Anda di halaman 1dari 24

BUDIDAYA PADI DENGAN METODE SRI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Budidaya Tanaman Pangan

Oleh:
Jubra Harjoko
Yuhendri
Wildan
Holik
Ammar

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUARA BUNGO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis masih diberi kesehatan, sehingga penulis masih dapat
mengerjakan makalah ini.
Makalah ini dibuat sebagai tugas untuk Mata Kuliah Budidaya Tanaman
Pangan. Makalah ini berjudul “Budidaya Padi dengan Metode SRI”.
Suatu kebanggaan bagi penulis jikalau nantinya makalah yang dibuat ini dapat
bermanfaat bagi pembaca maupun orang lain. Penulis sadar sepenuhnya bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun agar
pembuatan makalah berikutnya bisa lebih baik dari sebelumnya. Dan mudah-
mudahan apa yang penulis lakukan selama ini menjadi berkah dan bermanfaat bagi
semua. Amin Yarabbal Alamin.Wassalamualaikum Wr.Wb.

Mura Bungo, Oktober 2021

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................5
2.1 Hubungan Sri Dengan Budidaya Padi Organik..............................................5
2.2 Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification).6
2.3 Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI....................................................8
2.4 Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI..........................................16
2.5 Jenis-jenis Bibit Padi Unggul........................................................................17
BAB III........................................................................................................................19
PENUTUP...................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan...................................................................................................19
3.2 Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman
pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan
subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina)
sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di
Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa
wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam.
Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradabanmanusia.
Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan
untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut
sebagai padi liar. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia,
setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat
utama bagi mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras.
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang
dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier
dan Neguier tanaman padi berasal dua Benua yaitu Benua Asia dan Benua Afrika.
Tanaman padi yang berasal dari Benua Asia yaitu Oryza fatua Koening dan Oryza
sativa L. sedangkan tanaman padi yang berasal dari Benua Afrika yaitu jenis
Oryza glaberrima Stund. Dua jenis lainnya yaitu Oryza sativa Koenig dan Oryza
minuta presl berasal dari India Himalaya. Lahan tanaman padi pada mulanya di
tempatkan di lahan yang tinggi dan berteras-teras namun pada saat sekarang padi
telah banyak diusahakan di daerah dataran rendah (Hasanah, 2007).
Indonesia dalam produksi beras nasional cukup menjanjikan, akan tetapi
ketika dilihat secara umum hal tersebut belum menambah pendapatan petani. Hal ini
karena alih fungsi lahan. yang semula lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan
nonpertanian dan disebabkan juga karena lahan garapan perkapita pada

1
masyarakat Indonesia yang relatif sempit (Iwan dan Sudirman, 1994). Melihat
kondisi Indonesia sekarang maka pemerintah dan semua masyarakat harus mulai
kembali menata agar produksi beras dalam negeri kembali aktif dan produktif.
Sehingga bila hasil padi meningkat maka harga beras dapat terjangkau oleh semua
kalangan masyarakat serta menambahkan kesejahteraan bagi masyarakat (Herawati,
2012).
Kandungan gizi yang terdapat pada tanaman padi antara lain karbohidrat,
protein, lemak, serat kasar, abu, dan vitamin. Dalam beras juga terkandung
berbagai macam unsur mineral, antara lain kalsium, magnesium, sodium, fosfor, dan
lain sebagainya (Hasanah, 2007).
Revolusi Hijau dan revolusi bibit-bibitan mulai diperkenalkan sekitar tahun
1960-an di berbagai negara berkembang. Tahun 1962 misalnya, di Indonesia
diperkenalkan jenis padi baru produk dari Lembaga Penelitian Padi Internasional
(IRRI: International Rice Research Institute) di Philipina. Padi jenis baru yang
dikenal dengan nama PB 8 ini adalah hasil persilangan generasi ke-8 dari 38
persilangan antara jenis padi sedang dan jenis padi unggul PETA asal Indonesia.
Keunggulan jenis baru ini dapat hidup di berbagai ketinggian karena tidak
sensitif terhadap fotosintesis, juga tidak mengenal musim. Batang dan pelepahnya
kuat, tumbuhnya kokoh pada nitrogen tinggi, maka kuat menopang untaian bulir-
bulir. Satu hektar sawah dapat menghasilkan 10 ton gabah, bandingkan dengan
pertanian tradisional yang "cuma" menghasilkan 5 @ 6 ton gabah per hektar.
Kemudian diperkenalkan jenis-jenis padi unggul lainnya. Penyebaran bibit-
bibit unggul begitu pesatnya, di tahun 1974 sekitar 54% sawah basah di seluruh
Indonesia sudah di-"Revolusi Hijau"-kan. Sepuluh tahun kemudian menjadi 67% dan
pada tahun 1975 varietas unggul telah memenuhi lebih dari 74% lahan sawah basah
di Indonesia. Penanaman padi tradisional tersingkir ke pinggir. Bahwasanya padi
tradisional masih bisa eksis, itu hanya berkat kemampuan varietas tradisional ini
untuk tumbuh di tanah-tanah yang tinggi (pegunungan), di areal rawa-rawa berair
dalam dan lahan-lahan yang kurang sesuai untuk padi teknologi baru.

2
Teknologi Revolusi Hijau paling cocok pada sawah dataran rendah, karenanya
di areal ini varietas tradisonal tidak punya hidup lagi. Persilangan-persilangan jenis
padi tidak hanya terjadi di Phlipina, juga di Indonesia sendiri terjadi penyilangan
padi. Padi-padi silang yang dihasilkan di Indonesia diberi nama-nama sungai atau
nama-nama gunung seperti Cisedane, Cimandiri, Citarum, Semeru, Sadang, Krueng
Aceh.
Penanaman bibit-bibit unggul jenis baru, jelas menuntut perubahan praktek
bertani. Sistem pertanian tradisional tidak cocok lagi untuk menanam bibit-bibit
unggul. Hanya dalam kurun waktu 20 tahun saja, sistem pertanian tradisional telah
digantikan oleh model baru yang meningkatkan kerawanan-kerawanan. Tetapi dapat
menyebabkan rusaknya keseimbangan ekosistem, rusaknya tanah, pencemaran
makanan, juga munculnya hama-hama tanaman jenis baru. Akibat hama wereng
kerugian mencapai 500 juta US $ atau setara dengan panen sekitar 3 juta ton. Situasi
itu memunculkan penemuan IRRI jenis baru IR 36 dan IR 38 yang tahan hama
wereng coklat, sehingga di tahun 1977 hasil panen nasional dapat dikembalikan ke
tingkat semula (Sugeng, 2001).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis


merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa hubungan SRI dengan budidaya padi organik?
2. Bagaimana Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI?
3. Bagaimana Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?
4. Bagaimana Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI?
5. Apa saja jenis-jenis padi yang ada di Indonesia?

3
1.3 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang


tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitupun dengan
penulisan Paper ilmiah ini.
Untuk lebih jelasnya, penulisan makalah ini mempunyai tujuan yang ingin
dicapainya, tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa hubungan SRI dengan budidaya padi organic.
2. Untuk mengetahui bagaimana prinsip budidaya padi dengan metode SRI.
3. Untuk mengetahui teknik budidaya padi dengan metode SRI.
4. Untuk mengetahui keunggulan budidaya padi dengan metode SRI.
5. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis padi yang ada di Indonesia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Sri Dengan Budidaya Padi Organik

Beberapa praktek di berbagai negara menemukan bahwa metode SRI berhasil


menekan serendah mungkin input produksi. Hal ini sejalan dengan upaya para aktivis
pertanian organik untuk mengolah tanah secara berkelanjutan. Hasilnya, ditemukan
hubungan konservasi air pada sistem budidaya padi SRI dengan upaya konservasi
tanah yang dianut pada budidaya padi organik. Saat ini, banyak para petani organik
yang menerapkan budidaya padi dengan metode SRI.
Pola pertanian padi SRI organik merupakan perpaduan antara metode
budidaya padi SRI yang pertamakali dikembangkan di Madagaskar, dengan metode
budidaya padi organik dalam praktek pertanian organik. Metode ini akan
meningkatkan fungsi tanah sebagai media tumbuh dan sumber nutrisi tanaman.
Dengan sistem SRI organik daur ekologis akan berlangsung dengan baik karena
memanfaatkan mikroorganisme tanah secara natural. Pada gilirannya keseimbangan
ekosistem dan kelestarian lingkungan akan sellalu terjaga. Di sisi lain, produk yang
dihasilkan dari metode ini lebih sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan zat
kimia berbahaya.
Melalui sistem ini kesuburan tanah dikembalikan sehingga daur-daur ekologis
dapat kembali berlangsung dengan baik dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah
sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman. Melalui metode ini
diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga
dengan produk akhir yang dihasilkan, yang notabene lebih sehat bagi konsumen
karena terbebas dari paparan zat kimia berbahaya.
Pemilihan metode budidaya padi organik secara SRI bisa menghasilkan
produk akhir berupa beras organik yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras sehat,
dilihat dari beberapa aspek berikut:

5
- Aspek lingkungan, dengan menghilangkan penggunaan pupuk dan obat-
obatan kimia dan manajemen penggunaan air yang terukur secara tidak
langsung telah membantu mengkonservasi lingkungan.
- Aspek kesehatan, bagi konsumen produk yang dihasilkan akan lebih sehat
dan menyehatkan, karena tidak terkandung residu zat kimia berbahaya yang
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dalam tubuh manusia.
- Produktivitas tinggi, bagi produsen atau petani, penerapan metode ini bisa
meningkatkan hasil panen yang pada giliranya menghasilkan keuntungan
maksimal.
- Kualitas yang tinggi, produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih
baik dibanding dengan produk konvensional, sehingga harganya pun tentunya
akan lebih baik.

2.2 Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification)

Pemilihan metode budidaya padi secara SRI bisa menghasilkan produk akhir
berupa beras yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras sehat karena dilakukan
secara organik. Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap
terjaga dengan baik, demikian juga dengan produk akhir yang dihasilkan, yang
notabene lebih sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan zat kimia
berbahaya.
Adapun Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI adalah sebagai
berikut :
1. Tanam bibit muda berusia antara 7 – 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit
masih berdaun 2 (dua) helai. Penggunaan bibit muda berkaitan dengan bahwa
penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS menghasilkan pertumbuhan
tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar lebih jauh sehingga
perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan nutrisi
tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur 10 hari, akan

6
menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang dalam setiap
rumpunnya.
2. Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu bibit.
Penggunaan satu bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi
kompetisi serta meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.
3. Jarak tanam lebar.
Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40
cm atau bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk
meningkatkan jumlah anakan produktif. Penggunaan jarak tanam yang cukup
lebar didasarkan pada kebutuhan makanan bagi tanaman, mendorong
pertumbuhan akar secara maksimal, dan memaksimalkan sinar matahari yang
masuk secara optimal. Selain itu, dengan menggunakan jarak tanam yang
cukup, tanaman dapat tumbuh berkembang dengan baik dan menghasilkan
produksi secara baik pula.
4. Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-
hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
5. Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang.
Pengairan teknik berselang, yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi
tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana
pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu
dikeringkan sampai pecah. Padi merupakan tanaman tumbuh optimal pada
tanah yang lembab dan becek sebagai syarat tumbuh. Untuk itu, tanaman padi
sebenarnya tidak perlu air yang melimpah (penggenangan), namun juga tidak
dalam situasi tanah kering. Dengan pengaturan air yang baik, akan terjaga
aerasi tanah yang baik pula dimana aerasi yang baik adalah syarat tumbuh
yang baik bagi tanaman padi. Apabila sawah selalu digenangi air maka aerasi
(siklus udara dalam tanah) tidak masimal sehingga tanah menjadi asam.
6. Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan
interval 10 hari.
7. Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.

7
2.3 Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI

1. Penyiapan dan Pengolahan Lahan


Proses awal pengolahan lahan adalah dengan dibajak untuk membalikkan
tanah dan memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan juga menghancurkan
gulma setelah sebelumnya lahan digenangi air selama beberapa hari agar tanahnya
menjadi lunak. Setelah pembajakan pertama lahan sawah dibiarkan tergenang
beberapa hari dan kemudian dilakukan pembajakan kedua. Kedalaman dari
pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan tanaman dan sebaiknya kedalaman
pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30 cm. Selain itu juga dilakukan perbaikan
pematang sawah agar lahan sawah tidak bocor dan tidak ditumbuhi tanaman liar dan
untuk menghindari tikus bersarang di pematang sawah.
Pupuk organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan
sebelum pekerjaan penggaruan sehingga pada saat digaru pupuk organik
(kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar
setelah proses pembajakan, sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat
tercampur dengan tanah sawah secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran air.
Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah sehingga menjadi lumpur
juga sekaligus bertujuan untuk meratakan lahan.
Jumlah penggunaan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah
sebanyak 1 kg untuk setiap 1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal ini
berkaitan bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem
konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman.
Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat berkurang
disesuaikan dengan kebutuhan.
Perataan lahan merupakan proses yang sangat penting karena lahan harus
benar-benar rata dan datar sehingga akan memudahkan dalam pengaturan air nantinya
sesuai dengan keperluan. Selanjutnya area penanaman padi parit keliling dan
melintang petak atau dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan
jalur pengairan/parit dengan lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan dan
meratakan rembesan air ke seluruh area tanaman padi dan membuang kelebihan air.

8
Dapat juga letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran
petak, serta dimensi saluran irigasi.
2. Persiapan Benih
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, harus terlebih
dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara
penyeleksian menggunakan larutan air garam dengan langkah sebagai berikut:
1) Masukkan air bersih ke dalam ember/panci, kemudian berikan garam dan aduk
sampai larut.
2) Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika
telur belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian
garam dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada permukaan larutan
garam karena berat jenisnya menjadi lebih rendah daripada air garam.
3) Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci yang berisi larutan
garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
4) Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang
tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
5) Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan air biasa sampai bersih.
Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air
biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat
mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48
jam.
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam
karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara
masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab.
Penganginan dilakukan selama 24 jam.
3. Persemaian Benih
Persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
persemaian pada lahan dan persemaian dengan media tempat. Persemaian pada lahan
adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem

9
konvensional. Sedangkan persemaian dengan media tempat yaitu persemaian yang
menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti yang ditempatkan di areal
terbuka untuk mendapatkan sinar matahari.
Pembuatan media persemaian dengan penggunaan wadah ini dimaksudkan
untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu
hektar dibutuhkan wadah persemaian dengan ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 400 –
500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti
pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Pembuatan media persemaian dengan
menggunakan wadah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencampur tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1.
2. Sebelum wadah tempat pembibitan diisi dengan tanah yang sudah dicampur
dengan pupuk organik, terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang atau plastik
dengan tujuan untuk mempermudah pencabutan dan menjaga kelembaban tanah,
kemudian tanah dimasukkan dan disiram dengan air sehingga tanah menjadi
lembab.
3. Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300 – 350 biji.
4. Setelah benih ditabur, kemudian tutup benih dengan arang sekam sampai rata
menutupi benih.
5. Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari
gangguan ayam atau binatang lain.
6. Selama masa persemaian, lakukan penyiraman setiap pagi dan sore apabila tidak
turun hujan agar media tetap lembab dan tanaman tetap segar.
Pada pembuatan media persemaian pada lahan, tanah untuk penyemaian tidak
menggunakan tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur yang
dicampur dengan pupuk organik/kompos dengan perbandingan 2:1 atau 1:1 dan dapat
juga ditambah abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga benih mudah
diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area untuk
penyemaian ideal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih.
Penyemaian yang dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat menjadi
berupa guludan dengan ketinggian tanah sekitar 15 cm, lebar sekitar 125 cm dan

10
seluruh pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk
mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar kemudian ditutup lagi dengan lapisan tipis
tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya kemudian
ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari dimakan burung dan
gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi sekitar 1 cm.
4. Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai
caplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga
mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu.
Variasi jarak tanam diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm,
atau jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar
dimana setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak adalah tempat
untuk penanaman 1 bibit padi.
Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 – 12 hari setelah semai (hss)
atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit pada persemaian di lahan
sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil dengan media tanam (tanah)
dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit pada persemaian tidak dianjurkan
dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat dan ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit
tersebut ditempatkan dalam suatu wadah seperti pelepah pisang, potongan bambu
atau lainnya untuk memudahkan memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan
dan penanaman harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit
untuk menghindari trauma dan shok. Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan
wadah akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus
dangkal dengan kedalaman 1 – 1,5 cm serta bentuk perakaran saat penanaman
horizontal seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak
tergenang air.
5. Penyiangan
Penyiangan (gosrok/matun) dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang
seperti gasrok, landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan

11
untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan
gasrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat
menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan
agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-
akar tanaman padi yang ada di dalam tanah.
Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada
saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan kedua
dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST
dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.
6. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mempertahankan status hara dalam tanah,
menyediakan dan menambahkan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan atau
perkembangan tanaman, serta meningkatkan produktivitas tanaman. Pemupukan
untuk menambahkan unsur hara dapat dilakukan dengan penyemprotan pupuk
organik cair (POC) atau dapat juga disebut dengan MOL (mikroorganisme lokal).
Penyemprotan MOL tidak hanya memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah,
tetapi juga menambahkan kelimpahan bakteri pengurai ke dalam tanah untuk
mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mengurai hara yang komplek
menjadi lebih sederhana agar lebih cepat diserap oleh tanaman. Selain itu,
penyemprotan MOL sebainya di arahkan ke tanah bukan ke tanaman.
Konsentrasi larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan terlalu
pekat untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada tanah
yang mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena unsur N
yang ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses dekomposisi
yang berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang atau daun-
daunan segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan terlebih dahulu
sehingga tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada tanaman padinya.
Tetapi resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau terlalu pekat tetap
akan jauh lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.

12
Interval penyemprotan MOL dilakukan setiap 10 hari sekali, dimana
penyemprotan MOL kaya kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi 10 –
40 hari setelah tanam (HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat dilakukan
kapanpun apabila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami kahat/kekurangan
N dengan gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang kaya P dan K sebanyak
2 atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki usia sekitar 60 HST untuk
memperbaiki kualitas pengisian gabah dengan interval penyemprotan setiap 10 hari.
Sehingga, penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan dosis 20 liter/ha.
2. Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
3. Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha
4. Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
5. Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
6. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi dengan dosis 30 liter/ha.
7. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi, dengan dosis 30 liter/ha.
8. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan menggunakan MOL
yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.
7. Pengelolaan Air
Pola pengaturan air dengan pendekatan teknologi SRI adalah dengan
pengairan berselang atau intermitten. Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi
lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan
tanaman dan kondisi lahan.

13
Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air antara 15 – 30 persen tanpa
menurunkan hasil panen.
Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian genangan ± 0,5 cm).
2. Pergiliran air dilakukan selang 3 – 5 hari, tinggi genangan pada hari pertama
maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara pengairan ini
berlangsung sampai fase anakan maksimal.
3. Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak (0,5 cm) hingga tinggi
genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase pembentukan malai/fase
berbunga sampai pengisian biji.
4. Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL kondisi sawah tidak
tergenang.
5. Sekitar 10 – 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.
6. Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari paralon
yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah. Petakan sawah
diari apabila permukaan air berada pada pada kedalaman lebih dari -15.
Tabel 1. Teknik pengairan berselang.
Umur Tanaman Tinggi
Kondisi Tanaman dan Kondisi Pengairan
(hst) Genangan (cm)
0 Saat pindah tanam kondisi macak-macak 0 – 0,5
Pergiliran air dengan selang 3 – 5 hari dari fase
3 – 30 0–3
anakan aktif hingga anakan maksimum
Petak sawah digenangi secara terus menerus dari
35 – 90 0–3
fase berbunga hingga pengisian biji
10, 20, 30, 40, 50, Saat pemupukan kondisi sawah tidak tergenang/
0 – 0,5
60, 70, 80 macak-macak
10 – 15 hari sebelum panen lahan sawah
95 - 105 0
dikeringkan

14
Keunggulan dari pengairan berselang, antara lain:
1. Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas;
2. Memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat
berkembang lebih dalam;
3. Mencegah timbulnya keracunan besi;
4. Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat
perkembangan akar;
5. Mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat;
6. Mengurangi kerebahan tanaman;
7. Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai
dan gabah);
8. Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen;
9. Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah); dan
10.Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama
wereng coklat dan penggerek batang, serta mengurangi kerusakan tanaman padi
karena hama tikus.
8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan teknologi SRI dilakukan
dengan sistem pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT), yaitu usaha
pengelolaan OPT yang menggunakan beberapa cara pengendalian yang sesuai dalam
satu sistem kompatibel dengan memanfaatkan dan mengelola unsur-unsur dalam
agroekosistem (seperti: matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh
alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Sehingga, pengendalian
organisme pengganggu tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida
nabati, pestisida biologi, dan agensia hayati.
9. Pemanenan
Penanganan panen dan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan
yaitu: penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah,
pengumpulan padi di tempat perontokan, perontokan, pengeringan gabah,

15
pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan
beras.
Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca
panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan
kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat
panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis.
1) Pengamatan Visual. Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat
kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual,
umur panen optimal padi dicapai apabila 90 sampai 95 persen butir gabah pada
malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan serta malai berumur 30
– 35 hari setelah berbunga merata. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan
menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling
yang tinggi.
2) Pengamatan Teoritis. Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi
varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan
deskripsi varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari
setelah berbunga merata atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam.
Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah
mencapai 22 – 23 persen pada musim kemarau, dan antara 24 – 26 persen pada
musim penghujan.
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan
alat dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan
ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam
melakukan pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan
mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 persen
apabila pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.

16
2.4 Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI

1. Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen
memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada
periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus)
2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya
pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang,
dll.
3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hari setelah semai, dan waktu panen
akan lebih awal
4. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar
5. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan
mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan mikro-organisme
lokal), begitu juga penggunaan pestisida.

2.5 Jenis-jenis Bibit Padi Unggul

Balai Penyelidikan Padi di Bogor telah menemukan berbagai padi jenis


unggul baru, antara lain dengan nama C4, sebagai hasil penelitian Dr. H. Siregar.
Demikian juga kita mengenal jenis padi lain seperti Begawan, Peta, Remaja, Sigadis
dan lainnya. Padi PB 5 dan PB 8 adalah padi jenis unggul hasil penelitian “
Internasional Rice Research Institute “ di Filipina. Nama padi itu sebenarnya IR 5 dan
IR 8 kemudian di Indonesia diubah menjadi PB 5 dan PB 8. Huruf – huruf PB berasal
dari singkatan Peta Baru.

Internasional Rice Research Institute (IRRI) telah menghasilkan lagi padi


jenis baru yaitu IR 24. Sifat IR 24 itu lebih disenangi oleh masyarakat Indonesiadan
Filipina, nasinya lunak dan lembab. Selain itu sifat lainnya dapat dituai pada umur
120 hari dan lebih tahan terhadap hama dan penyakit.
Dalam penelitian selanjutnya dihasilkan penyilangan – penyilangan baru
dengan nama IR 26, IR 30, IR 32, IR 36. Demikian pula balai penyelidikan padi di
bogor juga menyebarkan padi – padi jenis baru antara lain VUTW atau varietas

17
Unggul Tahan Wereng dan Cisadane. Lembaga lain yang ikut berpartisipasi dalam
usaha menyilangkan untuk mendapatkan varietas padi jenis baru adalah LIPI.

Produksi Beberapa Padi Jenis Unggul


No. Varietas Umur Hari Hasil Gabah kw/ha
1. Syntha 148 35
2. Dewi Tara 148 34
3. PB 5 135 60
4. PB 8 125 61
5. C4 125 – 150 -
6. IR 8 - 65
7. IR 20 - 55
8. IR 22 - 63
9. IR 24 - 68

(Sugeng, 2001).
Jenis – jenis bibit padi yang tersedia di pasaran dan yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat adalah :
1. Aek Sibundong 11. Bibit Padi Bondojudo
2. Air Tenggulang 12. Bibit Padi Celebes
3. Bibit Padi Angke 13. Bibit padi Ciapus
4. Bibit Padi Bahbutong Bah Buton 14. Bibit Padi Cibogo
5. Bibit Padi Banyuasin Banyu Asin 15. Bibit Padi Cigeulis
6. Bibit Padi Barito 16. Bibit Padi Ciherang
7. Bibit Padi Barumun 17. Bibit Padi Cikapundung
8. Bibit Padi Batang Gadis 18. Bibit padi Cilamaya Muncul
9. Bibit Padi Batang Piaman 19. Bibit Padi Ciliwung
10. Bibit Padi Batang hari 20. Bibit Padi Cilosari

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah mengadakan pembahasan diatas, maka di sini penulis dapat menarik


kesimpulan, diantaranya adalah :
1. Penerapan Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of
Rice Intensification) harus dilakukan dengan benar dan runtut agar
mendapatkan hasil yang maksimal dan dapat menghasilkan produksi sesuai
dengan apa yang di harapkan.
2. Penggunaan Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice
Intensification) harus sesuai dengan apa yang sudah digambarkan dan tidak
boleh menyimpang agar bisa mendapatkan hasil produksi yang diharapkan
yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
3. Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) memiliki
banyak keunggulan dibandingkan dengan metode konvensional yang masih
banyak digunakan oleh para petani pada umumnya, dengan Metode SRI
sangat mengunutngkan Petani karena produksi Padi bisa meningkat sampai 10
Ton/Ha, selain itu karena tidak mempergunakan pupuk dan pestisida kimia
maka tanah menjadi gembur, mikroorganisme meningkat dan ramah
lingkungan. Oleh karena itu penerapan Budidaya dengan Metode SRI perlu
disosialisasikan dan dilaksanakan agar kesejahteraan petani meningkat dan
swasembada pangan Nasional tercapai.

3.2 Saran

Adapun saran – saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendukung Penerapan Metode SRI (System of Rice Intensification),
perlu adanya dukungan para Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah,

19
Penyuluh Pertanian, juga Pelaku Utama dalam hal ini para Petani itu sendiri
juga Para Pelaku Usaha. Dengan begitu meningkatnya hasil Pangan secara
Nasional akan bisa tercapai seperti apa yang di harapkan.
2. Petani diharapkan dapat menerapkan Budidaya Padi dengan
metode SRI (System of Rice Intensification) dengan menjalin hubungan
kerjasama yang baik dengan semua pihak, dan diantara sesama petani dapat
saling bertukar pengalaman dan mengetahui tentang kekurangan – kekurangan
atau kelebihan – kelebihan dari masing – masing petani tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode
SRI (System of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP). Ciamis
Mutakin, J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada
Kondisi SRI (Systen of Rice Intencification).
Jaya, Dameydra. 2013. “Makalah Budidaya Padi Sistem SRI”.
http://untukpetaniku.blogspot.com/2013/11/makalah-budidaya-padi-sistem-
sri-system_4662.html.

Priyowidodo, Titis dan Syahroni. 2012. “Budidaya Padi Organik Metode SRI”.
http://alamtani.com/budidaya-padi-organik-metode-sri.html

21

Anda mungkin juga menyukai