Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum

Bioteknologi Pertanian

PEMBUATAN PGPR
(Plant Growth Promoting Rhizobacter)

Nama : Alam Syah


Nim : G011181003
Kelas : Bioteknologi F
Kelompok :4
Asisten : Andi Fatmawati

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini kebanyakan petani di Indonesia mengandalkan pemupukan
dengan bahan kimia. Penggunaan pupuk kimia telah dapat dibuktikan secara nyata
bahwa pupuk kimia tersebut dapat meningkatkan produksi pertanian dan membuat
pertanian lebih efisien, namun penggunaan pupuk kimia secara terus menerus
dapat menyebabkan penurunan populasi organisme dan mikroorganisme di dalam
tanah. Upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan adanya kesadaran
masyarakat tentang pola hidup sehat, dan didukung oleh permintaan produk
pertanian yang organik, sehat dan aman bagi konsumen, maka diperlukan cara
untuk menyuburkan tanaman dengan bahan non kimia.
Salah satu cara yang dapat direkomendasikan dalam melakukan
penghematan pupuk kimia adalah dengan pupuk hayati yang berbasis rizobakteri
yang berperan sebagai Plant Growth Promoting rhizobacteria (PGPR). Pupuk
hayati memberikan alternative yang tepat untuk memperbaiki dan
mempertahankan kualitas tanah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman. PGPR telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman (Suriaman, 2015).
Selain dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, PGPR juga
dapat menekan pertumbuhan patogen akar dan meningkatkan toleransi akar
tanaman terhadap bahaya keracunan dari berbagai logam berat (Khalimi et al,
2015). Mengingat pentingnya kreativitas dan inovasi baru dalam mencari pupuk
alternatif dan mencari solusi yang tepat dalam merevitalisasi kesehatan ekosistem
tanah, maka penelitian tentang pemanfaatan PGPR sebagai pupuk hayati sangat
perlu dilakukan dalam rangka untuk mempercepat pengembangan pertanian yang
ramah lingkungan di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, maka pembuatan PGPR ini sangat perlu untuk
meningkatkan daya guna mikroba yang bermanfaat bagi pertanian, dan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas nilai hasil yang diperoleh dari pengolahan
pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah penggunaan PGPR dapat menjadi solusi pertanian dalam
meminimalisir penggunaan bahan kimia?
2. Bagaimana peranan PGPR dalam dunia pertanian?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini agar mahasiswa paham dan menegerti
bagaimana pembuatan PGPR dan pemenfaatannya dibidang pertanian.
Manfaat dari praktikum ini diharapkan dapat menjadi bahan literature
dalam penelitian yang lebih lanjut serta sarana informasi kepada para msyarakat
dalam pembuatan PGPR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian PGPR
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan miroba PGPR
atau Plant Growth Promoting Rhizobacteria atau Rhizobakteria Pemacu
Pertumbuhan Tanaman (RPPT) merupakan spesies bakteri rizosfer (di sekitar
perakaran) yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut
hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan
mikroorganisme ini akan sangat menguntungkan. Kelompok bakteri PGPR ini
yaitu Bacillus, Rhizobium dan Pseudomonas. Bakteri ini memberi keuntungan
dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya (Jha Dan M. Saraf, 2015)
PGPR ini pertama kali diteliti oleh Kloepper dan Schroth tahun 1978.
Mereka menemukan bahwa keberadaan bakteri yang hidup di sekitar akar ini
mampu memacu pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan pada bibit/benih. Tidak
hanya itu, tanaman nantinya akan beradaptasi terhadap hama dan penyakit.
Rizobakteri yang bermanfaat dinamakan Plant Growth-Promoting Rhizobacteria
(PGPR). Oleh karena itu, PGPR dapat dipertimbangkan secara fungsional sebagai
bakteri bermanfaat yang mengkolonisasi akar (Rawat, S. Dan A. Mushtaq, 2015)
Secara general beberapa kandungan bakteria yang ada di PGPR antara lain
adalah Azospirillum, Azotobacter, Bacillus, Burkholderia, Corynebacterium,
Pseudomonas, Rhizobium, Serratia etc. Isolat GR 25 menghasilkan auksin dan
memfiksasi nitrogen tertinggi masing-masing sebesar 2.33 ppm dan 2935.59
ppm.Isolat GR 24 mampu melarutkan phosfat terbanyak yaitu 197.26%. Sifat
antagonis paling baik ditunjukkan oleh isolate GR 7 dan GR 21 sedangkan isolate
GR 11 menghasilkan gibberelin dan siderofor tertinggi masingmasing sebesar
1.294 ppm dan 0.071 ppm. Sehingga isolate-isolat tersebut potensial
dikembangkan dalam suatu formulasi PGPR di masa depan (Kafrawi dkk, 2015)
2.2 Mekanisme PGPR
2.2.1 PGPR sebagai Biostimulant
Mekanisme PGPR dapat menjadi biostimulant atau mempercepat tanaman
dalam proses penyerapan unsur hara, spesies atau strain tertentu PGPR dapat
memproduksi salah satu atau beberapa zat pengatur tumbuh diantaranya: IAA,
sitokinin, giberelin, dan senyawa anti-etilen.  Salah satu hormon yang banyak
diproduksi oleh PGPR adalah IAA yang dapat meningkatkan pertumbuhan akar. 
Dengan pertumbuhan akar yang baik maka tanaman akan lebih baik dalam
menyerap unsur hara dan air sehingga pertumbuhan akan lebih bugar. Senyawa
anti-etilen dapat menyebabkan tanaman lebih awet kebugarannya dan menunda
penuaan (Desmawati, 2018)
2.2.2 PGPR sebagai Bioprotectant
PGPR juga mampu berperan dalam melindungi tanaman dari serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT), hama atau patogen tanaman.  Mekanisme
perlindungannya dapat bersifat langsung yaitu dengan menghasilkan senyawa
anti-mikroba (antibiotik) atau enzim litik yang menghancurkan sel patogen,
atau tidak langsung dengan mengaktifkan tanaman untuk memproduksi senyawa
pertahanan (induksi ketahanan).  Perlu diketahui juga, meskipun PGPR hidupnya
berada di sekitar perakaran tanaman, karena kemampuannya menginduksi
ketahanan, efek perlindungan oleh PGPR tertentu tersebut juga dapat ke bagian
tanaman di atas permukaan tanaman (Gandanegara, 2017)
2.2.3 PGPR sebagai Biofertilizer
PGPR dapat berperan sebagai bio-fertilizer (pupuk hayati) karena
kemampuannya untuk mentransformasi sumber nutrien (hara) yang ada di alam
atau pupuk sintetik yang diaplikasikan menjadi mudah tersedia dan terserap oleh
perakaran tanaman melalui enzim atau senyawa lainnya yang dihasilkan oleh
bakteri tersebut. Beberapa kemampuan PGPR sebagai pupuk hayati diantaranya:
memfiksasi N dan melarutkan fosfat (P) sehingga tersedia bagi tanaman.
Beberapa PGPR mampu menghasilkan senyawa siderofor yang dapat mengikat
unsur besi (Fe3+) ketika jumlahnya terbatas (misal karena pH >7) dan dialihkan k
tanaman. Karena kemampuan menghasilkan siderofor tersebut, PGPR juga akan
menghambat perkembangan mikroba patogenik tanaman yang juga memerlukan
unsur besi (Fe3+) (Amalia, 2017).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan PGPR
Aplikasi PGPR mampu mengurangi kejadian dan keparahan penyakit.
Beberapa bakteri PGPR yang diinokulasikan pada benih sebelum tanam dapat
memberi pertahanan pada tudung akar tanaman. Hal inilah yang membuat bakteri
PGPR mampu mengurangi keparahan dari penyakit dumping-off (Pythium
ultimatum) di tanaman. Beberapa bakteri PGPR mampu memproduksi racun bagi
patogen tanaman, misalnya bakteri Bacillus subtilis mampu melawan cendawan
pathogen (Gandanegara, 2017)
Menurut Soenandar Dan Tjahjono (2012) mengatakan bahwa kelebihan dari
PGPR begitu banyak diantaranya ialah:
a) Menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang – kacangan
b) Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas
c) Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi
dan tembaga
d) Memproduksi hormon tanaman
e) Menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan
f) Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan
Adapun kekurangan dari PGPR ialah cenderung inkonsistenan terhadap
pengaruh bakteri PGPR di laboratorium dengan di lapangan kadang – kadang
berbeda. Bakteri PGPR ini harus dapat diperbanyak dan diproduksi dalam bentuk
yang optimum baik vialibilas maupun biologinya selama diaplikasikan di
lapangan. Beberapa bakteri PGPR harus dilakukan re-inokulasi setelah
diaplikasikan di lapangan sepertiRhizobia. Tantangan lainnya berkaitan dengan
regulasi / kebijakan suatu negara. Di beberapa negara kontrol terhadap produksi
agens antagonis ini sangat ketat. Walaupun produk tersebut tidak berefek negatif
pada manusia (Dewi, et al, 2015)
2.4 Parameter Keberhasilan PGPR
Parameter keberhasilan pembuatan PGPR dapat diidentifikasi secara visual,
keberhasilan PGPR terlihat dari perubahan warna. Perubahan warna ditandai
dengan munculnya lapisan warna putih hingga kecokelatan pada bagian atas
lapisan PGPR. Perubahan tersebut akibat adanya aktivitas dari koloni bakteri yang
akan dimenjadi PGPR. Isolat rhizotobakter yang berkoloni biasanya dari kalangan
bakteri dengan genus Azotobacter (Hutabarat, 2012).
Keberhasilan PGPR juga dapat diamati dengan mencium aroma yang
ditimbulkan menyerupai minuman tuak atau tape. Bau khas tersebut timbul akibat
metode yang digunakan pada saat pembuatan PGPR ialah fermentasi anaerob.
Bahan–bahan yang digunakan juga berperan menibulkan aroma tersesbut.
Timbulnya bau tersebut juga akibat adanya aktivitas bioaktivator dengan bakteri
yang berasal dari perakaran (Iswati, 2012).
2.5 Peran Akar Bambu dan Rumput Gajah dalam PGPR
Lingkungan rhizosfer yang dinamis dan kaya akan sumber energi dari
senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar tanaman (eksudat akar) merupakan
habitat bagi berbagai jenis mikroba untuk berkembang dan sekaligus sebagai
tempat pertemuan dan persaingan mikroba. Tiap tanaman mengeluarkan eksudat
akar dengan komposisi yang berbeda-beda sehingga berperan juga sebagai
penyeleksi mikroba; meningkatkan perkembangan mikroba tertentu dan
menghambat perkembangan mikroba lainnya. Akar bambu yang sudah lapuk
diduga mengandung bakteri yang mampu menghasilkan enzim selulase (terutama
lingo selulase). Begitu juga dengan akar dari rumput gajah yang memiliki peran
sebagai pupuk hayati yang dapat digunakan sebagai bahan PGPR (Iswati, 2012).
Peranan akar bambu dalam PGPR ialah meningkatkan unsur hara P dan
sebagai bioprotectant hal ini sisebabkan karena akar bambu terkolonisasi oleh
banyak bakteri Pseudomonas fluorescens, bakteri tersebut dapat berperan dalam
meningkatkan kelarutan P dalam tanah, strain tertentu Pseudomonas sp, dapat
mencegah tanaman dari jamur patogen yang berasal dari tanah. Rhizobacteria dari
Bacillus spp. dan Pseudomonas spp mampu melarutkan fosfat, sedangkan
Serratia spp dapat meningkatkan ketersediaan P juga dapat memfiksasi nitrogen
dan mampu mensintesis IAA. Mikroba yang memiliki kemampuan menghasilkan
fitohormon merupakan salah satu upaya untuk membantu meningkatkan
pertumbuhan tanaman. (Pratiwi et al, 2017)
Pupuk PGPR yang dibuat dengan bahan dasar rumput gajah memiliki
manfaat yang sangat tinggi. Manfaat pupuk PGPR bagi tanaman yaitu mampu
memacu pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu mengurangi penyakit atau
kerusakan oleh serangga. PGPR juga bisa memproduksi hormon tanaman,
menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan serta mengontrol hama
dan penyakit tumbuhan. Rumput gajah juga dapat merangsang pembentukan
hormon pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin, etilen, meningkatkan
ketersediaan unsur hara penting bagi tanaman, seperti, fosfat, belerang, besi dan
tembaga, meningkatkan populasi bakteri dan cendawan lain yang menguntungkan
tanaman, meningkatkan kadar nitrogen (N) di dalam tanah meningkatkan daya
serap tanaman terhadap unsur Fe (besi), menghambat berbagai penyakit tanaman
pada bagian perakaran (Hassan dan Bano. 2015)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum PGPR dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin pada Rabu, 13 April 2022 pukul 07:30 WITA sampai
selesai. Adapun pemanenan biang PGPR dilaksanakan di Teaching Farm,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin pada Minggu, 24 April 2022 pukul
14:30 WITA sampai selesai
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum PGPR yaitu jerigen 1 liter 2 buah,
saringan, kemasan, ember beserta penutup ukuran 50 liter, pisau atau gunting,
blender, dan lakban.
Adapun bahan yang digunakan yaitu akar bambu, terasi 25 gr, air kelapa 5
liter, molasses, EM4, air cucian beras 5 liter, dan sabun colek
3.1 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pembuatan biang PGPR yaitu :
1. Mencuci tangan dan menyemprotkan alkohol 70 % ke tangan
2. Menyiapkan alat dan bahan
3. Mencacah akar bambu
4. Memasukkan cacahan akar bambu ke dalam ember
5. Memasukkan air cucian beras dan air kelapa masing-masing sebanyak 5
liter
6. Memasukkan molases dan EM4 ke dalam ember
7. Memasukkan terasi sebanyak 25 gr
8. Mencampur dan mengaduk semua bahan hingga menyatu, kemudian
menutup ember yang telah diberikan sabun colek di permukaan dan
merekatkan menggunakan lakban hingga tertutup rapat.
9. Terakhir memberi label pada ember
10. Menyimpn ember di tempat yang teduh
11. Memanem PGPR setelah 10 hari di fermentasikan
3.3 Parameter Pengamatan
Adapun parameter pengamatan pada praktikum biofertilizer sebagai
berikut:
1. Aroma
2. Keberadaan buih
3. pH
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dalam pembuatan Plant
Growth Promoting Rhizobakteria (PGPR) diperoleh hasil pengamatan sebagai
berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Plant Growth Promoting Rhizobakteria (PGPR)
Tanggal Pengamatan Buih Aroma PGPR pH

20 April 2022 Cukup banyak Fermentasi -

25 April 2022 Sangat Bayak Fermentasi 2,7

Sumber: Data Primer setelah diolah, 2022


Dari tabel di atas menunjukkan terjadinya perubahan setiap parameter
pengamatan, seperti buih yang muncul semakin banyak setiap pegamatan. Aroma
yang ditimbulkan berbau fermentasi serta kadar pH berada pada 2,7
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang diperoleh data, bahwa setelah melakukan fermentasi
selama satu pekan, PGPR mulai mengalami perubahan. Perubahan ini dapat
dilihat dari buih yang muncul cukup banyak dan aroma yang ditimbulkan juga
berbau khas fermentasi yaitu sperti tape. Perubahan yang ditunjukkan
mengindikasikan bahwa pembutan PGPR berhasil. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hutabarat (2012) yang menyatakan bahwa indikator keberhasilan pada pembuatan
PGPR terdapat larutan bening dan ada lapisan berwarna putih (massa bakteri) dan
menimbulkan aroma tape merupakan ciri bahwa fermentasi berhasil.
Hasil yang ditunjukkan pada pengamatan kedua setelah lima hari
berselang menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pengamatan
pertaman. Perbedaanya terletak pada buih yang semakin yang menandakan massa
bakteri semakin banyak, hal ini sesuai dengan pernyataan Hutabarat diatas. Aroma
yang dimbulkan juga tetap sama dengan pengamatan pertama, namun pada
pengamatan kali ini kadar pH menunjukkan sangat massa pada nilai 2,7. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sutanto (2012) yang menyatakan bahwa Nilai pH akan
cenderung turun karena mikroorganisme yang dihasilkan dari penambahan PGPR
dan akar bambu yang memiliki knadungan bakteri yang banyak dan cenderung
berkembang cukup baik pada kondisi pH agak asam. Asam- asam yang terbentuk
seperti asam asetat, asam piruvat, dan asam laktat yang dapat menurunkan nilai
pH lingkungan pertumbuhan mikroorganisme dan menimbulkan rasa asam.
Pendapat tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Masuda et al. (2015)
menyatakan bahwa pemberian bahan yang kaya akan karbohidrat fermentable
dapat mempercepat penurunan pH, karena karbohidrat fermentable merupakan
energi bagi pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat dan asam laktat yang
dihasilkan bereaksi dengan NH3.
Penggunaan akar bambu sebagai objek utama pembuatan PGPR ini adalah
karena akar bambu ini merupakan salah satu dari akar-akar tanaman yang lainnya
seperti halnya akar jagung yang tahan terhadap hama dan penyakit. Pada akar
bambu ini justru terdapat mikroba yang dapat mendukung perkembangan dan
perkembanagannya, karena mikroba yang terdapat didalamnya meriupakan
mikroba baik dan dapat memberi manfaat yang banyak pada tanaman itu sendiri
terutama nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut serta tidak berbahaya bagi
manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Amalia (2017), yang menunjukkan
adanya mekanisme PGPR dalam meningkatkan kesuburan tanaman dapat terjadi
melalui 3 cara, yaitu:
1. Menekan perkembangan hama/penyakit (Bioprotectant): mempunyai
pengaruh langsungpada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit;
2. Memproduksi fitohormon (biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid );
Sitokinin; Giberellin;dan penghambat produksi etilen: dapat menambah
luas permukaan akar-akar halus;
3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman (biofertilizer) .
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pembuatan PGPR sangatlah mudah, bahan-bahan yang diperlukan juga dapat
ditemukan disekitar lingkungan kita. Pemanfaatan PGPR begitu banyak dalam
dunia pertanian mulai dari biostimulant, biofertilizer,biopestisida, Idan
bioprotectant

5.2 Saran
Untuk menghindari kegagalan pembuatan PGPR perlunya memperhatikan
kesterilan dari bhan dan alat yang akan digunakan agar tidak terjadi kontaminasi
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R. 2017. Pengaruh Perlakuan Benih Menggunakan Rizobakteri Pemacu


Pertumbuhan Tanaman ( RPPT ) dan Pemupukan P terhadap
Pengendalian Penyakit Antraknosa, serta Pertumbuhan Cabai Merah
(Capsicum annuum L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 45 hal

Desmawati, 2008. Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacter ( PGPR )


prospek yang menjanjikan dalam berusaha tani tanaman
hortikultura. BATAN.

Dewi, K. T., E. K. Arum, H. Imaduddin, Dan S. Antonius. 2015. Karakterisasi


Mikroba Perakaran (PGPR) Agen Penting Pendukung Pupuk Organik
Hayati. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, 2 (1) : 289-295

Gandanegara, S. 2017. Azora pupuk hayati untuk tanaman jagung dan sayur.


Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. BATAN.

Hassan, T. U. Dan A. Bano. 2015. The Stimulatory Effects Of L-Tryptophan And


Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) On Soil Health And
Physiology Of Wheat. Soil Science And Plant Nutrition, 15 (1) : 190-201.

Hutabarat, R. 2012. PGPR (Plant Growth Promotioning Rhizobacteria). Buletin


Pertanian.

Iswati, R. 2012. Pengaruh Dosis Formula PGPR Asal Perakaran Bambu


terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum syn).
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Sulawesi.

Jha, C. K. Dan M. Saraf. 2015. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR).


Agricultural Research And Development, 5 (2) : 108-119.

Kafrawai, Z. Kumalawati, Dan S. Muliani. 2015. Skrining Isolat Plant Growth


Promoting Rhizobacteri (PGPR) Dari Pertanaman Bawang Merah
(Allium Ascalonicum) Di Gorontalo. Prosiding Seminar Nasional
Mikrobiologi Kesehatan Dan Lingkungan (ISBN), 6 (1) : 132-139.
Khalimi, K.; D.N. Suprapta and Y. Nitta. 2012. Effect of Pantoea agglomerans on
Growth Promotio and Yield of Rice. Agricultural science research
journals. Vol. 2 (5).pp.240 – 249.

Masuda, T., T. Taniguchi., K. Suzuki., T. Sakai., dan T .Morichi. 2015. Effect of


The Difference in The High Molecular Weight Fraction of Whey
Between Cow’s Milk and Goat’s Milk on Creaming Phenomenon.
Journal College of Bioresource Science. 1(2): 351-357.

Pratiwi, Fitrah; Marlina dan Mariana. 2017. Pengaruh Pemberian Plant Growth
Promoting Rhizobakteria (PGPR) dari Akar Bambu terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal
Agrotropika Hayati.Volume 4 Nomor 2. Aceh: Universitas Almuslim.

Rawat, S. Dan A. Mushtaq. 2015. Plant Growth Promoting Rhizobacteria, A


Formula For Sustainable Agriculture. Plant Science And Research, 5 (4) :
43-46.

Soenandar, M. Dan R. H. Tjahjono. 2012. Membuat Pestisida Organik. Jakarta :


PT Agromedia Pustaka

Suriaman, Edi . 2015. Potensi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum) dalam Memfiksasi N2 di Udara dan Menghasilkan
Hormon IAA (indole acetid acid) Secara in Vitro. Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang

Sutanto, R. 2012. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 90 hlm.

Anda mungkin juga menyukai