Anda di halaman 1dari 11

Agriprima, Journal of Applied Agricultural Sciences Maret, 2017

Online version : https://agriprima.polije.ac.id Vol. 1, No. 1, Hal. 1-11


P-ISSN : 2549-2934 | E-ISSN : 2549-2942 DOI: 10.25047/agriprima.v1i1.17

Rasio Tanaman Induk Jantan dan Betina Serta Penambahan Pupuk


Boron Pada Tanaman Jantan Terhadap Produksi dan Mutu Benih
Jagung Manis (Zea mays “saccharata” STRUT.)

Author(s): Indah Yuyun(1); Rahmat Ali Syaban*(1)


(1)
Program Studi Teknik Produksi Benih, Jurusan Produksi Pertanian, Politeknik Negeri Jember
* Corresponding author: rahmat_tpb@yahoo.co.id

ABSTRAK
Salah satu alasan rendahnya produksi jagung manis di Indonesia adalah kurangnya Kata Kunci:
ketersediaan bibit yang berkualitas dan kurang akuratnya teknis budidaya. Salah satu
upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi jagung manis adalah dengan Pupuk Boron;
menetapkan rasio tanaman induk jantan dan betina dan penambahan boron pupuk pada Produksi dan
tanaman jantan. Penelitian ini dilakukan di Desa Kotes, Gandosari, Blitar dengan Kualitas Benih
ketinggian di atas 60 m dpl. Dilaksanakan dengan menggunakan rancangan kelompok Jagung;
petak terpisah (RBD) dengan 3 faktor dan 2 ulangan. Faktor pertama adalah rasio tanaman
yang terdiri dari 1: 4, 1: 5 dan 1: 6. Faktor kedua adalah penambahan pupuk boron yang Rasio Tanaman
terdiri dari 0 kg / ha (kontrol) dan 15 kg / ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Induk Jantan
perlakuan rasio tanaman induk jantan dan betina berpengaruh secara nyata pada dan Betina;
parameter jumlah biji setiap tongkol, berat 100 biji, perkecambahan dan kecepatan
perkecambahan. Rasio tanaman induk dari 1: 5 (R2) menunjukkan hasil terbaik dengan
menghasilkan 219,50 biji setiap tongkol dan viabilitas benih 83,67%, dan 32,75% untuk
kecepatan perkecambahan biji. Adapun perlakuan pemupukan boron sangat berbeda
nyata pada berat serbuk sari dan viabilitas serbuk sari. Pupuk Boron dengan dosis 15 kg
/ ha (B2) menunjukkan hasil terbaik pada produksi serbuk sari dan viabilitas serbuk sari
masing-masing 1,91 gram / tanaman dan 7,19%. Ada interaksi yang berbeda nyata antara
rasio tanaman induk dan pupuk boron pada jumlah biji di setiap tongkol. Kombinasi rasio
tanaman induk 1:5 dan pemupukan boron menunjukkan hasil terbaik pada jumlah rata-
rata benih dengan 232,30 biji pada setiap tongkol.

ABSTRACT
Keywords: One reason of low production sweet corn in Indonesia is the lack of availability quality
seeds and less accurate at cultivation technicals. One effort that can be used to increase
Boron the production sweet corn is by setting a ratio of male and female parent plants and the
Fertilizer; addition boron fertilizer on male plants. The research was conducted at Kotes Village,
Gandosari, Blitar a height above 60 m asl. And conducted split-plot design (RBD) with
Production and
3 factors and 2 replications. The first factor was ratio plants consisting of 1: 4, 1:5 and
Seed Corn
1:6. The second factor was an addition of boron fertilizer consisting of 0 kg/ha (control)
Quality;
and 15 kg/ha. The results showed that treatment ratio male and female parent plants
Ratio Male and significant effect on the parameters of seeds number each cob, a weight of 100 seeds,
Female germination and speed germination. Parent plant ratio of 1:5 (R2) showed the best
Parental; results by produce 219,50 seeds each cob and seed viability 83,67%, and 32,75% for
seed speed germination. As for boron fertilizer treatment was highly significant on the
weight of pollen and pollen viability. Boron fertilizer with a dose 15 kg/ha (B2) showed
the best results on the pollen production and pollen viability by 1.91 gram/plant and
7,19%, respectively. There was a significant interaction between parent plant ratio and
boron fertilizer on the number of seeds in each cob. The combination parent plant ratio
1:5 and boron fertilizer application showed the best result on the average number of seed
by 232,30 seedson each cob.

Publisher : Politeknik Negeri Jember 1


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

PENDAHULUAN tidak digunakan hasilnya sebagai benih.


Jagung manis (Zea mays saccharata Sehingga dengan komposisi tersebut
sturt) merupakan salah satu jenis jagung belum dapat memberikan hasil benih yang
yang mempunyai prospek bisnis yang baik optimal karena hanya 67 sampai 75% areal
dan menguntungkan Karena disukai oleh produksi yang ditempati tanaman induk
masyarakat, karena rasanya yang enak juga betina. Namun produktivitas benih jagung
mangandung karbohidrat, protein dan hibrida silang tunggal hasilnya dapat
vitamin yang tinggi serta kandungan lemak ditingkatkan hingga mencapai 3 ton/ha,
yang rendah. tergantung dari potensi genetik tetuanya
Total kebutuhan benih jagung manis dan managemen produksinya. Jika
sebanyak 500 ton - 600 ton pada 2011, penanaman induk jantan terlalu kurang,
sedangkan Indonesia masih mengimpor maka induk betina akan kekurangan tepung
250 ton untuk memenuhi kebutuhan benih sari sehingga banyak tongkol yang ompong
jagung manis dalam negeri dengan harga karena itu diperlukan pengaturan
impor yang masih sangat tinggi, sisanya komposisi baris jantan dan betina untuk
sebanyak 41,66% - 50% atau 250 ton - 350 memperoleh hasil benih yang optimal
ton diproduksi local (Danursyamsi, 2013). (Saenong & Rahmawati, 2010). Sehingga
Salah satu benih jagung manis yang bisa diharapkan dalam penggunaan tetua jantan
dikembangkan adalah benih hibrida. Benih yang minimum tersebut, serbuk sari masih
hibrida merupakan generasi pertama hasil tersedia dengan cukup untuk menyerbuki
persilangan antara tetua berupa galur tanaman betina yang ada. Dengan
inbrida. Benih hibrida dapat dibentuk pada demikian, pengelolaan polen tanaman
tanaman menyerbuk sendiri maupun menjadi penting dilakukan untuk
menyerbuk silang. menjamin ketersediaan polen dalam
Berbagai permasalahan dalam rangka peningkatan produksi dan mutu
produksi benih F1 adalah rendahnya benih hibrida. Kegiatan pengelolaan polen
produksi tepung sari, jumlah rambut yang dimaksud mencakup produksi polen
tongkol yang terbatas, rentan berbagai di lapangan dengan menerapkan perlakuan
cekaman lingkungan, saat penyerbukan budidaya untuk meningkatkan jumlah dan
yang tepat sulit dicapai, jumlah biji mutu polen serta pemanfaatannya untuk
pertongkol sedikit, dan produksi benihnya penyerbukan di lapangan. Beberapa
rendah. Namun demikian produktivitas metode yang dikembangkan untuk
benih jagung hibrida silang tunggal masih meningkatkan produksi dan viabilitas
dapat ditingkatkan jika teknologi polen di antaranya ialah pemberian boron
produksinya dapat diperbaiki. Karena itu (Lordkaew, Dell, Jamjod, & Rerkasem,
masih ada peluang untuk meningkatkan 2011).
hasil benih F1 dengan upaya penyediaan Boron meski hanya merupakan salah
teknologi produksi benih yang optimal satu unsur mikro yang diperlukan dengan
4diantaranya dengan mengatur ratio unduk jumlah yang sedikit namun keberadaannya
jantan dan betina. harus tetap ada karena unsur ini memiliki
Rasio tanaman induk jantan dan fungsi tersendiri dalam pertumbuhan
betina pada produksi benih yang telah tanaman. Boron memiliki fungsi penting
diterapkan umumnya adalah 2 baris terhadap sintesis dan transport karbohidrat,
tanaman induk jantan dan 4 baris induk pertumbuhan, dan perkembangan polen,
betina, atau 1 baris induk jantan dan 3 baris serta aktivitas sel. Pemberian boron pada
induk betina, artinya sebesar 25 sampai tanaman diharapkan dapat
33% areal tanam produksi benih F1 mengoptimalkan pertumbuhan tanaman
ditempati oleh tanaman induk jantan yang dan perkecambahan serbuk sari sehingga

Publisher : Politeknik Negeri Jember 2


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

proses penyerbukan akan menjadi lebih Faktor kedua adalah penambahan


baik dan produksi benih jagung yang pupuk boron pada tanaman jantan (B)
dihasilkan juga baik. dengan 2 taraf, yaitu:
Dari berbagai hasil penelitian b1 : 0 kg/ha
diketahui bahwa pemberian unsur boron b2 : 15 kg/ha
pada tanaman blueberry sebanyak 345 g/ha Sehingga didapatkan enam
dapat meningkatkan viabilitas polen, kombinasi perlakuan sebagai berikut: r1b1;
jumlah bunga, dan pembentukan buah r2b1; r3b1; r1b2; r2b2; r3b2. Dari enam
(Chen, Smagula, Litten, & Dunham, 1998). kombinasi perlakuan tersebut, masing-
Viabilitas serbuk sari dan pertumbuhan masing perlakuan diulang 4 kali sehingga
tabung serbuk sari yang meningkat dengan diperoleh 24 unit percobaan. Data hasil
pemupukan boron telah diteliti pada padi penelitian diolah secara statistik
(Garg, Sharma, & Kona, 1979). menggunakan Analysis Of Variance
Selanjutnya pemberian unsur boron (Anova). Apabila hasil menunjukkan
sebanyak 20 µM pada tanaman jagung pengaruh yang nyata maka akan
hibrida dapat meningkatkan jumlah polen dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
per antera dari 1.386 polen menjadi 2.999 Range Test (DMRT) pada taraf 5% .
polen per antera (Lordkaew et al., 2011).
Pemberian boron juga menunjukkan Parameter Pengamatan
respons yang positif terhadap peningkatan 1. Umur berbunga tanaman jantan,
produksi biji tanaman tomat dan paprika dihitung dari waktu tanam sampai 50%
(Sharma, 1999), terutama boron pada dosis tanaman dalam petakan telah
1–2 kg/ha. membentuk malai (tassel) dan telah
Dari hasil penelitian sebelumnya memproduksi tepung sari.
tersebut, maka perlu dilakukan penelitian 2. Berat serbuk sari atau polen (mg),
mengenai rasio penanaman tanaman induk 3. Diameter tongkol (cm),
jantan dan betina pada jagung manis dan 4. Panjang tongkol (cm),
penambahan pupuk boron pada tanaman 5. Jumlah biji pertongkol (%),.
jantan serta pengaruhnya terhadap 6. Berat 1000 biji (gr).
produksi dan mutu benih tanaman jagung 7. Uji Viabilitas Polen (DB):
manis. Metode yang digunakan yaitu dengan
menghitung jumlah polen yang
METOGDOLOGI berkecambah dan tidak dengan
Penelitian ini dilakukan dengan penarikan tiga garis yang telah
menggunakan Rancangan Petak Terbagi ditentukan. Menurut Warid (2009)
(Split plot Design) sesuai dengan perhitungan perkecambahan
kondisinya yang heterogen. Dalam menggunakan rumus :
penelitian terdapat 2 faktor yaitu penentuan
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑜𝑙𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ
tanaman induk jantan dan betina serta 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑙𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖
penambahan pupuk boron pada tanaman
jantan. Sehingga diperoleh rancangan 8. Uji daya kecambah benih (DB):
percobaan sebagai berikut: Dihitung dari persentase kecambah
Faktor pertama adalah rasio tanaman normal pada perhitungan first count
induk jantan dan betina (R) dengan 3 taraf (hari ke-7) dan perhitungan final count
yaitu: (hari ke-14) dibagi jumlah benih yang
r1 : Rasio 1 jantan : 4 betina dikecambahkan.
r2 : Rasio 1 jantan : 5 betina
r3 : Rasio 1 jantan : 6 betina

Publisher : Politeknik Negeri Jember 3


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

𝐾𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒 − 5 & 𝑘𝑒 − 7


x 100% Tabel 1. Rerata Berat Serbuk Sari (gram)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛 Perlakuan Pupuk Rerata Berat
Boron Pollen
9. Uji kecepatan tumbuh benih (KCT)
b1 (Kontrol) 1,64 a
Uji kecepatan tumbuh (KCT) dihitung
dengan rumus: b2 (15 kg) 1,91 b
𝑛
% 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒𝑡𝑚𝑎𝑙 𝑘𝑒 − 𝑖

𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑒𝑡𝑚𝑎𝑙 𝑘𝑒 − 𝑖 Berdasarkan Tabel 1, perlakuan
𝑖−1
pupuk boron (B2) dengan 15 kg/ha pada
HASIL DAN PEMBAHASAN tanaman jantan menunjukan perbedaan
Umur Berbunga yang sangat nyata dengan rata-rata berat
Setiap tanaman dikatakan memasuki serbuk sari 1,91 gram/tanaman. Pemberian
umur berbunga jika tanaman telah pupuk boron mampu menghasilkan jumlah
berbunga minimal 60% dari jumlah polen yang lebih tinggi dibandingkan
populasi dengan satuan HST (Hari Setelah jumlah polen pada tanaman kontrol (b1).
Tanam). Berdasarkan hasil rangkuman Sejalan dengan pendapat Heni and Palupi,
sidik ragam pada Tabel 1, perlakuan rasio (2016) didalam penelitiannya bahwa
tanaman induk jantan dan betina (r), boraks 10 kg/ha dapat meningkatkan
pemberian pupuk boron (b), dan interaksi produksi polen tetua jantan pada tanaman
antara rasio tanaman dan pupuk boron melon. Polen merupakan salah satu
(r*b) tidak menunjukan adanya perbedaan komponen yang sangat penting dalam
yang nyata terhadap umur berbunga produksi benih karena polen sangat
tanaman jantan jagung manis. Umur rata- berpengaruh terhadap proses reproduksi
rata berbunga 59,2 HST. Hal ini diduga pembentukan biji. Keadaan ini akan
umur berbunga lebih dipengaruhi oleh menyebabkan semakin banyaknya biji
faktor genotipe tanaman, dan genotipe yang dihasilkan, sesuai dengan pernyataan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan LINSKENS (1964) bahwa jumlah biji yang
dimana tanaman itu di tanam. Seperti yang dihasilkan tergantung pada: 1) jumlah
dilaporkan oleh Mouradov et al. (2002) butiran polen yang digunakan untuk
yang menyatakan bahwa pembungaan itu menyerbuk, 2) jumlah polen yang
dipengaruhi oleh faktor genetik (faktor menempel pada stigma, 3) lamanya waktu
dalam) dan faktor lingkungan dimana perkecambahan polen, dan 4) jumlah polen
tanaman tumbuh (luar). yang berkecambah pada stigma.
Boron (B) meski hanya merupakan
Berat Serbuk Sari (Polen) salah satu unsur mikro yang diperlukan
Perlakuan rasio tanaman induk dengan jumlah yang sedikit namun
jantan dan betina (r), serta interaksi antara keberadaannya harus tetap ada karena
rasio tanaman dengan pupuk boron (r*b) unsur ini memiliki fungsi tersendiri dalam
tidak menunjukan adanya perbedaan yang pertumbuhan tanaman (Safitri, 2014). Pada
nyata terhadap berat serbuk sari pada lokasi penelitian ini, B tersedia didalam
bunga jagung manis. Akan tetapi pada tanah hanya sebesar 1,7 ppm. Dengan
perlakuan pupuk boron (B), menunjukkan asumsi bahwa berat tanah adalah 2.106 kg
perbedaan yang sangat nyata. per 1 ha lapisan olah (0 – 20 cm), maka B
Hasil uji DMRT taraf 5% untuk tersedia didalam tanah hanya 3,4 kg B/ha
perlakuan pupuk boron terhadap parameter (Hasil Analisa Laboratorium Politeknik
berat serbuk sari bunga tanaman jantan Negeri Jember No.13/Lab Tanah/XI/
disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. 2015). Kandungan B dalam tanah kurang
mencukupi bagi kebutuhan tanaman,
karena itu diberikan tambahan B dengan

Publisher : Politeknik Negeri Jember 4


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

kandungan 48% yang berasal dari pupuk polen. Garg et al. (1979) menyatakan
boron sesuai dengan dosis perlakuan. bahwa perbaikan viabilitas serbuk sari
pada tanaman padi merupakan efek
Viabilitas Serbuk Sari (Polen) stimulasi boron dalam meningkatkan
Polen merupakan pembawa materi ketersediaan gula, aktivitas enzimatik, dan
genetik jantan kepada gametofit betina respirasi yang diperlukan untuk perbaikan
ketika terjadi fertilisasi. Pengujian pertumbuhan serbuk sari. Pemberian boron
viabilitas polen pada kegiatan penelitian ini juga menunjukkan respons yang positif
dilakukan dengan menggunakan metode terhadap peningkatan produksi biji
perkecambahan secara in vitro. tanaman tomat dan paprika (Sharma,
Berdasarkan hasil rangkuman sidik ragam 1999).
pada Tabel 1, perlakuan rasio tanaman Viabilitas polen merupakan kemam-
induk jantan dan betina (r), serta interaksi puan untuk hidup yang ditunjukkan oleh
antara rasio tanaman dengan pupuk boron pertumbuhan atau gejala metabolisme.
(r*b) tidak menunjukan adanya perbedaan Kelly, Rasch, & Kalisz, (2002)
yang nyata terhadap viabilitas serbuk sari menyatakan bahwa kualitas polen dapat
pada bunga jagung manis. Akan tetapi pada ditentukan dari tingkat viabilitasnya.
perlakuan pupuk boron (b), menunjukkan Fertilisasi tidak mungkin dapat terjadi
perbedaan yang sangat nyata. tanpa kehadiran polen dengan viabilitas
Hasil uji DMRT taraf 5% untuk yang tinggi. Polen dengan viabilitas tinggi
perlakuan dosis pupuk boron terhadap akan lebih dahulu membuahi sel telur,
parameter viabilitas serbuk sari pada sehingga sel telur yang dibuahi lebih awal
tanaman jagung manis disajikan pada akan lebih dahulu berkembang menjadi
Tabel 2 di bawah ini. embrio dari pada sel telur yang dibuahi
kemudian. Embrio yang terbentuk lebih
Tabel 2. Rerata Viabilitas Polen awal mempunyai kesempatan yang lebih
Perlakuan Pupuk Rerata Viabilitas baik untuk memanfaatkan fotosintat untuk
Boron Polen pertumbuhan dan perkembangannya dalam
b1 (Kontrol) 6,00 a pembentukan biji sehingga dengan
b2 (15 kg) 7,19 b demikian embrio tersebut dapat
berkembang menjadi biji yang memiliki
Keterangan :
Angka-angka yang diikiuti dengan huruf kecil yang viabilitas yang tinggi (Hoekstra, 1983).
sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Hasil rerata viabilitas polen pada
DMRT taraf 5% perlakuan kontrol (b1) dan Pupuk Boron
(b2) menunjukkan hasil dengan viabilitas
Berdasarkan Tabel 2 di atas tampak sesuai standar PT. East West Seed
bahwa perlakuan pupuk boron Indonesia yaitu 1% untuk semua crop.
memberikan pengaruh yang sangat nyata Polen yang mempunyai viabilitas dengan
terhadap viabilitas polen. Aplikasi pupuk perkecambahan normal memiliki ciri-ciri
boron ini (b2) mampu meningkatkan berwarna merah dan polen yang tidak
viabilitas polen jagung manis dengan rerata viabel tetap transparan seperti yang terlihat
7,19%, sedangkan perlakuan kontrol (b1) pada Gambar 1.
memberikan hasil dengan rerata 5,72%.
Serbuk sari yang viabel merupakan syarat
untuk pembentukan biji dan kapsul (Knox,
1997). Salah satu usaha untuk
memperbaiki pembentukan biji dapat
dilakukan melalui peningkatan viabilitas

Publisher : Politeknik Negeri Jember 5


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

antara rasio tanaman dan pupuk boron


(r*b) tidak menunjukan adanya perbedaan
yang nyata terhadap panjang tongkol
jagung manis. Panjang tongkol jagung juga
dipengaruhi oleh faktor genetik dan
keadaan lingkungan disekitar tanaman
seperti yang dikemukakan oleh Sutopo
(1998) bahwa panjang tongkol yang berisi
pada jagung lebih dipengaruhi oleh faktor
genetik, sedangkan kemampuan dari
tanaman untuk memunculkan karakter
genetiknya dipengaruhi oleh faktor
Gambar 1. Perkecambahan Polen Jagung ;
Tetrazolium (perbesaran 150X). lingkungan. Panjang tongkol rata-rata
(Merah: polen viabel, transparan/putih: 10,98 cm.
polen non viabel)
Jumlah Biji per Tongkol
Faktor-faktor yang mempengaruhi Berdasarkan hasil sidik ragam pada
perkecambahan polen secara in vitro antara Tabel 1, perlakuan rasio tanaman induk
lain: spesies tanaman, waktu pengumpulan jantan dan betina (r) berpengaruh sangat
polen, musim, metode pengambilan polen, nyata terhadap jumlah biji pertongkol, dan
penyimpanan, kerapatan polen, dan berpengaruh nyata terhadap interaksi
kondisi lingkungan perkecambahan seperti antara rasio tanaman induk jantan dan
suhu, dan media Brewbaker dan Kwack betina serta pemberian pupuk boron pada
(Fariroh, 2012). tanaman jantan (r*b). Sedangkan
perlakuan pemberian pupuk boron (b),
Diameter Tongkol tidak menunjukan adanya perbedaan yang
Berdasarkan hasil rangkuman sidik nyata pada pengamatan jumlah biji
ragam pada Tabel 1, perlakuan rasio pertongkol.
tanaman induk jantan dan betina (r), Selanjutnya interaksi antara
pemberian pupuk boron (b), dan interaksi perlakuan rasio tanaman induk jantan dan
antara rasio tanaman dan pupuk boron betina serta pemberian pupuk boron pada
(r*b) tidak menunjukan adanya perbedaan tanaman jantan (r*b) dilakukan uji lanjut
yang nyata terhadap diameter tongkol menggunakan uji Duncan Multiple Range
jagung manis. Kondisi ini diduga diameter Test (DMRT) taraf 5% yang disajikan
tongkol lebih dipengaruhi oleh genetik dan dalam (Tabel 3).
genetik dipengaruhi oleh lingkungan Tabel 3 menunjukkan bahwa
seperti : ketersediaan unsur hara dan air. kombinasi perlakuan rasio tanaman 1:5
Potensi gen dari suatu tanaman akan dengan penambahan pupuk boron (r2 b2),
optimal apabila didukung oleh faktor memberikan hasil jumlah biji pertongkol
lingkungan yang berperan dalam tertinggi yaitu 232,30 biji. Kondisi ini
penampilan karakter dalam gen tersebut diduga bahwa kombinasi perlakuan
(Kuruseng & Arman, 2006). tersebut jumlah serbuk sari tersedia dalam
jumlah yang cukup dan dengan rasio
Panjang Tongkol tanaman 1:5 jarak antara tanaman jantan ke
Berdasarkan hasil rangkuman sidik tanaman jantan berikutnya lebih ideal
ragam pada Tabel 1, perlakuan rasio untuk proses penyerbukan. Pada rasio
tanaman induk jantan dan betina (r), tanaman 1:5 jarak antara tanaman jantan ke
pemberian pupuk boron (b), dan interaksi tanaman jantan lebih lebar dari rasio

Publisher : Politeknik Negeri Jember 6


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

tanaman 1:4 dan lebih kecil dari rasio Hal ini diduga pada kombinasi perlakuan
tanaman 1:6. Dengan jarak tersebut proses tersebut serbuk sari bunga tanaman jantan
penyerbukan atau jatuhnya serbuk sari ke kurang mencukupi untuk menyerbuki
rambut betina lebih tepat, karena dalam tanaman betina yang berjumlah 6.
proses penyerbukan tanaman jagung faktor
yang berperan adalah angin dan setiap Bobot 100 Butir
daerah mempunyai kelembapan serta Hasil analisis sidik ragam pada Tabel
kecepatan angin yang berbeda. Semakin 1 menunjukkan bahwa perlakuan rasio
tinggi kecepatan angin maka semakin jauh tanaman (r) memberikan pengaruh yang
serbuk sari terjatuh. Berdasarkan data nyata terhadap berat kering 100 biji,
Badan Meteorologi dan Geofisika, sedangkan faktor aplikasi pupuk boron
kecepatan angin di kota Blitar pada bulan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
Oktober 2015 adalah 25 km/jam. terhadap berat kering 100 biji. Hasil uji
Penyerbukan tanaman jagung juga dapat lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple
disebabkan oleh faktor genetik dari suatu Range Test) taraf eror 5% dapat dilihat
galur, dimana pengaruh genetik merupakan pada Tabel 4 berikut.
pengaruh keturunan yang dimiliki oleh
setiap galur (Mahdiannoor dan Istiqomah, Tabel 4. Rerata Jumlah Bobot 100 Butir
2015). Setiap galur mempunyai berat dan (gram) Perlakuan Rasio Tanaman
jumlah polen yang berbeda sehingga Perlakuan Rasio Rerata Bobot 100
semakin ringan sebuah polen pada tanaman Tanaman Butir
maka semakin mudah polen terbawa jauh r3 (1:6) 9,56 a
oleh angin. Sitompul and Guritno (1995) r1 (1:4) 9,63 ab
dalam (Mahdiannor & Istiqomah, 2015) r2 (1:5) 9,90 b
menambahkan bahwa faktor genetis Keterangan :
tanaman merupakan salah satu penyebab Angka-angka yang diikiuti dengan huruf kecil yang
sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji
perbedaan antara tanaman satu dengan
DMRT taraf 5%
lainnya.
Dari Tabel 4 di atas menunjukkan
Tabel 3. Jumlah Biji Pertongkol Pada
bahwa perlakuan rasio tanaman 1:5 (r2)
Rasio Tanaman (r) dan Pupuk
memiliki berat 100 butir benih lebih tinggi
Boron (b)
yakni 9,90 gram yang berbeda nyata
Rerata Jumlah Biji dengan perlakuan rasio tanaman 1:6 (r3)
Perlakuan
Pertongkol dan perlakuan rasio tanaman 1:4 (r1). Hal
r3 b1 153,75 a ini diduga karena benih yang dihasilkan
r1 b2 173,55 a pada perlakuan 1:5 lebih bernas sehingga
r3 b2 174,10 a bobot pada perlakuan ini lebih besar dari
r1 b1 181,60 b perlakuan yang lain. Rahimi et al. (2011)
r2 b1 206,70 c menambahkan bahwa tinggi rendahnya
r2 b2 232,30 d berat biji tergantung dari banyak atau
Keterangan : Angka-angka yang diikiuti dengan tidaknya bahan kering yang terkandung
huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5% dalam biji. Bahan kering dalam biji
diperoleh dari hasil fotosintesis yang
Sedangkan pada kombinasi selanjutnya dapat digunakan untuk
perlakuan rasio tanaman 1:6 dengan pengisian biji.
perlakuan tanpa penambahan pupuk boron Selain itu Mugnisjah et al. (1994)
(r3b1), memberikan hasil jumlah biji juga menyatakan bahwa rata-rata bobot biji
pertongkol paling rendah yaitu 153,75 biji. sangat ditentukan oleh bentuk dan ukuran

Publisher : Politeknik Negeri Jember 7


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

biji pada suatu varietas. Biji dari sebuah mencapai 83,67% yang berbeda nyata
tongkol jagung memiliki ukuran, bobot dan dengan perlakuan rasio tanaman 1:6 (r3)
bentuk yang bervariasi keragaman ini dan rasio tanaman 1:4 (r2). Hasil tersebut
terjadi disebabkan waktu terjadinya memperlihatkan bahwa rasio tanaman 1:5
fertilisasi yang bergantung pada proses biji (r2) tidak hanya memiliki keunggulan
di tongkol. Biji yang berada di sekitar 1- 2 dalam pertumbuhan dan hasil produksi
inci dari pangkal adalah yang pertama namun juga pada mutu benih. Angka
terbentuk. Biji pada ujung tongkol baru 83,67% telah melewati nilai SNI yang
terbentuk 4 - 6 hari setelah biji pada ditetapkan untuk kualitas benih dalam
pangkal tongkol terbentuk (Azrai, 2017) kemasan berlebel adalah 70 – 80%.
.Sedangkan bobot 100 butir benih tidak Ningsih (2014) menyatakan bahwa
dipengaruhi oleh pupuk boron. Mugnisjah daya kecambah berhubungan dengan bobot
et al. (1994) menyatakan bahwa rata-rata 100 butir. Bobot 100 butir benih pada
bobot biji sangat ditentukan oleh bentuk tanaman dengan perlakuan rasio tanaman
dan ukuran biji pada suatu varietas. Lebih 1:6 lebih rendah yakni 79,67 %. Sehingga
lanjut Ismunadji et al. (1988) dapat dikatakan bahwa pada perlakuan
menambahkan bahwa apabila tidak tersebut ukuran benihnya lebih kecil
terjadinya perbedaan pada ukuran biji dengan cadangan makanan di dalam benih
maka yang berperan adalah faktor genetik. yang lebih sedikit serta energi yang
disimpan untuk proses perkecambahan
Daya Kecambah Benih (DB) lebih kecil. Oleh karena itu daya
Berdasarkan hasil Tabel 1, perlakuan perkecambahan lebih rendah.
rasio tanaman induk jantan dan betina (r)
berpengaruh nyata terhadap daya Kecepatan Tumbuh Benih (KCT)
kecambah benih. Sedangkan perlakuan Berdasarkan hasil sidik ragam pada
pemberian pupuk boron (b) dan interaksi Tabel 1, perlakuan rasio tanaman induk
antara rasio tanaman serta pemberian jantan dan betina (r) berpengaruh nyata
pupuk boron pada tanaman jantan (r*b) terhadap daya kecambah benih. Sedangkan
tidak menunjukan adanya perbedaan yang perlakuan pemberian pupuk boron (b) dan
nyata pada daya kecambah benih. Hasil interaksi antara rasio tanaman serta
dengan uji DMRT (Duncan Multiple pemberian pupuk boron pada tanaman
Range Test) taraf eror 5% dapat dilihat jantan (r*b) tidak menunjukan adanya
pada Tabel 5. perbedaan yang nyata pada daya kecambah
benih. Hasil uji DMRT (Duncan Multiple
Tabel 5. Rerata Daya Kecambah Perlakuan Range Test) Perlakuan Rasio Tanaman
Rasio Tanaman terhadap daya kecambah pada taraf eror
Perlakuan Rasio Rerata Daya 5% dapat dilihat pada (Tabel 6).
Tanaman Kecambah Tabel 6 menunjukkan bahwa
r3 (1:6) 79,67 a perlakuan rasio tanaman 1:5 (r2)
r1 (1:4) 80,21 ab menghasilkan kecambah normal mencapai
r2 (1:5) 83,67 b 32,75 %/etmal yang berbeda nyata dengan
Keterangan : perlakuan rasio tanaman 1:4 (r1) dan rasio
Angka-angka yang diikiuti dengan huruf kecil yang tanaman 1:6 (r3). Hasil tersebut sejalan
sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji dengan daya kecambah yang dihasilkan
DMRT taraf 5%
oleh perlakuan 1:5 (r2) dimana pada
Dari Tabel 5 diatas menunjukkan perlakuan tersebut (r2) memiliki daya
bahwa perlakuan rasio tanaman 1:5 (r1) kecambah yang lebih tinggi dibandingkan
mampu menghasilkan kecambah normal dengan perlakuan rasio tanaman (1:4) dan

Publisher : Politeknik Negeri Jember 8


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

1:6 (r3). Seperti yang telah diungkapkan suboptimal. Berdasarkan hasil yang
diatas bahwa perlakuan rasio tanaman 1:5 didapat pada masing-masing perlakuan
(r2) memiliki bobot 100 butir terbaik, yang rasio tanaman diatas, semua perlakuan
artinya benih yang dihasilkan lebih bernas. menunjukkan hasil kecepatan
Sehingga dari benih yang bernas tersebut, pekecambahan diatas 30 % semua, maka
banyak cadangan makanan yang tersimpan benih-benih ini memiliki kecepatan
di dalam kotiledon dan menyebabkan tumbuh yang kuat. Hal ini sesuai dengan
benih mengalami metabolisme yang lebih pendapat Sadjad (1993), yang juga
aktif sehingga hal ini mendorong benih memberi kriteria bila benih mempunyai
untuk lebih cepat berkecambah. kecepatan tumbuh lebih besar dari 30 %
artinya benih tersebut memiliki vigor
Tabel 6. Rerata Kecepatan Tumbuh Benih kecepatan tumbuh yang kuat.
Perlakuan Rasio Tanaman Akan tetapi nilai kecepatan tumbuh
Perlakuan Rerata benih (KCT) pada seluruh perlakuan masih
Rasio Tanaman Kecepatan Tumbuh memenuhi standar vigor dengan kriteria
r3 (1:6) 30,34 a baik, di mana rata-rata vigor yang baik
r1 (1:4) 30,74 a berkisar antara 25%/etmal – 30%/etmal
(Sadjad, 1993).
r2 (1:5) 32,75 b
Keterangan : KESIMPULAN
Angka-angka yang diikiuti dengan huruf kecil yang
sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Hasil penelitian ini dapat
DMRT taraf 5% disimpulkan bahwa:
Perlakuan rasio tanaman
Hasil pada uji kecepatan tumbuh berpengaruh sangat nyata (**) pada
menunjukkan kemampuan benih untuk parameter Jumlah Biji Pertongkol dan
berkecambah secara cepat pada kisaran Bobot 100 Butir, berpengaruh nyata (*)
hari itu. Kemampuan benih yang cepat terhadap parameter Daya Kecambah dan
untuk berkecambah tentunya didukung Kecepatan Tumbuh Benih. Rasio Tanaman
oleh nilai daya kecambah dari setiap benih 1:5 (r2) menghasilkan jumlah biji
yang menunjukkan viabilitas yang tinggi. pertongkol dan mutu benih tertinggi yaitu
Semakin tinggi jumlah hari yang sebesar 219.50 biji/tongkol, DB 83.67 %,
diperlukan untuk suatu proses KCT 32.75 %.
perkecambahan maka semakin rendah nilai Untuk perlakuan pupuk boron
indeks kecepatan perkecambahan yang berpengaruh sangat nyata (**) pada
didapatkan. Artinya bahwa semakin lama parameter Berat Pollen dan Viabilitas
jumlah hari yang dibutuhkan untuk Pollen. Aplikasi Pupuk Boron dengan
perkecambahan menunjukan bahwa indeks dosis 15 kg/ha (b2) menunjukkan hasil
kecepatan perkecambahan kecil (Sahilatua, terbaik pada produksi dan viabilitas pollen
1992). Nilai indeks kecepatan yaitu 1.91 gram/tanaman dan viabilitas
perkecambahan yang rendah menunjukan 7.19 %.
bahwa benih tersebut membutuhkan Terdapat interaksi yang nyata (*)
jumlah hari yang lebih lama yang antara rasio tanaman dan pupuk boron
dibutuhkan oleh suatu benih untuk proses terhadap jumlah biji pertongkol.
perkecambahan. Kombinasi rasio tanaman 1:5 dan aplikasi
Kecepatan tumbuh mengindikasikan pupuk boron (r2b2) menghasilkan jumlah
vigor kekuatan tumbuh benih karena benih biji pertongkol tertinggi yaitu 232.30
yang cepat tumbuh lebih mampu biji/tongkol.
menghadapi kondisi lapang yang

Publisher : Politeknik Negeri Jember 9


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA Heni, A., & Palupi, E. (2016). Pengelolaan


Azrai, M. (2017). Penampilan Varietas Polen untuk Produksi Benih Melon
Jagung Unggul Baru Bermutu Protein Hibrida Sunrise Meta dan Orange
Tinggi di Jawa dan Bali. Buletin Meta. Jurnal Hortikultura, 24(1), 32–
Plasma Nutfah, 10(2), 49. 41.
https://doi.org/10.21082/blpn.v10n2.
2004.p49-55 Hoekstra, F. A. (1983). Physiological
evolution in Angiosperm pollen:
Chen, Y., Smagula, J. M., Litten, W., & Possible role of pollen vigour. In
Dunham, S. (1998). Effect of Boron Pollen: Biology and Implications for
and Calcium Foliar Sprays on Pollen Plant Breeding (pp. 35–41).
Germination and Development, Fruit Amsterdam: Elsevier Science
Set, Seed Development, and Berry Publishers.
Yield and Quality in Lowbush
Blueberry (Vaccinium angustifolium Ismunadji, M., Partoharjono, S., Syam, M.,
Ait.). Journal of the American Society & Widjono, A. (1988). Padi (1st ed.).
for Horticultural Science, 123(4), Bogor: Badan Penelitian dan
524–531. https://doi.org/10.21273/ Pengembangan Pertanian.
JASHS.123.4.524
Kelly, J. K., Rasch, A., & Kalisz, S. (2002).
Dahl, A. O. (1965). Pollen Physiology and A Method to Estimate Pollen
Fertilization. A symposium held at the Viability From Pollen Size Variation.
University of Nijmegen, Netherlands, American Journal of Botany, 89(6),
in August 1963. H. F. Linskens, Ed. 1021–1023. https://doi.org/10.3732/
North-Holland, Amsterdam,. Science, ajb.89.6.1021
147(3658), 602–602. https://doi.org/
10.1126/science.147.3658.602 Knox, R. B. (1997). Pollen Biotechnology
for Crop Production and
Danursyamsi, I. (2013). Pengaruh Jarak Improvement. (K. R. Shivanna & V.
Tanam dan Dosis Pupuk NPK K. Sawhney, Eds.). Cambridge, UK.:
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cambridge University Press.
Benih Jagung Manis (Zea mays https://doi.org/10.1017/CBO9780511
saccharata Sturt) (Skripsi). 525469
Universitas Jember.
Kuruseng, M. A., & Arman, W. (2006).
Fariroh, I. (2012). Pengaruh Pengeringan, Respon Berbagai Varietas Tanaman
Media Pengujian, Waktu Panen dan Jagung Terhadap Waktu Perompesan
Kondisi Ruang Simpan Terhadap Daun di Bawah Tongkol. Jurnal
Viabilitas Serbuk Sari Mentimun Agrisistem, 2(2).
(Cucumis sativus L.) (Skripsi). Institut
Pertanian Bogor. Lordkaew, S., Dell, B., Jamjod, S., &
Rerkasem, B. (2011). Boron
Garg, O. K., Sharma, A. N., & Kona, G. R. Deficiency in Maize. Plant and Soil,
S. S. (1979). Effect of Boron on The 342(1–2), 207–220. https://doi.org/
Pollen Vitality and Yield of Rice 10.1007/s11104-010-0685-7
Plants (Oryza sativa L. var. Jaya).
Plant and Soil, 52(4), 591–594. Mahdiannor, & Istiqomah, N. (2015).
https://doi.org/10.1007/BF02277956 Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas

Publisher : Politeknik Negeri Jember 10


Author(s): Indah Yuyun; Rahmat Ali Syaban ___________________________________________________

Jagung Hibrida Sebagai Tanaman Sahilatua, D. J. (1992). Teknologi Benih


Sela Dibawah Tegakan Karet, 40(1), (Fakultas Pertanian). Universitas
46–53. Pattimura, Ambon.

Mouradov, A., Cremer, F., & Coupland, G. Sharma, S. K. (1999). Effect of Boron and
(2002). Control of Flowering Time. Calcium on Seed Production of Bell-
The Plant Cell, 14(suppl 1), S111– Pepper (Capsicum annuum L.).
S130. https://doi.org/10.1105/tpc. Vegetable Science, 26(1), 87–88.
001362
Sitompul, S. M., & Guritno, B. (1995).
Mugnisjah, Setiawan W. Q. A., & Sania. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
(1994). Panduan Praktikum dan Yogyakarta: Gadjah Mada University
Penelitian Bidang Teknologi Benih. Press.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sutopo, L. (2002). Teknologi Benih.
Ningsih, R. (2015). Aplikasi Paclobutrazol Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
dan Pemupukan NPK Terhadap
Produksi dan Mutu Benih Padi Warid. (2009). Korelasi Metode
(Oryza sativa L.) (Skripsi). Politeknik Pengecambahan In Vitro dengan
Negeri Jember. Pewarnaan dalam Pengujian
Viabilitas Polen. (Sripsi). Institut
Rahimi, Zuhry, Z., & Nurbaiti, E. (2011). Pertanian Bogor.
Pengaruh Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Padi
Sawah (Oryza sativa L.) Varietas
Batang Piaman dengan Metode
System of Rice Intensification (SRI)
di Padang Marpoyan Pekanbaru.
Jurnal. Fakultas Pertanian.
Universitas Riau, 7–13.

Sadjad, S. (1993). Dari Benih Kepada


Benih. Jakarta: Grasindo.

Saenong, S., & Rahmawati. (2010).


Penentuan Komposisi Tanaman Induk
Jantan dan Betina Terhadap
Produktivitas dan Vigor Benih F1
Jagung Hibrida Bima-5. In Prosiding
Pekan Serealia Nasional (pp. 74–85).

Safitri, A. D. (2014). Pengaruh


Penyemprotan Boron Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Benih
Padi (Skripsi). Universitas Lampung.

Publisher : Politeknik Negeri Jember 11

Anda mungkin juga menyukai