Anda di halaman 1dari 27

FOTOSINTESIS SERTA HUBUNGAN

SOURCE & SINK PADA TANAMAN

MATERI I - IV
FISIOLOGI TANAMAN BUDIDAYA
Ontogeni dan Morfologi Daun
Fitzpatrick(1934) menemukan bahwa 1.5 mm ujung daun peach tidak matang
sampai panjang helai daun 6 cm. Jaringan pengangkut dan stomata di ujung kemudian
menjadi berfungsi sedang sel di bagian basal daun tetap membelah dan membesar (Gb.
2.7). Ketika telah penuh tumbuh dan matang, daun dapat mencapai panjang 20 cm dan
lebar 4 cm.

Gambar 2.7. Irisan melintang (atas) dan pandangan permukaan epidermis bawah daun
persik yang sedang berkembang dengan panjang 6cm. Garis menunjukkan perkiraan
posisi irisan daun (Dari Fitzpatrick 1934).

MacDaniels dan Cowart (1944) menemukan bahwa saat dorman, kuncup vegetatif
apel mengandung meristem apikal dan primordia daun (Gb 2.8). Ketika pucuk
memanjang, meristem apikal akan menginisiasi daun tambahan dan primordia pucuk
sedang daun di basal tetap berkembang. Perkembangan ini menyebabkan pembelahan
dan pembesaran sel.
Dalam daun apel, pembelahan sel terjadi sepanjang helai daun/lamina, sel-sel
yang dekat dengan tulang daun utama segera berhenti membelah tetapi di bagian tepi
tetap aktif (Gb. 2.9), menambah sel untuk memperluas helai daun, tetapi tidak menambah
ketebalan daun. Pembelahan sel berhenti mulai dari epidermis atas kemudian di lapisan
palisade, tetapi pembesaran sel tetap berlangsung sampai ukuran daun mengembang
penuh. Diameter sel-sel epidermis dalam permukaan daun mencapai 3 atau 4x lebih besar
dari palisade, tetapi tebal sel palisade 2 atau 3x lebih panjang dari tebal sel-sel epidermis.
Pembelahan sel berhenti di bagian bawah mesofil sebelum lapisan palisade dan epidermis
bawah. Ketika sel mulai membesar, sel-sel parenkim spon memisah menyebabkan ruang
udara antar sel yang besar dan adanya celah stomata. Rasio sel-sel epidermis dengan sel
parenkim spons yaitu 2:1. Epidermis bawah merupakan tempat stomata paling banyak
berada.

1
Gambar 2.8. Irisan longitudinal (atas) dan tranversal (bawah) kuncup daun apel.
(Diadaptasi dari MacDaniels & Cowart 1944).

Gambar 2.9. Irisan melintang daun apel muda (kanan) dan irisan tepi daun meristematik
yang diperbesar (kiri). (Diadaptasi dari MacDaniels & Cowart 1944).

Pematangan daun mula-mula secara basipetal tetapi menjadi akropetal jika daun
mencapai ukuran penuh. Ketika daun muda ditandai dengan suatu kisi, garis kisi akan
melebar di bagian tengah dibanding bagian apikal atau basal setelah daun matang
(Gb.2.10). Daun basal pada trubus yang membuka pertama biasanya lebih kecil dari
daun yang muncul berikutnya pada periode pemanjangan trubus yang cepat.

Gambar 2.10. Daun apel matang yang ditandai garis kisi saat daun muda dan
mengembang. Jarak antar garis terjauh pada helai daun bawah menunukkan perluasan
paling banyak terjadi di bagian ini. (Diadaptasi dari MacDaniels & Cowart 1944).

Penampakan morfologi daun yang penting adalah adanya stoma (stomata). Suatu
stoma, bahasa Yunani untuk mulut, adalah suatu lubang kecil yang dikelilingi oleh sel-sel
pelindung di epidermis. Stomata paling banyak terdapat di epidermis bawah tetapi juga
ada di epidermis batang, bunga dan buah. Akar jarang mempunyai stomata.
Fungsi utama stomata untuk mengatur masuknya CO2 dan transpirasi air. Sebuah
stoma terdiri dari 2 sel penjaga dan sel asesori serta sebuah celah. Kerapatan stomata
berbeda antar spesies berkisar dari 125 – 1000 per mm2 (Tabel2.3). Jumlah total area

2
celah stomata dalam 1 daun kurang dari 1% dari total luas permukaan daun. Tetapi, posisi
dan penyusunan stomata di permukaan daun dapat menyebabkan kehilangan air 50% dari
kehilangan air melalui penguapan dari kertas tisu basah berukuran sama dengan daun.
Daun tanaman buah-buahan di daerah temperate berbentuk dorsiventral dimana
morfologi luar dan penyusunan sel-sel mesofil berbeda antara sisi atas dan bawah daun.
Daun membentuk struktur mozaik yang menyebabkan penetrasi cahaya dengan iluminasi
rendah dapat masuk malalui kanopi. Perkecualian untuk daun pada Pistacia vera. Daun
pada spesies ini hampir isolateral dimana antara dua sisinya hampir tidak dapat
dibedakan. Daunnya jarang diorientasikan untuk mengikuti posisi matahari (Lin et al.
1984) sehingga bagian bawah mendapat cahaya lebih baik meskipun pohon mempunyai
kanopi/tajuk yang rimbun. Karakteristik xeromorfik yang menghindari cahaya langsung
ini berguna karena spesies ini berasal dari daerah yang panas dan beriklim kering.

Tabel 2.3. Kerapatan Stomata dan Laju Tarnspirasi Beberapa Spesies Buah

Spesies Kerapatan Stomata Laju Transpirasi


(permukaan bawah)
Apel, Malus domestica 294 4.07
Cherri hitam, Prunus serotina 306 3.66
Cherri asam, Prunus cerrasus 249 4.87
Persik, Prunus persica 225 4.85
Anggur, Vitis vinifera 125 6.28
Mulberry, Morus alba 480 5.51/0.8
Pistachio, Pistacia vera 304 3.51/4121
Pistachio, Pistacia atlantica 569 0.66/2.55
Walnut hitam, Juglans nigra 461 4.89
Sumber:

Trikoma atau rambut-rambut epidermis dapat mengurangi transpirasi terutama


jika stomata tersembunyi dan ditutupi oleh trikoma ini. Trikoma mengurangi pergerakan
air ke permukaan daun sehingga tidak mengganggu lapisan udara lembab di
sekelilingnya. Epidermis bawah dari daun buah kiwi ditutupi oleh trikoma bintang. Daun
chestnut mempunyai trikoma bintang dan berglandular dimana kerapatan, macam dan
lokasi trikoma ini digunakan sebagai kunci taksonomi untuk membedakan spesies ini.

Fisiologi dan Fungsi Daun


Selama evolusi tumbuhan tingkat tinggi, daun mempunyai morfologi khusus dan
karakteristik fisiologi untuk mengadakan fotosintesis dan transpirasi. Daun juga: (1)
mensintesis zat-zat seperti asam amino dan protein, florigen, pigmen, hormon pengatur
pertumbuhan, senyawa fenolik yang memberikan ketahanan terhadap penyakit dan
serangga dan fungsi lainnya yang sudah atau belum diketahui; (2) menyimpan
karbohidrat dan zat-zat makanan walaupun sementara; (3) menyediakan fotosensors
untuk sistem fitokrom. Daun juga berfungsi untuk produksi dan akumulasi resin, getah
dan lateks yang kelihatannya tidak berguna bagi tanaman ini, tetapi memberi kontribusi
besar untuk kehidupan manusia.

3
Fotosintesis
Fotosintesis merupakan proses dimana karbondioksida atmosfer diserap dan
direduksi oleh organ tanaman hijau dengan kehadiran cahaya dan air, menjadi
karbohidrat sederhana. Dalam proses ini oksigen dilepas dari air. Persamaan reaksinya :
cahaya
6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2
klorofil

Organ utama tempat fotosintesis adalah daun karena morfologinya yang berbelit
(Gb 2.11), alat-alat biosintesis dan kelimpahan klorofil dan pigmen-pigmen tambahan.
Sisik kuncup (bud scale), buah dan bagian bunga juga mempunyai klorofil, stomata dan
lentisel untuk pertukaran gas, tetapi jaringan subepidermisnya tidak diadaptasikan untuk
diffusi karbondioksida dan oksigen yang cepat. Assimilasi karbondioksida oleh anggur
hijau (belum matang) dan kesemak telah diukur, tetapi kontribusinya terhadap total berat
kering buah relatif kecil (Kriedemann 1968, Nakamura 1967).

Gambar 2.11. Irisan melintang daun prune, kloroplas berada dalam beberapa sel mesofil

Klorofil a dan b merupakan pigmen utama yanga menyerap cahaya dan


menyediakan kebutuhan transpor elektron untuk menyatukan atom hidrogen dari air dan
karbondioksida mengakibatkan pelepasan oksigen. Berdasarkan spektrum penyerapan
dalam pelarut organik (Gb 2.12) klorofil bukan satu-satunya yang berpartisipasi dalam
fotosintesis. Pigmen tambahan, karoten dan pigmen yang belum diketahui dapat
menyerap cahaya pada panjang gelombang yang tidak diserap oleh klorofil a dan b (Gb
2.13). Energi cahaya yang diserap oleh pigmen tambahan ditansmisikan sebagai elektron
berenergi tinggi dari pigmen ke pigmen dan akhirnya ke klorofil a. Klorofil a sendirian
dapat memberikan elektron yang diaktivasi ke elektron penerima. Daun Albino (tidak
mengandung klorofil) tidak dapat memfiksasi karbondioksida meskipun mempunyai
pigmen tambahan kuning.

4
Gambar 2.12. Spektrum absorpsi Gambar 2.13. Spektrum absorpsi ß-karoten
klorofil a dan b dan dihydro-ß-karoten
Mc. Cree (1972) menghitung kebutuhan quantum relatif atau jumlah
karbondioksida yang difiksasi per unit quanta penyerapan (foton) dari aksi spektrum,
energi per quantumdan spektrum penyerapan daun. Dia membawa daun dari 28 spesies
yang tumbuh di lapangan dan di growth chamber dan dipaparkan ke cahaya pada
berbagai panjang gelombang. Kurva relatif (Gb 2.14) menunjukkan bahwa
karbondioksida yang difiksasi efisien antara 400-700 nm. Fiksasi karbondioksida antara
biru-violet dan cahaya merah berhubungan dengan adanya pigmen karoten. Energi per
quantum merupakan fungsi dari frekuensi; sebagai contoh radiasi 800 nm (cahaya
inframerah) dan 400 nm (violet) berturut-turut setara dengan 36 dan 72 kkal per einstein.

Gambar 2.14. Nilai rata-rata absorpsi (atas) dan hasil relatif quantum (bawah) yang
ditentukan pada berbagai panjang gelombang dari 28 spesies pada kondisi lapang dan
chamber pertumbuhan (Diadaptasi dari Mc Cree 1972).

Intensitas cahaya diukur dalam mol foton atau mikroeinstein dari cahaya yang
mengenai satu m2 luas daun per detik (1 einstein setara dengan 1 mol foton atau 6,02 x

5
1023 quanta). Energi radian diekspresikan sebagai watt/m2. Dalam literatur, intensitas
cahaya lebih dikenal perubahan kerapatan foton fotosintetik (PPFD = photosynthetic
photon flux density), dulu dikenal dengan radiasi aktif fotosintesis (PAR =
photosynthetic active radiation).

Tingkat Fotosintesis dan Asimilasi Bersih


Tingkat fotosintesis bersih (Pn = photosynthetic net) diukur dalam banyak cara,
tetapi metode yang umum adalah dengan mengukur jumlah karbondioksida yang diserap
oleh satu unit luas daun per unit waktu. Pn diekspresikan sebagai nanomol
karbondioksida yang diasimilasikan per m2 luas daun per detik. Pn dapat dipertukarkan
dengan tingkat asimilasi, A. Tingkat asimilasi bersih ( NAR = nett assimilation rate)
ditemukan di Inggris untuk mengekspresikan akumulasi seluruh bahan kering oleh
tanaman per unit daun per unit waktu, biasanya sebagai gram bahan kering per m2 luas
daun per 24 jam atau minggu. Nilai NAR lebih rendah dari laju fotosintesis karena dalam
NAR dimasukkan respirasi seluruh tanaman selama interval waktu yang panjang.

Pengaruh Cahaya dan Suhu Terhadap Fotosintesis


Penaksiran kapasitas total fotosintesis dan transpirasi pohon buah-buahan pada
kondisi lapang sangat sulit karena beberapa alasan. Pertama, karena ukuran fisiknya yang
besar. Kedua, tidak semua daun terpapar cukup cahaya pada suatu waktu. Puncak pohon
terpapar radiasi matahari sepanjang hari, sedangkan bagian bawah menangkap cahaya
sedikit sepanjang matahari melintas atau saat angin menggerakkan dahan dan daun.
Ketiga, rata-rata umur dan ukuran daun selalu berubah. Selama periode pertumbuhan
pesat, daun muda cepat membuka sementara daun yang berukuran penuh di bagian basal
menjadi tua dan lebih ternaungi sehingga kanopi menebal. Meskipun daun sangat muda
efisiensi fotosintesisnya tinggi, asimilasinya digunakan untuk pertumbuhannya sendiri
dan sangat sedikit ditranslokasikan ke batang.

Titik Jenuh dan Titik Kompensasi Cahaya


Titik jenuh cahaya merupakan intensitas cahaya dimana tingkat fotosintesis
mencapai tingkat maksimal pada suhu, konsentrasi karbondioksida dan kelembaban
relatif tertentu (Gb 2.15). Penambahan cahaya tidak meningkatkan tingkat asimilasi
karbondioksida. Titik jenuh cahaya bibit manggis umur 8 bulan terjadi pada intensitas
cahaya 700 µm/m2/detik (Ramlan et al., 1992) dengan laju fotosintesis 1.81 mg
CO2/dm2/jam. Pada saat tanaman mencapai dewasa, titik jenuh cahaya menjadi 800 –
1000 µm/m2/detik dengan laju fotosintesis 2.89 µmol CO2/m2/detik apabila tanaman
tidak dinaungi atau pada 600- 800 µm/m2/detik dengan laju fotosintesis 4.93 µm
CO2/m2/detik bila tanaman dinaungi 60% (Issakraisila, 2001). Laju fotosintesis pada
manggis meningkat dari 0.89 mg CO2/dm2/jam pada konsentrasi CO2 diudara 330 ppm
(udara normal) menjadi 2.31 mg CO2/dm2/jam pada konsentarsi CO2 diudara 1100 ppm,
tanpa mengalami titik jenuh CO2 (Ramlan et al., 1992). Laju fotosintesis dan titik jenuh
cahaya pada daun manggis juga tergantung pada ada tidaknya trubus baru di atas daun
yang diukur. Pada daun yang kuncupnya dorman laju fotosintesisnya 1.77 µmol

6
CO2/m2/detik, sedangkan pada daun yang kuncupnya tumbuh menjadi trubus awal, laju
fotosintesisnya meningkat menajdi 4.12 µmol CO2 /m2/detik (Hidayat, 2002).
Tergantung pada intensitas cahaya, satu daun dewasa akan hanya meneruskan
10% cahaya yang mencapai permukaannya dan 10% lainnya dipantulkan. Pada cahaya
yang diserap, beberapa dihamburkan ke lingkungan sebagai panas dan fraksi terbesar
digunakan untuk proses transpirasi yang merupakan penguapan air. Diperkirakan, rata-
rata hanya 0.5-3.5% energi cahaya yang diserap digunakan untuk fotosintesis. Kecuali
kalau kanopi terbuka oleh pemangkasan, daun di bagian dalam kanopi jarang terpapar
cahaya penuh meskipun singkat.

Gambar 2.15. Hubungan antara Pn dan kerapatan fluks foton fotosintesis daun kiwi dan
walnut. Pada titik saturasi, kurva Pn mendekati nilai konstan, pada titik kompensasi Pn
setara 0 (Dari Grant & Ryugo 1984, Tombesi et al. 1983).

Titik kompensasi merupakan titik dimana berat kering daun tidak bertambah atau
berkurang, dalam arti laju fotosintesis sama dengan laju respirasi (Gb 2.15). Dalam
naungan, daun kiwi bagian dalam jarang memfiksasi karbondioksida diatas titik
kompensasi meski matahari berada di puncak (Gb 2.16).

Gambar 2.16. Kecenderungan harian Pn daun kiwi Hayward dalam bagian yang terpapar
dan ternaungi kanopi ( Dari Grant & Ryugo 1984).

7
Karena parameter yang mempengaruhi fotosintesis tidak dapat dikontrol dengan
mudah pada kondisi lapangan, titik kompensasi dan kejenuhan tanaman lebih baik
diperkirakan di bawah kondisi terkontrol di laboratorium atau rumah kaca. Keuntungan
mengukur fotosintesis tanaman yang tumbuh di dalam kamar yang sistemnya terkontrol:
(1) Faktor lingkungan tunggal dapat diubah bertahap sementara yang lain tetap; contoh
intensitas cahaya dapat dinaikkan sementara suhu lingkungan tetap atau suhu divariasikan
sedangkan intensitas cahaya tetap; (2) Tanaman uji dapat diperlakukan dengan pengatur
tumbuh atau pupuk.

Transpirasi
Transpirasi merupakan proses kehilangan air pada tanaman. Transpirasi stomata
atau kehilangan kelembaban daun melalui stomata mencapai 90% dari air yang diserap
akar. Air juga hilang melalui transpirasi kutikula, lentisel dan gutasi.

Potensial Air
Ahli fisiologi tanaman menggunakan istilah potensial air, dalam bahasa Yunani
ditulis psi (), untuk mengekspresikan tingkat tekanan air pada tanah-tanaman-atmosfer.
Air bergerak mengikuti gradien potensial dari potensial tinggi ke potensial rendah. Satuan
potensial air yaitu bar yang setara dengan 0.1 megapascal atau 0.987 tekanan atmosfer
atau 750.12 mmHg atau 10 dyne/cm2. Potensial air tanah kira-kira –0.1 bar sedang air
dalam xilem sepanjang hari mencapai –12 bar. Tekanan –12 bar ini diperkirakan cukup
untuk menarik kolom air dalam xilem sampai ketinggian 30 m.
Potensial osmosis, potensial tekanan udara dan potensial matrik merupakan 3
faktor yang mempengaruhi potensial air sel pada suhu tertentu. Potensial air yang
menurun akibat imbibisi atau penyerapan oleh partikel-partikel tanah disebut potensial
matrik. Persamaan potensial air dalam suatu sistem osmotik :

Psi (  ) = potensial osmotik () + potensial tekanan (p)

Potensial osmotik dan potensial tekanan disebut secara berurutan sebagai tekanan
osmotik dan tekanan turgor.
Pembukaan dan penutupan stomata dikontrol oleh konsentrasi osmotik sel-sel
penjaga dalam hubungannya dengan sel-sel epidermis. Mekanisme larutan masuk dan
keluar dari sel penjaga masih belum jelas. Pembukaan celah yang cepat berhubungan
dengan hidrolisis pati, sedangkan penutupan stomata dikarenakan stress air yang
berhubungan dengan meningkatnya asam absisat dan menurunnya sitokinin (Kuiper
1972). Masuk dan keluarnya ion potassium berhubungan dengan pembukaan dan
penutupan stomata (Humble & Hsiao 1970, Humble & Raschke 1971). Sel penjaga
berespons cepat terhadap cahaya, daun kenari dan kiwi membuka dalam 15 menit saat
intensitas cahaya, PPFD, lebih kecil dari 50 mikromol foton/m2/detik. Daya hantar
stomata pada daun manggis yang kuncupnya dorman sebesar 8.51 µmol CO2/m2/detik,
sedangkan pada daun yang kuncupnya tumbuh (trubus awal) mencapai 18.30 µmol
CO2/m2/detik (Hidayat, 2002).

8
Proses transpirasi tidak hanya menurunkan suhu daun, tapi juga membawa garam-
garam tidak terlarut dan zat-zat organik yang disintesis di akar. Karena kehilangan air
dan pengambilan karbondioksida terjadi melalui stomata, ada korelasi yang baik antara
konduktansi stomata, g, tingkat volume air yang menguap dari daun dengan tingkat
fotosintesis (Gb 2.17). Konduktansi stomata ditentukan dengan porometer dan
diekspresikan dalam cm/detik. Daya tahan stomata, r, merupakan konduktansi terbalik,
1/g , dan mengukur daya tahan celah stomata terhadap pergerakan air. Tingkat
transpirasi, T, juga diukur dengan porometer dalam milimol air yang hilang per m2 luas
daun per detik. Laju transpirasi tanaman manggis berumur 2 tahun pada daun yang
kuncupnya dorman sebesar 3110 mmol H2O/m2/detik, sedangkan pada daun yang
kuncupnya tumbuh trubus sebesar 5730 mmol H2 O/m2/detik (Hidayat, 2002).

Gambar 2.17. Hubungan kurva linear antara Pn dan g dalam daun kiwi (Dari Grant &
Ryugo 1984).

Hubungan antara Pn dan T


Efisiensi penggunaan air (WUE = water use efficiency) digunakan untuk
menjelaskan hubungan efisiensi tanaman dalam mengasimilasi karbondioksida per unit
berat air yang ditranspirasikan. WUE ditentukan untuk spesies atau kultivar yang berbeda
yang tumbuh pada kondisi lingkungan tertentu dengan memplotkan Pn terhadap T.
Kemiringan kurva, dPn/dT memberikan perkiraan nilai WUE. Dalam Gb 2.18, suatu
tanaman yang mempunyai kurva a penggunaan airnya lebih efisien dibanding kurva b.
Tergantung pada stadia pertumbuhannya, Efisiensi Penggunaan Air pada tanaman
manggis berkisar antara 5.7 – 17.1 µmol CO2/mmol air (Hidayat, 2002).

9
Gambar 2.18. Hubungan antara Pn dan T. Slope menunjukkan efisiensi penggunaan air
sehingga tanaman dengan slope a lebih efisies daripada slope b.

Perubahan Harian Pn dan T


Perubahan harian Pn dan T daun apel (Gb 2.19), kiwi (Gb 2.16), pistachio dan
kenari (Gb 2.20) diambil pada hari dan tempat yang berbeda. Variasi ini mencerminkan
respons yang berbeda terhadap lingkungan dan kondisi pengukuran yang terjadi.
Perubahan harian intensitas cahaya paralel dengan jumlah cahaya yang mengenai
permukaan daun.

Gambar 2.19. Kecenderungan harian Gambar 2.20. Fluktuasi harian Pn dan


Pn daun apel Bancroft yang berlokasi g pada daun walnut (Dari Tombe-
Diluar dan dalam kanopi (Dari Mika si et al. 1983).
& Antoszewslki 1972).

Pn dan nilai g daun menunjukkan stomata membuka dalam 15 menit ketika


matahari muncul. Pembukaan awal mencerminkan sensitifitas sel penjaga terhadap
cahaya. Pn dapat melampaui titik kompensasi pada intensitas cahaya rendah. Pn hampir
mencapai maksimal jam 08.00 dan perlahan meningkat ke tingkat maksimal pada
menjelang tengah hari. Peningkatan Pn secara bertahap pada pagi hari berhubungan
dengan pemenuhan perlengkapan fotosintesis. Pn turun pada sore hari karena tingginya
stress air dan penghambatan umpan balik terhadap fotosintesis.
Laju fotosintesis maksimum pada daun manggis sebesar 4 µmol CO2/m2/detik
jauh lebih rendah daripada tanaman buah-buahan lain. Laju fotosintesis daun durian
mencapai 14 µmol CO2/m2/detik, daun apel 15 µmol CO2/m2/detik, pear 15 µmol
CO2/m2/detik dan anggur 10 µmol CO2/m2/detik (Gemma, 2001).

Faktor Endogen dan Lingkungan yang Mempengaruhi Pn, g, dan T

1. Umur Daun
Daun muda yang muncul pada musim semi menggantungkan makanannya pada
cabang, batang dan akar untuk awal pertumbuhan. Ketika mereka mencapai ukuran ½
atau ¾, mereka memenuhi kebutuhan sendiri dan memberikan hasil fotosintesisnya ke

10
daun muda. Setelah dewasa, daun mentranslokasikan hasil fotosintesisnya lebih banyak
ke batang, cabang dan akar. Pn daun apel mencapai tingkat maksimal 30-45 hari setelah
daun mengembang penuh (Gb 2.21) dan kemudian menurun.

Gambar 2.21. Hubungan atara Pn dan ukuran daun dan umur (Dari Sams & Flore 1982).

2. Kandungan Klorofil dan Nitrogen


Peserta penting dalam reaksi fotosintesis yaitu pigmen hijau klorofil. Hubungan
antara Pn dan klorofil atau kandungan Nitrogen daun sulit diprediksi karena dalam
kondisi lapang, Pn berfluktuasi harian sedangkan klorofil dan kandungan nitrogen daun
relatif konstan dalam satu hari. Penelitian dilakukan pada 5 spesies Prunus persik Golden
Glory dimana antara kecukupan dan kekurangan nitrogen berhubungan dengan Pn
(DeJong, 1982,1983, DeJong et al., 1984, Gb.2.22). Penelitian yang sama pada kiwi
menunjukkan suatu perbandingan antara Pn dan kandungan klorofil daun (Gb 2.23A).
Daun kiwi yang kekurangan nitrogen dengan kandungan klorofil 60% ledih sedikit
melakukan asimilasi karbondioksida 40% lebih lambat daripada daun yang nitrogennya
cukup. Kandungan pati dalam daun yang kekurangan nitrogen lebih besar dari daun yang
mempunyai nitrogen cukup (Gb2.23B). Secara normal, tanaman dengan Pn lebih besar
diharapkan mengandung lebih banyak pati. Pada kondisi persediaan nitrogen tidak cukup,
proses aminasi terbatas dan akan meningkatkan kadar gula. Sebagai akibatnya pati
disimpan di kloroplas.

Gambar 2.22. Hubungan atara Pn maksimal dan kandungan N pada suatu cultivar persik,
Golden Glory (•) dan 5 spesies Prunus (◦) (Dari DeJong 1982, 1983).

11
Hubungan antara Pn dan nitrogen muncul karena: (1) satu molekul klorofil
mengandung 4 atom nitrogen, (2) proses fotosintesis melibatkan beberapa enzim yang
merupakan protein dan membutuhkan nitrogen untuk sintesisnya. Enzim fotosintesis
utama dalam daun hijau adalah ribulose biphosphate carboxylase. Jika nitrogen kurang,
sintesis beberapa protein dan enzim dan sitokinin terhenti sedangkan sintesis enzim yang
merangsang senescence (pengguguran daun ) seperti klorofilase terjadi.

Gambar 2.23. Hubungan antara klorofil dan kandungan N (kiri) serta antara Pn dan
kandungan pati versus kandungan klorofil daun kiwi (kanan) (Dari DeJong et al. 1984).

3. Adanya Buah
Chandler & Heinicke (1925,1926) mempelajari akumulasi residu bahan kering
pada apel Oldenburg dan anggur yang berbuah dan tidak berbuah selama beberapa
musim. Pada akhir penelitian, mereka menemukan bahwa tanaman yang berbuah
mempunyai daun yang lebih sedikit dan kecil dibandingkan yang tidak berbuah.Tapi
ketika berat bahan kering ditambahkan dengan hasil panen, total bahan kering yang
diproduksi pohon yang berbuah lebih besar daripada yang tidak berbuah. Mereka
menyimpulkan kehadiran buah meningkatkan efisiensi fotosintesis.
Ara dan persik membutuhkan sejumlah besar fotosintat selama proses
pematangan buah. Pati yang disimpan dalam sel-sel parenkim kulit dan kayu dihidrolisis
untuk mencukupi kebutuhan buah yang sedang berkembang (Crosby 1954, Ryugo &
Davis 1959). Peningkatan kandungan karbohidrat yang cepat dalam cabang setelah panen
menunjukkan bahwa meskipun daun melakukan fotosintesis pada tingkat maksimal,
tingkat asimilasi tidak cukup untuk mencukupi permintaan yang besar karena adanya
kompetisi antara buah, pertumbuhan pucuk dan akar, serta sel-sel penyimpanan.
Kehadiran buah pada pohon tidak hanya memacu efisiensi fotosintesis daun
(Avery 1975) tapi membawa pohon mentranspirasikan lebih banyak air karena stomata
membuka lebih lama. Perbandingan antara pohon apel yang berbuah dan tidak berbuah
pada kondisi dua tingkat nitrogen menunjukkan pohon yang berbuah menggunakan air
lebih banyak daripada yang tidak berbuah. Pohon yang diberi dosis nitrogen lebih tinggi
menggunakan lebih banyak air dibandingkan yang nitrogennya rendah (Lenz 1985)
karena mereka mempunyai daun yang lebih luas dan lebih hijau.
Pohon berbuah membutuhkan lebih banyak air daripada yang tidak berbuah
meskipun mempunyai daun yang permukaannnya lebih sempit. Jumlah air yang disimpan
pada buah dan pohon, bagaimanapun merupakan bagian kecil dari air yang
ditranspirasikan daun pada saat itu. Sebagai contoh, buah persik mengandung 85% air.
Hasil panen sebanyak 22.7 ton per 0.404 hektar mengandung 19.3 ton air. Untuk

12
memproduksi buah sebanyak ini, kebun persik yang tumbuh pada tanah liat di San
Joaquin Valley California diberi irigasi dengan volume air 15.6 cm per 0.404 hektar
sebanyak 7 kali. Hal ini setara denagn 4.41 juta liter (1.14 juta galon) atau 4410 metrik
ton (4860 ton) air per 0.404 hektar (acre). Dengan demikian hasil panen hanya
menggunakan air 19.3/4410 x 100% atau kurang dari 0.5% dari air irigasi.

4. Kualitas Cahaya
Tanaman yang tumbuh dalam rumah kaca atau rumah plastik mempunyai Pn lebih
rendah dibandingkan tanaman yang tumbuh di luar ruangan. Zat-zat pencemar atmosfer,
kabut dan partikel-partikel debu menyebar dan mengubah panjang gelombang cahaya,
khususnya cahaya ultraviolet sehingga kualitas cahaya berubah. Partikel debu yang
mengendap di daun mengurangi intensitas cahaya dan menyerap panas yang
mempengaruhi Pn.

5. Intensitas Cahaya
Beberapa spesies tidak dapat mentoleransi intensitas cahaya tinggi atau panas
yang dihasilkannya. Daun manggis muda dari persemaian yang terpapar radiasi matahari
langsung saat dipindahkan ke lapangan tanpa naungan cenderung memudar dan terbakar.
Daun kenari Hartlen yang terpapar cahaya matahari mempunyai Berat Daun Khusus
(SLW = specific leaf weight) lebih besar dan mengandung lebih banyak klorofilper unit
daun daripada yang berada dalam naungan (Gb 2.24). SLW ini merupakan berat kering
daun yang diekspresikan dalam satu unit daun, biasanya dalam mg per dm2 atau cm2.

Gambar 2.24. Perubahan Musiman berat spesifik daun dan kandungan klorofil yang
terpapar (simbol terputus) dan naungan (simbol padat) daun walnut Hartley (Ryugo et al.
1980).

SLW yang lebih berat pada daun yang terpapar cahaya berhubungan dengan Pn
dan T yang lebih besar daripada dalam naungan. Sel-sel daun yang terpapar mempunyai
dinding sel lebih tebal, jumlah protein lebih banyak. Tingkat transpirasi tinggi pada daun
yang terpapar menyebabkan akumulasi nutrien, termasuk nitrat. Ion nitrat dalam anggur,
kiwi dan daun kenari direduksi menjadi ammonia lebih cepat dalam cahaya daripada
dalam naungan. Ammonia yang dihasilkan berperan dalam proses aminasi dimana asam
mino dan senyawa nitrogen lainnya dibentuk.
Daun manggis, berbeda dengan tanaman buah lainnya, tumbuh lebih besar dalam
naungan dan mengandung banyak klorofil tapi SLW lebih ringan. Hal ini merupakan
tanaman khusus yang berevolusi sebagai pohon yang tumbuh di bawah naungan.

13
6. Potensial Air Tanah dan Tanaman
Potensial air xilem dijaga mendekati nol saat matahari mulai muncul jika pohon
mengandung persediaan air cukup dan daun turgid. Pengecualian terjadi pada spesies
yang mengeluarkan cairan/getah pada xilem dibawah tekanan akar (gutasi) pada waktu-
waktu tertentu. Pada spesies ini, potensial air xilem dapat mencapai 1-2 bar. Saat cahaya
mengenai daun, stomata membuka dan transpirasi dimulai. Pada tengah hari, tingkat
transpirasi melampaui penyerapan air oleh akar. Kolom air dalam aliran transpirasi
menjadi negatif. Hal ini menyebabkan penutupan stomata dan daun mulai layu sehingga
mengurangi luas permukaan daun yang terpapar cahaya, Pn dan g akan turun dengan
cepat. Jika kelembaban tanah cukup, tanaman akan normal kembali dari layu selama
malam hari ketika stomata menutup. Menjelang subuh, daun menjadi turgid sehingga Pn
dan T meningkat. Potensial air xilem mendekati nol meskipun penyerapan air oleh akar
melebihi transpirasi pada malam hari dikarenakan: (1) ketahanan sel xilem terhadap
pergerakan air, (2) adanya jarak sehingga air harus bergerak jauh, (3) adanya selang
masa pemulihan singkat yaitu antara matahari tenggelam sampai fajar. Jika air irigasi
tidak diberikan dan tanah mencapai persentase kelayuan permanen (PWP = permanent
wilting percentage), daun membutuhkan beberapa hari sebelum Pn kembali ke tingkat
sebelum stress. Pada PWP, potensial air tanah mendekati –1.5 megapascal (-15 bar), titik
dimana akar tidak mampu menyerap kelembaban tanah dan tanaman tetap layu sampai
diirigasi.

7. Angin
Uap air yang menyebar dari stomata berakumuasi sehingga muncul lapisan tipis
di atas permukaan daun. Akumulasi ini meningkatkan ketahanan stomata terhadap
pergerakan uap air dari stomata dan menurunkan tekanan uap air antara mesofil dan
atmosfer sekitarnya. Penghalangan transpirasi stomata oleh pembentukan lapisan uap air
disebut efek boundary. Saat angin berhembus dan daun bergerak, lapisan ini rusak
sehingga perbedaan uap air menjadi tiggi dan tingkat transpirasi meningkat.
Angin yang lembut juga memaparkan daun pada cahaya secara berselang yang
justru lebih berguna dalam memacu Pn dibandingkan dalam paparan cahaya yang terus-
menerus. Angin yang sedang-kuat menyebabkan transpirasi yang cepat dan kerusakan
daun. Transpirasi berlebih menyebabkan penutupan stomata sedangkan kerusakan daun
mengganggu transportasi fotosintesis.

8. Penggenangan Air
Penggenangan merupakan periode peningkatan air oleh irigasi atau kombinasi
irigasi dengan hujan yang dapat meningkatkan pengaruh negatif terhadap tingkat
asimilasi. Kelebihan air terutama pada tanah yang draenasinya buruk menyebabkan
kondisi anaerobik yang menghalangi penyerapan air oleh akar. Nilai psi xilem menjadi
lebih negatif seperti dalam keadaan kekurangan air.

9. Suhu Udara
Suhu daun mencapai maksimal pada tengah hari. Tingkat transpirasi yang tinggi
melebihi fotosintesis menyebabkan tingkat asimilasi berkurang, Fotorespirasi tinggi

14
bertanggung jawab terhadap pengurangan ini. Suhu yang supra-optimal 30-350C
mempunyai pengaruh negatif terhadap Pn. Pada suhu lebih dari 400C, alat fotosintesis
beberapa spesies yang sensitif terhadap panas menjadi rusak permanen menimbulkan
gejala terbakar.

10. Kelembaban
Di daerah arid dan semiarid dimana tanaman buah tumbuh, kelembaban udara
dapat menjadi rendah sehingga timbul perbedaan yang besar antara tekanan uap air ruang
udara antar sel dalam mesofil dengan lingkungan luar. Hal ini menyebabkan tingkat
transpirasi tinggi, menimbulkan kekurangan air pada tanaman dan mengakibatkan
stomata menutup.

Cara Pengelolaan Untuk Mempertahankan Tingkat Pn Dan T Optimal


Jumlah radiasi matahari dan panjang fotoperiode selama musim tumbuh
merupakan kondisi tetap secara geografik. Tapi kesuburan tanah dan kelembaban, suhu,
kecepatan angin dan kelembaban relatif merupakan faktor lingkungan yang dapat
dimanipulasi. Sebagai contoh, Fotosintesis bersih (Pn) dapat ditingkatkan dengan
mengubah konfigurasi kanopi dengan pemangkasan menyebabkan daun terpapar cahaya
pada intensitas cahaya yang optimal.

1. Mencegah dan Memperbaiki Klorosis


Klorosis merupakan kondisi penyakit dimana daun tidak mampu mensintesis
klorofil sehingga warnanya hijau kekuningan. Jika kondisi klorosis berhubungan dengan
kekurangan zat-zat mineral tertentu, jumlah klorofil daun dapat diubah melalui
pengawasan tingkat nutrisi mineral pada permukaan daun dan atau petiol. Klorosis
biasanya disebabkan kekurangan zat-zat esensial tertentu. Klorosis dapat diperbaiki
dengan: (1) menambah hara pada tanah, (2) menyemprot tanaman dengan larutan nutrisi
yang cocok, (3) melakukan seleksi batang bawah yang lebih efisien dalam menyerap zat-
zat esensial dari tanah.

2. Penyesuaian Suhu
Di daerah Nusa Tenggara Timur yang kelembaban relatifnya sangat rendah,
tingkat transpirasi melebihi pengambilan air oleh akar. Suhu udara sepanjang hari di
sekeliling daun lebih dari 35°C.
Penyiraman dengan springkel di atas daun secara berselang berguna untuk
memperbaiki pengaruh suhu tinggi dan kelembaban rendah dan untuk mengurangi stress.
Penyiraman dengan cara tersebut juga membuang partikel debu yang menghalangi
penyerapan panas dan mengurangi intensitas cahaya pada daun. Penyiraman harus
dilakukan segera setelah matahari terbit sehingga air dapat cepat menguap. Penutupan
dengan tanaman penutup tanah akan mengurangi suhu udara karena tanaman menerima
radiasi matahari dan mencegah tanah menyerap panas cahaya matahari. Transpirasi
tanaman penutup tanah juga mempunyai efek mendinginkan.

3. Pemecah Angin
Angin mencegah pembentukan lapisan uap air, mempercepat tingkat transpirasi
dan penutupan stomata sehingga menyebabkan penurunan efisiensi fotosintesis tanaman.

15
Angin bertanggung jawab untuk patahnya batang, rusaknya buah dan sobeknya daun
yang mengurangi hasil tanaman. Di daerah yang anginnya berhembus kuat dan kosnstan
seperti di Palu, penggunaan pemecah angin sangat diperlukan. Pohon mindi biasanya
digunakan karena selain dapat mengurangi serangan hama pada kebun mangga, juga
karena tinggi, pertumbuhannya ke atas sangat efektif untuk menurunkan kecepatan angin.
Pemecah angin berupa vegetasi, pagar atau lembaran kain tidak boleh rapat
seperti tembok, perlu ada celah. Adanya celah antara pemecah angin, akan menyebabkan
angin melalui celah itu dan menurunkan putaran angin dibalik pemecah angin.

4. Seleksi Kombinasi Batang Atas dan Bawah yang Cocok


Meskipun peningkatan fotosintesis dapat dicapai dengan perubahan kondisi
lingkungan, hasil terbesar dapat dicapai dengan memilih kultivar dan kombinasi batang
bawah yang cocok dengan kebun tertentu. Dengan pengkerdilan atau pengontrolan
ukuran untuk menurunkan ukuran pohon, diperoleh pohon yang efisien secara
fotosintesis sehingga berat kering hasil panen lebih baik dibanding bagian vegetatif.
Kombinasi batang atas dan bawah bersama dengan penggunaan zat penghambat akan
mempercepat pembungaan, merangsang pembentukan buah dan pemanenan dan
meningkatkan potensial hasil perunit luas tanah.
Karakteristik genetik lain yang meningkatkan efisiensi hasil panen adalah
morfologi daun. Daun tipe spur pada kultivar apel dan spesies pistachio mempunyai 2
atau lebih lapisan sel parenkim palisade dan atau selnya lebih panjang dari kultivar biasa.
Saat sel mesofil memadat, perbandingan luas dinding sel terhadap permukaan daun
menjadi tinggi. Karena karbondioksida diserap melalui dinding sel mesofil, efisiensi
fotosintesis per luas daun meningkat dengan kerapatan sel lebih tinggi. Daun dengan
penampakan kompak juga mempunyai klorofil yang tinggi per unit daun dibanding
varietas standar.
Tanaman lain meningkatkan Pn dengan kemampuannya menangkap cahaya
dengan mendistribusikan daun melalui kanopi pohon. Sebagai contoh, helai daun persik
tetap horizontal mengikuti pembelokan petiol. Saat pucuk atau batang buah kiwi diikat ke
bawah, petiol memelintir agar lamina daun tetap menghadap keatas. Pemelintiran petio
ini adalah respons fototrofik yang dipercaya dimediasi oleh auksin.
Daun isolateral Pistachio vera tidak mengikuti arah cahaya merupakan adaptasi
untuk mengurangi transpirasi dan menghindari radiasi matahari langsung. Fenomena ini
biasa pada tanaman xerofitik untuk membiarkan cahaya matahari menembus kanopi dasar
kebun.

Hubungan Source dan Sink


Daun, cabang hijau, buah yang masih hijau mensuplai bagian lain dari tumbuhan
dengan karbon organik. Sedangkan organ lain seperti akar dan biji mensintesis zat yang
kemudian diekspor ke bagian lain dari tanaman. Organ atau jaringan yang mensistesis
atau mengekspor suatu zat disebut source, sedangkan yang mengimpor zat disebut sink.
Beberapa jaringan seperti sel ray pada xilem bertindak sebagai sink ketika
mengakumulasi karbohidrat dan menyimpan protein, tetapi kemudian menjadi source
ketika zat-zat tersebut diekspor ke organ lain. Daun muda yang sedang tumbuh dapat
sekaligus menjadi source maupun sink karena dia mensistesis karbohidrat dan sekaligus
menggunakannya untuk pertumbuhan. Untuk karbohidrat source utama adalah daun,

16
sedangkan sink utama adalah biji, buah, akar dan sebagainya. Untuk hormon, akar
bertindak sebagai sink untuk sitokinin dan giberelin, pucuk muda untuk auksin dan
sebaginya. Pada bab ini diskusi kita batasi pada source dan sink untuk karbohidrat.
Organ-organ tanaman saling berkompetisi untuk memperoleh alokasi asimilat dan bahan-
bahan lain.

Daun Sebagai Source


Dalam pertumbuhannya setiap daun berubah fungsi dari sink menjadi source baik
untuk mineral maupun fotosintat. Selama pendewasaan daun, perubahan yang khas
terjadi dalam penangkapan karbon menjadi gula, dimana terjadi peningkatan konsentrasi
sukrosa dan penurunan konsentrasi glukosa dan fruktosa. Pada daun beet, peningkatan
sintesis sukrosa ini berhubungan dengan perubahan aktivitas enzym yang berhubungan
dengan metabolisme karbohidrat di daun: ialah penurunan aktivitas asam invertase
(hidrolisis sukrosa) dan peningkatan yang tajam aktivitas sukrosa-P-sintase (sintesis
sukrosa). Pada daun yang sangat muda sukrosa P-sintase tidak ada. Pada tanaman yang
sukrosanya merupakan gula yang dominan pada floem sap, fungsi daun sebagai source
tergantung pada induksi dan aktivitas enzym pensintesa sukrosa ini. Hal yang sama
selain tejadi pada daun beet juga terjadi pada daun kedelai. Pada apel, sorbitol adalah
karbon organik yang dominan pada floem sap. Hal ini berhubungan dengan aktivitas
enzym pada daun. Pada daun muda tidak ada enzym yang bertanggungjawab atas sintesis
sorbitol (aldose-6-P-reduktase), tetapi meningkat sangat tajam selama pendewasaan daun.
Ketika laju impor sukrosa pada daun sink tinggi, laju impor floem atas nutrisi
mineral, seperti kalium dan fosfor serta asam amino juga tinggi. Dapat diduga bahwa
pembongkaran floem untuk bahan-bahan ini, diatur oleh kebutuhan akan bahan tersebut
untuk proses pertumbuhan. Percobaan Schilling dan Trobisch (1971) menunjukkan
bahwa apabila daun souce diberi asam amino bukan penyusun protein (asam -
aminobutirat), asam amino tersebut diakumulasikan pada sink dalam bentuk fraksi
nitrogen larut. Hal ini menunjukkan bahwa karena asam amino tersebut bukan kebutuhan
dari sink, maka asam amino tersebut hanya masuk melalui aliran masa dalam floem.
Percobaan ini menunjukkan adanya preferensi transport dari source ke sink.
Ketika daun mulai dewasa dan mempunyai kapasitas mensintesa sukrosa, daun
tersebut akan menjadi source baru dari floem sap. Pada saat itu loading (pemuatan)
sukrosa terjadi dan laju aliran dalam floem meningkat. Ini berarti, ekspor bahan lain
dalam floem seperti nutrisi mineral dan asam amino juga meningkat. Untuk nutrisi
mineral yang mobile, sperti kalium dan fosfor, import melalui xylem dan ekspor memalui
floem pada daun dewasa berimbang. Kemampuan daun dewasa untuk mengekspor
nutrisi mineral, tidak hanya tergantung pada laju ekspor fotosintat, tetapi juga pada
kandungan nutrisi pada daun source dan kebutuhan dari sink.
Kalau daun mulai uzur (senecence) maka laju fotosintesis dan ekspor gula dari daun
menurun. Pada saat itu permeabilitas membran meningkat dan kompertemansasi
dipengaruhi. Akibatnya enzym proteolitik seperti asam protease yang sebelumnya berada
dalam vakuola lepas ke sitoplasma, sehingga meningkatkan pemecahan (breakdown)
protein dalam sitoplasma dan kloroplas. Penurunan kadungan kloroplas (klorosis)
merupakan tanda mulai uzur. Komposisi dari floem sap asal daun uzur tersebut berubah:
konsentrasi gula dan nitrogen organik dengan berat molekul rendah menurun, sedangkan
mineral nutrien yang mobile meningkat.

17
Keuzuran daun dapat diinduksi dengan menempatkan daun pada tempat gelap. Efek
penuwaan akan meningkat apabila daun dipetik. Daun Tropacolum yang dipetik,
ditempatkan dalam gelap dan hanya disemprot dengan air akan terjadi breakdown
kloropil dan protein dalam waktu 6 hari. Uzur, peningkatan ekspor nitrogen terlarut,
kalium dan fosfor terjadi, yang ditandai dengan akumulasi bahan-bahan tersebut pada
basal petiol. Uzur dan ekspor dari daun tersebut dapat dihambat hampir seluruhnya
dengan penyemprotan kinetin.

Sink
Hortikulturis menganggap hubungan antara source dan sink antara daun dan buah
sangat penting, karena buah menjadi kompetitor utama untuk makanan dan hasil
fotosintesis. Kompetisi ini akan mempengaruhi proses fisiologi tumbuhan. Pada
tanaman budidaya produktivitas tanaman tergantung pada kemampuan tanaman untuk
melakukan fotosintesis dan mengalokasikan sebagain besar hasil fotosintesis tersebut ke
organ yang bernilai ekonomi. Efisiensi dari alokasi hasil fotosintesis ini biasanya diukur
dengan Indek Panen yang didifinisikan sebagai nisbah bobot kering dari bagian yang
bernilai ekonomi dengan produksi biomassa total. Untuk tanaman sereal nilai ini
mencapai lebih dari 60% (Austin et al., 1980). Untuk tanaman tahunan seperti pohon
buah-buahan, Pertambahan Panen (Harvest Increment) yang didifinisikan sebagai nisbah
bobot kering panen terhadap pertambahan seluruh organ selama satu tahun. Pada
tanaman buah-buahan ternyata nilai ini juga mencapai lebih dari 60% pada pohon dewasa
(Cannel, 1985). Dapat dilihat bahwa buah menjadi sink utama dalam partisi bobot kering
dari sebagian besar tanaman. Kalau dilihat berdasar bobot basah, nilai ini mungkin lebih
besar lagi mengingat kandungan air buah-buahan sangat tinggi.

Pola Translokasi Fotosintat


Pada tanaman, biji biasanya merupakan sink paling kuat, diikuti dengan daging buah
dan pucuk dan daun yang sedang tumbuh, kemudian kambium, akar dan organ
penyimpan lain. Karena itu pada saat pertumbuhan buah akan terjadi peralihan arah
pergerakan hasil fotosintesis. Hansen (1967 dan 1970) melakukan percobaan sebagai
berikut. Daun dari spur apel yang berbuah dikurung dan diberi 14CO2. Ternyata sebagian
besar karbohidrat radioaktif ditranslokasikan ke buah pada spur yang sama. Radioaktif
dari spur yang tidak berbuah dibawa ke buah dari spur terdekat. Sedangkan karbon
radioaktif dari cabang yang aktif tumbuh dikirim ke pucuk dari cabang tersebut.
Pada tanaman anggur, hasil fotosintesis dari daun dewasa ke 12-15 dari pucuk yang
sudah mekar penuh ditranslokasikan ke pucuk yang sedang tumbuh. Daun-daun basal
memenuhi kebutuhan kluster buah terdekat. Sedangkan hasil fotosintesis dari daun yang
lain ditranslokasikan ke akar.
Pola translokasi di atas menunjukkan bahwa kemampuan relatif dari organ tanaman
untuk memobilisasi hasil fotosintesis (sink strength) tergantung pada jenis organ, ukuran
dan stadia pertumbuhan. Faktor ini dan jarak antara source dan sink menentukan laju
pergerakan zat dari source ke sink. Hubungan antara source dan sink dapat ditunjukkan
pada persamaan berikut (Hansen, 1989):

Source Strength = leaf area x leaf activity .

18
Sink StrengthF + Sink StrengthV (fruit number x sink activityF) + (size x sink activityV)
source strength = kapasistas jaringan untuk mensintesis zat yang dapat diekspor
sink strength = potensi jaringan untuk menumpuk hasil fotosintesis
leaf activity = laju fotosintesis daun
sink activity = potensi laju penyerapan hasil fotosintesis per sink per satuan waktu

Karena itu hasil fotosinteis yang tersedia untuk pertumbuhan dan metabolisme buah
tergantung pada: (1) nisbah luas daun/jumlah buah, (2) aktivitas daun, (3) nisbah luas
daun/kekuatan sink. Peningkatan ketersediaan asimilat akan meningkatkan akumulasi
fraksi karbohidrat tertentu di seluruh sistem, seperti pati di daun dan bahan kering di
buah. Peretumbuhan individu buah tergantung tidak hanya pada ketersediaan asimilat,
tetapi juga pada faktor-faktor yang mempengaruhi laju metabolisme. Dengan demikian
dengan meningkatnya aktivitas sink dari buah akan meningkatkan laju penyerapan
asimilat dan laju pertumbuhan buah. Akan terjadi korelasi negatif antara pertumbuhan
buah dan konsentrasi bahan kering dalam buah apabila aktivitas sink dari buah
meningkat.

Nisbah Luas Daun/Jumlah Buah


Nisbah ini mempengaruhi level asimilat dalam laju aliran translokasi dan mempunyai
pengaruh langsung laju akumulasi bahan kering dan pertumbuhan buah. Pada buah yang
sedang tumbuh akan terjadi persaingan tiga arah dalam memperebutkan asimilat, ialah
anatar biji, daging buah dan pucuk muda. Pada keadaan ini pati yang tersimpan dalam
phloem akan dihidrolisa menjadi gula dan bersama dengan fotosintat akan mengalir ke
ketiga organ tersebut. Akibatnya bobot kering batang akan berkurang. Chandler (1934)
menemukan bahwa bobot kering batang apel dan anggur yang sedang berbuah lebih
rendah daripada yang tidak berbuah, tetapi total bobot kering, termasuk daun dan buah,
lebih tinggi. Dia menyimpulkan bahwa daun dari tanaman yang sedang berbuah
mengikat karbon lebih efisien daripada daun tanaman yang tidak berbuah. Avery (1975)
menemukan bahwa daun dari spur apel yang yang berbuah mengasimilasi CO 2 lebih
cepat 50% daripada daun dari spur yang tidak berbuah. Hal ini menunjukkan bahwa jika
sink lebih kuat dan gradien antara source dan sink meningkat, source akan terstimulasi
menjadi lebih produktif. Untuk bahan diskusi baca Wood (1988) Fruiting affects
photosynthesis and senence of pecan leaves. J. Amer. Soc. Hort. Sci 113 (3):432-436.
Manusia biasanya melakukan manipulasi nisbah ini dengan penjarangan buah
maupun pemangkasan. Penjarangan buah akan meningkatkan nisbah daun/buah,
sehingga pertumbuhan buah akan semakin baik. Laju pertumbuhan buah tergantung pada
laju asimilasi karbon, laju metabolisme dalam buah (aktivitas sink dari buah), dan
dipengaruhi oleh organ pesaing. Pada jeruk di Jepang, penjarangan buah dilakukan
dengan pedoman satu daun jeruk dapat menyangga kebutuhan 4 gram buah. Karena
jeruk mandarin yang ideal bobotnya 100 g per buah, maka satu buah jeruk memerlukan
dukungan 25 lembar daun. Penjarangan buah akan menyebabkan menurunya kompetisi
dalam memperebutkan asimilat sehingga akan meningkatkan ukuran buah, total soluble
solid (TSS = kandungan padatan terlarut), asam, dan bobot kering buah. Penjarangan
buah juga akan mengurangi efek bienial bearing.
Pemangkasan juga dilakukan hortikulturis untuk memperbaiki persaingan dalam
perebutan asimilat. Pemangkasan daun muda akan meningkatkan asimilat yang mengalir

19
ke daun, dan meningkatkan aktivitas daun. Pemangkasan biasanya dilakukan pada shoot
kecil yang lemah dan beberapa cabang/spur berbuah (sehingga jarak antar buah
bertambah, seperti pada thining). Penjarangan juga dapat memperbaiki pewarnaan buah,
karena penetrasi cahaya ke dalam tajuk lebih baik. Tetapi pruning pada saat pohon
berbuah harus dilakukan dengan hati-hati, akrena kesalahan pruning akan berakibat
sebaliknya dari yang diharapkan.

Aktivitas Daun
Aktivitas daun dipengaruhi oleh intensitas cahaya pada tajuk tanaman, suhu daun dan
akar, umur daun, unsur hara (terutama N dan Mg), air, CO 2, ada tidaknya buah, dan
aktivitas sink. Penetrasi cahaya pada tajuk dapat dimanipulasi dengan pemangkasan.
Percobaan pada jeruk (Poerwanto, 1990) menunjukkan bahwa laju fotosintesis meningkat
dengan meningkatnya suhu udara maupun tanah. Pada manggis penggenangan akan
menurunkan laju fotosintesis dengan drastis (Ramelan et al, 1991). Seperti diuraikan di
atas adanya sink yang kuat juga akan memacu aktivitas daun untuk berfotosintesa (Wood
et al, 1988; Poerwanto, 1990; Avery, 1975).

Pengangkutan Asimilat
Step pertama dari translokasi asimilat adalah transportasi jarak dekat dari sel daun ke
sistem pembuluh. Meskipun transpor melalui simplas juga penting, nampaknya transpor
melalui apoplas sel-sel mesofil lebih dominan. Dalam apoplas dekat pembuluh minor
terdapat sukrosa dengan konsentarsi relatif tinggi; kira-kira 20mM pada daun beet gula,
dan 7mM pada daun jagung. Sukrosa nampaknya dilepas ke apoplas dengan kebocoran
akibat perbedaan konsentrasi. Sebaliknya, transpor pada pembuluh tapis harus aktif,
karena melawan gradien konsentrasi. Konsentrasi sukrosa pada phloem sap sangat
tinggi, berkisar antara 100-200 mM. Transpor sukrosa ‘keatas’ (melawan gradien
konsentrasi) atau phloem loading (pemuatan pada phloem) terjadi pada terutama pada
pembuluh minor, ialah sel perantara yang memegang peranan penting.
Pemuatan sukrosa pada floem tergantung pada pH, dan dipostulatkan adanya
sukrosa-H+ kotranspor pada membran plasma dari sel-sel pembuluh tapis. Pada model
ini, kotranspor sukrosa dan H+ ke pembuluh tapis diperantarai oleh sistem pembawa
(karier sukrosa) dalam membran plasma dari sel pembuluh tapis. Tenaga penggerak dari
kotranspor ini adalah pompa proton elektrogenik (H+-efflux pump) yang nampaknya
adalah ATPase yang terikat pada membran. Pompa proton ini menciptakan gradien pH
dan potensial listrik diantara kedua sisi membran plasma. Dalam sel tapis, potensial
listriknya mencapai -155 mV dan pHnya berbeda 2 unit antara ploem sap (7.5-8.5)
dengan apoplas (5.5-6.5). Karena itu gradien elektrokimia proton diantara membran
terjadi. Pergerakan proton akibat perbedaan gradien ini dari apoplas ke sel pembuluh
tapis bergandengan dengan carrier-mediated cotransport dari sukrosa. Terjadi
peningkatan sementara pH di apoplas pada awal pemuatan sukrosa. Peningkatan pH
dalam apoplas dapat menghambat transpor sukrosa.
Meskipun K+ nampaknya tidak esensial pada sucrose-H+ cotranspor, terjadi
peningkatan phloem loading dan transpor sukrosa dengan adanya K+. Hal ini mungkin
disebabkan oleh pengaktifan ATPase oleh K. Kalium juga dapat meningkatkan pemuatan
sukrosa secara tidak langsung dengan meningkatkan konsentrasi sukrosa dalam apoplas
jaringan daun. Kalium dan natrium, tidak seperti kalsium, dapat meningkatkan efflux

20
sukrosa dari sel daun ke apoplas. Adanya korelasi positif anatara efflux sukrosa dan K +
dari mesofil daun gandum dan tembakau menimbulkan ide bahwa adanya K+-sucrose
cotransport pada membran palsma sel daun. Semakin tingginya aktivitas sukrosa-P-
sintase, enzym kunci dalam sintesis sukrosa, juga berperanan penting pada peningkatan
laju ekspor dari daun yang disuplai kalium.

Mekanisme Transpor dalam Floem


Laju aliran solute dalam pembuluh tapis dan arah aliran tidak ditentukan oleh nutrisi
mineral, tetapi oleh fotosintat yang disuplai oleh source dan dibutuhkan oleh sink.
Hipotesis Aliran Tekanan (Pressure Flow Hypothesis) dikembangkan pada tahun 1930
untuk menerangkan aliran fotosintat dalam pembuluh floem. Solute seperti sukrosa,
terkonsentarsi dalam phloem daun, dan karenanya air disedot ke dalam daun, sehingga
menciptakan tekanan internal. Tekanan ini menginduksi aliran masa dalam floem ke sisi
yang mempunyai tekanan rendah, akan menyebabkan pergerakan solute dalam phloem.
Laju dan arah aliran tergantung pada lepasnya solute dari phloem, ialah pembongkaran
dari phloem ke sink. Aliran masa karena tekanan yang terjadi pada phloem berbeda
dengan yang terjadi pada xylem akibat tekanan akar. Perbedaannya ialah: (a) bahan
organik adalah solute yang dominan pada phloem sap, (b) transportasi berlangsung dalam
sel hidup (pembuluh tapis), (c) pembongkaran solut ke sink memegang peranan penting.
Konsentrasi sukrosa pada floem (pembuluh tapis) kedelai menurun dari 336 mM di
daun menjadi 155 mM di akar, dan ini berhubungan dengan penurunan potensial tekanan
dari 6.0 menjadi 1.8 bar. floem loading pada daun juga berhubungan dengan pergerakan
air lateral pada daun menuju floem. Ketersediaan air di daun akan menentukan laju
aliran solute di pembuluh tapis.
Meskipun sukrose dan bahan organik lain adalah solute utama pada pembuluh tapis,
kalium mempunyai peranan penting dalam meningkatkan tekanan osmotik pada
pembuluh tapis, sehingga berperan dalam laju aliran. Pada tanaman yang mendapat K+
cukup, konsentrasi K+, potensial osmotik phloem sap, dan laju aliran (laju eksudasi)
lebih tinggi daripada tanaman dengan K+ rendah. Konsentrasi sukrosa pada phloem sap
tetap atau tidak dipengaruhi, dan suplai ion K yang tinggi meningkatkan laju transportasi
sukrosa dalam phloem. Ada beberapa alsan meningkatnya laju transportasi oleh ion K,
ialah: (a) peningkatan sintesis sukrosa karena K+ memacu aktivitas enzym sukrosa-P-
sintase, (b) peningkatan pelepasan sukrosa ke apoplas, yang berhubungan dengan
peningkaytan aktivitas ATPase oleh ion K, (c) peningkatan phloem loading, (d) pengaruh
langsung dari tekanan osmotik dalam pembuluh tapis.
Hipotesis Aliran Tekanan dikritik oleh Spanner (1975) yang berpendapat bahwa
transpor aktif solute dalam lapisan tapis pada sel tapis mempunyai peran penting dalam
transportasi sukrosa dari source ke sink. Percobaan dengan pendinginan lokal atau
anoxia (penurunan oksigen) pada petiole atau ranting dapat menghentikan transpor dalam
floem. Hal ini dapat membantah hipotesis aliran tekanan. Tetapi Giaquinta dan Geiger
(1977) menunjukkan bahwa penghambatan tranpor phloem karena perlakuan tersebut
disebabkan oleh kerusakan jaringan dari dan Goeschl et al (1984) menunjukkan bahwa
tranpor phloem yang terhenti akibat perlakuan tersebut di atas dapat dipulihkan dengan
mengganti N2 dengan O2 atau dengan peningkatan suhu disekitar ranting atau petiole
tersebut. Meskipun hasil penelitian ini meungkin dapat menunjukkan peranan dari proses

21
aktif dalam pembuluh tapis, tetapi aliran tekanan tepat merupakan mekanisme yang dapat
diterima untuk transpor floem.

Pembongkaran Floem dan Penyimpanan Sukrosa


Proses pelepasan sukrosa dari pembuluh tapis ke jaringan disekitarnya tidak
diketahui dengan jelas. Mskipun pendinginan jaringan sink tidak dengan segera
berpengaruh pada laju transportasi floem ke jaringan, tetapi kejadian lain secara tidak
langsung menunjang pendapat bahwa proses aktif berlangsung selama pembongkaran
muatan floem. Pelepasan pasif atau kebocoran dari pembuluh tapis dipermudah dengan
peningkatan permeabilitas membran plasma sel tapis. Hormon asam absisik (ABA)
nampaknya berperan dalam pembongkaran sukrosa. Meskipun dalam konsentrasi
rendah, ABA meningkatkan laju efflux sukrosa dari jaringan floem.
Pembongkaran sukrosa ke apoplas jaringan sink juga dipermudah dengan adanya
gradien konsentrasi yang terjadi karena penggunaan sukrosa untuk pertumbuhan (growth
sink) dan penyimpanan sukrosa (storage sink), baik sbegai sukrosa (seperti pada beet
gula), maupun pati (seperti pada bijian dan umbi). Pada jaringan muda yang tumbuh
(growth sink), aktivitas yang tinggi dari asam invertase dapat diamati dalam apoplas.
Enzym-enzym ini menghidrolisa sukrosa untuk membentuk monoskarida, yang akan
mempertahankan konsentrasi sukrosa yang rendah dalam apoplas. Hal tersebut
berlangsung di pada pembongkaran sukrosa pada batang tebu, zona apikal pada ujung
akar dan growth sink lain dan akar penyimpan beet gula pada awal pertumbuhan. Pada
sink penyimpan, terjadi akumulasi pati, pembongkaran sukrosa dapat ditingkatkan
dengan tingginya konsumsi sukrosa yang akan menciptakan gradien konsentrasi sukrosa
yang tajam antara floem dengan apoplas sel penyimpan. Pembongkaran sukrosa
dipengaruhi oleh zat yang menyebabkan oleh perubahan turgor sel. Adanya manitol
dalam apoplas, ternyata juga dapat menghambat pembongkaran sukrosa.
Hal yang berbeda terjadiu pada sel penyimpan pada umbi beet gula. Sukrosa dalam
apoplas tidak dihidrolisa maupun di jadikan pati saat disimpan dalam sel penyimpan.
Mekanisme kejadian ini tidak sepenuhnya dimengerti. Konsentrasi sukrosa pada apoplas
sel penyimpan sangat tinggi (60mM) dan setara dengan konsentrasi dalam sitoplasma,
walaupun lebih rendah dari konsentrasi dalam vakuola (500 mM).
Akumulasi sukrosa dalam sel penyimpan umbi beet gula distimulasi oleh K+.
Kalium secara nyata meningkatkan akumulasi sukrosa. Saftner dan Wyse (1980) dan
Willenbrink et al. (1984) berpendapat bahwa stimulasi oleh kation alkali terjadi di
tonoplas,dan mekanisme ini berlangsung mirip dengan kejadian phloem loading.
Sesudah diisolasi, vakuola dari sel penyimpan mempertahankan kemampuannya
dalam mengakumulasi sukrosa. Akumulasi ini tergantung pada Mg2+ dan lebih lanjut
distimulasi oleh K+. Hal ini nyata mendukung pendapat bahwa Mg-ATPase yang terikat
pada membran bertanggungjawab pada transport sukrosa ke vakuola sel penyimpan.
Peningkatan aktivitas Mg-ATPase oleh K+ adalah fenomena yang sudah lama diketahui
dalam proses transpor membrane lain, seperti transpor ion pada memban plasma dari sel
akar.

Penuaan Daun dan Fungsinya Sebagai Source


Dalam pertumbuhannya setiap daun berubah fungsi dari sink menjadi source baik
untuk mineral maupun fotosintat. Selama pendewasaan daun, perubahan yang khas

22
terjadi dalam penangkapan karbon menjadi gula, dimana terjadi peningkatan konsentrasi
sukrosa dan penurunan konsentrasi glukosa dan fruktosa. Pada daun beet, peningkatan
sintesis sukrosa ini berhubungan dengan perubahan aktivitas enzym yang berhubungan
dengan metabolisme karbohidrat di daun: ialah penurunan aktivitas asam invertase
(hidrolisis sukrosa) dan peningkatan yang tajam aktivitas sukrosa-P-sintase (sintesis
sukrosa). Pada daun yang sangat muda sukrosa P-sintase tidak ada. Pada tanaman yang
sukrosanya merupakan gula yang dominan pada phloem sap, fungsi daun sebagai source
tergantung pada induksi dan aktivitas enzym pensintesa sukrosa ini. Hal yang sama
selain tejadi pada daun beet juga terjadi pada daun kedelai. Pada apel, sorbitol adalah
karbon organik yang dominan pada ploem sap. Hal ini berhubungan dengan aktivitas
enzym pada daun. Pada daun muda tidak ada enzym yang bertanggungjawab atas sintesis
sorbitol (aldose-6-P-reduktase), tetapi meningkat sangat tajam selama pendewasaan daun.
Ketika laju import sukrosa pada daun sink tinggi, laju impor floem atas nutrisi
mineral, seperti kalium dan fosfor serta asam amino juga tinggi. Dapat diduga bahwa
pembongkaran floem untuk bahan-bahan ini, diatur oleh kebutuhan akan bahan tersebut
untuk proses pertumbuhan. Percobaan Schilling dan Trobisch (1971) menunjukkan
bahwa apabila daun souce diberi asam amino bukan penyusun protein (asam -
aminobutirat), asam amino tersebut diakumulasikan pada sink dalam bentuk fraksi
nitrogen larut. Hal ini menunjukkan bahwa karena asam amino tersebut bukan kebutuhan
dari sink, maka asam amino tersebut hanya masuk melalui aliran masa dalam floem.
Percobaan ini menunjukkan adanya preferensi transport dari source ke sink.
Ketika daun mulai dewasa dan mempunyai kapaistas mensintesa sukrosa, daun
tersebut akan menjadi source baru dari floem sap. Pada saat itu loading (pemuatan)
sukrosa terjadi dan laju aliran dalam floem meingkat. Ini berarti, ekspor bahan lain
dalam phloem seperti nutrisi mineral dan asam amino juga meningkat. Untuk nutrisi
mineral yang mobile, sperti kalium dan fosfor, import melalui xylem dan ekspor memalui
floem pada daun dewasa berimbang. Kemampuan daun dewasa untuk mengekspor nutris
mineral, tidak hanya tergantung pada laju ekspor fotosintat, tetapi juga pada kandungan
nutrisi pada daun source dan kebutuhan dari sink.
Kalau daun mulai uzur (senecence) maka laju fotosintesis dan ekspor gula dari daun
menurun. Pada saat itu permiabilitas membran meningkat dan kompertemansasi
dipengaruhi. Sehingga enzym proteolitik seperti asam protease yang sebelumnya berada
dalam vakuola lepas ke sitoplasma, sehingga meningkatkan pemecahan (breakdown)
protein dalam sitoplasma dan kloroplas. Penurunan kadungan kloroplas (klorosis)
merupakan tanda mulai uzur. Komposisi dari floem sap asal daun uzur tersebut berubah:
konsentrasi gula dan nitrogen organik dengan berat molekul rendah menurun, sedangkan
mineral nutrien yang mobile meningkat.
Keuzuran daun dapat diinduksi dengan menempatkan daun pada tempat gelap.
Efek penuwaan akan meningkat apabila daun dipetik. Daun Tropacolum yang dipetik,
ditempatkan dalam gelap dan hanya disemprot dengan air akan terjadi breakdown
kloropil dan protein dalam waktu 6 hari. Uzur, peningkatan ekspor nitrogen terlarut,
kalium dan fosfor terjadi, yang ditandai dengan akumulasi bahan-bahan tersebut pada
basal petiol. Uzur dan ekspor dari daun tersebut dapat dihambat hampir seluruhnya
dengan penyemprotan kinetin.

23
Pemuatan Fotosintat dalam Floem
Step pertama dari translokasi asimilat adalan trasnportasi jarak dekat dari sel daun ke
sistem pembuluh. Meskipun transpor melalui simplas juga penting, nampaknya transpor
melalui apoplas sel-sel mesofil lebih dominan. Dalam apoplas dekat pembuluh minor
terdapat sukrosa dengan konsentarsi relatif tinggi; kira-kira 20mM pada daun beet gula,
dan 7mM pada daun jagung. Sukrosa nampaknya dilepas ke apoplas dengan kebocoran
akibat perbedaan konsentrasi. Sebaliknya, transpor pada pembuluh tapis harus aktif,
karena melawan gradien konsentrasi. Konsentrasi sukrosa pada phloem sap sangat
tinggi, berkisar antara 100-200 mM. Transpor sukrosa ‘keatas’ (melawan gradien
konsentrasi) atau phloem loading (pemuatan pada phloem) terjadi pada terutama pada
pembuluh minor, ialah sel perantara yang memegang peranan penting.
Pemuatan sukrosa pada floem tergantung pada pH, dan dipostulatkan adanya
sukrosa-H+ kotranspor pada membran plasma dari sel-sel pembuluh tapis.

Pada model ini, kotranspor sukrosa dan H+ ke pembuluh tapis diperantarai oleh
sistem pembawa (karier sukrosa) dalam membran plasma dari sel pembuluh tapis.
Tenaga penggerak dari kotranspor ini adalah pompa proton elektrogenik (H +-efflux
pump) yang nampaknya adalah ATPase yang terikat pada membran. Pompa proton ini
menciptakan gradien pH dan potensial listrik diantara kedua sisi membran plasma.
Dalam sel tapis, potensial listriknya mencapai -155 mV dan pHnya berbeda 2 unit antara
ploem sap (7.5-8.5) dengan apoplas (5.5-6.5). Karena itu gradien elektrokimia proton
diantara membran terjadi. Pergerakan proton akibat perbedaan gradien ini dari apoplas
ke sel pembuluh tapis bergandengan dengan carrier-mediated cotransport dari sukrosa.
Terjadi peningkatan sementara pH di apoplas pada awal pemuatan sukrosa. Peningkatan
pH dalam apoplas dapat menghambat transpor sukrosa.
Meskipun K+ nampaknya tidak esensial pada sucrose-H+ cotranspor, terjadi
peningkatan floem loading dan transpor sukrosa dengan adanya K+. Hal ini mungkin
disebabkan oleh pengaktifan ATPase oleh K. Kalium juga dapat meningkatkan pemuatan
sukrosa secara tidak langsung dengan meningkatkan konsentrasi sukrosa dalam apoplas
jaringan daun. Kalium dan natrium, tidak seperti kalsium, dapat meningkatkan efflux
sukrosa dari sel daun ke apoplas. Adanya korelasi positif anatara efflux sukrosa dan K+
dari mesofil daun gandum dan tembakau menimbulkan ide bahwa adanya K+-sucrose
cotransport pada membran palsma sel daun. Semakin tingginya aktivitas sukrosa-P-
sintase, enzym kunci dalam sintesis sukrosa, juga berperanan penting pada peningkatan
laju ekspor dari daun yang disuplai kalium.

Mekanisme Transpor dalam Floem


Laju aliran solute dalam pembuluh tapis dan arah aliran tidak ditentukan oleh nutrisi
mineral, tetapi oleh fotosintat yang disuplai oleh source dan dibutuhkan oleh sink.
Hipotesis Aliran Tekanan (Pressure Flow Hypothesis) dikembangkan pada tahun 1930
untuk menerangkan aliran fotosintat dalam pembuluh phloem. Solute seperti sukrosa,
terkonsentarsi dalam phloem daun, dan karenanya air disedot ke dalam daun, sehingga
menciptakan tekanan internal. Tekanan ini menginduksi aliran masa dalam phloem ke
sisi yang mempunyai tekanan rendah, akan menyebabkan pergerakan solute dalam
phloem. Laju dan arah aliran tergantung pada lepasnya solute dari phloem, ialah
pembongkaran dari phloem ke sink. Aliran masa karena tekanan yang terjadi pada

24
phloem berbeda dengan yang terjadi pada xylem akibat tekanan akar. Perbedaannya
ialah: (a) bahan organik adalah solute yang dominan pada phloem sap, (b) transportasi
berlangsung dalam sel hidup (pembuluh tapis), (c) pembongkaran solut ke sink
memegang peranan penting.
Konsentrasi sukrosa pada phloem (pembuluh tapis) kedelai menurun dari 336 mM di
daun menjadi 155 mM di akar, dan ini berhubungan dengan penurunan potensial tekanan
dari 6.0 menjadi 1.8 bar. Phloem loading pada daun juga berhubungan dengan
pergerakan air lateral pada daun menuju phloem. Ketersediaan air di daun akan
menentukan laju aliran solute di pembuluh tapis.
Meskipun sukrose dan bahan organik lain adalah solute utama pada pembuluh tapis,
kalium mempunyai peranan penting dalam meningkatkan tekanan osmotik pada
pembuluh tapis, sehingga berperan dalam laju aliran. Pada tanaman yang mendapat K+
cukup, konsentrasi K+, potensial osmotik phloem sap, dan laju aliran (laju eksudasi)
lebih tinggi daripada tanaman dengan K+ rendah. Konsentrasi sukrosa pada phloem sap
tetap atau tidak dipengaruhi, dan suplai ion K yang tinggi meningkatkan laju transportasi
sukrosa dalam phloem. Ada beberapa alsan meningkatnya laju transportasi oleh ion K,
ialah: (a) peningkatan sintesis sukrosa karena K+ memacu aktivitas enzyl sukrosa-P-
sintase, (b) peningkatan pelepasan sukrosa ke apoplas, yang berhubungan dengan
peningkaytan aktivitas ATPase oleh ion K, (c) peningkatan phloem loading, (d) pengaruh
langsung dari tekanan osmotik dalam pembuluh tapis.
Hipotesis Aliran Tekanan dikritik oleh Spanner (1975) yang berpendapat bahwa
transpor aktif solute dalam lapisan tapis pada sel tapis mempunyai peran penting dalam
transportasi sukrosa dari source ke sink. Percobaan dengan pendinginan lokal atau
anoxia (penurunan oksigen) pada petiole atau ranting dapat menghentikan transpor dalam
phloem. Hal ini dapat membantah hipotesis aliran tekanan. Tetapi Giaquinta dan Geiger
(1977) menunjukkan bahwa penghambatan tranpor phloem karena perlakuan tersebut
disebabkan oleh kerusakan jaringan dari dan Goeschl et al (1984) menunjukkan bahwa
tranpor phloem yang terhenti akibat perlakuan tersebut di atas dapat dipulihkan dengan
mengganti N2 dengan O2 atau dengan peningkatan suhu disekitar ranting atau petiole
tersebut. Meskipun hasil penelitian ini meungkin dapat menunjukkan peranan dari proses
aktif dalam pembuluh tapis, tetapi aliran tekanan tepat merupakan mekanisme yang dapat
diterima untuk transpor phloem.

Pembongkaran Floem dan Penyimpanan Sukrosa


Proses pelepasan sukrosa dari pembuluh tapis ke jaringan diskitarnya tidak diketahui
dengan jelas. Mskipun pendinginan jaringan sink tidak dengan segera berpengaruh pada
laju transportasi phloem ke jaringan, tetapi kejadian lain secara tidak langsung
menunjang pendapat bahwa proses aktif berlangsung selama pembongkaran muatan
phloem. Pelepasan pasif atau kebocoran dari pembuluh tapis dipermudah dengan
peningkatan permiabilitas membran plasma sel tapis. Hormon asam absisik (ABA)
nampaknya berperan dalam pembongkaran sukrosa. Meskipun dalam konsentrasi
rendah, ABA meningkatkan laju efflux sukrosa dari jaringan floem.
Pembongkaran sukrosa ke apoplas jaringan sink juga dipermudah dengan adanya
gradien konsentrasi yang terjadi karena penggunaan sukrosa untuk pertumbuhan (growth
sink) dan penyimpanan sukrosa (storage sink), baik sebagai sukrosa (seperti pada beet

25
gula), maupun pati (seperti pada bijian dan umbi). Pada jaringan muda yang tumbuh
(growth sink), aktivitas yang tinggi dari asam invertase dapat diamati dalam apoplas.
Enzym-enzym ini menghidrolisa sukrosa untuk membentuk monoskarida, yang akan
mempertahankan konsentrasi sukrosa yang rendah dalam apoplas. Hal tersebut
berlangsung di pada pembongkaran sukrosa pada batang tebu, zona apikal pada ujung
akar dan growth sink lain dan akar penyimpan beet gula pada awal pertumbuhan. Pada
sink penyimpan, terjadi akumulasi pati, pembongkaran sukrosa dapat ditingkatkan
dengan tingginya konsumsi sukrosa yang akan menciptakan gradien konsentrasi sukrosa
yang tajam antara phloem dengan apoplas sel penyimpan. Pembongkaran sukrosa
dipengaruhi oleh zat yang menyebabkan oleh perubahan turgor sel. Adanya manitol
dalam apoplas, ternyata juga dapat menghambat pembongkaran sukrosa.
Hal yang berbeda terjadiu pada sel penyimpan pada umbi beet gula. Sukrosa dalam
apoplas tidak dihidrolisa maupun di jadikan pati saat disimpan dalam sel penyimpan.
Mekanisme kejadian ini tidak sepenuhnya dimengerti. Konsentrasi sukrosa pada apoplas
sel penyimpan sangat tinggi (60mM) dan setara dengan konsentrasi dalam sitoplasma,
walaupun lebih rendah dari konsentrasi dalam vakuola (500 mM).
Akumulasi sukrosa dalam sel penyimpan umbi beet gula distimulasi oleh K+.
Kalium secara nyata meningkatkan akumulasi sukrosa. Saftner dan Wyse (1980) dan
Willenbrink et al. (1984) berpendapat bahwa stimulasioleh kation alkali terjadi di
tonoplas,dan mekanisme ini berlangsung mirip dengan kejadian phloem loading.
Sesudah diisolasi, vakuola dari sel penyimpan mempertahankan kemampuannya dalam
mengakumulasi sukrosa. Akumulasi ini tergantung pada Mg 2+ dan lebih lanjut
distimulasi oleh K+. Hal ini nyata mendukung pendapat bahwa Mg-ATPase yang terikat
pada membran bertanggungjawab pada transport sukrosa ke vakuola sel penyimpan.
Peningkatan aktivitas Mg-ATPase oleh K+ adalah fenomena yang sudah lama diketahui
dalam proses transpor membrane lain, seperti transpor ion pada memban plasma dari sel
akar.

26

Anda mungkin juga menyukai