Anda di halaman 1dari 15

BAB III

MENGENALI NEMATODA DAN


GEJALA SERANGGA PADA TANAMAN
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata nematoda berasal dari bahasa Yunani yaitu nemat atau nematos
(benang) dan helminth (cacing atau parasit yang menyerupai cacing). Filum
nematoda merupakan kelompok besar kedua setelah serangga apabila
didasarkan atas keanekaragaman jenisnya. Nematoda telah dikenal sejak zaman
purba sebagai parasit pada manusia. Namun ketika mikroskop yang lebih baik
ditemukan dan para ahli hewan abad kesembilan belas mengeksplorasikan
makhluk hidup dalam lingkup yang luas, maka nematoda dilupakan. Umumnya
nematoda yang hidup di atas tanah sering terdapat di dalam tanah terdapat di
dalam jaringan tanaman atau di antara daun-daun yang melipat, di tunas daun,
di dalam buah, di batang, atau di bagian tanaman lainnya. Nematoda juga ada
yang hidup di dalam tanaman (endoparasit) dan ada juga yang di luar tanaman
(ektoparasit).
Nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pertama kali ditemukan di
Inggris tahun 1885 , tetapi sebelumnya dilaporkan bahwa nematoda tersebut di
temukan pada daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Nematoda puru akar
dapat menyebar secara lokal dengan perantara partikel tanah, alat pertanian, air
irigasi, banjir atau drainase, kaki hewan dan badai debu. Sedangkan untuk yang
jarak jauh dapat melalui produk pertanian atau bibit tanaman. Rosya (2012)
menyatakan bahwa Meloidogyne spp merupakan salah satu nematoda parasit
pada tanaman. Nematoda ini memiliki banyak jangkauan inang dan dapat
menyerang sebagian besar tanaman penting pertanian, hampir semua tanaman
sayuran dan lebih dari 1700 spesies tanaman lainnya.
Kerugian yang telah ditimbulkan oleh nematoda ini sangat besar,
tanaman seledri yang terserang menjadi kurus, kerdil, dan hasil panen menurun
drastis. Untuk mengurangi dan menanggulangi kerusakan yang ditimbulkan
oleh nematoda ini, diperlukan penelitian tentang morfologi dan anatomi tubuh,
siklus hidupnya, musuh alami, dan lain-lain untuk penanggulangannya di waktu
mendatang.

1.2 Tujuan Praktikum


Agar praktikan mampu menjelaskan dalam mengenali jenis penyakit
tumbuhan dari gejala dan tanda yang nampak pada tumbuhan yang
terserang nematoda.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Seledri


2.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Mangnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens
2.1.2 Morfologi
Tanaman seledri (Apium graveolens) termasuk tanaman
dikotil (biji berkeping dua), memiliki akar tunggang dan
memiliki serabut akar yang menyebar kesamping dengan
radius sekitar 5-9 cm dari pangkal batang dan akar dapat
menembus tanah sampai kedalaman 30 cm, berwarna putih
kotor, memiliki batang tidak berkayu, memiliki bentuk
bersegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak,
dan berwarna hijau. Memiliki daun majemuk menyirip
ganjil dengan anak daun 3-7 helai, anak daun bertangkai
yang panjangnya 1-2,7 cm tangkai daun berwarna hijau
keputih- putihan, helaian daun tipis dan rapat pangkal dan
ujung daun runcing, tepi daun beringgit, panjang 2-7,5 cm,
lebar 2-5 cm, pertulangan daun menyirip, daun berwarna
hijau muda sampai hijau tua. Memiliki bunga majemuk
berbentuk payung berjumlah 8-12 buah kecil-kecil berwarna
putih tumbuh dipucuk tanaman tua. Pada setiap ketiak daun
dapat tumbuh sekitar 3-8 tangkai bunga, pada ujung tangkai
bunga ini membetuk bulatan. Setelah bunga dibuahi akan
terbentuk bulatan kecil hijau sebagai buah muda, setelah tua
buah berubah warna menjadi coklat muda dan memiliki
buah tanaman seledri berbentuk bulatan kecil hijau sebagai
buah muda, setelah tua buah berubah warna menjadi coklat
muda (Haryoto, 2009).

2.2 Hama Nematoda Puru Akar


2.2.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Thylenchida
Famili : Heterodidae
Genus : Meloidogyne
Spesies : Meloidogyne spp
2.2.2 Morfologi
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang
bergerak lambat di dalam tanah, panjangnya bervariasi dan
maksimum 2 mm kepalanya berlekuk dan panjang stiletnya
hampir 2 kali panjang stilet betina.
Pada cacing jantan terdiri dari satu atau kadang-kadang dua
testis tubuler. Secara berturutan setelah testis, vas eferens,
vesikulum seminalis (sebagai tempat menyimpan sperma),
vas deferens dan terakhir kloaka. Disebelah dorsal kloaka
ditemukan kantung spikulum yang biasanya ditemukan 1
atau 2 atau tidak spikula (alat untuk kopulasi). Disekeliling
anus ditemukan beberapa papila yang kadang-kadang
bertangkai serta susunan berbeda pada setiap jenis cacing.
Ekor cacing jantan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
yang berupa sayap yang terbentuk dari kutikula sepanjang
ekor cacing dan tidak terlalu melebar disebut ala caudal
sedangkan yang melebar membentuk bentukan yang disebut
bursa (berfungsi untuk memegang cacing betina saat
kopulasi (Subagia, 2009).
Nematoda betina dewasa berbentuk seperti buah pir
bersifat endoparasit yang tidak berpindah (sedentary),
mempunyai leher pendek dan tanpa ekor. Panjang lebih dari
0,5 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,4 mm, stiletnya lemah
dan panjangnya 12–15 mm melengkung kearah dorsal, serta
mempunyai pangkal knot yang jelas. Sistem reproduksi
cacing betina terdiri dari 2 atau 1 ovarium tubuler,
berikutnya masing-masing oviduks, uterus (bagian uterus
ada yang meluas membentuk Reseptakulum Seminalis yaitu
kantung sperma), vagina dan terakhir vulva (Subagia, 2009).
Nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) dapat membantu
infeksi bahkan dapat mengurangi ketahanan varietas tahan,
sehingga populasinya di tanah perlu dikendalikan.
2.2.3 Siklus Hidup Nematoda ( Meloidogyne spp)
Umumnya perkembangan nematoda parasit tanaman
terdiri dari tiga fase yaitu fase larva I sampai larva IV dan
nematoda dewasa. Siklus hidup nematoda puru akar sekitar
18–21 hari atau 3–4 minggu dan menjadi lama pada suhu
yang dingin. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina
tergantung pada kondisi lingkungannya. Pada kondisi biasa
betina dapat menghasilkan 300-800 telur dan kadang-
kadang dapat menghasilkan lebih dari 2800 telur. Larva
tingkat II menetas dari telur yang kemudian bergerak
menuju tanaman inang untuk mencari makanan, terutama
bagian ujung akar di daerah meristem, larva kemudian
menembus korteks akibatnya pada tanaman yang rentan
terjadi infeksi dan menyebabkan pembesaran sel-sel. Di
dalam akar larva menetap dan menyebabkan perubahan sel-
sel yang menjadi makanannya, larva menggelembung dan
melakukan pergantian kulit dengan cepat untuk kedua dan
ketiga kalinya, selanjutnya menjadi jantan atau betina
dewasa yeng berbentuk memanjang di dalam kutikula,
stadium ke empat muncul dari jaringan akar dan
menghasilkan telur secara terus menerus selama hidupnya.
Nutrisi yang tersedia serta jumlah larva per unit area jaringan
inang. Larva jantan lebih banyak jika akar terserang berat
dan zat makanan kurang, jika sedikit larva pada jaringan
inang maka hampir semua menjadi betina, tetapi
reproduksinya kebanyakan partenogenesis, walaupun
exudat akar mampu memacu penetasan telur, tetapi senyawa
tersebut tidak diperlukan untuk keberhasilan siklus
hidupnya.
2.2.4 Gejala dan Tanda Serangan
Tanaman yang diserang nematoda ditandai dengan
adanya pembentukan puru atau gall pada sistem
perakarannya, daun mengalami klorosis, tanaman menjadi
kerdil, daun layu dan banyak yang gugur, bunga dan buah
akar berkurang atau mutunya menjadi rendah, akar lebih
sedikit, tanaman yang terserang secara hebat / parah akan
mengalami kematian.
2.2.5 Pengendalian
Pengendalian nematoda dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti cara bercocok tanam, sanitasi, kimia dan
pengendalian hayati. Pengendalian dengan bercocok tanam
melalui pengaturan waktu tanam yaitu menanam tanaman pada
waktu yang tidak sesuai dengan perkembangan nematoda,
membajak tanah agar nematoda yang berada pada lapisan dalam
tanah akan naik kepermukaan tanah sehingga terjadi
pengeringan oleh panas matahari, kelembaban tanah, perbaikan
dan komposisi tanah dengan pemupukan (Sinaga, 2016).
Pengendalian secara kimia dapat dilakaukan dengan
penggunaan nematisida: fumigan, metil bromyda, methon
sodium dan karbofuran, penanifhas, dan prophus. Pengendalian
secara hayati pelaksanaannya menggunakan mikroorganisme
pada nematoda yang sekarang giat diteliti.
Pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan
parasit atau predator pada telur, larva tau nematoda dewasa agar
dapat menekan populasi nematoda (Trisnawati, 2009).
Pengendalian hayati terhadap patogen tanaman umumnya
terjadi mekanisme secara antagonis. Antagonis yaitu peristiwa
dimana organisme yang satu menghambat perkembangan dan
pertumbuhan organisme yang lain, hal ini dapat terjadi dengan
beberapa cara seperti kompetisi, antibiosis, dan parasitisme.
Dalam hal ini dapat terjadi persaingan dan perebutan ruang,
makannan (nutrisi), oksigen dan pembentukan toksin (Subagia,
2009).
Sejauh ini keefektifan fungi oportunistik dalam
mengendalikan nematoda telah banyak di laporkan. Contohnya
fungi antagonistik seperti Bacillus penetrans efektif menekan
populasi Meloidogyne spp. hingga di bawah 50%. Spora
Bacillus penetrans menempel pada kutikula larva, betina,
dewasa dan telur Meloidogyne spp. dan memparasit hingga
nematoda tersebut mati. Pada satu larva ditemukan lebih dari
250 spora. Dalam kondisi yang optimal, laju multiplikasi B.
penetrans mencapai ribuan kali lipat, sehingga kurang dari 48
jam mampu membunuh larva Meloidogyne spp.
Mikroorganisme lain yang efektif sebagai musuh alami
Meloidogyne spp. yaitu Dactilella spp., Dactylaria spp.,
Artrobotrys spp., dan Botrytis spp. Semua spesies tersebut
mampu membentuk hifa perangkap yang dapat menangkap
larva nematoda setiap saat di daerah rhizosfer (Tjahadi, 2009).
Dapat juga dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Sisa tanaman dan perakaran diangkut ke luar lahan dan
dibakar. Tindakan tersebut diulangi 2 atau 3 kali dengan interval
waktu satu minggu. Penyiangan gulma khususnya dari
kelompok Solanaceae perlu dilakukan sebersih mungkin.
b. Menanam varietas tahan atau toleran terhadap nematoda
adalah cara pengendalian yang murah, tidak mencemari
lingkungan tetapi sangat efektif.
c. Menggunakan pupuk organik yang sudah terurai
sempurna. Berdasarkan penelitian, berbagai pupuk organik,
khususnya pupuk hijau kubis (cabbage green manure), meals
and oil cakes, mustard oil cakes, serbuk gergaji (saw dust),
pupuk dari halaman (farm yard manure), kompos dan
kemungkinan bahan organik lain mampu menekan populasi
Meloidogyne spp. melalui berbagai mekanisme, seperti
menekan pelepasan larva dari dalam sista, menekan
perkembangan nematoda dalam jaringan akar, meningkatkan
musuh alami nematoda, dan meningkatkan ketahanan akar
terhadap serangan nematoda.
d. Rotasi tanaman : menanam tanaman yang tahan atau
bukan inang dari Meloidogyne spp.
e. Pencabutan Tanaman Sakit. Program nasional
Pengendalian Hama Terpadu memasukkan pencabutan tanaman
sakit sebagai salah satu taktik PHT.
f. Nematisida sistemik organo karbamat (aldikarb, oksamil,
karbofuran 3G) dan organofosfat (khususnya fenamifos). Model kerja
(mode of action) bahan aktif nematisida tersebut dalam menekan
populasi nematoda adalah dengan mengubah perilaku nematoda
(nematostatic), antara lain abnormalitas pergerakan tubuh dan stilet
serta menghambat penetasan telur dan pergantian kulit larva. Contoh
Nematisida lainnya seperti etoprofos 10G dan kadusafos 10G.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan tempat


Praktikum dilakukan pada hari Rabu , 2 Oktober 2019 pada pukul 11.10-
12.00 W.I.B di Laboratorium Kesehatan Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur

3.2 Alat dan Bahan


1. Lembar catatan dan alat tulis
2. Kamera atau open kamera
3. Kaca pembesar / loupe
4. Mikroskop

3.3 Cara kerja


1. Mencari tanaman yang terserang bakteri yang ada disekitar
2. Mengidentifikasi jenis patogen atau OPT tersebut
3. Membuat gambar atau foto tanaman yang sakit tersebut dan tanaman
pada saat ditemukan dengan cara melihat adanya sap bakteri pada
bagian tanaman yang menunjukkan gejala yang direndam dalam air
4. Mengamati dan mengambar jenis-jenis gejala serangan nematoda
pada akar, daun dan batang pada gambar berwarna dari observasi
langsung di lapangan tanda-tanda adanya gom, lender, atau dapat
menggunakan mikroskop
5. Megamati menggunakan mikroskop dengan menekan bagian akar
daun batang yang menunjukkan serangan nematoda dan meletakkan
pada gelas objek yang sudah diberi air distilata pewarna dan
dibiarkan selama beberapa menit
6. Mendokumentasikan dengan open kamera
7. Melengkapi tabel pengamatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Nama OPT Komoditas Gejala dan Dampak Keterangan Gambar
Nematoda Tanaman  Terdapat Kingdom :
(Meloidogyn Seledri benjolan Animalia
e sp) (Apium atau puru di Filum :
graveolens akar Nemathelminthe
) tanaman s
 Menyebabka Kelas :
n daun layu, Nematoda
menguning Ordo :
dan melinti Thylenchina
Famili :
Heterodidae
Genus :
Meloidogyne
Spesies :
Meloidogyne sp
Tipe Mulut :
Penusuk dan
Penghisap

4.2 Pembahasan
Nematoda (Meloidogyne sp) merupakan nematode parasit tumbuhan (NPT)
yang sangat merugikan baik dari segi kualitas dan kuantitas maupun hasil dari budidaya
karena sifatnya yang mampu menyerang seluruh tanaman budidaya termasuk tanaman
seledri dimana tanaman seledri yang terserang oleh nematode (Meloidogyne sp)
hasilnya akan kurang baik dalam segi kuantitas dan kualitas. Dari hasil pengamatan
tanaman seledri (Apium graveolens) yang terserang Nematoda (Meloidogyne sp), pada
bagian daunnya terlihat layu dan kering, batang nampak lunak dan terlihat pada
akarnya berbintil-bintil.
Gejala serangan nematode (Meloidogyne sp) yaitu adanya benjolan atau puru
di akar, daun layu, menguning, dan melintir, jumlah akar serabut menjadi abnormal,
bunga dan buah akan berkurang mutunya menjadi rendah, nematode memiliki tipe
mulut penusuk dan penghisap ( Mulyadi, 2009).
Pengendalian nematode dapat dilakukan dengan cara rotasi tanaman,
menerapkan pola tanam campuran / tumpangsari (polikultur), menggunakan bibit
nematode, sanitasi (membersihkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi), pengelolahan
lahan yang baik dan benar, penggunaan pestisida nabati ekstra (mimba,tangetes dan
jarak) dan penggunaan pestisida kimia (nemastisida)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) merupakan salah satu
nematoda parasit pada tanaman. Mekanisme infeksi nematoda
Meloidogyne spp. dimulai dengan masuknya nematoda kedalam akar
tumbuhan, kemudian mengeluarkan enzim selulase yang dapat
menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang
dapat menguraikan pektin. Serangan nematoda menimbulkan gejala
berupa tanaman kerdil, daun menguning, dan layu yang berlebihan
dalam cuaca panas. Puru akar merupakan ciri khas dari serangan
nematoda Meloidogyne spp. Puru akar tersebut terbentuk karena
terjadinya pembelahan sel-sel raksasa pada jaringan tanaman, akar yang
terserang akan mati dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman
terhambat
Pengendalian nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti cara kultur teknis, mekanis/fisik, biologis
dan kimiawi serta upaya pengendalian lainnya.

5.2 Saran
Diharapkan kepada para mahasiswa/mahasiswi untuk lebih
memahami gejala penyakit yang disebabkan oleh nematoda puru akar pada
tanaman tomat, kesalahan didalam mempersepsikan suatu penyebab
penyakit dapat menimbulkan suatu kesalah pahaman. Dan untuk para
pembaca, agar lebih memahami mengenai mekanisme infeksi nematoda
puru akar didalam penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Haryoto, 2009. Bertanamn Seledri Secara Hidroponik. Yogyakarta : Kanisius.
Istiqomah, D, and Pradana, A.P. 2015. Review Pengendalian Nematoda Puru
Akar (Meloidogyne spp) Ramah Lingkungan. Prosding Seminar
Nasional Pencapaian Swasembada Pangan Melalui Pertanian
Berkelanjutan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Mulyadi, 2009. Nematologi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta :
Gadjah Mada Press.
Mutmainna ,2013 . Penyakit Puru Akar pada Tanaman Seledri. Jakarta :
Penebar Swadaya
Prabowo, 2009. Peralatan Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman. Padang
: Universitas Andalas.
Rosya, A. 2012. Keanekaragaman Dan Kepadatan Populasi Nematoda Parasit
Tanaman Seledri ( Apium graveolens) Pada Sistem Pola Tanamn
Monokultur Dan Polikultur. Padang : [Skripsi] Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.
Sinaga, S.M. 2016. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Subagia. 2009. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Tjahjadi, N. 2009. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta : Kanisius.
Trisnawati, Y. 2009. Pembudidayaan Secara Komersial Tomat. Jakarta :
Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai