. Responses of Photosynthesis,
Chlorophyll Fluorescence and ROS-Scavenging Systems to Salt
Stress During Seedling and Reproductive Stage in Rice. Oxford
Journals Annals of Botany 10.1093/aob/mcm052: 1-13.
Moud Aliakbar Maghsoudi dan Kobra Maghsoudi. 2008. Salt Stress Effects
on Respiration and Growth of Germinated Seeds of Different Wheat
(Triticum aestivum L.) Cultivars. Shahid Bahonar University of
Kerman, Iran.
Noggle, G. R. And G. J. Fritz. 1980. Introductory Plant Physiology. Prenticehall , Inc. Englewood Cliftts. New Jersey. 627p.
Paknejad, F., et al., 2009. Physiological Responses of Soybean (Glycine
max) to Foliar Application of Methanol Under Different Soil
Moistures. American Journal of Agricultural and Biological Sciences
4 (4): 311-318.
Utama, I Made. 2009. Stress pada Produk Paska Panen. Bali : UNUD.

Woodward, F.I. dan J.E. Sheely. 1983. Principles and Measurements in


Environmental Biology. Butterworth & Co (Publishers) Ltd. 263p
Yuniati, R. 2004. Penapisan Galur Kedelai Glycine max (L.) Merrill Toleran
terhadap NaCl untuk Penanaman di Lahan Salin. Makara Sains 8
(1): 21-24.

Anda mungkin juga menyukai