Anda di halaman 1dari 22

BAKTERI PATOGEN PADA TANAMAN DAN MEKANISME PATOGENITASNYA

MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi Lanjut yang dibina oleh
Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Aida Fithriyatur Rohmah 170341864562/Kelas C
Usratussyarifah 170341864522/Kelas C
Iin Murtini 170341864512/Kelas C
Mushoffa 170341864553/Kelas C

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
OKTOBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melim-pahkan segala
rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Bakteri Patogen pada Tanaman dan Mekanisme Patogenitasnya”.
Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu dalam
penyelesaian makalah ini, baik yang berupa sumbangan pikiran, bimbingan, ide dan motivasi
yang sangat berarti, terutama ditujukan kepada:
1. Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd sebagai dosen pembina matakuliah Mikrobiologi
Lanjut.
2. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana pendidikan biologi kelas C yang telah memberikan
bantuan, semangat dan motivasi.
Segala bantuan yang diberikan kepada penulis semoga menjadi amal ibadah dan diridhoi
Allah SWT.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan yang luput dari
koreksi, sekalipun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan makalah ini.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Terakhir penulis menyampaikan harapan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.

Malang, Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Bakteri Patogen pada Tanaman ....................................................................... 3
B. Spesies Bakteri Patogen pada Tanaman dan Mekanisme Patogenitasnya ....... 4
1. Ralstonia Solanacearum ....................................................................................... 4
2. Erwinia carotovora .................................................................................... 9
3. Agrobacterium tumefaciens ........................................................................ 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bakteri merupakan mikroorganisme yang penyebarannya sangat luas di
alam. Keberadaan bakteri dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam berbagai
bidang seperti lingkungan, pangan, industri maupun pengobatan. Contoh
pemanfaatan bakteri yaitu pemanfaatan bakteri Acetobacter dalam pembuatan
cuka dan pemanfaatan bakteri Streptomyces griseus untuk menghasilkan
antibiotik streptomycin. Namun, keberadaan bakteri dapat juga merugikan
karena ada jenis bakteri yang bersifat patogen. Bakteri patogen adalah bakteri
yang dapat menyebabkan penyakit pada inang dengan toksin yang
dihasilkannya.
Bakteri patogen tidak hanya muncul pada manusia maupun hewan, tetapi
juga pada tanaman. Tanaman yang terserang oleh bakteri patogen akan menjadi
tanaman yang sakit. Tanaman sakit dapat didefinisikan sebagai tanaman yang
mengalami gangguan fisiologis yang disebabkan oleh penyebab penyakit yaitu
patogen yang kemudian gangguan ini dimunculkan dalam bentuk gejala. Pada
umumnya tanaman yang sakit akan menunjukkan gejala yang khas. Gejala
(symptom) adalah perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri akibat
adanya infeksi penyebab penyakit. Seringkali penyakit tertentu tidak hanya
menyebabkan munculnya satu gejala tetapi dapat juga berupa serangkaian
gejala yang disebut syndroma.
Sebagai salah satu faktor yang menentukan dalam terjadinya penyakit
tanaman adalah adanya interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya,
yang ditunjukkan dengan terjadinya pertanaman dan perkembangan patogen di
dalam jaringan inang. Untuk terjadinya infeksi patogen harus terlebih dahulu
mengenal inangnya (masa prapenetrasi) untuk selanjutnya baru melakukan
infeksi dan masuk ke dalam jaringan inang (masa pasca penetrasi). Sebagai
akibat dari adanya infeksi akan terjagi penyakit tanaman. Dalam makalah ini
akan dijelaskan beberapa jenis bakteri bersifat patogen pada tanaman dan
bagaimana mekanisme petogenitasnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan bakteri patogen pada tanaman?
2. Apa saja spesies bakteri yang bersifat patogen pada tanaman?
3. Bagaimana mekanisme patogenitas bakteri terhadap tanaman?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian bakteri patogen pada tanaman.
2. Untuk mengetahui beberapa spesies bakteri yang bersifat patogen pada
tanaman.
3. Untuk mengetahui mekanisme patogenitas bakteri terhadap tanaman.
BAB II
ISI
A. Bakteri Patogen pada Tanaman
Patogen berasal dari bahasa Yunani "penyebab penderitaan" adalah agen
biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya. Umumnya istilah ini
diberikan untuk agen yang mengacaukan fisiologi normal hewan atau tanaman
multiselular. Namun, patogen dapat pula menginfeksi organisme uniselular dari
semua kingdom biologi. Jumlah spesies mikroba yang ada di alam
kemungkinan bisa mencapai satu juta spesies, tetapi hanya beberapa ratus
spesies menyebabkan penyakit (patogen). Menurut Gillespie et al. (2007),
bakteri merupakan organisme prokariot, yaitu memiliki kromosom tunggal dan
tidak memiliki nukleus. Bakteri patogen tanaman adalah bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit pada inang dengan toksin yang dihasilkannya. Sebagai
tanda penyakit pada tanaman yang terserang oleh bakteri biasanya
menunjukkan adanya koloni bakteri yang keluar dari jaringan yang sakit yang
disebut dengan ooze bakteri (Gambar 1).
Bakteri patogen tanaman dapat tersebar atau menular dengan perantaraan
alat perkembang biakan tanaman, alat-alat pertanian, air irigasi, tanah,
serangga vektor, ataupun juga manusia. Bakteri tidak dapat melakukan infeksi
dengan menembus permukaan jaringan tanaman yang utuh. Bakteri dapat
masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka mekanis. Karena adanya
tekanan negatif di dalam pembuluh yang terjadi akibat adanya luka akan
mengakibatkan bakteri terhisap masuk ke dalam pembuluh. Luka karena hewan
juga dapat menjadi jalan masuk bagi bakteri.

(A) (B)
Gambar 1. (A) Batang atau cabang yang terserang bakteri patogen, jika dipotong lalu
dibiarkan akan mengeluarkan cairan yang merupakan koloni bakteri yang disebut ooze
(B) Jika batang tersebut dimasukkan ke dalam air jernih maka ooze akan keluar
menyerupai cairan kental berwarna putih atau kelabu
(Sumber: Alfenas, A.C. et al., 2006)
Lubang alami juga dapat digunakan oleh bakteri untuk melakukan
infeksi. Mulut kulit ataupun hidatoda, khususnya yang terdapat di tepi daun
dapat digunakan sebagai jalan masuk bakteri. Pada waktu udara lembap
hidatoda akan mengteluarkan tetes air gutasi (Gambar 2). Jika kelembapan
turun maka penguapan daun akan bertambah sehingga tetes air yang berada di
depan hidatoda akan terisap masuk dan bila di situ ada spora bakteri yang
menempel maka akan ikut terserap masuk bersama dengan tetes air gutasi
tersebut. Infeksi yang terjadi melalui hidatoda ini sering ditunjukkan dengan
gejala awal kerusakan yang terlihat pada tepi daun (Gambar 2).

(A) (B)

(C)
Gambar 2. (A) Proses gutasi pada daun, gutasi merupakan proses pelepasan air dari
jaringan daun (B) dan (C) Tanda penyakit layu pada tanaman
(Sumber: Alfenas, A.C. et al., 2006)

B. Spesies Bakteri Patogen pada Tanaman dan Mekanisme Patogenitasnya


1. Ralstonia solanacearum
Bakteri Ralstonia solanacearum merupakan patogen yang aerobik,
berbentuk batang bergerak dengan satu flagel, termasuk bakteri gram
negatif, motil dengan flagela polar, koloni membentuk pigmen berwarna
kemerahan yang larut dalam air (Gambar 3). Bakteri ini dapat bertahan di
dalam tanah dan dapat cepat berkembang biak pada keadaan tanah yang
lembab Bakteri ini meliputi hampir separuh jenis bakteri yang mampu
menimbulkan penyakit tanaman. Menurut Sequira (1992) Bakteri Ralstonia
solanacearum adalah bakteri gram negatif yang semula dikenal sebagai
Pseudomonas solanacearum. Bakteri ini termasuk dalam kelompok beta
Proteobacteria
Kingdom : Monera
Domain : Eubacteria
Phylum : Proteobacteria

Class : Betaproteobacteria

Order : Burkholderiales

Famili : Ralstoniaceae

Genus : Ralstonia
Spesies : Ralstonia solanacearum

(A) (B)

(C)
Gambar 3. Gambar (A) & (B) koloni bakteri Ralstonia Solanacearum Gambar (C)
Bentuk sel Ralstonia Solanacearum
Bakteri patogen ini menyebabkan gejala yang bervariasi mulai dari
bercak daun, hawar, busuk daun, sampai layu. Suhu yang relatif tinggi
mendukung perkembangan bakteri Ralstonia solanacearum. Bakteri
berkembang baik di tanah alkalis yang suhunya agak tinggi di saat banyak
hujan. Intensitas penyakit sangat dipengaruhi oleh tanaman terinfeksi pada
musim sebelumnya. R. solacearum adalah salah satu patogen tanaman yang
sulit dikendalikan karena bakteri ini memiliki kisaran inang yang luas.
Lebih dari 200 famili tanaman telah diketahui sebagai inang R. solacearum
(Hayward, 1990). Di daerah penanaman kentang di Pangalengan Jawa Barat
telah diketahui lebih dari 70 tanaman yang menjadi inang R. solacearum
(Gunawan, 2006).
Gunawan (2006), juga menyatakan bahwa bakteri ini bersifat patogen
pada beberapa tanaman pangan dan sayuran, terutama kelompok famili
Solanaceae seperti tanaman Kentang (Solanum tuberosum); tomat
(Lycopersicum esculentum); terong (Solanum melongena); pisang, (Musa
spp); geranium (Pelargonium); jahe (Zingiber officinale); tembakau
(Nicotiana tabacum); lada manis (Capsicum spp.); zaitun (Olea europea);
mawar (Rosa sp); dan kedelai (Glycine max) (Terblanche, J.; de Villiers,
D.A, 2013). Penyakit ini juga banyak dijumpai di Jawa, Sumatera dan
Sulawesi khususnya di Sulawesi Utara.
a. Mekanisme Patogenenitas bakteri Ralstonia solanacearu
Ralstonia solanacearum merupakan patogen pada tanaman
kentang. Bakteri ini menyerang akar tanaman melalui luka yang
diantaranya disebabkan oleh munculnya akar lateral. Di dalam tanaman
inang yang rentan, bakteri ini berkembang biak dengan cepat di jaringan
korteks untuk selanjutnya menyerang bagian xilem. Dalam beberapa jam,
terjadi kolonisasi R. solacearum secara agresif di tabung xilem,
kemudian menyebar ke sistem jaringan pembuluh sampai bagian tajuk
dan batang mengikuti aliran transpirasi dan akhirnya menyebabkan
kelayuan yang mematikan. Bakteri terangkut dalam pembuluh kayu dan
pada batang yang lunak, masuk ke dalam ruang antara sel dalam kulit dan
empulur, menguraikan sel-sel sehingga terjadi rongga-rongga akar dan
batang (Vasse et al. 1995; Tan-Kersten et al. 2001).
Bakteri patogen ini menyerang jaringan pengangkutan air sehingga
mengganggu transportasi air tanaman inang, akibatnya kelihatan tanaman
menjadi layu, menguning dan kerdil, dan biasanya dalam beberapa hari
tanaman akan mati. Toksin dan enzim yang dihasilkan oleh bakteri ini
dapat melarutkan dinding sel akar dan dapat menyebabkan perubahan
warna pada jaringan pengangkutan yang dapat dilihat jika batang
dipotong (melintang) atau dibelah. Gejala penyakit layu bakteri pada
tomat dan tembakau ditandai dengan perubahan warna pada bagian
berkas pembuluhnya biasanya menjadi berwarna coklat dan perubahan
warna ini dapat meluas sampai ke tulang daun bahkan sampai ke empulur
dan akar tanaman yang sakit berwarna coklat.
b. Gejala
Menurut Vasse et al. 1995; Tan-Kersten et al (2001) Gejala
penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum meliputi kekuningan dan
layu, diikuti dengan nekrosis dan dapat menyebabkan kematian pada
tanaman apabila tidak segera ditangani dengan baik. Beberapa daun
muda layu dan daun tua sebelah bawah menguning. Apabila bagian
tanaman yang terinfeksi (batang, cabang, dan tangkai daun) dibelah akan
tampak pembuluh berwarna coklat, demikian juga empulur sering
berwarna kecoklatan (Gambar 4). Pada penyakit stadium lanjut apabila
batang dipotong, akan keluar lendir bakteri berwarna putih susu. Lendir
ini dapat dipakai untuk membedakan penyakit layu bakteri dengan layu
Fusarium.
Gejala pertama kali terlihat pada tanaman yang berumur kurang
lebih 6 minggu. Gejala yang terlihat adalah daun-daun layu, biasanya
dimulai dari daun-daun muda (ujung). Terkadang kelayuan tidak terjadi
dengan tiba-tiba, bahkan terjadi kelayuan sepihak, pada bagian yang layu
daging daun diantara tulang-tulang daun atau di tepi daun menguning,
kemudian mengering dan akhirnya seluruh daun layu dan tanaman
menjadi mati. Penyakit layu ini menyerang tanaman nilam Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan dapat menurunkan
produksi nilam 60%.

(A) (B)
Gambar 4. (A) Gejala bagian dalam pembuluh batang (B) Kelayuan
pada tanaman
(Sumber: Yabuchi, 1993)
c. Pengendalian
Menurut Agri (2017), pengendalian penyakit layu pada beberapa
tanaman soalnaceae akibat serangan dari bakteri Rastonia solanacearum
adalah :
1) Gunakan pupuk kandang yang telah masak. Pupuk kandang yang
belum masak dapat memacu perkembangan bakteri ini memalui
kenaikan suhu tanah yang disebabkan oleh proses fermentasi pupuk
organik.
2) Kurangi penggunaan urea, Kalau perlu gunakan NPK saja.
Penggunaan urea yang berlebihan akan menyebabkan tanaman
sukulen dan mudah terserang penyakit.
3) Gunakan benih varietas yang tahan terhadap penyakit ini.
4) Pergiliran tanaman menggunakan tanaman selain famili solanaceae
(terung-terungan).
5) Hindari mengocor NPK maupun pupuk kimia lain pada akar tanaman.
Pengocoran pupuk kimia akan menyebabkan luka pada akar tanaman
6) Pencelupan bibit sebelum tanam menggunakan larutan bakterisida
7) Mencabut tanaman yang telah terserang penyakit layu bakteri ini.
8) Hindari mengairi lahan dengan menggenangi lahan terlalu tinggi,
kalau perlu jangan digenangi.
9) Berdasarkan pengalaman, jika tanaman telah terserang layu
penggunaan bakterisida menjadi kurang efektif.
2. Erwinia carotovora
Bakteri Erwinia carotovora menyebabkan penyakit pada tanaman
yang disebut penyakit busuk basah. Erwinia carotovora adalah genus yang
mempunyai bulu cambuk banyak atau peritrich. Peritrich mempunyai flagel
pada seluruh permukaan tubuhnya. Bakteri ini menghasilkan enzim
ekstraselluler seperti pektinase yang dapat menguraikan pektin (yang
berfungsi untuk merekatkan dinding-dinding sel yang berdampingan).
Dengan terurainya pektin sel-sel akan lepas satu sama lain (Semangun,
2000).
Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk batang (Gambar 5),
bersifat gram negatif, umumnya berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak
berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5 flagella. Ukuran selnya 1,5-2,0 x
0,6-0,9 mikron (Permadi dan Sastroosiswojo, 1993). Suhu minimum untuk
bakteri ini adalah 5oC, optimum 22oC, maksimum 37oC dan akan mati pada
suhu 50oC (Agrios, 2005).
Kingdom : Bacteria
Filum : Preobacteria
Kelas : Gamma protobacteria
Ordo : Enterubacteriales
Family : Enterubacteriaceae
Genus : Erwinia
Spesies : Erwinia carotovora

Gambar 5. Bakteri Erwinia carotovora secara mikroskopis


(Sumber: Dianastya, 2013)
a. Mekanisme Patogenenitas bakteri Erwinia carotovora
Bakteri ini mempertahankan diri dalam tanah dan dalam sisa-sisa
tanaman di lapang. Pada umumnya infeksi terjadi melalui luka atau
lentisel. Infeksi dapat terjadi melalui luka-luka karena gigitan serangga
atau karena alat-alat pertanian. Larva dan imago lalat buah dapat
menularkan bakteri, karena serangga ini membuat luka dan mengandung
bakteri dalam tubuhnya.
Di dalam penyimpanan dan pengangkutan infeksi terjadi melalui
luka karena gesekan, dan sentuhan antara bagian tanaman yang sehat dan
tanaman yang sakit (Semangun, 2000). Suhu yang optimal untuk
perkembangan bakteri yaitu 27oC. pada keadaan suhu rendah dan
kelembaban yang rendah bakteri akan terhambat pertumbuhannya.
Bakteri ini masuk pada jaringan daun kubis melalui hidatoda atau
lubang untuk mengeluarkan dan menarik air gutasi pada cuaca sangat
lembab, umumnya pada pagi hari, karena gejala ini selalu dimulai ujung
tulang daun dan meluas hingga seluruh helaian daun dapat busuk
(Martoredjo, 2010). Bakteri busuk lunak merupakan parasit lemah yang
dapat melakukan penetrasi pada inangnya hanya melalui luka misalnya
pada bercak yang diinfeksi oleh patogen lainnya, luka karena gigitan
serangga, atau luka karena alat pertanian yang digunakan untuk
memanen kubis (Gambar 6).

Gambar 6. Bakteri Erwinia carotovora menyerang tanaman kubis, sehingga


menyebabkan kerusakan pada tanaman inang
(Sumber: Petani hebat, 2013)
Siklus penyakit atau perkembangan penyakit dapat dijelaskan
sebagai berikut. Bakteri pada awalnya masuk ke luka pada tanaman.
Luka ini dapat disebabkan oleh serangga tersebut menyimpan telurnya
pada tanaman kubis sehingga menyebabkan luka. Bakteri setelah masuk
akan makan dan membelah diri dengan cepat serta merusak sel di
sekitarnya. Hal ini menyebabkan terbentuknya cairan. Selain tiu, bakteri
ini menghasilkan enzim pektinase dan selulase. Enzim peptinase dapat
menguraikan peptin yang berfungsi untuk merekatkan dinding sel yang
berdampingan. Dengan terurainya peptin, sel-sel akan terdesintegrasi.
Enzim selulase menyebabkan merusak selulosa dan melunakkan dinding
sel. Akibatnya air dari protoplasma berdifusi ke ruang antar sel. Sel
kemudian mengalami plasmolisis, kolaps, dan mati. Bakteri selanjutnya
bergerak menuju ruang antarsel dan membelah diri sambil mengeluarkan
enzimnya sehingga infeksi semakin besar.
Akibat dari hal tersebut di atas, jaringan yang terserang kemudian
melunak, berubah bentuk, dan berlendir. Massa dari bakteri yang terdapat
pada cairan dalam sel sangat banyak. Akibatnya jaringan gabus yang
banyak terserang penyakit ini pun rusak sehingga lendir yang
mengandung banyak bakteri tersebar ke dalam tanah atau dalam
penyimpanan pasca panen. Hal ini memungkinkan bakteri mengadakan
kontak dengan tanaman yang sehat sehingga tanaman sehat pun akan
mengalami sakit. Umumnya bakteri ini menyerang tanaman kubis dan
wortel (Gambar 6).
b. Gejala
Gejala awal yang mucul pada tanaman berupa lesio gejala basah
yang kecil dan diameter serta kedalamannya melebar secara cepat.
Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah warna menjadi
gelap apabila serangan terus berlanjut. Warna pada permukaannya
menjadi hijau pucat dan mengkerut. Pada jaringan yang terinfeksi akan
berwarna buram dan kemudian akan berubah menjadi krem dan
berlendir. Jika hal ini terjadi, maka pada permukaan akan tampak cairan
berwarna keruh. Perkembangan penyakit hingga tanaman membusuk
hanya butuh waktu 3-5 hari. Tanaman yang terkena busuk lunak
kemudian menimbulkan bau yang khas yang dimungkinkan oleh adanya
perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi.
Jika akar telah terserang, gejala kemudian dapat muncul pada
batang berupa batang yang berair, hitam, dan berkerut. Hal ini juga
menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati. Bakteri busuk lunak dapat
timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman,
dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata
pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas
serangan dari patogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk
serangan bakteri (Agrios, 2005).
Terdapat beberapa hal yang dapat mendukung perkembangan
penyakit diantaranya drainasi yang buruk pada pertanaman, kelembaban
yang tinggi, curah hujan tinggi yang dapat menyebabkan bakteri tersebar
dengan cepat, adanya sisa-sisa tanaman terinfeksi di sekitar daerah
penanaman dan suhu yang rendah.
Kondisi yang menyebabkan perkembangan penyakit pada pasca
panen adalah luka pada kubis. Jika luka ini mengadakan kontak dengan
tanaman yang terserang, maka dengan mudah kubis yang luka ini akan
terinfeksi E. carotovora.
c. Pengendalian
Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan
lingkungan dan sistem budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa
tanaman lama di lahan sebelum menanam tanaman selanjutnya sangat
dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase yang
baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus
cukup memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses
pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung hujan dapat pula
menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan
mengurangi gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide
77WP dengan interval 10 hari sangat dianjurkan terutama saat
penanaman musim hujan. Sanitasi, jarak tanam tidak terlalu rapat.
Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan pengendalian pasca
panen.

3. Agrobacterium tumefaciens
Bakteri Agrobacterium tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat
gram negatif yang habitat alaminya di dalam tanah. Bakteri Agrobacterium
tumefaciens adalah bakteri patogen pada tanaman yang banyak digunakan
untuk memasukkan gen asing ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan
suatu tanaman transgenik. Secara alami, bakteri Agrobacterium tumefaciens
dapat menginfeksi tanaman dikotil melalui bagian tanaman yang terluka
sehingga menyebabkan tumor (crown gall). Bakteri ini tergolong ke dalam
gram negatif yang memiliki sebuah plasmid besar yang disebut plasmid-Ti
yang berisi gen penyandi faktor virulensi penyebab infeksi bakteri ini pada
tanaman. Untuk memulai pembentukan tumor, bakteri Agrobacterium
tumefaciens harus menempel terlebih dahulu pada permukaan sel inang
dengan memanfaatkan polisakarida yang akan digunakan untuk
mengkolonisi atau menguasai sel tanaman. Polisakarida yang terdapat pada
permukaan sel Agrobacterium berperan penting dalam proses kolonisasi
(Sugiyarto, Tanpa tahun). Kultur Bakteri Agrobacterium tumefaciens
menggunakan sampel tanaman mawar yang menunjukan gejala crown gall
pada bagian batang dan akar tanaman (Silitonga, 2014).
Kingdom: Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Alpha Proteobacteria
Ordo : Rhizobiales
Famili : Rhizobiaceae
Genus : Agrobacterium
Spesies : A. tumefaciens
Agrobacterium berbentuk batang, berukuran 0,6 – 1,0 µm sampai 1,5
– 3,0 µm, dalam bentuk tunggal atau berpasangan. Agrobacterium
merupakan bakteri yang mudah bergerak (motile) dan memiliki 1-6 flagela
peritrichous serta merupakan bakteri tak berspora. Suhu optimal
pertumbuhan bakteri ini adalah 25-28°C. Kumpulan bakteri ini biasanya
berbentuk cembung, bulat, lembut, dan tak berpigmen (Manalu, 2014). Biasanya
koloni bakteri dapat ditumbuhkan pada medium di media LB (Gambar 1).

Gambar 7. Koloni A. tumefaciens dari tanaman wortel pada media LB


(Sumber: Manalu, 2014)

a. Mekanisme Patogenenitas bakteri Agrobacterium tumefaciens


Menurut Yolanda (2014) Bakteri Agrobacterium tumefaciens
menginfeksi melalui bagian yang luka pada batang tanaman dan
mengakibatkan tumor pada daerah sekitar akar dan batang tanaman. A.
tumefaciens terlebih dahulu melakukan pelekatan pada permukaan sel
tanaman dan akan masuk melalui transport channel dengan membentuk
mikrofibril yang menyebabkan tanaman akan mengeluarkan senyawa
fenolik yaitu asetosiringone sebagai respon sinyal. Sinyal tersebut
mengaktifkan virA yang merupakan protein kinase untuk mengaktifkan
virG dan memfosforilasinya menjadi virG-P. Dengan aktifnya virG-P ini
akan mengaktifkan gen-gen vir lainnya untuk mulai bersifat virulen dan
melakukan transfer VirD untuk memotong situs spesifik pada Ti plasmid,
pada sisi kiri dan kanannya sehingga melepaskan T-DNA yang akan
ditransfer dari bakteri ke sel tanaman. T-DNA utas tunggal akan diikat
oleh protein VirE yang merupakan single strand binding protein sehingga
terlindung dari degradasi. Bersamaan dengan itu, protein virB
membentuk saluran trans membran yang menghubungkan sel A.
tumefaciens dan sel tanaman sehingga T-DNA dapat masuk ke sel
tanaman (Gambar 8).
Gambar 8. Transformasi genetik tumbuhan oleh A. tumefaciens.
(Sumber: Anonim, 2015)
Gen yang terlibat dalam penyakit crown gall tidak muncul pada
kromosom A tumefaciens tetapi terdapat pada plasmidnya, yaitu Ti
(tumour-inducing) plasmid yang mengandung kedua gen virulen (vir)
dan satu region (daerah) transfer-DNA (T-DNA). Plasmid ini merupakan
DNA berbentuk lingkaran ini mampu bereplikasi di sel secara
independen dan dapat ditransfer dari satu bakteri ke yang lain. Selama
proses infeksi berlangsung, sebagian kecil (12-24 kb) daerah Ti yang
dinamakan transfer DNA (T-DNA) ditransfer ke kromosom tanaman
inang. Di dalam sel tumbuhan, protein-protein Vir mendorong terjadinya
integrasi T-DNA ke dalam genom tumbuhan. Dalam sel tumor yang
terbentuk terkandung enzim-enzim yang tidak terdapat pada tanaman
normal, karena enzim tersebut hanya dihasilkan oleh sel Agrobacterium.
Enzim-enzim tersebut menghasilkan suatu senyawa gula spesifik yang
dinamakan opin (Gambar 9).

Gambar 9. Perbesaran skema Ti plasmid


(Sumber: Anonim, 2015)
b. Gejala
Bakteri A. tumifaciens merupakan kateri yang tumor atau crow gall
pada tamanam dikotil pada umumnya. Kan tetati dewasa ini bakteri A.
tumifaciens juga menyerang tamanan monoktil. Berdasarkan penelitian
Yolanda (2014) Bakteri A. tumefaciens menyebabkan tumor atau crown
gall pada irisan wortel yang diinokulasi setelah 7 hari dengan bercak-
bercak putih. Gejala crown gall tampak setelah 2 minggu, diawali dengan
bercak-bercak putih kehijuan yang timbul pada sisi irisan wortel.
Kemudian diikuti dengan tonjolan pembengkakan berwarna hijau muda
yang semakin lama semakin bertambah besar (Gambar 10).

Gambar 10. Tumor Crown gall pada irisan wortel yang diinokulasi dengan
bakteri A. tumefaciens
(Hassian, 2014)
c. Pengendalian
Untuk mengatasi berbagai aktifitas bakteri yang dapat
merugikan, perlu di lakukan tindakan yang tepat. Tindakah tersebut dapat
berupa tindakan pencegahan (preventif) maupun tindakan pengobatan.
Akan tetapi, pada tumbuhan banyak menggunakan dengan pengendalian
hayati yang memanfaatkan bakteri antagogis yang salah satunya adalah
bakteri Agrobacterium radiobacter strain K- 84.
Agrobacterium radiobacter K84 adalah agensia pengendali hayati
yang efektif dan dapat digunakan secara komersial untuk mengendalikan
penyakit crown gall (Stockwell et al., 1993). Bakteri Agrobacterium
radiobacter strain K-84 dapat menghasilkan senyawa antibiotik Agrosin
84 yang mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen Agrobacterium
tumefacient penyebab penyakit Crown Gall pada tanaman persik, mawar
dan wortel. Strain K–84 ini mengandung plasmid kecil yang
menyandikan produksi agrosin dan plasmid besar yang menyandikan
penggunaan nonpalin yang merupakan asam amino tipe opin yang hanya
terdapat dalam jaringan Crown Gall. Dari percobaan laboratorium
didapatkan bahwa bakteri patogen yang resisten terhadap agrosin ini
dapat muncul karena adanya konjugasi antara strain–84 dan strain
patogen. Selama konjugasi, kedua plasmid dari strain–84 berpindah
secara bebas, sedangkan plasmid Ti pada patogen, pada sel penerima
dapat muncul ataupun tidak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada
inang dengan toksin yang dihasilkannya.
2. Beberapa spesies bakteri yang bersifat patogen pada tanaman antara lain
yaitu (1) Ralstonia solanacearum yang menyebabkan penyakit layu pada
tanaman, (2) Erwinia carotovora yang menyebabkan penyakit busuk basah,
dan (3) Agrobacterium tumefaciens yang menyebabkan penyakit tumor
(crown gall) pada tanaman.
3. Bakteri patogen tanaman dapat tersebar atau menular dengan perantaraan
alat perkembang biakan tanaman, alat-alat pertanian, air irigasi, tanah,
serangga vektor, ataupun juga manusia. Bakteri dapat masuk ke dalam
jaringan tanaman melalui luka mekanis.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, George W. 2005. Plant Pathology. New York: Academic Press.


Alfenas, A.C. et al. 2006. Ralstonia Solanacearum on Eucalyptus Clonal
Nurseries in Brazil. Fitopatologia Brasileria. Fitopatol. Bras. No 31 (4).
Brasilia.
Anonim. 2015. Manipulasi Gen Pada Tumbuhan. Lab. FKM – JBUB.
Anonim. 2017. Petani hebat. http://www.petanihebat.com . diakses pada tanggal
05 November 2017.
Dianastya, Arghya. 2013. Bakteri Tanaman. Artikel (online). Universitas Jember.
Gunawan, H. 2006. Identifikasi keragaman dan klasifikasi Ralstonia
solanacearum. Journal IPB respiratory Vol (5).
Hayward, B. 1990. Ralstonia wilt. University of Wisconsin Pest Alert.
Manalu, Yolanda Hassian., Wirawan, I Gede Putu., Dan Susrama, I Gede Ketut.
2014. Isolasi Dan Identifikasi Agrobacterium Tumefaciens Dari Tanaman
Wortel (Daucus Carota L.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN:
2301-6515 Vol. 3 No. 3.
Martoredjo, T. 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. Jakarta: Bumi aksara.
Semangun, H, 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.
Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Sequira, H. 1992. Plant Pathogenic Ralstoniaspecies. Plant-associated bacteria.
Dordrecht, Springer.
Silitonga, Nadiah., Wirawan, I Gede Putu., Susrama, I Gede Ketut. 2014. Isolasi
Dan Identifikasi Agrobacterium Tumefaciens Pada Tanaman Mawar (Rosa
Sp.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 3 No.3.
Stockwell, V. O., Moore, L. W., Loper, J. E. 1993. Fate of Agrobacterium radiobacter
K84 in the environment. Applied and Enviromental Microbiology 59(7): 2112-
2120. (Abstr.)
Sugiyarto, Lili. Tanpa tahun. Transformasi T-DNA Agrobacterium sebagai Model
Integrasi Gen pada Tanaman. Jurdik Biologi FMIPA UNY
Vasse et al. 1995; Tan-Kersten et al. 2001. The hrpB and hrpG Regulatory Genes
of Ralstonia solanacearum Are Required for Different Stages of the Tomato
Root Infection Process". Molecular Plant-Microbe interactions.
Yabuchi, K. 1993. An Evaluation of the Wilt-Causing Bacterium Ralstonia
solanacearum as a Potential Biological Control Agent for the Alien Kahili
Ginger (Hedychium gardnerianum) in Hawaiian Forests. Biological
Control.

Anda mungkin juga menyukai