Anda di halaman 1dari 35

I.

MENGENAL JENIS-JENIS EROSI

1.1. Dasar Teori

Erosi pada dasarnya adalah proses perataan kulit bumi. Proses ini terjadi dengan
penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan. Di alam ada dua penyebab utama yang
aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Erosi yang disebabkan oleh angin disebut erosi
angin dan erosi jenis ini terutama dialami di daerah yang kering atau padang pasir. Di
daerah tropis basah seperti di Indonesia ini penyebab erosi yang paling dominan adalah air.
Proses erosinya di sebut erosi air. Air yang menyebabkan erosi adalah air hujan/pukulan air
hujan, air limpasan permukaan, air sungai, air danau dan air laut. Begitu air hujan
mengenai kulit bumi, maka secara langsung hal ini akan menyebabkan hancurnya agregat
tanah. Pada keadaan ini penghancuran agregat tanah dipercepat dengan adanya daya
penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri. Penghancuran agregat tanah terjadi karena
pukulan air hujan dan kikisan air limpasan permukaan. Di samping itu massa tanah yang
terangkut dalam limpasan permukaan, terutama debu, pasir dan kerikil di dalam perjalanan
menuju tempat pengendapan juga mampu untuk menggerus permukaan tanah. Proses ini
akan menimbulkan erosi dengan bentuk yang berbeda-beda. Untuk itu mahasiswa perlu
mengetahui dan memahami bentuk-bentuk erosi di lapangan.
1.2. TUJUAN
Mahasiswa paham bentuk-bentuk erosi di lapangan
1.3. ALAT DAN BAHAN
Kertas dan alat tulis untuk diskusi
1.4. METODE
Pengamatan lapangan (survei), diskusi kelompok
1.5. WAKTU

1 jam
1.6. POKOK BAHASAN
1. Mengenal dan memahami erosi percikan
2. Mengenal dan memahami erosi lembar
3. Mengenal dan memahami erosi alur
4. Mengenal dan memahami erosi selokan
5. Mengenal dan memahami longsor

17. CARA KERJA


1. Mahasiswa memahami tujuan kegiatan ini
2. Mahasiswa dalam satu kelas dibagi dalam 4 kelompok kecil dan masing-masing kelas
didampingi oleh satu dosen.
3. Semua kelompok melakukan pengamatan di lapangan dan memahami bentuk-bentuk
erosi.
4. Setelah itu didiskusikan antar kelompok tentang upaya pencegahan dari fenomena erosi
tersebut.

1.8. PENGAMATAN JENIS-JENIS EROSI DI LAPANGAN

Jenis-jenis erosi yang ditemukan (fakta : ditemukan pada kondisi yang


bagaimana/kondisi biofisik)
1. Erosi Percikan

Diskripsi kondisi dan upaya


pengendaliannya:

2. Erosi Lembar

Diskripsi kondisi dan upaya


pengendaliannya:

3. Erosi Alur

Diskripsi kondisi dan upaya


pengendaliannya:

4. Erosi Selokan

Diskripsi kondisi dan upaya


pengendaliannya:

5. Longsor

Diskripsi kondisi dan upaya


pengendaliannya:

II. MENETAPKAN FAKTOR-FAKTOR EROSI TANAH METODE USLE


2.1. LATAR BELAKANG
Erosi terjadi melalui proses penghancuran/pengikisan, pengangkutan dan
pengendapan. Dengan demikian intensitas erosi ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi ketiga proses tersebut. Di alam, proses erosi sangat di pengaruhi oleh
variabel dari erosivitas dan erodibilitas tanah. Erosivitas maupun erodibilitas merupakan
manifestasi hujan, dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan kemiringan. Dan akhirnya,
aktivitas manusia tentunya juga sangat mempengaruhi faktor-faktor tersebut. Oleh karena
itu, dapat dikemukaan pula bahwa proses erosi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
2.2. TUJUAN
Mahasiswa mampu menetapkan faktor-faktor erosi di lapangan
2.3. ALAT DAN BAHAN
Kertas, alat tulis, tabel nomograf, kalkulator, tali rafia, bor, ring, meteran, klinometer
2.4. METODE
Pengamatan lapangan (survei), pengukuran panjang lereng, diskusi kelompok

2.5. WAKTU
4 x 90 menit
2.6. POKOK BAHASAN
1. Menetapkan indeks erosivitas
2. Menetapkan indeks erodibilitas tanah
3. Menghitung panjang lereng
4. Menentukan kemiringan lereng
5. Menentukan faktor tanaman
6. Menentukan faktor pengelolaan

2.7. LANGKAH-LANGKAH
1. Mahasiswa memahami tujuan kegiatan ini
2. Mahasiswa dalam satu kelas dibagi dalam 4 kelompok kecil dan masing-masing kelas
didampingi oleh satu fasilitator .
3. Perhitungan indeks erosivitas dilakukan dengan menggunakan data curah hujan. Setelah
data curah hujan di ketahui dimasukkan dalam rumus perhitungan indeks erosivitas pada
lembar yang telah disediakan
4. Selanjutnya setiap kelompok akan menghitung indeks erodibilitas tanah dengan
menentukan beberapa faktor yang mempengaruhi erodibilitas tanah yaitu persen pasir,
debu dan liat, persen bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah .Setelah
semua faktor diketahui nilainya dapat dimasukkan dalam rumus perhitungan indeks
erodibilitas tanah pada lembar yang telah
disediakan dan juga menggunakan nomograf, kemudian hasilnya dibandingkan antara
perhitungan dengan rumus dan dengan nomograf

5. Masing-masing kelompok akan mengukur panjang lereng dengan sebelumnya


menentukan mapping unit mikro yang paling dominan, kemudian salah satu anggota dapat
mengukur dengan berjalan mengelilingi panjang lahan tersebut yang sebelumnya telah
diketahui berapa centimeter jarak satu jangka kaki yang akan mengukur panjang lereng
tersebut .
6. Faktor tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang ditanami sesuatu
jenis tanaman dengan erosi pada plot kontrol. Setiap kelompok akan menentukan besarnya
angka ini dengan melihat kemampuan tanaman untuk menutup tanah
7. Selanjutnya setiap kelompok akan menghitung nilai faktor pengelolaan dengan cara
membagi kehilangan tanah dari lahan yang diberi perlakuan dengan kehilangan tanah.

2.8. MENETAPKAN INDEKS EROSIVITAS


2.8.1. Dasar Teori
Tenaga pendorong yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel
tanah ke tempat yang lebih rendah dikenal dengan istilah erosivitas hujan. Erosivitas hujan
sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir-butir hujan langsung di atas tanah dan
sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan tanah. Kemampuan air hujan sebagai
penyebab terjadinya erosi adalah bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan,
dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan.
Sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi
kinetik,karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat tanah.
Energi kinetik hujan dapat dihitung dengan rumus:
Ek =1/2.m.v2
Ek =energi kinetik
m = massa butir hujan
v = kecepatan jatuh

Dalam Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT/USLE) erosivitas hujan


dinyatakan sebagai indeks erosivitas hujan yang dihitung dari perkalian energi kinetik(E)
dengan intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I30). Wischmeir(1959) membuat
formula untuk menentukan indeks erosivitas hujan sebagai berikut:
EI30 = I30/100
EI30 = indeks erosivitas menurut Wischmeir
E

= total energi kinetik hujan

I30 = intensitas hujan maksimum selama 30 menit


Hudson dan Jackson (1959) mengemukakan bahwa tidak semua hujan dapat
menimbulkan erosi.Hujan yang dapat menimbulkan erosi adalah hujan yang mempunyai
intensitas > 25 mm/jam. Erosi dapat terjadi apabila energi kinetik (E) >1.1 inchi. Oleh
karena itu indeks erosivitas hujan Hudsan ini dikenal dengan sebutan KE>1.
Lanvein (1975) menyatakan bahwa rumus untuk mendapatkan indeks erosivitas
hujan dari Wischmeir(1959) sangat sulit diterapkan di sebagian besar negara berkembang
karena ketersediaan data hujan yang terbatas. Kemudian Lanvein mengadakan penelitian
untuk mengetahui korelasi antara EI30 dengan jumlah curah hujan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara EI30 dengan jumlah curah hujan.
EI30 = 2,21 R1,36
R = jumlah curah hujan bulanan rata-rata
Setelah mengetahui adanya korelasi yang erat antara jumlah curah hujan dengan
EI30 kemudian Bols(1978), Utomo dan Mahmud (1984) mengadakan penelitian dengan
jumlah curah hujan untuk menghitung indeks erosivitas hujan. Sehingga dari metode
Utomo dan Mahmud diperoleh rumus:
EI30 = 10.08 + 4.15 R
R = jumlah curah hujan bulanan rata-rata

Bols (1978) melakukan analisis regresi terhadap 2850 pasangan data jumlah curah
hujan dengan EI30 dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar
hujan di pulau Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun, menentukan besarnya erosivitas
hujan tahunan rata-rata dengan rumus :
Rb = 6,119 (R)1,21 (D)-0,47 (M)0,53
Keterangan :
R = Rata-rata hujan bulanan (cm)
D = Rata-rata hari hujan
M = Hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut (cm)
2.2. TUJUAN
Menghitung indeks erosivitas hujan dengan menggunakan rumus Lanvein !1975), Utomo
dan Mahmud (1984) dan Bols (1978).
2.3. ALAT DAN BAHAN
Kertas dan alat tulis , data curah hujan,kalkulator
2.4. METODE
Melakukan perhitungan dan dibahas.
2.5. WAKTU
1 x 90 menit (1 kali pertemuan)
2.6. CARA KERJA
1. Menghitung indeks erosivitas hujan harian, dari data curah hujan harian.
2. Menghitung indeks erosivitas hujan bulanan, baik dengan rumus Lanvien,Bols,Utomo
dan Mahmud dari data hujan.

3. Erosivitas hujan tahunan dihitung dengan menjumlahkan harga indeks erosivitas hujan
bulan selama setahun.
Data Curah HUjan Stasiun Selorejo, Kab Malang
Curah Hujan Bulanan (mm)
Tahun

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Sep

Okt

Nop

Des

1991

777

365

189

348

41

18

71

262

540

1992

660

712

550

500

45

25

30

57

278

532

1993

772

474

371

259

80

93

19

294

435

1994

1018

663

644

221

101

89

207

1995

779

719

590

252

211

166

42

28

397

295

1996

779

719

590

254

219

160

43

20

395

280

1997

345

618

126

546

64

19

116

337

1998

389

548

516

441

157

226

173

13

170

367

656

1999

750

468

554

465

27

17

11

38

403

706

2000

570

689

441

318

199

57

15

53

30

335

113

Hujan maksimum 24 jam (mm)

Tahun

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Sep

Okt

Nop

Des

1991

112

66

72

31

50

18

33

94

97

1992

104

152

88

20

57

14

37

56

88

1993

92

83

54

46

45

42

55

87

1994

118

70

124

48

51

22

51

1995

80

112

100

35

57

41

32

25

33

88

57

1996

81

111

109

38

59

43

34

28

34

87

59

1997

84

73

25

21

107

22

22

26

60

1998

73

71

77

68

89

45

44

84

44

147

108

1999

123

101

79

105

46

46

62

105

2000

75

161

60

25

87

18

20

14

20

46

20

Hari hujan

Tahun

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Sep

Okt

Nop

Des

1991

26

20

13

22

14

20

1992

25

16

22

24

11

12

21

19

1993

26

17

19

20

10

21

18

1994

25

26

21

11

12

14

1995

31

24

25

13

12

11

13

23

17

1996

23

26

13

14

16

21

19

1997

21

21

13

19

13

19

1998

20

21

24

18

12

18

10

17

20

1999

26

22

21

16

17

22

25

2000

25

18

23

20

19

14

23

2.9. ERODIBILITAS TANAH


2.9.1 Dasar Teori
Suatu kejadian hujan dengan jumalah dan intensitas tertentu dapat menyebabkan
tingkat erosi yang berbeda jika jatuh pada dua jenis tanah yang berbeda. Jadi di sini
masing-masing tanah mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap erosi. Mudah tidaknya
suatu tanah tererosi disebut erodibilitas tanah, yang dalam persamaan umum kehilangan
tanah diberi istilah dengan indeks erodibilitas tanah dengan simbol K.
Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik
air hujan. Meskipun besarnya resistensi tersebut di atas akan tergantung pada topografi,
kemiringan lereng dan besarya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas juga
ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas dan
kandungan organik dan kimia tanah. Karakteristik tanah tersebut bersifat dinamis, selalu

berubah seiring dengan perubahan waktu dan tataguna lahan atau sistem pertanaman.
Dengan demikian, angka erodibilitas tanah juga akan berubah. Perubahan erodibilitas tanah
yang signifikan berlangsung ketika terjadi hujan, karena pada waktu tersebut partikelpertikel tanah mengalami perubahan orientasi dan karakteristik bahan kimia dan fisika
tanah.
Peranan tekstur tanah terhadap besar-kecilnya erodibilitas tanah adalah besar. Tanah
dengan partikel agregat besar, resistensinya terhadap gaya angkut aliran air juga besar
karena diperlukan energi yang cukup besar untuk mengangkut partikel-partikel tanah
tersebut. Sedangkan tanah dengan partikel agregat halus resisten terhadap pengelupasan
karena sifat kohesi tanah tersebut juga besar. Partikel debu dan pasir halus kurang resisten
dibandingkan kedua jenis partikel tanah yang terdahulu. Tanah dengan kandungan debu
tinggi, mempunyai sifat erodibilitas yang besar.
Bahan organik dan kimia tanah mempunyai peranan penting dalam menjaga
kestabilan agregat tanah. Kebanyakan tanah memiliki unsur organik kurang dari 15%.
Voroney et al. (1981) melaporkan bahwa sifat erodibilitas tanah turun secara linier dengan
kenaikan unsur organik di dalam tanah. Bentuk hubungan ini tidak dapat diekstrapolasikan
begitu saja karena adanya variasi unsur-unsur pembentuk tanah. Meki demikian, hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada tanah dengan kandungan unsur organik yang tinggi,
misalnya tanah gambut (peat land), mempunyai erodibilitas tinggi, sedang jenis tanah
dengan kandungan bahan organik rendah biasanya keras dan menjadi lebih resisten (sifat
erodibitas berkurang) terutama pada keadaan kering.
Nilai K dapat ditentukan dengan menggunakan nomograph erodibilitas tanah
maupun menggunakan rumus. Indeks erodibilitas tanah yang kadar debu +pasir sangat
halus< 70% dapat dihitung dengan rumus:
K = 2,713 M1,14 (10-4 )(12-a)+ 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)
100
K = indeks erodibilitas tanah
M = ( %debu + % pasir sangat halus)(100-% liat)
a

= bahan organik (% C organik x 1,724)

= harkat struktur tanah

= harkat tingkat permeabilitas tanah

2.9.2. Tujuan
Menghitung indeks erodibilitas tanah menggunakan rumus dan nomograf.
2.9.3. Bahan dan Alat
1. Data karakteristik fisik tanah
2. Diagram nomograf
3. Alat tulis dan kalkulator
2.9.4. Cara kerja
1. Melakukan analisis terhadap contoh tanah untuk analisa besar butir, permeabilitas dan
kadar bahan
organik tanah.
2. Klasifikasi data tanah yang disediakan sedemikian rupa sehingga dapat dimasukkan ke
dala rumus
nomograf untuk menetukan indeks erodibilitas tanah.

Tabel 1. Klasifikasi Harkat Struktur Tanah


Harkat
1
2
3
4

Keterangan
Granuler sangat halus
Granuler halus
Granuler Sedang -kasar
Masif kubus,lempeng

Tabel 2. Klasifikasi Kandungan Bahan Organik

Harkat
0
1
2
3
4

Prosentase
<1
1-2
2.1-3
3.1-5
>5

Keterangan
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Tabel 3. Klasifikasi Permeabilitas Tanah


Harkat

Permeabilitas

Keterangan

1
2
3
4
5
6

>25,4
12,7 25,4
6,3 12,7
2,0 6,3
0,5 2,0
<0,5

Cepat
Sedang sampai cepat
Sedang
Sedang sampai lambat
Lambat
Sangat lambat

Tabel 4. Klasifikasi Erodibilitas Tanah

Kelas

Nilai K

Tingkat erodibilitas

0,00 0,10

Sangat rendah

0,11 0 20

Rendah

0 21 0 32

Sedang

0,33 0,43

Agak tinggi

0,44 0,55

Tinggi

> 0,56

Sangat tinggi

(Dougler & El. Swaify, 1976)

Tabel 5. Klasifikasi nilai kepekaan erosi tanah di Indonesia (Utomo, 1985)

Kelas

Nilai K

Tingkat Erodibilitas

< 0,10

Sangat rendah

0,10 0,15

Rendah

0,16 0,20

Agak rendah

0,21 0,25

Sedang

0,26 0,30

Agak Tinggi

0,31 0,35

Tinggi

> 0,35

Sangat Tinggi

3.9 Menetapkan Indeks Erodibilitas Tanah dengan NOMOGRAPH

2.10. PERHITUNGAN PANJANG DAN KEMIRINGAN LERENG (LS)

Apabila keadaan lereng di lapangan tidak sama dengan keadaan baku, maka faktor
panjang lereng dan kemiringan dikembalikan kepada keadaan baku, yaitu panjangnya 22 m
dan kemiringan 90%. Jika nilai L dan S berbeda dengan nilai tersebut, maka untuk
penyelesaiannya menggunakan rumus :

L = (X/22,1)m
L = faktor panjang lereng
X = panjang lereng lapangan

m = eksponen

Tabel 6. Nilai Eksponen dengan Kelerengan


Kelerengan
x>=5%
3%<x<5%
1%=<x<3%
X<1%

m
0,5
0,4
0,3
0,3

Panjang lereng diukur dari tempat mulai terjadinya aliran air di atas permukaan
tanah sampai ke tempat terjadinya pengendapan (Arsyad.1989) .
Indeks faktor kemiringan lereng (S) dapat dihitung dengan persamaan:
S = 0,065 + 0,045s + 0,0065 s 2
S = faktor kemiringan lereng
s = nilai kecuraman lereng (%), persamaan di atas hanya digunakan untuk
kemiringan lereng seragam (Seta,1991).
Dalam Prakteknya nilai lanjutan S dihitung sekaligus berupa faktor LS, yaitu rasio
antar besarnya erosi dari sebdang tanah dengan panjang lereng dan kecuraman tertentu
terhadap besar erosi tanah yang terletak pada lereng dengan panjang 22 m dan kecuraman
9% (Arsyad,1989). Nilai LS dapat dihitung dengan persamaan:
LS = x 0,05(0,0138 + 0,00965s +0,00138s2)
Untuk lereng yang kemiringgannya lebih besar dari 20% digunakan persamaan:
LS = (X/22,1)0,6. (S/9)1,4

2.11. PERHITUNGAN FAKTOR TANAMAN (C) DAN FAKTOR PENGELOLAAN


(P)
Faktor tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang ditanami
sesuatu jenis tanaman dengan erosi dari plot kontrol. Besarnya angka ini ditentukan oleh
kemampuan tanaman untuk menutup tanah. Karena besarnya nilai C dipengaruhi oleh
kemampuan tanaman penutup tanah, maka akan lebih baik jika nilai C dihitung secara
berkala berdasarkan periode pertumbuhan. Di lapangan perhitungan nilai C dapat
dilakukan dengan cara pengamatan jenis-jenis tanaman dominan.
Nilai faktor P didapat dari membagi kehilangan tanah dari lahan yang diberi
perlakuan P dengan kehilangan tanah pada petak baku. Agar nilai P yang diperoleh dari
pengelolaan mempunyai nilai yang baku dan bersifat umum, metode pengelolaan yang
digunakan seharusnya bersifat baku. Jika kita menggunakan pengelolaan teras misalnya,
maka panjang, lebar dan kemiringan teras harus dibakukan. Demensi teras yang berbeda
akan memberikan nilai P yang berbeda pula.
Tabel 7. Nilai faktor C x P beberapa tanaman dan pengelolaan lahan

No

Jenis Tanaman

Nilai C x P

1.

Lahan tanpa tanaman

1,000

2.

Hutan :

0,001

Tak terganggu

0,030

Tanpa tanaman bawah

0,500

Tanpa tanaman bawah


dan seresah
3.

Semak :

0,010

Tak terganggu

0,100

Sebagian rumput

4.

Kebun :

0,020

Campuran asli

0,070

Kebun

0,200

Pekarangan
5.

Perkebunan :

0,100

Penutupan tanah
sempurna

0,020
0,060

Ditumbuhi alangalang
Pembakaran alangalang setahun sekali

0,650
0,010
0,002

Jenis serai (Citronella


grass)
Savana dan padang
rumput
Rumput Brochioria
6.

Tanaman pertanian :

0,630

Umbian akar

0,510

Bebijian

0,360

Kekacangan

0,580

Tembakau

0,500

Kapas, tembakau

0,430

Campuran

0,020

Padi Irigasi
7.

Perladangan :
1 tahun tanam, 1

0,280

tahun bera

0,190

1 tahun tanam, 2
tahun bera
8.

Pertanian dengan
pencagaran tanah :

0,06 0,20
0,20 0,40

Mulsa jerami
0,10 0,30
Mulsa kacang tanah
0,640
Strip
0,040
Strip Crotalaria
0,140
Teras
Teras guludan

Tabel 8. Pengaruh kemiringan terhadap nilai pengelolaan countur


Kemiringan (%)
1-2
2-7
7-12
12-18
18-24

Nilai P
0,60
0,50
0,60
0,80
0,90

2.12. Menentukan Nilai Erosi


Pendugaan erosi atau besarnya kehilangan tanah dapat pula dihitung dengan
menggunakan persamaan yang melibatkan semua faktor yang mempengaruhi erosi yaitu
erosivitas, erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng dengan rumus sebagai berikut :
A = R K LS C P
A = Jumlah tanah yang hilang (ton/ha)

R = Indeks erosivitas hujan


K = Faktor erodibilitas tanah
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor tanaman
P = Faktor Pengelolaan
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut di atas, akan
dihasilkan besarnya kehilangan tanah pada suatu lahan dalam ton/ha.
Lal (1979), menghubungkan pengaruh kemiringan lereng terhadap besarnya erosi
atau kehilangan tanah (Tabel 9) dan juga menghubungkan panjang lereng dan kemiringan
lereng terhadap erosi atau besarnya kehilangan tanah (Tabel 10).
Tabel 9. Pengaruh kemiringan lereng terhadap erosi

Kemiringan (%)

Kehilangan tanah (ton/ha)

0,8

4,27

10

4,27

15

29,80

Tabel 10. Pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap erosi (ton/ha)

Kemiringan (%)
5

Panjang Lereng (m)


10

12,5

15

20

37,5

10

82,1

101,9

134,9

107,1

74,5

118,6

15

52,6

72,8

44,6

100,4

126,8

52,5

Rata-rata

67,4

87,4

89,8

103,8

100,7

85,6

Setelah diketahui besarnya kehilangan tanah setiap terjadi erosi, maka dapat disusun kelas
bahaa erosi seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Kelas bahaya erosi yang digunakan di Indonesia (Dephut, 1985)

Laju erosi (ton/ha/th) Kelas


0 15

15 60

II

60 180

III

180 480

IV

> 480

Selanjutnya dapat dilakukan penilaian klasifikasi tingkat bahaya erosi untuk menyusun
rekomendasi menurunkan bahaya erosi.
Tabel 12. Klasifikasi tingkat bahaya erosi

Erosi
Kedalaman Tanah (cm)

Kelas Bahaya Erosi (ton/ha/th)

II

III

IV

(15
60)

(60 180)

(180
480)

( > 480)

SR

SB

SB

SB

SB

SB

SB

SB

SB

SB

SB

( < 15)

A Dalam
> 90
B Sedang
60 90
C Dangkal
30 60
D Sangat
Dangkal
< 30

Keterangan:
SR = sangat ringan
R

= ringan

= sedang

B = berat
SB = sangat berat

III. PERHITUNGAN EROSI DIPERBOLEHKAN


Aktivitas manusia, misalnya usaha pertanian, pada umumnya tidak ada yang
hasilnya memperlambat laju erosi alam, bahkan justru sebaliknya yaitu mempercepat laju

erosi. Erosi yang demikian ini disebut erosi dipercepat (accelerated erosion), artinya
proses erosi kecepatannya sudah jauh melebihi kecepatan proses pembentukan tanah. Jika
keadaan sudah seperti ini, maka sudah saatnya kita berusaha mengendalikan laju erosi
sehingga dapat kembali pada batas keseimbangan alam, hal ini disebut erosi
diperbolehkan (permissible limit erosion).
Penentuan nilai batas erosi yang diperbolehkan (Edp) sangat sulit karena
dipengaruhi oleh keadaan tanah dan tujuan pemanfaatan tanah. Akan tetapi pada prinsipnya
dapat dikemukakan bahwa nilai batas erosi yang dapat diperbolehkan adalah nilai laju erosi
yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. Dengan kecepatan kehilangan tanah lebih
kecil dari laju pembentukan tanah, maka diharapkan produktivitas tanah tidak menurun.
Wischmeierr dan Smith (1978) mengemukakan bahwa dalam penentuan nilai Edp harus
mempertimbangkan : (1) ketebalan lapisan tanah atas, (2) sifat fisik tanah, (3) pencegahan
terjadinya selokan, (4) penurunan bahan organik, dan (5) kehilangan zat hara tanaman.
Untuk menghitung nilai Edp di Indonesia dapat menggunakan prinsip dari Hammer
(1981) yang didasarkan pada kedalaman ekivalen dan kelestarian tanah, yaitu :

EDP = kedalaman tanah ekuivalen


umur kelestarian tanah
Kedalaman ekivalen diperoleh dengan mengalikan data kedalaman tanah (pengukuran di
lapangan) dengan faktor kedalaman (Tabel 9), sedangkan kelestarian tanah menggunakan
kisaran 400 tahun.

Tabel 13. Faktor kedalaman ekivalen untuk 30 sub ordo tanah

Kode Tanah

Sub ordo

Kerusakan fisik Kerusakan


kimia

Factor
kedalaman

AQ

Aqualf

0,90

AD

Udalf

0,90

AU

Ustalf

0,90

EQ

Aquent

0,90

ER

Arent

1,00

EV

Fluvent

1,00

EO

Orthent

1,00

ES

Psamment

1,00

IN

Andept

1,00

IQ

Aquept

0,95

IT

Tropept

1,00

MW

Alboll

0,75

MQ

Aquoll

0,90

MR

Rendoll

0,90

MD

Udoll

1,00

MU

Ustoll

1,00

OQ

Aquox

0,90

OH

Humox

1,00

OO

Orthox

0,90

OU

Ustox

0,90

SQ

Aquod

0,90

SI

Ferrod

0,95

SH

Humod

1,00

SO

Othod

0,95

UQ

Aquult

0,80

UH

Humult

1,00

UD

Udult

0,80

UU

Ustult

0,80

VD

Udert

1,00

VU

Estert

1,00

Tabel 14. Nilai batas erosi di perbolehkan berdasarkan kedalaman daerah perakaran
(USDA-SCS,1973).

Kedalaman perakaran (cm)


Tanah terbaharui

Edp (Ton/ha/th)
Tanah tak terbaharui

< 25

2,2

2,2

25 51

4,5

2,2

51 102

6,7

4,5

102 152

9,0

6,7

> 152

11,2

11,2

Indeks Bahaya Erosi = Erosi Aktual/ EDP


Tabel 13. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi menurut Hammer (1981)
Nilai Indeks Bahaya Erosi

Harkat

<=1.0

Rendah

1.01 4.0

Sedang

4.01 10.0

Tinggi

>= 10.01

Sangat Tinggi

IV. KONVERSI SATUAN DALAM PERHITUNGAN EROSI

Tingkat erosi dari suatu tempat pada setiap satuan waktu tertentu dapat dinyatakan
dalam bentuk kehilangan ketebalan tanah per satuan waktu, mm/tahun, atau jumlah
kehilangan tanah per satuan luas per satuan waktu, yakni ton/ ha atau jumlah sedimen per
satuan debit , kg/ detik. Oleh karena itu, konversi satuan sangat penting untuk diketahui
sehingga data erosi dapat dengan mudah digunakan.
Langkah pertama yang perlu diketahui adalah bahwa sedimen hasil erosi
merupakan benda yang merupakan partikel, baik yang berasal dari daratan maupun sungai.
Salah satu sifat dari partikel ini adalah berat jenisnya (specific gravity) yang relatif tetap.
Untuk tanah, umumnya nilai kerapatan jenisnya adalah 2,65 g cm-3, sedang untuk sedimen
melayang (suspended load) sekitar 1,60 g cm-3. Sifat lain dari tanah yang juga relatif tetap
dan mudah diukur adalah kerapatan isi atau berat volume (bulk density). Nilai kerapatan isi
untuk tanah bervariasi antara 0,85 -- 2 g cm-3, tergantung dari beberapa sifat tanah seperti
tekstur, struktur, kandungan bahan organik, dan kandungan mineral di dalam tanah. Untuk
tanah-tanah pertanian yang sering diolah, nilai berat isinya sekitar 1,2 g cm-3. Berdasarkan
rumus kerapatan jenis dan berat isi tanah, konversi satuan dapat diturunkan.
Kerapatan jenis (rp) merupakan nisbah antara bobot padatan (M) dengan volume
padatan (V), sedang kerapatan isi (rb)merupakan nisbah antara bobot padatan (M) dengan
volume total padatan (Vt) termasuk ruang pori.
rp = M/V ...................................... (1.1)
b = M/Vt ...................................... (1.2)

Formula dasar lainnya adalah Volume, yakni


V = t x L ...................................... (1.3)
dengan t adalah tebal atau tinggi dan L adalah luas.

Jadi berdasarkan pengertian tersebut, maka jika perhitungan erosi menyangkut kehilangan
tanah dari lahan, maka berat isi yang satuan satu ke satuan lainnya. Pada perhitungan
sedimentasi, maka kerapatan jenis yang digunakan. Jadi untuk melakukan konversi dari
bobot ke volume atau tebal, formula di atas dapat diubah menjadi :
M = b x V .......................................... (1.4)
= b x t x L .......................................... (1.5)
V = M / b ............................................ (1.6)
t x L = M / b ........................................... (1.7)
t = (M / b L) (1.8)

I.Konversi satuan
Masih beragamnya satuan dalam menyatakan tingkat erosi memerlukan faktor
konversi yang
mudah diingat. Kadang orang sering bingung untuk mengubah satuan km2 menjadi ha.
Daftar berikut
ini merupakan satuan beserta konversinya yang banyak digunakan dalam konservasi tanah
dan air.
Bobot
1 gram (g) = 10-3 kilogram = 10-5 kuintal = 10-6 ton
1 ton (t) = 106 g = 103 kg = 10 ku
Panjang
1 centimeter (cm) = 10-2 m = 10-5 km = 0,3937 inchi

1 mikron (m) = 10-4 cm = 10-6 m


1 milimikron(mm) = 10-7 cm = 10-9 m
1 foot (ft) = 30,48 cm
Luas
1 cm2 = 10-4 m2 = 10-10 km2 = 10-8 ha = 2,471 10-8 acre
Volume dan berat
1 cm3 = 1 ml = 10-3 l = 10-6 m3
1 g cm-3 = 103 kg m-3
Energi dan tekanan
1 ton-m/ha/cm = 0,269 ft-ton/acre/inch
1 kilojoules = 9,81 ton-m/ha
1 kgf cm-2 = 100 kPa

Contoh Soal
Contoh 1

Diketahui erosi sebesar 10 ton/ha/tahun. Ubahlah ke dalam satuan mm per tahun.


bobot padatan tanah = 10 ton = 10 x 103 kg
Berdasasrkan rumus pada persamaan (1.8), maka :
t = (M / rb L)
untuk tanah pertanian nilai berat isinya sekitar 1,2 g cm-3 atau 1,2.103 kg m-3, sehingga:
10.103 kg

t = 1,2 x 103 kg m-3 . 104 m2


8,33 x 10-4 m3
tebal tanah = 10.000 m2
= 8,33 x 10-4 x 103 mm
= 0,833 mm
sehingga tebal tanah yang hilang /tererosi 0,833 mm per tahun.:
Contoh 2

Laju erosi 0,833 mm/tahun; ubahlah ke dalam satuan ton/ha.


Volume tanah = tebal x luas
= (0,833 x 10-3 m) x 10.000 m2
(catatan 1 ha = 10.000 m2; 1 mm = 10-3 m)
= 8,33 m3
Bobot Padatan = Volume tanah x Kerapatan isi
= 8,33 m3 x 1,2 103 kg/m3
= 9,996 103 kg
= 10 ton per ha
LATIHAN
1. Ubahlah menjadi mm th-1:
a. 2200 kg ha-1 th-1
b. 10 m3 ha-1 th
c. 250 g m-2 th-1

d. 50 kg/ 100 m2 th
2. Ubahlah menjadi ton ha-1 th-1
a. 10 m3ha-1 th-1
b. 250 g m-2 th-1
c. 50 kg/ 100 m2 th
d. 0,4 cm th-1
e. 0,01 mm/100 m2 th-1
3. Ubahlah menjadi satuan lainnya:
10 J m-2 mm-1 menjadi ton-m ha-1 cm-1
4. Pada percobaan dengan petak erosi berukuran 5 m x 20 m diperoleh data berikut:
bobot sedimen dalam l liter air aliran permukaan adalah 12 g, dan volume aliran
permukaan yang tercatat adalah 100 l. Hitung berapa kehilangan tanah yang
terjadi dalam satuan ton ha-1..

V. PENGUKURAN EROSI DI LAPANGAN

Pengukuran erosi dilapangan dapat dikelompokan menjadi 2 golongan, yaitu


permanen dan tidak permanen. Permanen artinya pengukuran dilakukan pada tempat yang
tetap sedangkan yang tidak permanen pengukuran dilakukan pada sejumlah lokasi yang
meliputi areal yang sangat luas.

Ukuran petak yang standar mempunyai panjang 22 m (memanjang ke arah kemirngan


lereng), lebar 1,8 m, namun tetap dimungkinkan untuk membuat petak dengan ukuran
yanng berbeda. Pembatas petak dapat terbuat dari logam, kayu atau material lain yang
tidak rembes air dan tidak berkarat. Pembatas tersebut minimal mempunyai ketinggian 1520 cm diatas permukaan tanah. Bagian bawah pembatas ditanam kedalam tanah dengan
kedalaman yang cukup sehingga stabil dan kemungkinan terjadinya rembesan air dan atau
keluar petak dapat diminimalkan.
Diujung bawah petak dipasang talang untuk mengalirkan air dan petak ke bak
penampung. Bak penampung harus tertutup untuk menghindari masuknya air hujan
maupun percikan tanah. Untuk petak yang berpotensi menimbulkan debit cukup yang besar
perlu dipasang bak penampung lebih dari satu dimana pada bak penampung pertama
dibuatkan beberapa keluaran (outlet) dengan ketinggian dan
ukuran yang seragam dan salah satu keluaran masuk ke bak penampung kedua.

Prosedur Pengukuran
1.Pengukuran jumlah tanah tererosi
Cara menentukan banyaknya tanah tererosi dari suatu kejadian hujan dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Air yang masuk ke dalam bak dan drum penampung diendapkan.
b. Tanah yang mengendap dipisahkan,masing-masing dikering udarakan selama satu hari
kemudian
ditimbang beratnya, misal berat tanah pada bak (A1) kg dan pada drum (A2) kg.
c. Dari masing-masing tanah tersebut diambil sampel sebanyak berat tertentu (B1) kg dari
(A1) dan
B2) kg dari (A2), kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C sampai beratnya
konstan,
misal (C1) dari (B1) dan (C2) dari (B2).

d. Berat tanah tererosi dalam bak (E1) dan berat tanah tererosi dalam drum (E2) dengan
jumlah lubang
sebanyak n adalah :
E1 = (C1/B1) x A1 (kg/plot) ........................................................(1)
E2 = (C2/B2) x A2 (kg/plot) ....................................................... (2)
e. Berat total tanah tererosi pada kejadian hujan tersebut adalah :
Et = E1 + (n x E2) (kg/plot) ........................................................ (3)
2. Pengukuran Volume Aliran Permukaan (Runn Off)
Volume aliran permukaan diukur dari setiap kejadian hujan yang menimbulkan aliran
permukaan. Dari setiap petak ditetapkan dengan mengukur volume air dalam bak
penampung (V1) dan drum (V2) dengan volume tanah yang mengendap (Vt). Volume
aliran permukaan dapat ditentukan sebagai berikut :
V = V1 + (n x V2) - Vt ........................................................ (4)
Vt = BD tanah (gram/cm )
Berat tanah (gram) 3 ............................................... (5)
V1 = (tinggi air di bak) x (luas penampang bak) .............. (6)
V2 = (tinggi air di drum) x (luas penampang drum) ........... (7)
3. Pengukuran BD tanah (gram/cm3)
a. Ambil seberat tanah kering mutlak, misal beratnya adalah A gram
b. Masukan kedalam gelas ukur berisi air sehingga terbaca perubahan
volume air ('V)
c. BD tanah = 9V(gram/cm3)

III. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami cara pengukuran erosi dilapangan.
IV. Alat dan bahan
1. Alat tulis
2. Kalkulator
V. Tugas Resitasi
1. Sebuah demplot dengan luas 22 x 1,8 meter dengan jumlah lubang sebanyak 7 buah
terukur tinggi air pada bak penampung pertama (1,8 0,3 m) setinggi 15 cm dan tinggi air
pada drum (jari-jari = 25 cm) setinggi 100 cm. Berat tanah kering mutlak pada bak
penampung dan drum adalah 350 gr dan 20 gr (BD = 1,2 gram/cm3) Tentukan jumlah
tanah yang tererosi dan besarnya volume aliran permukaan yang terjadi di daerah sekitar
demplot!

Anda mungkin juga menyukai