Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

ASPEK HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


Pengaruh Penanaman Refugia Pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.)
TERHADAP KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DAN PENYAKIT

Disusun oleh:

Valentina Febrian Dewi Pertiwi /


195040201111070 Kelas Q

Asisten Praktikum:

Okty Ayu Lestari

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya
bekerja sebagai petani. Hasil pertanian dari negara Indonesia sangat beragam,
contohnya adalah komoditas buah melon (Cucumis melo L.). Permintaan
konsumen terhadap buah melon sangat tinggi, baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Permintaan tinggi seperti ini belum bisa terpenuhi dikarekan
produktivitas buah melon di Indonesia masih tergolong rendah. Data produksi
buah nasional menunjukkan bahwa produksi buah di Indonesia masih
tergolong rendah. Buah melon termasuk dalam golongan buah yang
produksinya rendah. Produksi melon di Indonesia pada tahun 2013 mencapai
125.207 ton dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 150.356 ton, dan pada
tahun 2015 terjadi penurunan produksi menjadi 137.887 ton (Badan Pusat
Statistik, 2017). Rendahnya produksi buah melon ini disebabkan oleh
budidaya tanaman melon yang cukup rumit karena tanaman melon sangat
rentan terhadap hama dan penyakit, sehingga tingkat kegagalan budidaya
tanaman melon cukup tinggi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
rendahnya produktivitas buah melon
Keberhasilan produksi komoditas melon dapat dilakukan dengan
menjaga kondisi lingkungan disekitar lahan budidaya tetap terjga sesuai
dengan kebutuhan tanaman melon. Salah satu upaya untuk menjaga kondisi
lingkungan budidaya adakah dengan meminimalisir gangguan yang datang
dari makhluk hidup ataupun komponen biotik pada lahan pertanian.
Gangguan ini berupa serangan serangga yang datang dari organsme
pengganggu tanaman. Serangan yang tidak segera dikendalikan, maka dapat
merusak tanaman budidaya dan menyebabkan gagal panen. Pada tingkat
serangan yang berat, dapat menyebabkan tanaman melon mati.
Salah satu upaya untuk menjaga kondisi lahan agar tetap sesuai untuk
pertumbuhan tanaman melon adalah dengan menarik perhatian organisme
pengganggu tanaman. Penarik perhatian ini akan membuat organisme
pengganggu tersebut tidak akan langsung menyerang tanaman budidaya.
Upaya untuk menarik perhatian organisme pengganggu ini salah satunya
dapat memanfaatkan tanaman refugia. Tanaman refugia juga dapat menarik
musuh- musuh alami, sehingga akan menghambat terjadinya serangan hama
pada tanaman budidaya. Serangan hama ini dapat menjadi vektor penyakit.
Oleh karena itu, penggunaan tanaman refugia ini perlu dilakukan untuk
meminimalisir serangan hama dan penyakit dan penggunaan bahan-bahan
kimia dalam kegiatan budidaya pertanian.
1.2 Tujuan
Kegiatan praktikum Manajemen Agroekosistem aspek Hama dan Penyakit
tanaman ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penanaman tanaman
refugia pada area tanaman budidaya melon terhadap jumlah arthropoda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Melon

Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah termasuk tanaman


labu-labuan (Curcubitaceae). Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania
yang merupakan perbatasan Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. Tanaman
melon kemudian menyebar secara luas ke daerah Timur Tengah dan Eropa.
Setelah dari Eropa, melon diperkenalkan oleh Amerika pada abad ke-14 dan
ditanam secara luas di daerah Colorado, California dan Texas. Ahirnya,
tanaman melon menyebar ke seluruh dunia, khususnya daerah tropis dan
subtropis, seperti Jepang, Cina, Korea hingga Indonesia. Kedudukan melon
dalam sistematika tumbuhan berasal dari divisi Magnoliophyta, sub-divisio
Angiospermae, kelas Magnoliopsida, ordo Cucurbitales, famili
Cucurbitaceae, genus Cucumis dan spesies Cucumis melo L. (Parjono, 2012).
Buah melon terdiri dari kulit, daging dan biji buah. Ketebalan kulit buah
berkisar 1-2 mm, tetapi keras dan liat. Buah melon sangat bervariasi, baik
warna daging buah, bobot buah, warna kulit maupun warna daging buah.
Bentuk buah melon antara bulat sampai lonjong atau silindris. Warna kulit
buah antara putih, putih-krem, hijau kekuning-kuningan, kuning, kuning-
jingga sampai kombinasi dari warna warni tersebut, bahkan ada yang
bergaris- garis, bertotol-totol, dan struktur kulit antara berjaring, semi
berjaring hingga tipis dan halus. Daging buah melon ada yang berwarna
jingga muda hingga tua, kuning, putih-susu sampai putih kehijauan. Buah
melon memiliki cita rasa yang manis dan beraroma harum yang khas. Umur
buah dipanen antara 75-120 hari setelah pindah tanam bergantung pada
jenisnya (Maryanto, 2011). Tanda bahwa buah melon siap dipanen yaitu bila
5 dipukul menimbulkan bunyi yang nyaring. Buah melon juga banyak
digemari masyarakat karena buahnya manis serta mengandung banyak
vitamin dan mineral. Dalam 100 gr buah melon mengandung kalori 23,0 kal,
0,6 gr protein, kalsium 17 mg, 0,4 mg besi, 30 mg vitamin C, 0,4 gr serat
dan 6 gr karbohidrat. Kandungan Vitamin A dan

Gambar 1. Tanaman Melon


Vitamin C yang terdapat didalam buah melon juga dapat menyehatkan mata
dan meningkatkan daya tahan tubuh (Umannia, 2020).

2.2 Hama Tanaman Melon


Kegiatan budidaya tanaman melon terdapat salah satu hal yang harus
diperhatikan untuk menunjang kualitas produksi dari buah melon itu sendiri,
yaitu terkait serangan hama dan penyakit. Hama tanaman melon ini dianggap
penting untuk diperhatikan karena dapat mencegah, mengendalikan, dan
menimalisir intensitas serangan yang akan terjadi. Pada tanaman melon ini
memiliki hama penting yang jumlahnya dan jenisnya tidak sedikit, dimana
hama-hama penting ini perlu diketahui dan diteliti baik dari segi
morfologinya, siklus hidup, dan gejala serangan. Serangan hama ini biasanya
terjadi pada saat pagi atau sore hari. Serangan hama ini akan besar apabila
kondisi lingkungan mendukung bagi hama untuk melakukan proses
penyerengan dengan tujuan mencari makanan pada tanaman melon. Menurut
Lizmah dan Gea (2018), beberapa hama penting yang umumnya menyerang
tanaman melon yaitu lalat buah (Bactrocera spp.), kumbang daun
(Aulacophora similis), ulat daun (Palpita sp.), kutu daun (Aphids sp.), Thrips
sp., tungau (Tetranychus sp.), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat tanah
(Agrotis ipsilon), dan cacing tanah (Nematode sp.). Berikut merupakan
beberapa contoh hama yang sering menyerang tanaman melon beserta
penjelasannya:
a. Lalat Buah
Lalat buah merupakan salah satu hama yang menimbulkan
kerugian pada tanaman holtikultura, salah satunya adalah komoditas
melon. Akibat dari serangan hama ini produksi dan mutu buah melon
menjadi turun bahkan rusak. Buah yang terserang lalat buah ini dapat
berjatuhan sebelum masak atau sesudah masak. Menurut Tariyani et
al, (2013) hama lalat buah ini merupakan ancaman terbesar sebagai
hama kontaminan dan bersifat sebagai spesies invasif.
b. Kumbang Daun
Hama kumbang daun biasanya menyerang pada saat malam hari.
Sasaran dari hama ini adalah daun dan bunga tanaman budidaya.
Hama kumbang daun dapat menyebabkan daun dan bunga tanaman
menjadi berlubang. Menurut Syahputra et al, (2020) bahwa hama
kumbang daun memiliki warna kuning kecoklatan dan penyebarannya
yang sangat luas.
c. Kutu Daun
Hama kutu daun menyerang bagian pucuk dan daun tanaman
melon, sehingga terjadi kerusakan pada daun tanaman melon. Kutu
dauin ini menyerang hampir semua fase tanaman melon. Kutu daun
menyebabkan daun tanaman melon menggulung, keriting dan
pembentukan bunga terhambat karena cairan daunnya diserap oleh
kutu
daun (Lizmah dan Gea, 2018). Kutu daun dapat berperan sebagai
perantara virus gemini bagi tanaman melon.
d. Ulat Grayak
Ulat grayak menyerang pada daun dan batang tanaman melon yang
masih muda. Ulat grayak memiliki ciri berwarna keabu-abuan dan
aktif pada malam hari (Yudhistira, 2013). Serangan ulat grayak
menyebabkan lubang yang tak beraturan pada daun. Serangan parah
terjadi ketika seluruh bagian daun hanya tertinggal tulang daunnya
saja.

2.3 Penyakit Tanaman Melon


Kondisi lingkungan pada lahan budidaya mempengaruhi serangan
penyakit pada tanaman melon. Menurut Parjono (2012), terdapat beberapa
jenis penyakit penting yang dapat menyerang tanaman melon, diantaranya
yaitu layu fusarium, layu bakteri, embun tepung, busuk daun, bercak daun,
mosaik dan masih banyak lainnya. Tanaman melon memiliki daya tahan yang
rendah terhadap infeksi mosaic virus dan embun tepung (Purnamawati et al,
2019). Penyakit ini bisa disebabkan oleh serangan patogen cendawa, serangan
virus, serangan bakteri, serangan jamur atau nematode. Perbedaan jenis
serangan pada penyakit ini juga mempengaruhi hasil atau gejala fisik yang
dapat dilihat pada tanaman. Menurut Sumartini dan Rahayu (2017), apabila
tanaman terserang penyakit yang berasal dari jamur tanaman akan cenderung
mengalami pembusukan, sedangkan tanaman yang terkena bakteri akan
mengalami gejala layu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, dan
apabila tanaman terkena virus akan membuat bagian tanaman menjadi rapuh.
Berikut merupakan contoh beberapa penyakit yang menyerang tanaman
melon beserta penjelasannya:
a. Layu Fusarium
Penyakit layu fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium
oxysporum. Gejala yang terlihat pada tanaman yang terserang penyakit
ini adalah tanaman yang tampak segar pada pagi hari dan akan layi
pada sore hari, kemudian akan segar lagi pada sore hari (Sujatmiko et
al, 2012). Cendawan ini tumbuh dalam kondisi tanah yang lembab dan
tidak terjaga kebersihannya. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian
yang sangat besar bahkan gagal panen.
b. Embun Tepung
Penyakit embun tepung pada melon dapat menyebabkan
kemampuan berkembang pada tanaman menjadi berkurang dan dapat
menurunkan hasil. Penyakit ini disebabkan oleh jamur dari Ordo
Eryshiphales dan dari anggota Filum Ascomycota (Ishak dan Daryono,
2020). Gejala dari embun tepung dapat dilihat pada bercak-bercak
hijau terang pada daun. Penyakit ini dapat tertular melalui udara dan
tanaman yang ternaungi mudah terserang embun tepung.
c. Virus Mosaik
Serangan virus ditandai dengan adanya daun yang melepuh,
belang- belang dan mengkerut. Penularan dari virus mosaik dapat
terjadi melalui serangga vektor, salah satunya adalah kutu daun
(Khuluq et al, 2020). Buah yang terinfeksi virus moasaik akan
berbentuk tidak rata dan abnormal. Selain dari kutu daun, sumber dari
virus ini juga dapat berasal dari benih.

2.4 Tanaman Kenikir


Kenikir (Cosmos caudatus) merupakan salah satu tanaman bunga yang
berasal dari Asteraceae (kenikir-kenikiran). Tanaman kenikir banyak
dimanfaatkan untuk tanaman pagar atau pembatas. Tanaman kenikir banyak
ditemikan di area pertanian atau di halaman rumah. Tanaman kenikir
memiliki banyak nama yang berbeda di masing-masing daerah, seperti tahi
kotok (Sunda), Big mariogold (Inggris) dan amarello (Filipina). Kedudukan
tanaman kenikir dalam sistematika tumbuhan berasal dari divisi
Magnoliophyta, sub- divisio Magnoliopsida, kelas Asteranea, ordo Asterales,
famili Asteraceae, genus Cosmos dan spesies Cosmos caudatus
(Astutiningrum, 2016).

Gambar 2. Tanaman Kenikir


Tanaman kenikir mempunyai rumpun dengan tinggi 75-100cm dan
berbau khas. Tanaman kenikir memiliki batang yang tegak, segi empat,
beralur membujur, bercabang banyak, dan berwarna hijau keunguan. Daun
tanaman majemuk, bersilang berhadapan, ujung runcing bertepi rata, panjang
12-25cm dan berwarna hijau. Mahkota terdiri dari 8 helai mahkota dengan
panjang ±1cm dan berwarna merah. Buah dari tanaman kenikir berbentuk
jarum dan keras, ujung berambut, berwarna hijau hijau ketika muda dan
coklat ketika tua. Biji keras, kecil berbentuk jarum dengan panjang ±1cm
berwarna hitam (Qomariyah, 2017).
Tanaman kenikir yang berwarna kuning mencolok membuat ketertarikan
pada serangga. Tanaman kenikir dapat digunakan sebagai tempat berlindung
dari serangan hama lain. Menurut Kurniawati (2020) bahwa, serangga
penyerbuk secara umum mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik
yaitu bentuk bunga, warna bunga, serbuk sari, nektar dan aroma. Daun
tanaman kenikir juga dapat dijadikan sebagai pestisida alami. Daun tanaman
kenikir memiliki kandungan thiopen sehingga cocok dijadikan pestisida untuk
mengendalikan cacing nematoda (Latumahnia et al, 2020).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

Kegiatan Praktikum Manajemen Aroekosistem Aspek Hama dan Penyakit


Tanaman memerlukan berapa alat dan bahan yang digunakan. Berikut merupakan
tabel alat dan bahan beserta fungsinya yang digunakan selama kegiatan
praktikum. Tabel 1. Alat yang digunakan dalam Kegiatan Praktikum
Alat Fungsi
Cang Untuk mencampurkan tanah dengan
kul kompos
Kame Untuk dokumentasi
ra

Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum:


Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam Kegiatan Praktikum
Bahan Fun
gsi
Benih Melon Sebagai tanaman yang akan diamati
Benih Kenikir Sebagai tanaman refugia
Polibag Sebagai tempat media tanam
Tanah Sebagai media tanam
Kompos Sebagai pencampur media tanam
Pupuk NPK 16 Sebagai pupuk
Mutiara
Bambu Sebagai bahan pembuatan ajir
Gawar Sebagai bahan pembuatan ajir

3.2 Waktu dan Tempat


Praktikum Manajemen Agroekosistem aspek Hama dan Penyakit Tanaman
dilaksanakana pada bulan Maret-Mei yang terletak di Kelurahan Lowokwaru,
Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Suhu rerata berkisar
antara 24-31°C, sedangkan kelembapan udara pada daerah Malang berkisar
antara 70% - 95% (BMKG Malang, 2020). Ketinggian tempat rata rata 300
mdpl – 672 mdpl yang terletak pada 111,05º - 112,03º Bujur Timur dan 7,45º
- 7,55º Lintang Selatan. Luas wilayah Kelurahan Lowokwaru sebesar 1,80
km2. Jenis tanah pada daerah ini memiliki jenis alluvial coklat kelabu dan
mediteran (Badan Pusat Statistik Kota Malang, 2019).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Keragaman Arthropoda


Proses budidaya tanaman melon seringkali ditemui arthropoda yang
berada pada tanaman melon atau di sekitar tanaman melon. Arthropoda ini
dapat berperan sebagai hama, musuh alami, atau serangga lain. Pada
praktikum kali ini dilakukan dua perlakuan yaitu perlakuan tanaman melon
dengan refugia dan perlakuan tanaman melon tanpa refugia. Pengamatan
arhtropoda yang dilakukan pada tanaman melon dimulai ketika tanaman
berumur 1 Minggu Setelah Tanam (MST) sampai 5 Minggu Setelah Tanam
(MST). Berikut merupakan tabel arthropoda yang ditemukan pada perlakuan
tanaman melon dengan refugia dan non refugia
Tabel 3. Arthropoda yang ditemukan Tanaman Melon
Nama Serangga
Nama Perlaku Per Dokumentasi
Nama an an
Lokal Ilmiah

Belala Atractomorp
Refugia Ha
ng ha ma
hija crenulata
u

Belalan Atractomorp No
g Hijau Ha
ha n ma
crenulata Refu
gia

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa hasil pengamatan


arthropoda dari perlakuan refugia dan non refugia adalah belalang hijau.
Serangan dari belalang hijau dapat merusak daun tanaman melon hingga
hanya tersisa tulang daunnya saja. Belalang hijau merupakan hewan polifag
yang memakan berbagai jenis tanaman karena makanannya bervariasi
(Hanifah, 2020). Gejala yang ditemukan dari tanaman melong yang terserang
belalang hijau adalah adanya sobekan atau lubang pada daun. Belalang juga
dapat menggigit tunas, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat

4.2 Pembahasan Umum


Kegiatan praktikum yang dilakukan selama 5 minggu dengan
menggunakan komoditas melon (Cucumis melo L.) dengan perlakuan
berbeda, yaitu refugia dan non refugia yang ditujukan untuk mengetahui
pengaruh dari tanaman refugia terhadap keragaman arthtropoda. Berdasarkan
hasil pengamatan, bahwa
kedua perlakuan ditemukan arthropoda dengan spesies yang sama, yaitu
Atractomorpha crenulata (belalang hijau). Keberadaan belalang hijau ini
dikarenakan karena adanya sumber makanan dalam jumlah yang besar. Selain
itu, belalang hijau juga dapat berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya
dengan cepat, sehingga dapat merusak seluruh tanaman budidaya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Mista (2017) bahwa spesies Atractomorpha
crenulata merupakan hama pada tanaman budidaya yang perlu diperhatikan
karena dapat menyerang seluruh tanaman dalam waktu yang singkat.
Arthropoda yang ditemukan pada kegiatan praktikum hanya belalang hijau
saja, karena lingkungan sekitar mendukung untuk pertumbuhan dari belalang
hijau. Belalang hijau menyukai lingkungan yang banyak rumput karena
sebagai sumber makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanti, et al
(2013) bahwa belalang dan kerabatnya menyukai tipe lingkungan hutan,
semak belukar atau lahan pertanian karena terdapat banyak sumber makanan.
Belalang hijau betina dapat bertelur lebih dari 200 butir dalam satu kali
pembuahan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi nimfa. Pada fase
nimfa, hewan ini dapat langsung menjadi hama karena memakan daun-daun
yang masuh muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mista (2017) bahwa
nimfa biasanya berlangsung selama 25-40 hari dan memakan daun-daun yang
masih muda untuk sumber makanannya.

Gambar 3. Siklus Hidup Belalang


Pengendalian hama belalang hijau dapat dilakukan untuk menekan tingkat
serangan yang diluar kendali yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil
produksi. Pengendalian hama belalang hijau dapat dilakukan dengan
menggunakan pestisida kimia dan organik. Bahan-bahan organik yang dapat
digunakan untuk membasmi hama ini adalah akar tuba dan daun mimba.
Menurut Kapsara (2016), bahwa pengendalian hama belalang hijau dapat
menggunakan akar tuba dan daun mimba karena dapat menghambat nafsu
makan, menghambat perkembangan serangga dan dapat sebagai racun.
Pestisida kimia dilakukan jika pengaplikasikan pestisida organik tidak
berhasil menurunkan tingkat serangan dari belalang hijau.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama 5 MST


menggunakan tanaman melon dengan perlakuan refugia dan non refugia
dapat diketahui arthropoda yang ditemukan hanya belalang hijau. Peran dari
belalang hijau pada tanaman budidaya adalah sebagai hama. Keberadaan
belalang hijau ini memberikan dampak negatif karena dapat memakan semua
daun tanaman budidaya hingga tersisa tulang daun. Lingkungan sekitar
tanaman budidaya juga mendukung perkembangan dari belalang hijau.

5.2 Saran
Sebaiknya untuk melakukan kegiatan budidaya, perlu memperhatikan
lingkungan sekitar. Lingkungan disekitar praktikan penuh dengan rumput-
rumput liar yang menjadi sumber tempat tinggal hama, terutama belalang
hijau. Oleh karena itu, sebelum dilakukan kegiatan budidaya sebaiknya
lingkunga dibersihkan dari tanaman pengganggu, seperti rumput-rumput liar.
DAFTAR PUSTAKA
Astutiningrum, Theresia. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kenikir
(Cosmos caudatus Kunth.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococus
aureus secara In-Vitro. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Darma. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Kota Malang. 2019. Kota Malang dalam Angka 2019.
Malang: Badan Pusat Statistik Kota Malang.
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan
Semusim. Badan Pusat Statistik Indonesia dan Direktorat Jendral
Hortikultura.
BMKG Malang. 2020. Prakiraan Cuaca Malang. [Online].
https://malang.jatim.bmkg.go.id/index.php/profil/meteorologi/list-ofall-
tags/prakiraan-cuaca-malang. Diakses pada 07 Mei 2021.
Hanifah, F dan Kusumah, Y. 2020. Serangan Hama Belalang (Oxya spp.) pada
Tanaman Talas (Colocasia esculenta L.) di Kelurahan Situ Gede Kecamatan
Bogor Barat Kota Bogor. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat. 2(5): 717-722.
Ishak, M. A dan Daryono, B. S. 2020. Identifikasi dan Analisis Ketahanan
terhadap Penyakit Embun Tepung pada Melon (Cucumis melo L.) Kultivar
Meloni. Bioeduscience. 4(1): 1-10.
Kapsara, Lina dan Akhmadi, Arief Noor. 2016. Ekstrak Daun Mimba terhadap
Mortalitas Hama Belalang Kembara. Jurnal Biologi dan Pembelajaran
Biologi. 1(1).
Khuluq, M., Phabiola, T. A dan Wijaya, N. I. 2020. Penularan Virus Bergejala
Mosaik pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.) secara Mekanis dan
Melalui Vektor Kutu Daun. Jurnal Agroekoteknlogi Tropika. 9(1): 76-86.
Kurniawati, Sri. 2020. Refugia, Jenis dan Manfaatnya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Banten (BPTP Banten).
[Online]. https://banten.litbang.pertanian.go.id/. Diakses
pada 11 Mei 2021.
Latumahina, F. S., G. Mardiatmoko, M. Tjoa dan C. M. A. Wattimena. 2020.
Penggunaan Biopestisida Nabati Untuk Pengendalian Hama Tanaman
Kehutanan (Peluang Pengembangan Kelompok Tani. Indramayu: Penerbit
Adab.
Lizmah, S. F dan Gea, Y. R. 2018. Keanekaragaman Hama Pada Tanaman Melon
(Cucumis melo L.). Jurnal Agrotek Lestari. 5(1): 1-7.
Maryanto S. D. 2011. Perbandingan Karakter Fenotip Buah Melon (Cucumis melo
L.) Kultivar Melodi Gama-1, Gama Melon Basket, dan Kultivar Komersial
Pada Uji Multilokasi dan Multimusim. Undergraduate Thesis. Fakultas
Biologi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Mista. 2017. Keanekaragaman Serangga (Insecta) pada Sekitar Perkebunan Cabai
Merah (Capsicum annum L.) di Desa Lubuk Lancang dan Pengajarannya di
SMA 9 Palembang. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Palembang. Palembang.
Parjono, C. T. 2012. Usaha Budidaya Tanaman Buah Melon untuk Pembenihan
MGA (Multi Global Agrindo). Universitas Sebelas Maret.
Purnamawati, Iis., Damayanti, T. A dan Giyanto. Potensi Bakteri Agens Hayati
untuk Menekan infeksi Cucumber Mosaic Virus (CMV) pada Melon
(Cucumis melo L.). Jurnal Agroekoteknologi. 12(2): 94-101.
Qomariyah, Lailatul. 2017. Efek Tanaman Kenikir (Comos sulphureus) sebagai
Refugia terhadap Keanegaragaman Serangga Aerial di Sawah Padi Organik
Desa Sumberngepoh Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang.
Sujatmiko, Bambang., Sulistyaningsih, Endang., dan Murti, Rudi Hari. 2012.
Studi Ketahanan Melon (Cucumis melo L.) terhadap Layu Fusarium secara
In-Vitro dan Kaitannya dengan Asam Salisilat. Ilmu Pertanian. 15(2): 1-18.
Sumartini dan Rahayu, Mudji. 2017. Penyakit Embun Tepung dan Cara
Pengendaliannya Pada Tanaman Kedelai dan Kacang Hijau. Jurnal Litbang
Pertanian. 36(2): 59-66
Susanti, Anna., Sary, Wulan dan Ramlah, Siti. 2015. Populasi Belalang
(Orthoptera) di Kawasan Pemukiman Sawang Ba’u Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan. Prosiding Seminar Nasional Biotik. 230-232.
Syahputra, R. G., Wilyus dan Nurdiansyah, F. 2020. Pengaruh Jarak Tanam Labu
Madu (Cucurbita moschata Durch) terhadap Perkembangan dan Efikasi
Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina). Jurnal Agroekoteknologi: 1-7.
Tariyani., Patty, J. A dan Siahayam V. G. 2013. Identifikasi Lalat Buah
(Bactrocera spp) di Chilli, Bitter Melon, Jambu dan Jambu Bol di Kota
Ambon. Agrologia. 2(1): 78-85.
Umannia, Rochmatul. 2020. Pengaruh Penggunaan Pupuk Vermikompos dan
Pupuk Sintetik terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Hasil Tanaman Melon
Golden Langkawi (Cucumis melo var. golden langkawi). Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya. Surabaya.
Yudhistira, Albertus K. S. 2013. Ketertarikan Ngengat Spodoptera litura Fabricus
terhadap Warna Hijau di Area Tanaman Melon. Jurnal Biologi: 1-13.

Anda mungkin juga menyukai