Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

“EMBRIOGENESIS SOMATIK”

Disusun Oleh : Kelompok 4


1. INDRIYANI : 0704171031
2. MIRNAWATI : 0704173125
3. RUKIAH AMALIAH LUBIS : 0704171025
4. YOLA ARFINOLITA MANDAY : 0704173114

Dosen Pengampu : Miftahul Huda M.Si

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak nikmat
yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu, penulis juga merasa sangat bersyukur karena
telah mendapatkan hidayah-Nya baik iman maupun islam.

Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
yang merupakan tugas mata kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan. Penulis sampaikan terimakasih
sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan, Ibu Miftahul
Huda, M.Si dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan-kekurangan dan
kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.

Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan khususnya
bagi penulis sendiri. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan , 5 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... i


Daftar isi ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Embriogenesis Somatik Dan Kultur Jaringan ............................................. 3
2.2 Sejarah Embriogenesis Somatik ................................................................................. 4
2.3 Sumber Eksplan .......................................................................................................... 5
2.4 Tahapan-tahapan dalam embryogenesis somatik ........................................................ 6
2.4.1 Pembuatan Kalus Embrionik ........................................................................ 6
2.4.2 Perbanyakan Kalus Embriogenik .................................................................. 7
2.4.3 Pemasakan Embrio ........................................................................................ 8
2.4.4 Perkecambahan .............................................................................................. 8
2.5 Manfaat Embryogenesis Somatik ................................................................................. 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 11
3.2 Saran ............................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin berkembangnya usaha di bidang pertanian maka kebutuhan bibit semakin meningkat.
Melalui perbanyakan konvensional sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan bibit yang sangat
banyak dengan waktu relatif cepat. Dengan demikian, teknologi kultur jaringan telah terbukti dapat
digunakan sebagai teknologi pilihan yang sangat menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit
tanaman yang akan dieksploitasi secara luas.

Pada kultur in vitro dikenal istilah embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik adalah
proses saat sel-sel somatik (baik haploid maupun diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru
melalui tahapan perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet. Embriogenesis
somatik ini terjadi melalui beberapa tahapan yaitu induksi kalus embrionik, pendewasaan
(maturation), perkecambahan, dan hardening. Adanya tahapan-tahapan dalam perkembangan
embriogenesis somatik tersebut penting untuk dipelajari lebih dalam.

Namun demikian, ada faktor tertentu yang harus diantisipasi, yaitu penyimpangan genetik
yang dapat terjadi karena metode in vitro. Untuk itu, perlu dimengerti mekanisme fisiologi apa
yang terjadi, faktor apa saja yang menyebabkannya sehingga mutasi dapat dihindarkan.
Berdasarkan pengalaman pada spesies tanaman tertentu, yaitu suatu formulasi media sangat baik
untuk memacu pertunasan pada tahap awal sampai subkultur keenam, namun pada subkultur
berikutnya menjadi tidak baik (semua biakan menghitam, layu, dan mati).

Kultur jaringan tanaman telah dikenal banyak orang sebagai usaha mendapatkan varietas baru
(unggul) dari suatu jenis tanaman dalam waktu yang relatif lebih singkat dari pada dengan cara
pemuliaan tanaman yang harus dilakukan penanaman secara berulang-ulang sampai beberapa
generasi. Untuk mendapatkan varietas baru melalui kultur jaringan dapat dilakukan dengan cara
isolasi protoplas dari 2 macam varietas yang difusikan. Atau dengan cara isolasi khloroplas suatu
jenis tanaman yang dimasukkan kedalam protoplas jenis tanaman yang lain, sehingga terjadi
penggabungan sifat-sifat yang baik dari kedua jenis tanaman tersebut hingga terjadi hibrid somatik.
Cara yang lain adalah dengan menyuntikkan protoplas dari suatu tanaman ketanaman lain.

1
Contohnya transfer khloroplas dari tanaman tembakau berwarna hijau ke dalam protoplas
tanaman tembakau yang albino, hasilnya sangat memuaskan karena tanaman tembakau menjadi
hijau pula. Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para
petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya,
karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan harus di
latar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan,
biologi, kimia dan pertanian. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan
petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan teknik kultur jaringan mutlak memerlukan laboratorium
khusus, walaupun dapat di usahakan secara sederhana (dalam ruang yang terbatas), namun tetap
memerlukan peralatan yang memadai.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari embriogenesis somatik?

2. Bagaimanakah sejarah dalam embriogenesis somatik?

3. Apa saja sumber eksplan dalam pembentukan embriogenesis somatik?

4. Apakah cara dan tahapan embriogenesis somatik?

5. Apa saja fungsi dan manfaat embriogenesis somatik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari embriogenesis somatik.

2. Mengetahui dan memahami sejarah dalam embriogenesis somatik.

3. Untuk mengetahui apa saja sumber eksplan dalam pembentukan embriogenesis somatik.

4. Mengetahui dan memahami cara dan tahapan embriogenesis somatik.

5. Mengetahui fungsi dan manfaat embriogenesis somatik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Embriogenesis Somatik Dan Kultur Jaringan


Embriogenesis somatik merupakan suatu proses pembentukan embrio dari sel somatik
menjadi tumbuhan baru, tanpa melalui fusi sel gamet. Cara ini dinilai lebih cepat dan efisien,
karena setiap sel somatik berpotensi untuk menjadi 1 individu baru. Embrio somatik dicirikan
dengan strukturnya yang bipolar, yaitu mempunyai dua calon meristem, meristem akar dan
meristem tunas. Embrio somatik dapat melalui dua jalur pembentukan, yaitu secara langsung
maupun tidak langsung (melalui fase kalus).
Kultur jaringan atau biakan jaringan sering juga disebut kultur in vitro yakni teknik
pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara buatan yang dilakukan di luar individu
yang bersangkutan. In vitro berasal dari bahasa Latin yang artinya "di dalam kaca". Jadi Kultur in
vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan
petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat
dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena
berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi
genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi individu
lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel
zigot karena berasal dari satu sel tersebut.
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam baha asing disebut sebagai tissue
culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan
fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya
Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang
selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang
menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu
membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan
tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada

3
atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan
irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk
dipindahkan kedalam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang
lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu
jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh
Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan
totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila
diletakkan dilingkungan yang sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan
terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk
pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan
udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat
ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu
bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila
menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah
kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi (Daisy.2020).

2.2 Sejarah Embryogenesis Somatic


Embryoid-embryoid somatic dapat tumbuh dalam kultur in vitro dari tiga sumber sel-sel
diploid yang di kulturkan ; (1) sel-sel vegetative tanaman dewasa, (2) jaringan reproduktif selain
zigot, dan (3) hipokotil dan kotiledon embryo dan planlet muda, tanpa melalui perkembangan
kalus. Bagaimana sesunguhnya embryoid-embryoid adventif tersebut tumbuh dari jaringan ini,
telah menjadi subjek dari berbagai penelitian. Menurut sharp dan koleganya (1980),
embryogenesis somatic dapat diinisiasi melalui dua cara berbeda. Pada beberapa kultur,
embryogenesis terjadi secara langsung tanpa melalui pembentukan kalus dari “sel-sel yang
ditentukan preembryonik” yang deprogram untuk diferensiasi embryonic. Tipe ke dua dari
perkembangan embryoenesis menghendaki adanya proliferasi kalus terlebih dahulu, dan embryo-
embryo berasal dari “sel-sel embryonic yang diinduksi” di dalam kalus. Sel-sel wortel merupakan
contoh dari cara ke-dua. Walaupun masing-masing individu sel worttel bersifat totipoten dan
membawa cetakan genetic yang diperlukan untuk perkembangan tanaman lengkap, sel-sel tunggal

4
yang diisolasi pada ummnya tidak langsung ditransformasi menjadi embryo oleh proses
pembelahan yang berulang-ulang. Embryoid-embryoid diinisiasi pada kalus dari tumpukan
sebelah atas dari sel-sel yang berasosiasi dengan sel-sel yang mengalami vakuolasi yang tidak
terlibat di daam embyogensis. Sejumlah pengamatan telah dilakukan terhadap ultrasrtuktur asa
embryogenik sel-sel pada kalus yang dihasilkan dari wortel. Sel-sel yang membentuk embryoid
dicirikan oleh padatnya kandungan sitoplasma, butiran pati yang besar, inti yang relative besar
dengan nucleolus yang berwarna gelap. Reagen-reagen pewarna mengindikasikan bahwa sel-se
embryogenik ini memiliki kandungan protein dan RNA yang tinggi.

Sel-sel ini juga memperlibatkan aktifitas dehidrogenase yang tinggi pada pewarnaan
tetrazolium. Setiap embryoid yang tengah berkembang melewati tahap-tahap sekuensial
pembentukan embryo (yakni; globular, jantung, dan torpedo). Dijumpai dua masa kritis dalam
pemrograman awal pada proses ini ; (1) induksi diferensiasi sel dari sel-sel proembryoid, dan (2)
pembentukan sekuen perkembangan oleh sel-sel proembryoid tersebut. Walaupun suatu kultur
dapat mendiferensiasikan sel-sel embryogenik, perkembangan lebih lanjut dapat saja dihambat
oleh ketidakseimbangan senyawa-senyawa kimia di dalam medium kultur. Abnormalitas yang
dikenal sebagai pertnasan embryonal dan pembentukan massa embryogenik dapat saja terjadi jika
tersedia kadar auksin yag relative tinggi di dalam medium setelah se-sel embryogenik
berdiferensiasi (john h dodds, 1985).

2.3 Sumber Eksplan


Eksplan adalah potongan bagian jaringan yang diisolasi dari tanaman yang digunakan
untuk inisiasi suatu kultur in vitro. Eksplan merupakan komponen yang harus ada dalam teknik
kultur jaringan. Oleh karena merupakan komponen utama, maka eksplan yang diambil harus baik,
sehat, dan muda sehingga mudah di tumbuhkan dalam media. Eksplan yang baik biasanya berasal
dari pohon muda, dan diambil bagian jaringan meristemnya berupa pucuk, ketiak daun dan
meristem akar. Eksplan yang umum digunakan adalah pucuk karena proses pertumbuhannya sudah
terarah untuk membentuk tunas.
Selain menginduksi pembentukan organ, kultur in vitro tanaman juga dapat diarahkan untuk
membentuk embrio. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memindahkan sebagian kalus yang
terbentuk dari hasil sub-kultur ke medium cair. Perbanyakan dalam medium cair dapat diakukan
berulang-ulang, namun induksi pembentukan organ biasanya dilakukan pada medium padat, tetapi

5
embryogenesis lebih sering terjadi pada medium cair. Oleh karena itu embrio yang dihasilkan pada
kultur cair tersebut kemudian dapat diisolasi dan dipindahkan ke medium padat sampai terbentuk
planlet yang siap dipindahkan ke medium tanah. Proses pembentukan embrio dari sel somatic atau
jaringan disebut sebagai proses embryogenesis somatic. Embryogenesis somatic umum terjadi
pada family Ranunculaceae, Rutaceae, Solanaceae, Umbelliferae, dan Graminae (Triwibowo.
2019)
2.4 Tahapan-tahapan dalam Embryogenesis Somatic
Dalam embryogenesis somatic melalui kalus, bibit mampu dihasilkan melalui beberapa
tahapan, yaitu meliputi tahap mengiinduksi kalus embriogenik, memperbanyak aklus,
memasakkan embrio, dan mengecambahkan. Agar mempermudah memberikan gambaran tentang
waktu yang diperlukan untuk suatu tahapan, maka dalam banyak hal digunakan tanaman conifer
sebagai model.
2.4.1 Pembuatan Kalus Embrionik
Dalam proses produksi embrio somatic, penginduksian kalus yang nantinya diperbanyak
dan berkembang menjadi embrio, sering dikenal sebagai tahapan permulaan. Banyak factor yang
menentukan keberhasilannya, melupiti bahan biakan, media biakan, zat pengatur tumbuh, serta
lingkungan mikro selama pemeraman.
Beragam organ tanaman dapat dimanfaatkan sebagai bahan biakan, tetapi embrio zigotik
baik yang sudah masak maupun yang belum serta bagian kecambah (hipokotil dan kotiledon)
dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik. Bahan biakann tidak akan mampu tumbuh dan
berkembang apabila tidak di tanam di atas media biakan yang sesuai. Turunan media MS
merupakan media yang umum digunakan untuk menginduksi kalus embriogenik.
Induksi kalus dapat berhasil apabia dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh. Untuk
menginduksi kalus embriogenik, penggunaan auksin khususnya 2,4-D sering dilaporkan.
Penggunaan sitokinin atau bersamaan dengan auksin memberikan pula hasil yang cukup baik pada
beberapa jenis tanaman. Besarnya wadah, kelembapan dalam wadah, dan pertukaran udara antara
di dalam dan di luar wadah memegang peranan cukup penting dalam upaya menghasilkan kalus
embriogenik.
Besarnya wadah memengaruhi ketersediaan oksigen dalam wadah yang sangat diperukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Laju pertukaran udara dan kekenyalan media
menentukan kelembapan dalam wadah. Apabila laju pertukaran gas besar dan media sangat padat,

6
kelembapan udara dalam wadah akan sangat rendah. Hal itu akan menyebabkan media cepat
kering. Media yang kering akan menghambat pertumbuhan sel.
Apabila semua factor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel optimal,
waktu yang dibutuhkan untuk mendapattkan alus embriogenik sejak bahan biakan ditanam
tergantung pada jenis tanaman dan genotipnya. Pada tanaman conifer, embrio dari biji tua yang
ditanam pada turunan media MS yang mengandung 2,4-D dan BAP serta diperam dalam gelap
dengn pemindahan setiap bulan, kalusnya menunjukkan sifat-sifat embriogenik setelah tiga bulan.
Kalus yang menunjukkan sifat embriogenik tersebut apabila tetap ditanam pada media yang sama
akan selalu tumbuh membentuk kalus baru dan apabila pemisahan antara kalus embriogenik dan
tidak embriogenik yang tecampur terus dilanjuttkan setiap bulan, maka setelah tiga bulan, telah
dihasilkan kalus yang 90% embrioenik dalam beberapa wadah dan tahapan perbanyakan dapat
segera dimulai.
2.4.2 Perbanyakan Kalus Embriogenik
Kalus embriogenik dapat diperbanyak, baik di atas media padat maupun di dalam media
cair. Perbanyakan di dalam media cair lebih baik karena sel dapat tumbuh lebih cepat. Media cair
yang digunakan biasanya serupa dengan media yang digunakan untuk menginduksi kalus
embriogenik tersebut, hanya disucihamakan tenpa penambahan bahan pemadat. Agar
pertumbuhan kalus tidak terhambat karena kekurangan oksigen, penggojokan sangat diperlukan.
Kecepatan penggojoan dan pertukaran udara sangat menentukan kualitas embrio somatic yang
dihasilkan. Penggojokan yang terlalu cepat menyebaban sel menjadi tercerai berai menghasilkan
sel tunggal. Hal ini dapat menyebabkan prosess morfogenesis terhambat, karena proses tersebut
sering tergantung pada adanya kontak antarsel dan perbedaan kandungan senyawa kimia dalam
wadah. Apabila pertukaran uadara kurang baik, kandungan etilen tinggi sehingga akan
menghambat pertumbuhan sel suspensi.
Tergantung pada jenis tanamannya, biasanya untuk membuat se suspense dari kalus yang
diperbanyak di atas media padat memerlukan waktu 2-3 minggu. Setelah sel suspense terbentuk,
penggantian media perlu selalu dilakukan. Pengalaman dengan sel suspense conifer menunjukka
bahwa penggantian berselang antara 7-10 hari dengan pengenceran 1 bagian sel suspense dan 5-
10 bagian media cair baru menghasilkan embrio somatic berkualitas baik cukup banyak. Dengan
kerapatan tanam 1;5 dari 10 ml sel suspense dalam masa pemeraman 1 minggu berhasil dipanen
paling sedikit 2 g kalus embriogenik kering tersaring yang siap masakkan.

7
2.4.3 Pemasakan Embrio
Embrio somatic yang telah mampu dihasilkan selama tahapan permulaan dan perbanyakan
apabbila dianalogikan dengan embrio zigotik, embrio tersebut masih berada dalam tahap awal dari
proses perkembangan embrio. Dengan kata lain, embrio tersebut masih sangat mudah, sehingga
untuk dapat dikecambahkan, embrio harus dipindahkan kemedia lain yang dapat memacu
pemasakan. Factor penting dalam memasakkan suatu embrio meluputi keberadaan senyawa
pengatur pemasakan, contohnya asam absisat (ABA) dan bahan lain yang menyebabkan tekanan
osmosis media cukup terkendali.
ABA dalam suatu mbrio sigotik yang belum masak dapat menunda pekembahan dini dan
menyebabkan embrio tetap dalam perkembangannya. Dalam embrio somatic, ABA memiliki
fungsi mengendalikan pemasakan suatu embrio. ABA menghindari perkembangan embrio tidak
normal, menghambat perkecambahan dini, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan,
menyebabkan kandungan bahan tersimpan dalam embrio (seperti lemak dan protein) lebih banyak,
dan menyeragamkan waktu pemasakan. Meskipun ABA sangat penting dalam proses pemasakan
embrio, banyaknya ABA optimal sebaiknya diteliti terlebih dahulu sebelum digunakan untuk
memasakkan mebrio somatic dalam jumlah besar.
Kecualai ABA, tekana osmosis memengaruhi pula laju perkembangan embrio. Karena
pentingnya tekanan osmosis tersebut, penambahan gula konsentrasi tinggi, garam, polietilen glikol
(PEG), atau dkstran pada media pemasakan sangat diperlukan. Kalau kemungkinan, penggunaan
PEG, yaitu suatu senyawa organic yang mempunyai berat molekul rendah. Contohnya gula tebu,
dapat menembus dinding sel dan menyebabkan plasmolisis. Diduga tekanan osmosis dan
konsentrasi ABA berpengaruh bersama-sama dalam menentukan jumlah embrio masak berkualitas
yang dihasilkan.
2.4.4 Perkecambahan
Biji dari beberapa jenis tanaman apabila embrionya telah masak akan dapat berkecambah
setelah biji tersebut melalui tahapan pemisahan dari pohon induknya selama biji masih
berhubungan dengan pohon induknya, embrio sigotik tetap berada dalam kondisi istirahat. Situasi
yang sama juga dimiliki oleh embrio somatic. Di atas media pemasaan, embrio somatic yang sudah
masak akan tetap beristirahat. Apabila kandungan air di dalam media pemasakan masih mencukupi
serta kelembapan dalam wadah baik, embrio somatic masih dapat berkecambah meskipun
dibiarkan selama satu tahun di atas media pemasakan tersebut.

8
Dalam hubungannya dengan perkecambahan, perbedaan embrio somatic dan sigotik
terletak pada tidak adanya organ penyimpanan bahan makanan, contohnya endosperm, sebagai
sumber energy dan senyawa lain yang di perlukan daam perkecammbahan sebagai embrio tersebut
mampu melakukan forosintesis. Oleh karena itu, medi aperkecambahan sangat diperlukan. Embrio
somatic elah memiliki calon aan daan tuas dan sedikit mengandung karbohidrat, lemak, serta
protein. Embrio somatic yang elah masak hanya memerlukan sedikit unsure hara dan gula sakarosa
sebagai sumber energy, sehingga media perkecambahan biasanya hanya terdiri dari setengah
konsentrasi garam dari suatu media budi daya jaringan ditambah gula sebabnyak 20-30 g/l
(Taryono, 2016).
2.5 Manfaat Embryogenesis Somatik
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah
banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama
persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga memperoleh
tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara
khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan. Antara lain:

1. Menghasilkan jutaan klon dapat dihasilkan dalam waktu singkat dengan jumlah material
awal yang sedikit

2. Teknik kultur jaringan menawarkan suatu alternatif bagi spesies-spesies yang resisten
terhadap sistem perbanyakan vegetatif konvensional dengan melakukan manipulasi
terhadap faktor-faktor lingkungan, termasuk penggunaan zat pengatur tumbuh.

3. Kemungkinan untuk mempercepat pertukaran bahan tanaman di tingkat internasional


proses dilakukan di bawah kondisi lingkungan yang terkendali di laboratorium ataupun
rumah kaca.

4. Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu).

5. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah.

6. Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan
lainnya.

7. Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki.

9
8. Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa.

9. Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar dibidang farmasi, karena dari usaha
ini dapat dihasilkan metabolit skunder upaya untuk pembuatan obat-obatan, yaitu dengan
memisahkan unsur-unsur yang terdapat di dalam kalus ataupun protokormus, misalnya
alkoloid, steroid, dan terponoid.

10. Beberapa jenis tanaman ada yang teramcam punah (endangered species), misalnya
berbagai jenis tanaman pisang, tanaman melati, kenanga, kayu jati, dan kayu putih. Usaha
yang paling tepat untuk melestarikan tanaman yang terancam punah adalah dengan jalan
kloning. Dengan usaha kloning ini, populasi dari tanaman tersebut akan terselamatkan,
bahkan dapat bertambah, sekaligus sifat-sifat yang dimiliki oleh tanaman tersebut tetap
terjamin.

11. Kultur jaringan juga memberikan masukkan atau informasi pengetahuan yang sangat
bermanfaat dibidang fisiologi tanaman. Pada tanaman anggrek misalnya, telah berhasil
diketahui bahwa jika ujung akarnya diiris melintang akan memperlihatkan warna tertentu.
Warna tersebut nantinya akan sama dengan warna bunganya. Hal ini sangat berguna dalam
bidang perdangan bunga hias, sebab walaupun tanamannya belum berbunga orang sudah
dapat mengetahui warna bunga yang akan muncul (taryono. 2016).

10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Embriogenesis somatik merupakan suatu proses pembentukan embrio dari sel somatik menjadi
tumbuhan baru, tanpa melalui fusi sel gamet. Embryoid-embryoid somatic dapat tumbuh dalam
kultur in vitro dari tiga sumber sel-sel diploid yang di kulturkan ; (1) sel-sel vegetative tanaman
dewasa, (2) jaringan reproduktif selain zigot, dan (3) hipokotil dan kotiledon embryo dan planlet
muda, tanpa melalui perkembangan kalus. Embryogenesis somatic umum terjadi pada family
Ranunculaceae, Rutaceae, Solanaceae, Umbelliferae, dan Gramina.Embriogenesis memiliki
tahapan-tahapan yaitu Pembuatan Kalus Embrionik, Perbanyakan Kalus Embriogenik, Pemasakan
Embrio, dan perkecambahan. Embriogenesis juga memiliki berbagai manfaat, salah satu nya yaitu
menawarkan suatu alternatif bagi spesies-spesies yang resisten terhadap sistem perbanyakan
vegetatif konvensional dengan melakukan manipulasi terhadap faktor-faktor lingkungan, termasuk
penggunaan zat pengatur tumbuh.

3.2 Saran
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi , Teknik Kultur Jaringan di
harapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi dunia pertanian, perkebunan, dan
dunia pendidikan agar dapat meningkat kan perekonomian bagi masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Daisy. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta; Kasianus.

Deden. Abdurahman. Dkk. 2006. Biologi Kelompok Pertanian. Bandung; Grafindo Media
Pratama.

Dodds. H John. Dan Lorin W Roberts. 1985. Percobaan Kultur Jaringan Tanaman. USA;
Cambridge University Press.

Ilyas, Satriyas. Dkk.2017. Peningkatan Produksi, Manfaat, Dan Sustainability Biodiversitas


Tanaman Indonesia Volume 1. Bogor; PT Penerbit IPB Press.

Taryono. 2016. Pengantar Bioteknologi Untuk Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta; Gadjah Mada
University Press.

Yuwono. Triwibowo. 2016. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

12

Anda mungkin juga menyukai