Anda di halaman 1dari 38

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Budidaya Tanaman Pangan dan Holtikultura

TANAMAN JAGUNG (ZEA MAYS)

Oleh Kelompok 2 :
1. Muhammad Agung Nugraha (G011191257)
2. Muh. Daffa Alifka Ramadhani S (G011191153)
3. Muh. Yasril Hidayat Al Hasni (G011191121)
4. Muhammad Adnan Suradi (G011191012)
5. Isty Anggraeni (G011191324)
6. Gusni Epinorita (G011191034)
7. Haris Syaputra Renhard (G011191017)
8. Indriani (G011191260)
9. Geisler Fernando Alves (G011191260)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita senantiasa saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena
curahan rahmat serta karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas ini. Kami
juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya untuk semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini. Kami sangat berharap
tugas ini bisa berguna untuk meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait tanaman jagung.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Dengan
demikian, saya benar-benar terbuka dengan adanya kritik dan saran untuk
perbaikan laporan yang hendak kami tulis di masa yang selanjutnya, menyadari
tidak ada suatu hal yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif. Kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada perkataan yang tidak berkenan di
hati.

Makassar, 25 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................................
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
.............................................................................................................................................
BAB I. (PENDAHULUAN)
1.1. Latar
Belakang..........................................................................................................
1.2. Tujuan dan
Kegunaan...............................................................................................
BAB II. (ISI)
I. Klasifikasi Tanaman Jagung.......................................................................................
II. Sejarah Tanaman Jagung...........................................................................................
III. Evolusi Tanaman Jagung .........................................................................................
IV. Penyebaran Tanaman Jagung ................................................................................
V. Morfologi Tanaman Jagung........................................................................................
VI. Varietas Tanaman Jagung.........................................................................................

VI. Karakterisasi Morfologi dan Agronomis.................................................................


VII. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung.........................................................................
VIII. Aspek Ekologi Tanaman Jagung...........................................................................
IX. Gejala Pada Tanaman Jagung..................................................................................
X. Tenologi Pada Tanaman Jagung.................................................................................
XI. Perbaikan Teknologi Produksi Jagung..................................................................
BAB III.( PENUTUP)
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... .......
3.2 Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung merupakan bagian dari sub sektor tanaman pangan yang
memberikan andil bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong industri
hilir yang kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi nasional cukup besar.
Tanaman jagung juga merupakan salah satu komoditi strategis dan bernilai
ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya
sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Tanaman jagung
merupakan komoditas palawija yang layak dijadikan komoditas unggulan
agribisnis tanaman pangan. Perkembangan usaha tani sangat cerah dalam
rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Jagung sebagai bahan pangan utama kedua setelah beras dan sumber
karbohidrat yang sangat tinggi mempunyai manfaat yang cukup banyak.
Keunggulan komparatif dari tanaman jagung banyak diolah dalam bentuk tepung
atau makanan ringan. Adanya diversifikasi dalam pengolahan jagung dapat
meningkatkan permintaan untuk tanaman jagung. Selain sebagai sumber
karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun
tongkolnya) dan diambil minyaknya (dari biji). Tongkol tanaman jagung kaya
akan pentosa yang dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung
yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan
farmasi. Hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk keperluan
manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Peningkatan kebutuhan jagung dalam beberapa tahun terakhir ini tidak
sejalan dengan peningkatan produksi dalam negeri. Peningkatan produksi jagung
menunjukkan bahwa produksi jagung nasional rata-rata negatif dan cenderung
menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti
kebutuhan terus meningkat. Pada kenyataannya total produksi dan kebutuhan
nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus melebar
dan jika terus dibiarkan, konsekuensinya adalah peningkatan jumlah impor
jagung yang semakin besar dan negara kita semakin tergantung pada negara
asing.
Jumlah jagung yang diproduksi oleh masyarakat belum cukup untuk
memenuhi permintaan pasar. Rendahnya hasil tanaman jagung dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu masih belum optimalnya penyebaran varietas unggul
dimasyarakat, pemakaian pupuk yang belum tepat, masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui tentang bagaimana cara membudidayakan jagung yang
benar dan baik dan tanah atau lahan untuk tanaman jagung telah banyak dialih
fungsikan sebagai gedung-gedung dan lain-lain. Perusahaan swasta pun juga
belum memproduksi jagung secara optimal.
Upaya peningkatan produksi jagung dapat melalui intensifikasi maupun
ekstensifikasi. Peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka lebar
baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam utamanya
di luar Jawa. Meskipun produktivitas jagung meningkat, namun rata-rata tingkat
produktivitas jagung nasional dari areal panen sekitar 3,60 juta hektar baru
mencapai 3,40 ton/ha. Kegiatan litbang jagung dari berbagai institusi baik
pemerintah maupun swasta telah mampu menyediakan teknologi produksi jagung
dengan tingkat produktivitas 4,0-9,0 ton/ha, tergantung pada potensi lahan dan
teknologi produksinya.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan Untuk mengetahui deskripsi tanaman jagung dan cara budidaya
tanaman jagung serta kendala yang di hadapi dalam proses budidaya tanaman
jagung.
Adapun kegunaan dari pembuatan makalah ini ada sebagai tambahan
informasi dan pengetahuan bagi mahasiswa maupun masyarakat secara umum
tentang tektik budidaya tanaman jagung
BAB II
ISI
I. Klasifikasi Tanaman Jagung
Dalam sistematika tanaman, jagung termasuk:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Tanaman jagung termasuk famili rumput-rumputan (graminae) dari
subfamili myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan jagung adalah
teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman jagung.
Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar di
daerah pertanaman jagung.
Hampir semua bagian dari tanaman jagung memiliki nilai ekonomis.
Beberapa bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan diantaranya, batang dan
daun muda untuk pakan ternak, batang dan daun tua (setelah panen) untuk
pupuk hijau / kompos, batang dan daun kering sebagai kayu bakar, buah
jagung muda untuk sayuran, perkedel, bakwan dan berbagai macam olahan
makanan lainnya (Purwono dan Hartono, 2007 Dalam Kurniawan, 2017).

II. Sejarah Tanaman Jagung


Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara
umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau
Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang
telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang
lalu.
 Teori Asal Asia
Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal
ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix
spp.) dengan famili Andropogoneae. Kedua spesies ini mempunyai lima
pasang kromosom. Namun teori ini tidak mendapat banyak dukungan.
 Teori Asal Andean
Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Andean Peru, Bolivia, dan
Ekuador. Hal ini didukung oleh hipotesis bahwa jagung berasal dari Amerika
Selatan dan jagung Andean mempunyai keragaman genetik yang luas,
terutama di dataran tinggi Peru. Kelemahan teori ini adalah tidak ditemukan
kerabat liar jagung seperti teosinte di dataran tinggi tersebut. Mangelsdorf
seorang ahli biologi evolusi yang mengkhususkan perhatian pada tanaman
jagung menampik hipotesis ini.
 Teori Asal Meksiko
Banyak ilmuwan percaya bahwa jagung berasal dari Meksiko, karena jagung
dan spesies liar jagung (teosinte) sejak lama ditemukan di daerah tersebut,
dan masih ada di habitat asli hingga sekarang. Hal ini juga didukung oleh
ditemukannya fosil tepung sari dan tongkol jagung dalam gua, dan kedua
spesies mempunyai keragaman genetik yang luas. Teosinte dipercaya sebagai
nenek moyang (progenitor) tanaman jagung.
Jagung telah dibudidayakan di Amerika Tengah (Meksiko bagian
selatan) sekitar 8.000-10.000 tahun yang lalu. Dari penggalian ditemukan
fosil tongkol jagung dengan ukuran kecil, yang diperkirakan usianya
mencapai sekitar 7.000 tahun. Menurut pendapat beberapa ahli botani,
teosinte (Zea mays sp. Parviglumis) sebagai nenek moyang tanaman jagung,
merupakan tumbuhan liar yang berasal dari lembah Sungai Balsas, lembah di
Meksiko Selatan. Bukti genetik, antropologi, dan arkeologi menunjukkan
bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah dan dari daerah ini jagung
tersebar dan ditanam di seluruh dunia.
Proses domestikasi teosinte telah berlangsung paling tidak 7.000
tahun yang lalu oleh penduduk asli Indian, dibarengi oleh terjadinya mutasi
alami dan persilangan antarsubspesies, sehingga masuk gen-gen dari
subspecies lain, di antaranya dari Zea mays sp. Mexicana. Karena adanya
proses persilangan alamiah tersebut menjadikan jagung tidak lagi dapat hidup
secara liar di habitat hutan, karena memerlukan sinar matahari penuh. Hingga
kini diperkirakan terdapat 50.000 varietas jagung, baik varietas local maupun
varietas unggul hasil pemuliaan. Sifat tanaman jagung yang menyerbuk
silang memungkinkan terjadinya perubahan komposisi genetic secara
dinamis. Varietas lokal terbentuk melalui proses isolasi genotipe yang
mengalami aklimatisasi dan adaptasi terhadap agroklimat spesifik.

III.Evolusi Tanaman Jagung


Menurut ahli biologi evolusi, jagung yang ada sekarang telah mengalami
evolusi dari tanaman serealia primitif, yang bijinya terbuka dan jumlahnya
sedikit, menjadi tanaman yang produktif, biji banyak pada tongkol tertutup,
mempunyai nilai jual yang tinggi, dan banyak ditanam sebagai bahan pangan.
Nenek moyang tanaman jagung masih menjadi kontroversi, ada tiga teori
yang mengatakan tanaman jagung berasal dari pod corn, kerabat liar jagung
tripsacum dan teosinte.
Mangelsdorf mengatakan pod corn sebagai nenek moyang tanaman
jagung merupakan tanaman liar yang terdapat di dataran rendah Amerika
Utara. Teosinte merupakan hasil persilangan antara jagung dan tripsacum.
Namun teori ini juga hilang karena tidak didukung oleh data sitotaksonomi
dan sitogenetik dari jagung dan teosinte. Menurut Weatherwax (1954, 1955)
dan Mangelsdorf (1974), nenek moyang tanaman jagung berasal dari
tanaman liar di dataran tinggi Meksiko atau Guatemala, namun teori ini juga
tidak bertahan lama. Randolph (1959) mengemukakan bahwa nenek moyang
tanaman jagung berasal dari kerabat liar tanaman jagung. Sebelum jagung
primitif teosinte dan tripsacum ditemukan, tanaman liar jagung banyak
digunakan dan dibudidayakan. Menurut Longley (1941), jagung merupakan
mutasi dan seleksi secara alami dari teosinte. Biji teosinte terbungkus
berbentuk buah yang keras. Komponen buah ini sama dengan buah jagung,
tapi dalam perkembangannya terjadi evolusi, sehingga tidak terbungkus
seperti teosinte, dan berubah menjadi tongkol.
Doebly dan Stec (1991,1993), Doebly et al. (1990), dan Dorweiler et al.
(1993) melakukan penelitian dan menguraikan serta memetakan secara
genetik dengan quantitative trait loci (QTL) tga1 (teosinte glume architecture
1), yang menunjukkan kunci perbedaan teosinte dan jagung. Apabila QTL
dari jagung, tga1, ditransfer ke teosinte, intinya tidak berpegang erat dalam
cupule dan terpisah. Percobaan sebaliknya, tga1 teosinte ditransfer ke
tanaman jagung, glume menjadi lebih indurate dan berkembang seperti
karakter teosinte. Penemuan lokus tga1 merupakan salah satu bukti evolusi
dari bentuk teosinte menjadi jagung. Hal itu juga menggambarkan terjadinya
perubahan adaptasi baru, perkembangannya ditentukan oleh satu lokus dan
proses perubahan itu merupakan bukti yang kuat (Orr and Coyne 1992). Iltis
dan Doebley (1980) mengemukakan bahwa jagung dan teosinte adalah dua
subspesies dari Zea mays, tetapi pandangan ini tidak diterima secara luas
oleh pemulia jagung.
Beberapa ilmuwan tidak setuju dengan teori jagung berasal melalui
proses evolusi dari teosinte dan lebih percaya teori jagung berasal dari
kerabat liar jagung. Oleh karena itu, Wilkes (1979) serta Wilkes dan
Goodman(1995) meringkas teori asal usul tanaman jagung menjadi empat
aliran sebagai berikut:
1. Evolusi jagung liar teosinte langsung menjadi jagung modern melalui
proses persilangan dan fiksasi genetik (genetic shift).
2. Jagung dan teosinte berasal dari nenek moyang yang sama, dan
terpisah selama proses evolusi menjadi teosinte dan jagung.
3. Terjadi kemajuan genetik dari teosinte menjadi jagung.
4. Terjadi persilangan antara teosinte dengan rumput liar, keturunannya
menjadi jagung.
Plasma nutfah teosinte telah masuk (introgressed) secara ekstensif ke
dalam genome jagung selama masa evolusi beribu-ribu tahun, dan
keturunannya menyebar di Meksiko. Dari bukti genetik yang ada
disimpulkan bahwa nenek moyang tanaman jagung melibatkan teosinte yang
telah mengalami mutasi beberapa loci utama. Perubahan telah terjadi, dari
rumput menjadi tanaman produktif berbentuk tongkol berisi butiran yang
dapat dimakan. Perubahan sejak awal abad XX dipercepat melalui proses
seleksi oleh pemulia jagung, sehingga diperoleh bentuk tanaman jagung
modern dan varietas unggul. Hingga sekarang tidak ada bukti yang nyata
telah terjadi introgresi gen dari Maydeae ke jagung. Persilangan spesies Coix
dengan jagung juga tidak berhasil. Transfer gen dari sorgum (famili
Andropogoneae) melalui persilangan juga belum berhasil, yang berarti tidak
ada hubungan genetik antara jali dan sorgum dengan tanaman jagung.
Teosinte dan jagung adalah individu yang secara genetik terpisah, gen
untuk toleran cekaman abiotik dari teosinte dapat ditransfer ke jagung.
Kromosom teosinte di tingkat genom berbeda dengan kromosom jagung.
Gallinat (1988) percaya telah terjadi transformasi, dari teosinte menjadi
jagung karena bantuan manusia, dan variabilitas genetik baru pada populasi
teosinte masuk ke genom tanaman jagung. Penemuan tanaman liar perennial
teosinte (Zea diploperennis) membuka berbagai kemungkinan hubungan
teosinte dengan jagung.
Tripsacum termasuk kerabat liar jagung, bukan turunan persilangan
dengan teosinte maupun jagung. Tripsacum merupakan satu-satunya genus
yang telah disilangkan dengan jagung dan keturunannya dapat tumbuh
sampai dewasa dan berbuah. Kemungkinan spesies ini diploid dengan 36
kromosom. De Wet dan Harlan (1974, 1978) dan Leblanc et al. (1995)
melaporkan persilangan antara jagung dengan beberapa tetraploid spesies
tripsacum. Kromosom tripsacum dapat diganti oleh kromosom jagung dan
introgresi gen-gen antar jagung dan tripsacum telah terjadi sejak lama.
Dalam analisis genetika modern, genus tripsacum berkaitan dengan
tanaman jagung, sehingga jagung merupakan spesies dari Tripsaceae. Evolusi
dan penyebaran tanaman jagung sangat ditentukan oleh manusia. Dalam
periode antara 5.000 SM dan 1.000 M terjadi mutasi alami dan persilangan
antara kelompok jagung, serta proses aklimatisasi dan seleksi spesifik oleh
petani, terutama dari aspek ukuran, warna, dan karakteristik biji. Jagung
berkembang dari tanaman yang kecil, tongkol terbuka, menjadi tanaman yang
mempunyai banyak baris (multi rows), produksi tinggi dan kelobot tertutup,
sehingga memerlukan bantuan manusia untuk memisahkan biji dari
tongkolnya untuk tumbuh dan berkembang.
Pada sekitar tahun 1.000 M, tanaman jagung tradisional telah
berkembang menjadi tanaman jagung modern. Umumnya pengembangan
tanaman dilakukan dengan seleksi secara sederhana, dengan
mempertahankan tongkol yang diinginkan dan benihnya ditanam pada musim
berikutnya. Keragaman antartongkol dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga
mengaburkan perbedaan genetik dalam hasil, tinggi tanaman, dan karakter
kuantitatif lainnya, sehingga seleksi berdasarkan karakter ini belum mampu
mempercepat peningkatan hasil biji.
Penelitian filogenetik menunjukkan bahwa jagung merupakan keturunan
langsung dari teosinte (Zea mays ssp. Parviglumis). Seperti jagung, teosinte
mempunyai 10 pasang kromosom, yang secara sitogenetik sama sitogenetik
sama dengan jagung dan persilangannya menghasilkan keturunan yang fértil.
Persamaan jagung dan teosinte:
• Keduanya mempunyai bunga jantan terpisah berupa tassel yang terletak di
atas tongkol dan bunga betina terletak pada cabang lateral bagian samping
(ketiak daun).
• Keduanya mempunyai 10 pasang kromosom.
• Persilangan jagung dengan teosinte menghasilkan keturunan yang fertil.
Perbedaan jagung dan teosinte:
• Perbedaan yang spesifik terutama pada organ betinanya.
Jagung (Zea mays sp.) Teosinte (Zea mexicana sp.)
- Tongkol tertutup oleh kelobot, biji - Biji jatuh sendiri jika
tidak mudah lepas dari tongkol. sudah matang
- Tongkol terdiri atas banyak baris - Tongkol kecil, terdiri atas
biji (multi rows). enam baris biji atau lebih
- Bijinya penuh mengelilingi janggel - Setiap biji terbungkus
dan terbungkus kelobot. oleh glume dan kelobot
yang keras (cupule)
IV. Penyebaran Tanaman Jagung
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa
daerah asal tanaman jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian
selatan), kemudian dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7.000 tahun
yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru sekitar 4.000
tahun yang lalu.
Sejak 1.000 tahun yang lalu, petani di Meksiko telah menyeleksi tanaman
jagung, termasuk memilih tongkol yang besar untuk ditanam pada musim
berikutnya. Seleksi tongkol yang besar ini digunakan untuk memelihara
kemurnian jagung yang diinginkan. Di dataran tinggi Meksiko yang dikenal
sebagai pusat jagung terdapat suatu upacara keagamaan setelah panen, para
petani membawa tongkol jagung. Petani yang membawa tongkol jagung yang
paling besar dan terbaik diberi penghargaan dan paling dihormati dalam
upacara ini. Dari Meksiko dan Amerika Tengah, jagung tersebar ke Amerika
Latin, Karibia, dan Amerika Utara, yang dikembangkan oleh orang Indian.
Colombus menemukan jagung di Kuba pada tahun 1492 dan
membawanyake Spanyol untuk dikembangkan. Colombus juga kemungkinan
membawa biji jagung Carribean tipe mutiara ke Spanyol pada tahun 1493.
Kemudian penjelajah dari Eropa Selatan membawa jagung ke Eropa Barat
dan pada akhir tahun 1500an, jagung sudah ditanam di hampir seluruh Eropa
seperti Italia dan Perancis bagian selatan. Di Eropa, kira-kira selama 100
tahun pada abad XVI, jagung banyak dikonsumsi sebagai sayur dan
merupakan tanaman komersial.
Sekitar awal tahun 1500an, pedagang Portugis membawa jagung ke
Afrika. Awalnya jagung tidak mendapat perhatian, baru pada tahun 1700an
menjadi tanaman yang populer di Afrika Barat dan Tengah, khususnya di
Kongo, Benin, dan Nigeria bagian barat. Pedagang Portugis dan pedagang
Arab dari Zanzibar membawa jagung ke Asia Selatan melalui darat dan laut
pada awal tahun 1500an, kemudian memperkenalkan jagung di pesisir pantai
India bagian barat dan Pakistan bagian barat laut. Para pedagang juga
memperkenalkan jagung di daerah pegunungan Himalaya. Anderson (1945)
serta Stonor dan Anderson (1949) mengklaim bahwa Himalaya merupakan
pusat kedua asal tanaman jagung. Beberapa bentuk tanaman jagung
ditemukan di daerah Sikkim dan Bhuton Himalaya dan tidak ditemukan di
tempat lain, seperti jagung tradisional Sikkim.
Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun
1500an dan pada awal tahun 1600an, yang berkembang menjadi tanaman
yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Ada
pendapat, jagung telah ada di Filipina sebelum Magellan tiba di negara ini,
pada tahun 1521. Pada pertengahan tahun 1700an, tanaman jagung secara luas
tumbuh di Cina, di selatan Fukien, Hunan, dan Szechwan. Populasi jagung
berkembang dengan cepat sejak abad 18. Di Cina, jagung diperlukan untuk
bahan makanan, terutama di bagian utara, dan dari sini tanaman jagung
menyebar ke Korea dan Jepang. Suto dan Yoshida (1956) melaporkan jagung
diperkenalkan di Jepang sekitar tahun 1580an oleh Pelaut Portugis. Kurang
dari 300 tahun sejak 1.500 M, tanaman jagung telah tersebar di seluruh dunia
dan menjadi bahan makanan penting bagi kebanyakan penduduk di berbagai
negara di dunia (Dowswell et al. 1996).

V. Morfologi Tanaman Jagung


1. Sistem Perakaran
Sistem perakaran tanaman jagung merupakan akar serabut dengan 3
macam akar yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal
adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar
ini melambat setelah plumula muncul kepermukaan tanah tanah dan
pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah
akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, selanjutnya
berkembang dari tiap buku secara berurutan ke atas hingga 7 sampai dengan
10 buku yang terdapat di bawah permukaan tanah.

Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan unsur hara. Akar
udara adalah akar yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan
tanah yang berfungsi sebagai penyangga supaya tanaman jagung tidak mudah
rebah. Akar tersebut juga membantu penyerapan unsur hara dan air (Riwandi
dkk., 2014).
2. Batang dan Daun
Batang tanaman jagung tidak bercabang dan kaku. Bentuk batangnya
silinder dan terdiri atas beberapa ruas serta buku ruas. Pada buku ruas
terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas
berkembang menjadi tongkol yang Produktif. (Paeru dan Dewi, 2017).
Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis),
jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Bundles
vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles yang
tinggi, dan lingkaran-lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan
bundles berkurang begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles
vaskuler yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah.
Genotipe jagung yang mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan
jaringan sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan
sekeliling bundles vaskuler. Terdapat variasi ketebalan kulit antargenotipe
yang dapat digunakan untuk seleksi toleransi tanaman terhadap rebah batang.
Tinggi batang jagung berkisar antara 150 sampai dengan 250 cm yang
terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling berasal dari setiap buku.
Ruas-ruas bagian atas berbentuk silindris, sedangkan bagian bawah agak
bulat pipih. Tunas batang yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga
betina. Percabangan (batang liar) pada jagung umumnya terbentuk pada
pangkal batang. Batang liar adalah batang sekunder yang berkembang pada
ketiak daun terbawah dekat permukaan tanah (Riwandi dkk., 2014).
Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai
terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang
erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang.
Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun
yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di
daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di
daerah beriklim sedang (temperate). Genotipe jagung mempunyai
keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi
daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm),
sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), hingga sangat lebar
(>11 cm).

Paeru dan Dewi, (2017) mengatakan bahwa tanaman jagung memiliki


daun yang panjang dan lebarnya agak seragam. Lembar daun berselang-
seling dan berbentuk seperti rumput. Tulang daun terlihat jelas dengan
bentuk termasuk tulang daun sejajar. Tanaman jagung memiliki jumlah daun
8 – 48 helai. Daun tanaman jagung terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian kelopak
daun, lidah daun, serta helai daun. Kelopak daun umumnya membungkus
batang. Antara kelopak daun dengan helaian daun terdapat lidah daun yang
memiliki bulu dan berlemak yang disebut ligula yang memiliki fungsi untuk
mencegah air untuk masuk kedalam kelopak daun dan batang.
Besar sudut daun mempengaruhi tipe daun. Sudut daun jagung juga
beragam, mulai dari sangat kecil hingga sangat besar. Beberapa genotipe
jagung memiliki antocyanin pada helai daunnya, yang bisa terdapat pada
pinggir daun atau tulang daun. Intensitas warna antocyanin pada pelepah
daun bervariasi, dari sangat lemah hingga sangat kuat.

Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat,
bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul (Gambar 2). Berdasarkan letak posisi
daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan
menggantung (pendant).
Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai
daun bisa lurus atau bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang
lebar dan pola daun bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung
dengan tipe daun erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan
populasi yang tinggi. Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat
memberikan hasil yang tinggi pula.

3. Bunga
Bunga jagung juga termasuk bunga tidak lengkap karena tidak memiliki
petal dan sepal. Alat kelamin jantan dan betinanya juga berada pada bunga
yang berbeda sehingga disebut bunga tidak sempurna. Bunga jantan terdapat
di ujung batang. Adapun bunga betina terdapat di ketiak daun ke -6 atau ke -8
dari bunga jantan (Paeru dan Dewi, 2017).
Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae,
yang disebut floret. Dua floret diabatsi oleh sepasang glumae (gluma). Bunga
jantan tumbuh dibagian pucuk tanaman, berupa karangan bunga
(inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga
betina tersusun dalam tongkol, yang tumbuh dari buku di antara batang dan
pelepah daun. Umumnya satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu
tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah betina.
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga
jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol,
muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik
tumbuh apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki
primordia bunga biseksual.

Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak


berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia
ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan
(Palliwal 2000). Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel
vegetatif, dua gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding
tebalnya terbentuk dari dua lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena 
adanya perbedaan perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di
atas dan bawah dan ketidaksinkronan matangnya spike, maka pollen pecah 
secara kontinu dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih pemanjangan
dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh
dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot.
Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot.

Tanaman jagung adalah protandry, di mana pada sebagian besar varietas,


bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga betina
muncul (silking).

Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada spike
yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun ke bawah.
Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari. Serbuk sari sangat ringan
dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin sehingga terjadi penyerbukan
silang. Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya
rambut tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak
terpengaruh. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan
(anthesis silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang
kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang
terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI
semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga
menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi nilai ASI,
seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi.
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan
menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut berasal
dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari
tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung disebut tanaman bersari
silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar dari serbuk sari berasal
dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung
pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-
8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah
terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai
terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol
berubah menjadi coklat dan kemudian kering.
4. Tongkol dan Biji
Tanaman jagung mampu menghasilkan satu atau beberapa tongkol.
Tongkol jagung muncul dari buku ruas yang berupa tunas yang kemudian
berkembang menjadi tongkol jagung. Pada satu tongkol terdapat 200 – 400
biji jagung yang tersusun rapi yang memiliki bentuk pipih dengan permukaan
biji jagung cembung atau cekung serta dasarnya memiliki bentuk yang
runcing. Biji jagung memiliki 3 bagian terpenting yaitu perikarp, endosperma
dan embrio (Paeru dan Dewi, 2017).
Budiman, (2013) mangatakan bahwa pada biji jagung terdiri atas empat
bagian utama, yaitu: kulit luar (perikarp) (5 %), lembaga (12 %), endosperma
(82 %) dan tudung biji (tin cap) (1 %). Kulit luar merupakan bagian yang
banyak mengandung serat kasar atau karobohidrat yang tidak larut (non pati),
lilin dan beberapa mineral. Lembaga banyak mengandung minyak. Total
kandungan minyak dari setiap biji jagung adalah 4 %. Sedangkan tudung biji
dan endosperm banyak mengandung apti. Pati dalam tudung biji adalah pati
yang bebas sedangkan pati pada endosperm terikat kuat dengan matriks
protein (gluten).
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.
Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak
pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding
yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji
yang jumlahnya selalu genap.
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu
dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas
tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi
mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b)
endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang
mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan
(c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule,
akar radikal, scutelum, dan koleopti.

Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian


besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian
kecil bahan antara (White 1994). Namun pada beberapa jenis jagung terdapat
variasi proporsi kandungan amilosa dan amilopektin. Protein endosperm biji
jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan kelarutannya
diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin (larut dalam
larutan salin), zein atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi),
dan glutein (larut dalam alkali). Pada sebagian besar jagung, proporsi
masing-masing fraksi protein adalah albumin 3%, globulin 3%, prolamin
60%, dan glutein 34%.

VI. Karakterisasi Morfologi dan Agronomis


Dalam program pemuliaan tanaman perlu dilakukan karakterisasi sifat
morfologis dan agronomis plasma nutfah dalam upaya memperkaya
keragaman genetik. Sehingga peningkatan mutu genetik melalui program
pemuliaan tanaman dapat dilakukan karakterisasi sifat morfologis untuk
mengetahui sifat – sifat morfologis bagian tubuh tanaman dan sifat
agronomis untuk mengetahui atau mendapatkan hasil dari tanaman untuk
digunakan untuk kebutuhan manusia.
Menurut Subandi dan Zubachtirodin (2005) dalam Hasiholan (2016),
keberhasilan peningkatan produksi jagung sangat tergantung kepada
kemmampuan penyediaan dan penerapan inovasi teknologi yaitu meliputi
varietas unggul baru berdaya hasil dan berkualitas tinggi, penyediaan benih
bermutu serta teknologi budidaya yang tepat. Varietas unggul merupakan
salah satu faktor penting dalam usaha meningkatkan produktivitas tanaman
jagung. Secara umum benih varietas unggul jagung dap[at dikelompokkan
menjadi 2 jenis yaitu jagung hibrida dan jagung komposit (Sudjana, 1991),
dalam Hasilohan (2016).
Karakterisasi yang umum digunakan adalah sifat morfologis, seperti
bentuk batang, daun dan tongkol. Akan tetapi fenotipe atau karakter dari
tanaman jagung itu sendiri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik, tetapi
juga faktor lingkungan, keragaman genetik dapat dimanfaatkan untuk
perbaikan tanaman melalui pemuliaan tanaman apabila telah tersedia
informasi tentang keragman genetik (Indhirawati, 2015). Kemudian
Wijayanto (2007) menambahkan bahwa karakterisasi sifat agronomis
meliputi beberapa sifat kuantitatif dan sifat kualitatif yang berhubungan erat
dengan daya hasil tanaman karena phenotipe suatu tanaman sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

VII.Varietas Tanaman Jagung


1. Jagung Bima-3 Bantimurung
Varietas ini mampu berdaptasi pada lahan subur dan sub-optimal,
populasi dapat mencapai 70.000 tanaman/ha, stay green, toleran terhadap
penyakit bulai (P. maydis), batangnya besar sehingga tidak mudah rebah,
bobot 1000 biji ± 359g, masak fisiologis ± 100 hari dengan potensi hasil
10t/ha pipilan kering (Karunia, 2018).
2. BIMA 19 URI
Memiliki umur 102 hari dan tingginya mencapai 213 cm. Warna
malai kuning muda dengan semburan jingga, warna biji kuning jingga,
jumlah baris pertongkol 14-16, kelobot menutup agak ketat. Potensi
hasilnya 12.5 t/ha, pipilan kering dengan rata-rata hasil 9.3 t/ha dan
bobot 1000 biji 343g (Suradarma dkk, 2020).
3. NASA 29
NASA 29 memiliki umur panen 100 hst, dengan warna biji
kuning-oranye. Potensi hasil yang tinggi mencapai 13,5 t/hektare,
warna batang dan daun di atas tongkol masih hijau saat biji sudah
masak/waktu untuk panen sehingga dapat dimanfaatkan untuk pakan.
Peningkatan hasil > 35% dari jagung hibrida tongkol dua dan rendemennya
tinggi serta janggel yang keras (Suradarma dkk, 2020).
4. Pioneer 21 (P21)
Keunggulanya yaitu umur panen yang lebih singkat (±100 hari) dan
dapat ditanam lebih dari dua kali dalam setahun di daerah dengan pengairan
yang cukup. Benih jagung hibrida P21 memiliki ketahanan yang baik
terhadap penyakit seperti toleran terhadap karat daun dan serangan virus
serta potensi hasil 13,3t/ha pipilan kering (Hayati dkk, 2019).
5. Talenta F1
Memiliki tinggi tanaman 170-200 cm dengan umur panen 70-76 HST,
tahan penyakit bulai, karat dan hawar daun, potensi hasil 18-25t/ha
(Oktaviani dkk, 2020).
6. Bonanza F1
Keunggulannya yaitu memiliki petumbuhan dan tongkol yang seragam,
bobot 1 tongkol 270-300 gram, varietas bonanza memiliki tinggi sedang
yakni 220-250 cm umur panen 82-84 HST dan mampu bertahan selama 4
hari (Oktaviani dkk, 2020).
7. Paragon F1
Memiliki tinggi 185,2-215,7 cm umur panen 70-75 HST, rasa manis
dengan kadar gula mencapai ± 120 brix, panjang tongkol 17-21 cm dengan
diameter ± 5 cm, berat buah per tongkol ± 430 gram, potensi hasil ± 25t/ha
dan mampu bertahan selama ± 4 hari setelah di panen (Oktaviani dkk,
2020).

VIII. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung


1. Iklim
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan
curah hujan ideal sekitar 85 – 200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup
air. Sebaiknya jagung ditanam di awal musim hujan atau menjelang musim
kemarau. Dan tanaman jagung menghendaki suhu antara 21 – 34 derajat C,
namun idelanya pada suhu 23 – 27 derajat C. Sedangkan pada proses
perkecambahan benih jagung memerlukan suhu sekitar 30 derajat C
(Budiman, 2013).
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis, tetapi karena banyak tipe
dan variasi sifat – sifat yang dimilikinya, jagung dapat tumbuh baik pada
berbagai iklim. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung
adalag daerah – daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub tropis
atau tropis basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 00 –
500 lintang utara hingga 00 – 400 lintang selatan (AAK, 2006).
2. Ketinggian Tempat
Menurut Paeru dan Dewi (2017), tanaman jagung mampu dbudidayakan
pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Namun pada umumnya jagung di
Indonesia dibudidayakan di dataran rendah, baik pada lahan tegalan, sawah
tadah hujan maupun sawah irigasi. Dan pada dataran tinggi tanaman jagung
mampu tumbuh pada ketinggian 1.000 – 1.800 m dpl. Budiman (2013)
Menambahkan daerah dengan ketinggian antara 0 – 600 m dpl merupakan
ketinggian yang optimum bagi pertumbuhan tanaman jagung.
3. Jenis Tanah
Paeru dan Dewi (2017), mengatakan bahwa tanaman jagung dapat
tumbuh secara optimum jika ditanam pada lahan yang subur, gembur, dan
kaya akan humus sehingga produktivitas nya pun akan tinggi serta tanaman
jagung akan tumbuh secara baik jika keasaman tanah (pH) berkisar antara 5,5
– 7 namun yang paling baik adalah 6,8.
Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari
gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan
tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan
pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur
lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhan
tanaman jagung tersebut (Budiman, 2013).

IX. Aspek Ekologi Tanaman Jagung


Komoditas jagung tergolong komoditas yang strategis karena memenuhi
kriteria antara lain memiliki pengaruh terhadap harga komoditas pangan
lainnya, memiliki prospek yang cerah. Jagung bahan pangan utama setelah
padi menjadi komoditas yang terus mengalami peningkatan permintaan
seiring dengan berkembangnya isnustri pengolahan jagung dan pakan ternak.
Menurut BPS (2015) produksi nasional jagung mencapai 19,61 juta ton
sementara kebutuhan dalam negeri mencapai 2 juta ton. Oleh karena itu,
dibutuhkan upaya peningkatan produksi jagung yang salah satunya
memperhatikan aspek ekologis untuk tanaman jagung.
A. Ekologi Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan salahj satu tanaman semusim, komoditas
strategis dan bernilai ekonomis, serta mempunyai peliang untuk
dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan
protein setelah padi, jagung juga berperan sebagai pakan ternak, bahan baku
industry dan rumah tangga. Jagung termasuk keolompok tanaman rumput-
rumputan graminae.
Cahaya matahari merupakan sumber energi dan sangat membantu dalam
proses asimilasi daun. Pada proses asimilasi tersebut sinar matahari
berperang langsung pada pemasakan makanan yang kemudian diedarkan ke
seluruh tubuh tanaman. Hasil dari asimilasi batang ditranslokasikan
menjadikan buah. Penyinaran matahari berperan dalam terbentuknya batang
pada tanaman jagung (Wasisno, 1998 dalam Wartapa, 2019).
Syarat paling baik untuk pertanaman jagung adalah pH netral 5,5 – 6,8.
Pengolahan tanah memperbaiki tekstur tanah sehingga terdapat rongga-
rongga di dalam tanah yang dapat menyimpan udara dan air yang diperlukan
untuk akar tanaman, yang dilajkukan setelah selesai panen. Pada tanah yang
miskin hara digunakan pupuk yang cukup, hasil akan melonjak menjadi dua
atau tiga kali lipat dari hasil asal. Pupuk organic diberikan pada tanaman
jagung dipergunakan untuk menutup lobang tanaman yang telah diletakkan
biji jagung (Wartapa, 2019).

B. Syarat Tumbuh
1. Tanah
Tanaman jagung tidak telalu menuntut jenis tanah yang khusus untuk
pertumbuhannya. Tanah yang mengandung kadar lempung sedang, disertai
dengan drainase yang baik serta banyak mengandung bahan organic yang
tinggi adalah cocok untuk tanaman jagung. Keasaman tanah (pH) yang
diinginkan berkisar antara 5,5 – 6,8 tanaman jagung yang ditumbuhkan pada
tanah-tanah yang terlalu asam pertumbuhan tanaman tidak berjalan dengan
baik sehingga hasil produksi yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, dalam hal ini produksi jagung menurun.
Menurut Iskandar (2018) tanaman jagung membutuhkan tanah dengan
aerasi dan ketersediaan air dalam kondisis baik. Pengolahan tanah terlebih
dahulu adalah langkah awal dalam memperbaiki aerasi tanah agar tanah
menjadi gembur sehingga udara dan air bisa terinfiltrasi dengan baik. Selain
itu tanah juga kaya akan humus. Keasaman tanah erat kaitannya dengan
ketersediaan unsur hara, bagi tanaman jagung pH 5,5 – 6,8 adalah pH yang
optimal untuk tumbuh dan berproduksi.
Tanah yang baik adalah tanah yang tersedia unsur hara yang cukup untuk
pertumbuhan tanaman. Tanah yang baik mengandung banyak bahan organik,
gembur, dan mempunyai porositas yang baik. Jenis tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman jagung adalah alluvial atau lempung yang subur, sebab
jenis tanah ini terbebas dari air yang berlebihan yang tidak disukai tanaman
jagung (Wartapa, 2019).
2. Iklim
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah
daerah-daerah beriklim sedang hingga derah-daerah beriklim
subtropics/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh didaerah yang terletak
antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS. Pada lahan yang tidak
beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 8-
200 mm/bulan dan harus merata pada fase pembungaan dan pengisian biji
tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam
diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau. Pertumbuhan tanaman
jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Sinar matahari yang baik
mencapai 100% (tempat terbuka). Tanaman jagung yang ternaungi,
pertumbuhannya akan terhambat, dan memberikan hasul biji yang kurang
baik bahkan tidak dapat membentuk buah (Iskandar, 2018).
Agar dapat tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan
temperatur rata-rata antara 14-30⁰C, pada ketinggian 2-200 m dpl. Degan
curah hujan sekitar 600 mm -1200 mm pertahun yang terdistribusi rata
selama musim tanam. Faktor air juga merupakan salah satu faktor pembatas
untuk pertumbuhan jagung. Kebutuhan air yang terbanyak pada tanaman
jagung adalah pada stadia pembungaan dan stadia pengisian biji. Jumlah
radiasi surya yang diterima oleh tanaman selama fase berbunga juga juga
merupakan faktor yang paling penting untuk penentuan jumlah biji. Bagian
terbesar dari sinar surya yang jatuh ke bumi akan diserap oleh daun yang
digunakan untuk proses fotosintesis dan transpirasi (Widjono, 1988 dalam
Sembiring, 2007).
Berdasarkan penelitian Herlina dan Amelia (2019) faktor suhu dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman apabila suhu yang dihasilkan
tinggi dan dapat mengakibatkan penurunan ketersediaan air pada tanaman
dan didalam tanah untuk memenuhi kebutuhan air pada proses pertumbuhan
jagung. Dampak pemanasan global yang diakibatkan oleh kelebihan
konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfir yang diikuti dengan peningkatan
suhu di udara dapat berpengaruh pada produktivitas komoditas pertanian.
Peningkatan suhu udara di atmosfer sebesar 5⁰C akan diikuti oleh penurunan
produksi jagung sebesar 40%.
Pada keadaan curah hujan yang berluktuasi, hasil jagung akan sangat
bervariasi dari waktu ke waktu, dari lokasi ke lokasi, terutama pada
pertanaman jagung di lahan kering.hal ini merupakan salah satu penyebab
rendahnya hasil produksi jagung. Salah satu cara untuk mengurangi
penurunan hasil jagung akibat kekeringan adalah dengan menggunakan
varietas yang toleran terhadap kekeringan. Selain kekeringan, dampak lain
perubahan iklim iklim adalah terjadinya hujan berkepanjangan. Jagung
termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap genangan karena mengganggu
proses aerasi dan respirasi tanaman.

X. Gejala Pada Tanaman Jagung


1. Gejala Kahat Hara
Beberapa gejala gejala kahat satu atau lebih hara esensia pada jagung.
Petani jagung harus belajar mengenal gejala gejala kahat satu atau lebih hara
esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang sehat untuk
memperoleh hasil yang menguntungkan. Melihat kebun secara teratur dan
mengidentifikasi gejala dari suatu masalah merupakan aspek penting dari
budidaya tanaman. Keuntungan optimum dari investasi untuk produksi
tergantung dari suplai hara yang cukup selama pertumbuhan tanaman.
Gejala kahat hara yang timbul disebabkan karena kebutuhannya tidak
terpenuhi. Hendaknya kebun dicek beberapa kali selama satu musim. Kahat
hara yang dapat dideteksi dini dapat diatasi dengan pemupukan dalam alur di
sisi tanaman. Andaikata tidak dapat diatasi dalam tahun ini, asal diketahui di
mana masalah tersebut timbul, maka sudah merupakan informasi yang sangat
berarti untuk perencanaan pemupukan pada musim berikutnya. Daun
tanaman yang sehat harus berwarna hijau tua. Hal ini menunjukkan bahwa
daun tersebut berkadar klorofil tinggi yang sangat dibutuhkan untuk
menangkap sinar matahari untuk menghasilkan gula yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
2. Kahat nitrogen
Kahat nitrogen (N) tidak mudah dideteksi waktu tanaman masih muda.
Namun bila berwarna hijau kekuningan, maka kemungkinan tanaman kahat
N. Bila kahat N dapat dideteksi dini, pemberian pupuk N dalam alur di sisi
tanaman dapat mengatasi masalah ini. Setelah tanaman kira-kira setinggi
lutut, tingkat pertumbuhan akan meningkat yang diikuti dengan kebutuhan N
yang meningkat cepat. Kebutuhan 3, 4 kg N/ha/hari adalah umum dan
kebutuhan ini meningkat dua kali lipat saat pertumbuhan maksimum. Bila N
tidak tersedia dalam jumlah cukup, maka warna ujung daun tua akan berubah
menjadi kuning dan warna ini akan berkembang sepanjang tulang daun
utama. Karena N sifatnya mobil dalam tanaman, gejala kahat N ini
berangsur-angsur akan merambah ke daun-daun di atasnya. Daun tua
kemudian akan mati. Uji N jaringan tanaman dapat dilakukan dengan
menggunakan indikator kimia atau alat elektronik untuk membantu
mengdiagnosis kahat N ini. Tanaman mati muda dengan tongkol yang kecil
dan bijinya sedikit.
3. Kahat fosfor
Kahat fosfor (P) umumnya sudah tampak waktu tanaman masih muda.
Gejala awal dimulai dengan daun yang berwarna ungu-kemerahan. Tangkai
yang lemah dan kecil tanpa tongkol atau tongkolnya kacil dan melilit juga
merupakan indikasi kahat P.Suhu rendah dan udara kering atau sangat basah
pada awal pertumbuhan atau restriksi fisik untuk pertumbuhan akar dapat
menyebabkan kahat P, meskipun P dalam tanah cukup. Kahat P juga
menyebabkan panen terlambat. Serapan P yang banyak per hari saat
pertumbuhan yang cepat menekankan pentingnya kesuburan tanah yang
tinggi yang mampu menyuplai hara P yang cukup.
4. Kahat kalium
Kahat kalium (K) dimulai dengan warna kuning atau kecoklatan
sepanjang pinggir daun pada daun tua. Warna tersebut akan berkembang ke
arah tulang daun utama dan pada daun-daun di atasnya. Gejala umum kahat
K lainnya adalah warna coklat tua pada buku batang bagian dalam dan dapat
diketahui dengan mengiris batang secara memanjang. Ukuran tongkol
kadang-kadang tidak terlalu dipengaruhi seperti halnya pada kahat N dan P,
tetapi biji-biji jagung pada ujung tongkol tidak berkembang dan tongkol
jagung banyak kelobotnya dengan biji sedikit sebagai akibat kahat K.
Kalium juga merupakan faktor utama dalam efisiensi penggunaan air dan
karena itu pengaruh kekeringan akan lebih nyata bila tanaman kahat K. Saat
kebutuhan maksimum menyebabkan serapan K lebih banyak daripada N. Hal
ini menunjukkan pentingnya kesuburan tanah yang tinggi untuk mencapai
produksi yang menguntungkan.

5. Kahat hara lainnya


Kecuali N, P dan K, kahat hara lainnya tidak sering dijumpai di lapang,
tetapi dapat merupakan pembatas penting produksi. Kahat belerang (S)
tampak pada daun muda yang berwarna hijau muda dengan pertumbuhan
yang terhambat. Sering dijumpai pada tanah berpasir atau tanah dengan
kadar bahan organic rendah. Berbagai pupuk yang mengandung S dapat
digunakan untuk mengatasi masalah ini.
Kahat magnesium (Mg) menyebabkan timbulnya warna keputihan
sepanjang kanan kiri tulang daun pada daun tua dengan warna merah
keunguan sepanjang pinggir daun. Gejala ini dapat merupakan indikasi
bahwa tanahnya masam, terutama timbul pada tanaman muda dengan
pengolahan tanah yang kurang intensif. Pemberian dolomit dapat mengatasi
masalah kahat Mg ini pada tahun-tahun berikutnya. Bila pH tidak merupakan
masalah, maka sumber Mg lainnya seperti Kalium-Magnesium-Sulfat dapat
mengatasi kahat Mg ini. Daun pucuk yang mongering atau melilit merupakan
indikasi kahat tembaga (Cu). Kahat seng (Zn) ditandai oleh garis-garis
klorotik yang paralel dengan tulang daun utama pada daun muda, ruas
pendek dan tanaman kerdil. Tanaman tanpa tongkol atau tongkolnya steril
pada pertanaman dengan populasi tinggi yang mendapat pupuk cukup dapat
disebabkan oleh kahat boron (B).
Lahan masam mempengaruhi serapan berbagai hara dan dapat
menyebabkan tanaman kahat hara, meskipun tanaman dipupuk cukup. Uji
tanah perlu dilaksanakan secara teratur untuk mengidentifikasi
masalahmasalah yang berkaitan dengan pH dan memonitor kadar P dan K
tanah. Uji nitrat pada profil tanah akan memberikan informasi yang baik
untuk arahan pemupukan N di daerah di mana residu nitrat masih tersisa dari
musim sebelumnya.

XI. Teknologi Pada Tanman Jagung


Jagung merupakan salah satu bahan pangan pokok yang diperlukan
saat ini. Jagung memiliki peranan yang sangat penting untuk
konsumsi berbagai kalangan masyarakat. Misalnya dalam industri
pangan, bahan pokok ini digunakan untuk menggantikan
konsumsi beras. Jagung tersebut biasanya dapat diolah menjadi
bubur jagung, nasi jagung, dan berbagai macam makanan lainnya
(Firmansyah, 2006). Penelitian mengatakan bahwa jagung mempunyai
kandungan karbohidrat yang tinggi dan sangat baik ketika dikonsumsi
setiap hari. Selain itu, jagung merupakan makanan pokok untuk
industri pengolahan pakan ternak. Lebih dari 50% komposisi makanan
ternak yang di pasaran terdiri dari bahan utama berupa jagung. Hal ini
yang membuat bisnis menanam jagung menjadi sangat menguntungkan.
Jagung mempunyai nilai ekonomis yang masih sangat tinggi di industri
pakan ternak ataupun pangan.Penanganan pasca panen jagung adalah
semua kegiatan yang dilakukan sejak jagung dipanen sampai menghasikan
produk antara (intermediate product) yang siap dipasarkan. Dengan
demikian, penanganan pasca panen jagung meliputi serangkaian kegiatan
berikut, yaitu pemanenan, pengupasan, pengeringan jagung tongkol,
pemipilan, pengeringan jagung pipilan, penyimpanan dan pengemasan
serta pengolahan jagung (Tastra, 2003).
1. pengupasan
Mesin kupas kulit jagung merupakan salah satu peralatan usaha
yang memiliki kegunaan untuk memudahkan pengupasan kulit jagung
berlangsung. Dimana cara ini begitu sederhana dan simpel
dilakukan. Mesin pengupas kulit jagung begitu bermanfaat dan
memudahkan pekerjaan (Tjahjohutomo, 2006). Proses pengupasan kulit
jagung akan teratasi dengan baik setelah menggunakan mesin kupas
kulit jagung. Mengupas jagung pun sudah tidak terjadi kendala lagi.
Jika sebelum menggunakan mesin pengupas kulit jagung, proses pengupas
kulit jagung dilakukan secara manual yang memerlukan tenaga dan waktu
yang cukup sehingga terbilang kurang efektif. Namun setelah menggunakan
mesin kupas kulit jagung membuat prosesnya makin dipersingkat dan
efektif dilakukan. Mesin pengupas kulit jagung begitu snagat berarti untuk
menunjang kesuksesan para petani dalam pengupasan kulit jagung
berlangsung.
Mesin pengupas kulit jagung ini dapat merontokkan kulit jagung
hanya dengan memasukkan jagung ke dalam mesin. Mesin ini sangat
berguna saat petani akan melakukan panen jagung. Panen jagung yang
memerlukan waktu lama dapat dipercepat dengan menggunakan mesin
ini. Manfaat dari mesin ini karena para petani tidak perlu lagi
menyewa tenaga kerja dalam jumlah yang banyak untuk mengupas
kulit jagung. Dengan mesin ini, mereka dapat mengupas kulit
jagung sendiri sehingga dapat mengurangi biaya dari pengelupasan
kulit jagung.
2. pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian besar air dari bahanm dengan menggunakan energi panas.
Pengeluaran air dari bahan dilakukan sampai kadar air keseimbangan dengan
lingkungan tertentu dimana jamur, enzim, mikroorganisme, dan serangga
yang dapat merusak menjadi tidak aktif.
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan air bahan
sampai batas tertentu sehingga aman disimpan sampai pemanfaatan yang
lebih lanjut. Dengan pengeringan, bahan menjadi lebih tahan lama disimpan,
volume bahan lebih kecil, mempermudah dan menghemat ruang
pengagukutan, mempermudah transportasi, dan biaya produksi menjadi
murah.
Prinsip pengeringan adalah proses penghantaran panas dan massa yang
terjadi secara serempak. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip
perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan yang
dikeringkan.
Rotary dryer atau bisa disebut drum dryer merupakan alat pengering
berbentuk sebuah drum yang berputar secara kontinyu yang dipanaskan
dengan tungku atau gasifier (Earle, 1969). Pengeringan pada rotary dryer
dilakukan pemutaran berkali-kali sehingga tidak hanya permukaan atas yang
mengalami proses pengeringan, namun juga pada seluruh bagian yaitu atas
dan bawah secara bergantian, sehingga pengeringan yang dilakukan oleh alat
ini lebih merata dan lebih banyak mengalami penyusutan. Selain itu rotary ini
mengalami pengeringan berturut-turut selama satu jam tanpa dilakukan
penghentian proses pengeringan. Pengering rotary ini terdiri dari unit-unit
silinder, dimana bahan basah masuk diujung yang satu dan bahan kering
keluar dari ujung yang lain (Jumari, A dan Purwanto A., 2005).
6. Pemipilan
Salah satu proses dalam penanganan pasca panen jagung yang
sangat penting terhadap hasil panen adalah proses pemipilan, di
mana dalam proses pelepasan biji jagung dari tongkolnya dapat berakibat
pada kotoran, biji rusak, dan dapat mempercepat dalam proses
pengeringan biji jagung. Proses pemipilan dapat dilakukan dengan metode
manual dengan memisahkan biji dari tongkol satu per satu, baik dengan
tangan ataupun dengan dibantu oleh sebuah alat sederhana. Selain
itu, juga dapat menggunakan mesin pemipil jagung yang dewasa ini
telah banyak dikembangkan oleh bengkel khusus alat dan mesin pertanian
di desa, lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun pada industri
lokal. Mesin pemipiljagung yang saat ini beredar dan digunakan oleh
petani adalah jenis mesin pemipil tanpa kelobot, dimana sebelum
pengoperasian jagung dikupas dan dikeringkan terlebih dahulu. Namun
mesin ini tidak dapat digunakan dalam kondisi hujan karena
kandungan kadar air terlalu tinggi. Oleh karena itu, petani harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli ataupun menyewa mesin
pengering untuk mengurangi kadar air pada jagung sebelum dipipil.
Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku telah
mengembangkan sebuah pemipil jagung dilengkapi mesin dengan
tenaga gerak motor bakar yang dapat digunakan untuk memipil
jagung tanpa memisahkan kelobotnya terlebih dahulu. Namun
demikian, sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Menteri
Pertanian pada tahun 2007 nomor 5 Bab II Pasal 5 tentang pengujian
alat dan mesin budidaya tanaman meliputi syarat dan tata serta
pemberian sertifikat bahwa alsintan produksi dalam negeri dan/atau
impor sebelum diedarkan ke tingkat petani ataupun untuk kepentingan
industri harus dilakukan pengujian terlebih dahulu. Berdasarkan hal
tersebut, maka dilakukan penelitian Uji Kinerja Alat Pemipil Jagung
Berkelobot Produksi BBPP Batangkaluku untuk mengetahui kapasitas alat ini
dalam memipil jagung tanpa kupas kelobot.
7. Penyortiran dan penggolongan
Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan
dari kotoran. Yang perlu dipisahkan dan dibuang, antara lain sisa-sisa
tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, dan kotoran selama petik atau pada
waktu pengumpulan. Tujuannya, agar terhindar dari serangan jamur dan
hama selama dalam penyimpanan. Tindakan ini juga dapat memperbaiki
peredaran udara biji yang akan digunakan sebagai benih. Terutama untuk
penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman
bentuk dan ukuran. Karena itu, pemisahan menjadi sangat penting untuk
menambah efisiensi penanaman dengan mesin. Pemisahan dengan cara
ditampi seperti pada proses pembersihan padi sangat dianjurkan untuk
mendapatkan hasil yang baik.

XII. Perbaikan Teknologi Produksi Jagung


Untuk mengimbangi permintaan akan produksi jagung maka pemerintah
menerapkan beberapa paket teknologi intuk meningkatkan peoduksi jagung.
Dibawah ini diberikan merupakan alternatif pertanaman jagung pada lahan
kering yang dikeluarkan DepartemenPertanian.
Urutan kerja pada teknologi budidaya ini adalah:
1. Pengolahan tanah sederhana atau tanpa olah tanah (TOT).
2. Varietas yang digunakan adalah bersari bebas (varietas Bisma) maupun
hibrida sebanyak 20 kg/ha, yang telah diperlakukan ridomil, benih ditugal
dengan jarak tanam 80 x 40 cm dengan 2 biji /lubang .
3. Pemupukan sesuai dengan rekomendasi setempat, yaitu seluruh pupuk SP-
36, KCI dan 1/2 bagian Urea diberikan bersamaan tanam atau 7-10 hari
setelah tanam sebagai pupuk dasar, dengan cara ditugal 5 cm dari lubang
tanaman.
4. Pupuk susulan '/2 bagian. Urea diberikan pada umur tanaman 1 bulan
setelah tanam, pupuk diberikan dengan cara tugal sedalam 5-10 cm
ditutup kembali.
5. Penyiangan dilakukan 2 kali yaitu umur 2 minggu dan 4 minggu setelah
tanam sekaligus membumbun.
6. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menerapkan konsep
pengendalian hama terpadu (PHT).
7. Panen dan pasca panen, tanaman dipanen apabila klobot berwarna
keputihan/coklat dan mengering dengan biji mengkilap dan kadar air 25-
30 %.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jagung (Zea mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi
kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat
kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras.
Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan
ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini
didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan
semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.
Jagung merupakan bagian dari sub sektor tanaman pangan yang
memberikan andil bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong industri
hilir yang kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi nasional cukup besar.
Tanaman jagung juga merupakan salah satu komoditi strategis dan bernilai
ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya
sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Tanaman jagung
merupakan komoditas palawija yang layak dijadikan komoditas unggulan
agribisnis tanaman pangan. Perkembangan usaha tani sangat cerah dalam
rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Jagung memiliki prospek yang bagus dimasa yang akan datang karena
jagung memiliki potensi sebagai bahan makanan utama pengganti gandum dan
padi. Hal ini dapat saja terjadi mengingat kadar yang terkandung dalam jagung
tidak jauh berbeda dengan gandum dan padi contohnya kadar gizi, vitamin
maupun karbohidratnya.
Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik
jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8.
Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. Tanaman jagung
pacta masa pertumbuhan membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat
ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cukup untuk meningkatkan
pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar
dan serangan hama.

3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penulisan ini adalah sebaiknya
pemerintah dan aparat desa lebih memperhatikan masyarakat dan sering
memberikan pelatihan untuk menambah keahlian dan ketrampilan masyarakat
sehingga masyarakat memiliki modal dalam bentuk pengetahuan dan keahlian
dalam penanaman jagung agar dapat tumbuh dan berkembang lebih. Kritik dan
saran dapat membantu agar makalah ini dapat berguna sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto D., Iqbal., dan Waris A. 2019. Uji Kinerja Mesin Pemipil Jagung
Berekelobot Produksi BBPP Batangkaluku. Jurnal Agritechno, Vol. 12,
No.1
Budiman, A. 2013. Kapita Selekta Kuesioner : Pengetahuan dan Sikap dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
Hayati, O. D., Prihastanti, E., & Hastuti, E. D. (2019). Kombinasi pupuk
nanosilika dan NPK terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L
var. pioneer 21). Jurnal Biologi Papua, 11(2), 94-102.
Herlina, Ninuk dan Amelia P. 2020. Pengaruh Perubahan Iklim pada Musim
Tanam dan Produktivitas Jagung (Zea mays L.) di Kabupaten Malang.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 25 (1): 118-128.
Iskandar, Dedi. 2018. Budidaya Jagung Manis. Artikel. Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lancang Kuning. Pekanbaru.
Karunia, K. A. (2018). Perlindungan Hukum Varietas Tanaman Jagung Bima-3
Bantimurung Sebagai Varietas Turunan Esensial. Al-Ahkam, 1(1).
Marleno R., Triadmojo H., Isto M.A. 2019. Penerapan Mesin Pengering Jagung
Untuk Petani Tebuwung. Jurnal Abdikarya : Jurnal Karya Pengabdian
Dosen dan Mahasiswa Vol. 03 No 04
Oktaviani, W., Khairani, L., & Indriani, N. P. (2020). Pengaruh Berbagai Varietas
Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) terhadap Tinggi Tanaman,
Jumlah Daun dan Kandungan Lignin Tanaman Jagung. Jurnal Nutrisi
Ternak Tropis Dan Ilmu Pakan, 2(2).
Paeru, RH., dan Dewi, TQ. 2017. Panduan Praktis Budidaya Jagung. Jakarta :
Penebar Swadaya. Cetak 1.
Riwandi. 2014. Teknik Budidaya Jagung dengan Sistem Organik di Lahan
Marjinal. UNIB Press. Bengkulu.
Suparno, Arwizet K., dan Bulkia R. 2019. Meningkatkan Efisiensi Kinerja Petani
Melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna Pada Alat Pengupas Kulit
Jagung. Vomek: Vo l .1, No.3
Suradarma, I. B., Suryathi, N. W., Resiani, N. M. D., & Putra, I. G. A. C. S. 2020.
Pemberdayaan Petani Melalui Tanam Jagung Nasa 29 dan Bima Uri Pada
Subak Aseman IV Desa Tanguntiti Selemadeg Timur
Tabanan. WIDYABHAKTI Jurnal Ilmiah Populer, 3(1), 74-80.
Suryonaningsih, Emi, Patricia Dhiana Paramita, dan Leonardo Budi Hasiholan.
2016. Effect Of Price and Image Brand On Consumer Satisfaction With
Buying Decision As Intervening. Jurnal of Management, Vol 2, No. 2.
Wartapa, Agus et al. 2019. Teknik Budidaya Jagung (Zea mays L) untuk
Meningkatkan Hasil. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 26 (2).

Anda mungkin juga menyukai