PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura
yang memiliki prospek dan nilai komersial yang cukup baik. Selada memiliki
berbagai macam jenis, salah satunya yaitu selada merah. Kandungan gizi pada
sayuran terutama vitamin dan mineral tidak dapat disubtitusi melalui makanan
pokok [ CITATION Naz03 \l 1033 ]. Selada memiliki banyak kandungan yang
bermanfaat untuk tubuh. Wasonowati (2012) mengemukakan bahwa kandungan
vitamin yang terdapat dalam daun selada diantaranya vitamin A, C, E,
betakaroten, seng, asam folat, magnesium, kalsium, zat besi, mangan, fosfor dan
natrium. Masyarakat kebanyakan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan
kualitas hidup dan sadar akan pentingnya gizi yang berasal dari sayuran, dengan
begitu permintaan sayuran akan terus meningkat dan peluang pemasaran sayuran
semakin tinggi. Banyakanya kandungan vitamin yang ada pada selada menjadikan
sayuran ini banyak diminati masyarakat. Peningkatan kualitas hidup masyarakat
diikuti dengan pemilihan kualitas sayuran yang dikonsumsi. Masyarakat
cenderung memilih sayuran yang berkualitas baik dengan kandungan gizi yang
tinggi dan berpenampilan menarik serta bersih.
Salah satu upaya untuk memenuhi permintaan masyarakat agar
menghasilkan produk sayuran yang berkualitas tinggi secara kontinyu yaitu
dengan budidaya sistem hidroponik. Hidroponik dikenal sebagai soiless culture
atau budidaya tanaman tanpa tanah [ CITATION Set15 \l 1033 ]. Sistem
hidroponik dapat didesain sedemikian rupa sehingga tidak membutuhkan lahan
yang luas untuk berbudidaya serta lingkungan dalam budidaya hidroponik dapat
lebih terkontrol. Setiap sistem hidroponik memiliki kelebihan dan kekurangan,
pada sistem rakit apung nutrisi selalu tersedia, namun memerlukan nutrisi yang
lebih banyak dibanding dengan sistem Nutrient Film Technique (NFT). Tanaman
yang dibudidayakan dalam sistem hidroponik umumnya disemai terlebih dahulu
di media tanam. Pindah tanam dilakukan ketika tanaman sudah memiliki bentuk
daun yang sempurna yaitu ketika berumur 7-10 hari setelah semai. Perbedaan
umur pindah tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman budidaya.
Pemilihan umur bibit yang tepat penting dilakukan agar perakaran tanaman siap
untuk beradaptasi dengan lingkungan pertanaman, sehingga diperoleh
pertumbuhan tanaman yang optimal. Pindah tanam lebih dini akan mempercepat
tanaman beradaptasi dengan lingkungan sehingga pertumbuhan tanaman tidak
terhambat dan dapat menghasilkan bagian vegetatif yang lebih baik. Tanaman
membutuhkan adaptasi untuk dapat tumbuh, bibit yang masih muda saat pindah
tanam memiliki kemungkinan kecil untuk bertahan hidup. Widodo, Supriyono dan
Irawati (2017) mengemukakan bahwa pemindahan tanaman yang terlalu muda
lambat pertumbuhannya, karena bibit belum mampu mengatasi keadaan
lingkungan yang kurang mendukung dilapang. Umur bibit mempengaruhi sistem
perakaran, sehingga tanaman dapat menyerap air dan unsur hara secara optimal
dan dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tubuh tanaman dan dapat
mendukung pembentukan begian tanaman baru. Perbedaan umur pindah tanam
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang
dipindahkan lebih lama akan terhambat pertumbuhannya karena tidak
mendapatkan pasokan sumber nutrisi saat masa pembentukan akar, batang dan
daun.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan umur bibit
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Selada Merah (Lactuca sativa L.) pada
sistem hidroponik rakit apung dan Nutrient Film Technique (NFT) serta terhadap
umur panen tanaman selada merah.
1.3 Hipotesis
Perbedaan umur pindah tanam dan sistem hidroponik dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman selada merah (Lactuca sativa .L)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Selada Merah
Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayuran daun
yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Daun selada merah varietas red
rapid memiliki bentuk lebar bergelombang dan berwarna merah di bagian tepi
daun. Duaja (2012) mengemukakan bahwa tanaman selada dapat tumbuh baik
didataran tinggi dan dataran rendah sesuai dengan varietasnya, namun suhu
optimum bagi pertumbuhan selada yaitu 15-25oC. Selada merah optimum tumbuh
pada ketinggian 500-2000 mdpl. Tingkat pH yang ideal untuk pertumbuhan
tanaman selada berkisar antara 5,5-6 atau pada pH netral, pada kisaran tersebut
daya hantaran unsur hara makro dan mikro sangat baik (Haryanto, E. Suhartini, T.
Rahayu, E, 2003). Selada merah dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan
antara 1000-1500 mm pertahun dan kelembaban 60-100% (Pracaya, 2002). Nilai
pH yang kurang dari 5,5 atau lebih dari 6,5 menyebabkan daya larut unsur hara
tidak sempurna, bahkan larutan nutrisi sudah mengendap sehingga tidak dapat
dimanfaatkan oleh tanaman (Sutiyoso, 2003). Haryanto, et al (2003)
mengemukakan bahwa tanaman selada diklasifikasikan sebagai berikut kingdom
plantae, divisi spermathophyta, sub divisi angiospermae, kelas dikotyledonae,
ordo asterales, famili asteracceae, genus lactuca sativa dan spesies Lactuca sativa
L.
2.2 Hidroponik
Hidroponik dalam bahasa inggris disebut hydroponic, berasal dari kata
bahasa Yunani yaitu hydro yang merupakan air dan ponos yang merupakan daya
atau kerja. Hidroponik dikenal sebagai soiless culture atau budidaya tanaman
tanpa tanah (Setyoadji, 2015). Sistem hidroponik dapat memberikan suatu
lingkungan pertumbuhan yang lebih terkontrol. Pengembangan teknologi dan
kombinasi sistem hidroponik dengan membran mampu mendayagunakan air,
nutrisi, pestisida secara nyata lebih efisien dibandingkan dengan kultur tanah,
terutama untuk tanaman berumur pendek. Penggunaan sistem hidroponik tidak
mengenal musim dan tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan
kultur tanah untuk menghasilkan satuan produktivitas yang sama (Subandi, Nella
dan Budy, 2015). Budidaya tanaman menggunakan sistem hidroponik memiliki
kelebihan dan kekurangan. Rosliani dan Sumarni (2005) mengemukakan bahwa
kelebihan sistem hidroponik yaitu penggunaan lahan lebih efisien, kuantitas dan
kualitas produksi lebih tinggi dan lebih bersih, penggunaan pupuk dan air lebih
efisien serta tanaman berproduksi tanpa menggunakan tanah, sedangkan
kekurangan dari sistem hidroponik yaitu membutuhkan modal awal yang besar,
pada sistem tertutup (nutrisi disirkulasi), seluruh tanaman mudah terkena serangan
pathogen apabila terdapat salah satu tanaman yang terserang pathogen, pada
kultur substrat kapasitas memegang air media substrat lebih kecil daripada media
tanah sehingga mudah menyebabkan pelayuan tanaman yang cepat. Sistem
hidroponik dibedakan menjadi dua berdasarkan sistem irigasinya yaitu sistem
terbuka dan sistem tertutup. Susila (2013) mengemukakan bahwa larutan nutrisi
pada sistem hidroponik terbuka tidak digunakan kembali, sedangkan sistem
tertutup, larutan nutrisi dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi. Sistem
hidroponik rakit apung (Gambar 1) merupakan salah satu budidaya tanaman
hidroponik secara tertutup. Suhardiyanto (2010) mengemukakan bahwa
hidroponik rakit apung termasuk hidroponik kultur larutan.
1.2 m U
U1 U2 U3 U4
B1 B3
B2 B3
B3
B4 B3 B2
B2 5.8 m
B1 B1 B4
B4 B1
B2 B4
U
Lampiran 3. Denah Percobaan SistemApung
3.3 m
U1 U2 U3 U4
B2 B1 B3 B4 B1 B4 B2 B3 B3 B4 B1 B2 B1 B3 B2 B4
3.9 m
Lampiran 4. Denah Pengambilan Contoh Tanaman Selada Merah
U
15 cm Ketereangan:
Jumlah tanaman selada merah: 6 tanaman
5.8 m
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Selada pada umur tanaman 7,
14, 21, 28, 35, 42, 49 dan 56 HST
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Panjang Tanaman Selada pada umur tanaman
7, 14, 21, 28, 35, 42, 49 dan 56 HST
1. Hasil Uji Unsur Hara N, P dan K pada perlakuan umur bibit 1 minggu
2. Hasil Uji Unsur Hara N, P dan K pada perlakuan umur bibit 2 minggu
3. Hasil Uji Unsur Hara N, P dan K pada perlakuan umur bibit 3 minggu
4. Hasil Uji Unsur Hara N, P dan K pada perlakuan umur bibit 4 minggu