MOVEMENT
1. PENDAHULUAN
Salinitas adalah sebuah proses dimana garam yang terlarut dalam air terakumulasi dalam
tanah. Salinisasi menjadi hal yang sangat diperhatikan karena kelebihan garam dapat
menghalangi pertumbuhan tanaman dengan cara menghalangi kemampuan tanaman untuk
menyerap air. Salinitas dapat terjadi secara natural karena kondisi yang disebabkan oleh
praktek pengolahan dan manajemen lahan pertanian salah satunya adalah praktek irigasi
(Materechera, 2011). Proses yang mempengaruhi keseimbangan air tanah dapat meberikan
efek pada pergerakan dan akumilasi kadar garam pada tanah. Proses-proses tersebut antara
lain adalah proses hidrologi, iklim, irigasi, peresapan (drainage), karakter akar tanaman, dan
praktek pertanian yang diterapkan. Proses salinisasi pada permukaan tanah terjadi jika pada
suatu kondisi terjadi kejadian yang bersamaan dalam hal pada munculnya garam terlarut
seperti sulfat, natrium, kalium terdapat pada tanah, tingginya permukaan air (high water
table), tingkat evaporasi yang tinggi, dan curah hujan tahunan yang rendah. Pada lahan agak
kering, salinisasi terjadi pada area rendah atau pada kaki bukit bagian bawah. Area tersebut
mendapatkan tambahan air dari dataran sekitarnya yang lebih tinggi dan meninggalkan garam
pada permukaan atas tanah. Indikator dari adanya salinitas tanah diantaranya terdapat lapisan
putih keras diatas permukaan tanah dan tumbuh gulma yang toleran pada salinitas. Garam
pada tanah berdampak pada bertambahnya usaha yang dilakukan akar tanaman untuk
mengambil air. Adanya kadar garam yang tinggi pada tanah memiliki efek yang mirip
dengan kekeringan dimana membuat air tanah menjadi kurang tersedia untuk diambil oleh
tanaman. Hanya beberapa tanaman saja yang mampu tumbuh pada tanah yang bersalinitas
tinggi, sehingga salinisasi sering membatasi pilihan tumbuhan yang ditanam pada area
tersebut. Salinisasi menurunkan derajat kualitas dari air tanah dan sumber air tanah seperti
rawa. Menurut Ayers dan Westcot (1976), kualitas air tanah yang baik diukur dengan ECw.
ECw adalah konduktivitas elektik dari air irigasi yang diukur dalam milimhos per centimeter
pada suhu 25oC. Kualitas air yang baik adalah jika ECw (electrical conductivity of water)
kurang dari 3 mmhos/cm. Hal tersebut dikarenakan, nilai ECw yang lebih dari 3 mmhos/cm
akan mempengaruhi ketersediaan air untuk tanaman. Lebih lanjut menurut Ayers dan
Westcot (1976), ECw dapat mempengaruhi derajat salinitas tanah (ECe). Hal tersebut
dikarenakan terdapat asumsi yang mengatakan bahwa rerata salinitas dalam tanah (ECe)
adalah tiga kali dari salinitas air irigasi (ECw). Setiap tanaman memiliki respon yang
berbeda terhadap derajat kualiatas ECw dan ECe. Pada tanaman jagung, nilai ECe dan ECw
masing-masing adalah 3,2 mmhos/cm dan 2,1 mmhos/cm akan menurunkan tingkat produksi
tanaman jagung sebesar 10% (Ayers dan Westcot, 1976).
2. CONTOH
Contoh I
2.1 1Tabel 2.1 Efek Salinitas pada Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays).
Kadar Salinitas Luas Daun Berat Kering Berat Kering Berat Kering
Batang Daun Total
Perlakuan salinitas dilakukan menggunakan irigasi dari air laut Mediterania yang diencerkan.
3. PEMBAHASAN
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tanaman jagung merupakan tanaman yang sensitif
terhadap salinitas. Semakin tinggi salinitas, luas daun, berat kering batang, berat kering daun,
dan berat kering tanaman total pada jagung berkurang (Hussein et. al., 2007) (Katerji et. al.,
2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman jagung merupakan tanaman yang secara
relatif tidak toleran terhadap salinitas. Menurut McKersie dan Leshem (1994), tanaman
jagung merupakan tanaman memiliki toleransi terhadap salinitas sedang (medium salt
tolerance) yang ditandai dengan memiliki nilai konduktivitas elektrik ECe x 103 = 6. Lebih
lanjut Ayers dan Westcot (1976) mengatakan bahwa tanaman jagung tidak tahan terhadap
tanah atau air yang memiliki derajat konduktivitas elektrik yang tinggi (ECe dan ECw). Pada
tanaman jagung, nilai ECe dan ECw masing-masing adalah 3,2 mmhos/cm dan 2,1
mmhos/cm akan menurunkan tingkat produksi tanaman jagung sebesar 10% (Ayers dan
Westcot, 1976).
Cekaman salinitas pada tanaman jagung meneyebabkan berkurangnya berat kering total
tanaman. Adanya pengurangan berat kering total tersebut akan mengakibatkan hasil produksi
tanaman jagung berkurang. Jika produksi tanaman jagung berkurang, secara langsung akan
mempengaruhi produksi total pada luas bidang lahan tertentu, sehingga produktivitas panen
tanaman jagung tersebut juga akan berkurang.
Salinitas selalu diasosiasikan dengan kadar NaCl dalam tanah. Adanya kadar salinitas terlarut
pada tanah menyebabkan proses fotosintesis tanaman terganggu. Na+ dan Cl– dapat
menghambat fotosintesis dan asimilasi karbohidrat. Namun demikian, gejala kerusakan
akibat Cl– muncul lebih awal ketimbang Na+ (Mc Kersie dan Leshem, 1994).
Secara umum, adanya garam terlarut pada tanah dapat menaikkan tekanan potensial osmotik
pada akar (Mc Kersie dan Leshem, 1994). Sehingga tanaman jagung yang terkena cekaman
salinitas akan mengakibatkan naiknya tekanan osmotik pada akar tanaman jagung. Hal
tersebut nantinya dapat menurunkan jumlah air yang diambil oleh akar tanaman. Rendahnya
jumlah air yang dapat digunakan oleh tumbuhan mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat
memecah molekul air menjadi O2 untuk proses fotosintesis. O2 diperlukan tanaman untuk
melakukan proses metabolisme. Dengan sedikitnya O2 maka proses metabolisme tanaman
akan terganggu sehingga pertumbuhan tanaman terhambat.
5. DAFTAR PUSTAKA
Ayers, R.S. & Westcot, D.W. 1976. Water Quality for Agriculture. Rome: Food and
Agriculture of Organization of The United Nation.
Hussein, Balbaa, Gaballah. 2007. “Salicylic Acid and Salinity Effect on Growth of Maize
Plants”. Researce Journal of Agriculture and Biological Science 3(4): 321-328, 2007.
Katerji et. al. 2003. “Effect of Salinity on emergence and on Water Stress and Early Seedling
Growth of Sunflower and Maize”. [serial on line]. http://dx.doi.org/10.1016/0378-
3774(94)90026-4. [14 Maret 2011].
Materechera S.A. 2011. “Soil Salinity in Irrigated fields used for urban agriculture under a
semi-arid environment of South Africa”. African Journal of Agricultural Research Vol. 6(16),
pp. 3747-3754, 18 August, 2011. [serial on line]. www.academicjournals.org/AJAR.
[14 Maret 2012].
McKersie B.D. dan Leshem Y.Y. 1994. Stress and Stress Cooping in Cultivated Plants.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Bagikan ini:
Surat elektronik
Cetak
Berbagi di Tumblr
Terkait
dalam "Agriculture"
Maret 8, 2012
dalam "Agriculture"
Kategori: Agriculture
Berikan Komentar
SUSTAINABLE.MOVEMENT
Kembali ke atas