Disusun Oleh :
FAKULTAS PERTANIAN
TAHUN 2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan bagian paling penting yang membuat kehidupan di bumi .
semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya
60% dan aktivitas metabolik mengambil tempat di larutan air (Enger dan
Smith,2000). Air bersifat sumber daya alam yang terbarukan dan dinamis yang
artinya, sumber utama air yang berupa air hujan akan selalu datang sesuai
dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun.
Mengingat keberadaan air disetiap wilayah dan tempat yang didudukinya
tidak selalu tetap, maka harus dikelola dengan bijak dengan pendekatan terpadu
dan menyeluruh. Terpadu dngan mencerminkan berbagai aspek, berbagai pihak
(stakeholders) dan berbagai disiplin ilmu. Sedangkan menyeluruh mencakup
yang sangat luas, melintas batas antar sumber daya, antar lokasi, antar banyak
aspek, antar para pihak hulu dan hilir, antara multi disiplin, dan berbagai jenis
tata guna lahan.(Imad,2010).
Pengelolaan sumberdaya air merupakan usaha untuk mengembangkan
pemanfaatan, pelestarian dan perlindungan air berserta sumber subernya dengan
perencanaan yang terpadu dan serasi guna untuk mencapai manfaat yang
sebesar besarnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan pun semakin
meningkat. Maka dari itu pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan
sektor pertanian dengan memanfaatkan lahan dan sungai sungai yang besar
untuk dikelola untuk irigasi. (Robert dan Roestam,2008).
B. Tujuan
Untuk mengetahui kebutuhan air tanaman padi dan mentimun pada lahan
atau wilayah dalam pengelolaan air
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Padi varietas Ciherang
Klasifikasi dan Deskripsi Padi (Oryza sativa L.) Varietas. Padi Ciherang
termasuk dalam padi Indica. Padi ini merupakan kelompok padi sawah yang
sangat cocok ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah. Padi ini dapat
ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m
dari permukaan laut (BB Padi, 2010).Menurut Tjitrosoepomo (2002) klasifikasi
tanaman padi yaitu sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Classis : Monokotil (monocotyledoneae)
Ordo : Glumiflorae (Poales)
Familia : Gramineae (Poaceae)
Sub-familia : Oryzoideae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa L. Varietas Ciherang
1. Morfologi padi varietas ciherang
Morfologi atau bagian-bagian tanaman padi,terdiri dari akar, daun,
tajuk, batang, bunga, malai dan gabah.
a. Akar
Perakaran tanaman padi mempunyai perakaran serabut Akar
tanaman padi terdiri dari dua macam akar yaitu: akar seminal dan akar
adventif sekunder.(Makarim dan Suhartatik, 2010).
Akar berfungsi sebagai penguat atau penunjang tanaman untuk dapat
tumbuh tegak, menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk diteruskan
ke organ lain di atas tanah yang memerlukan (Makarim dan Suhartatik,
2010).
b. Daun dan Tajuk
Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang
berselang seling dan terdapat satu daun pada tiap buku. Daun teratas pada
tanaman padi disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak
berbeda dari daun yang lain. Menurut Makarim dan Suhartatik (2010)
menyebutkan, bagian-bagian daun terdiri atas helaian daun,pelepah
daun,telinga daun, dan lidah daun (ligula).
Tajuk merupakan kumpulan daun yang tersusun rapi dengan
bentuk, orientasi, dan besar (dalam jumlah dan bobot) tertentu. Varietas-
varietas padi memiliki tajuk yang sangat beragam (Makarim dan
Suhartatik, 2010).Memiliki tajuk yang sangat beragam (Makarim dan
Suhartatik, 2010).
c. Batang
Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, dan tunas
(anakan) yang tumbuh pada buku.Jumlah buku sama dengan jumlah daun
ditambah dua yaitu satu buku untuk tumbuhnya koleoptil dan yang satu
lagi menjadi dasar malai. Ruas yang terpanjang adalah ruas yang teratas
dan panjangnya berangsur menurun sampai ke ruas yang terbawah dekat
permukaan tanah (Yoshida, 1981 dalam Makarim dan suhartatik, 2010).
d. Bunga
Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Malai terdiri dari 8–
10 buku yang menghasilkan cabang–cabang primer selanjutnya
menghasilkan cabang–cabang sekunder. Buku pangkal malai umumnya
hanya menghasilkan satu cabang primer, tetapi dalam keadaan tertentu
buku tersebut dapat menghasilkan 2–3 cabang primer (Makarim dan
Suhartatik, 2010).
e. Biji
Butir biji adalah bakal buah yang matang, dengan lemma, palea,
lemma steril, dan ekor gabah (kalau ada) yang menempel sangat kuat.
Butir biji padi tanpa sekam (kariopsis) disebut beras. Buah padi adalah
sebuah kariopsis, yaitu biji tunggal yang bersatu dengan kulit bakal buah
yang matang (kulit ari), yang membentuk sebuah butir seperti biji.
Komponen utama butir biji adalah sekam, kulit beras, endosperm, dan
embrio (Makarim dan Suhartatik, 2010).
2. Koefisien tanaman padi (Kc padi)
Koefisien Tanaman (Kc) adalah nilai yang menyatakan hubungan antara
ETo dan ET tanaman. Nilai-nilai Kc beragam dengan jenis tanaman, fase
pertumbuhan tanaman, musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada.
Nilai koefisien tanaman (Kc) tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan
Fase Kc
Pertunasan 1,05
Generatif 1,20
Akhir 0,90
Sumber: Allen (1998)
B. Varietas padi IR64
Varietas padi sawah yang sering dibudidayakan salah satunya adalah
varietas IR64. Djunainah et al. (1993) menyatakan bahwa varietas IR64 sangat
digemari oleh para petani dan konsumen karena rasa nasi enak, umur genjah
(110–125 hari), dan potensi hasil yang tinggi yaitu mencapai 5 ton/ha. Varietas
IR64 merupakan salah satu varietas padi sawah yang hemat dalam
mengkonsumsi air. Konsumsi air bervariasi dengan kisaran 15.93–24.13
l/tanaman. Sistem budidaya sawah membutuhkan air dalam jumlah sangat
besar. Menurut Bouman et al. (2007), rata-rata pemakaian air untuk padi
awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil sehingga luas
permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil.
Sedangkan dari nilai evaporasi potensial (Eto) pada setiap fase
pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa berat basah untuk genangan 5 cm lebih
besar daripada berat basah utuk genangan 10 cm. Begitu juga dengan berat
kering untuk genangan 5 cm lebih besar daripada berat kering untuk genangan
10 cm. Berdasarkan Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa produksi tanaman padi
yang tertinggi terdapat pada genangan 5 cm yaitu 746,7 biji/polibeg, sedangkan
yang terendah terdapat pada genangan 10 cm yaitu 723,1 biji/polibag. Secara
statistik dapat dilihat bahwa produksi tanaman padi pada genangan 5 cm tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan genangan 10 cm. Perbedaan
yang tidak signifikan tersebut dapat dilihat dari hasil uji-t, dimana nilai t-hitung
1,03, sedangkan nilai t-tabel dengan df = 18 adalah 2,10 sehingga t-hitung < t-
tabel. Dengan penggenangan air 5 cm dapat dihemat air setinggi 5 cm atau
untuk luasan satu hektar tanaman padi bisa menghemat air sebanyak 0,05 m x
10.000 m2 = 500 m3 atau 500.000 liter air. Bila ditambah dengan kehilangan
air karena perkolasi, maka dengan penggenangan air 5 cm dapat menghemat air
sebesar 4.100 m3 atau 41 x 105 liter dibandingkan dengan tinggi penggenangan
10 cm.
C. Padi Varietas Mekongga
hari,
Hasil pengukuran nilai evapotranspirasi tanaman (Etc) pada setiap fase
pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat
bahwa nilai evapotranspirasi tanaman yang terbesar terdapat pada umur
pertumbuhan 56 - 90 hari yaitu untuk varietas Makongga sebesar 1,76 mm/
hari, untuk varietas Situ Bagendit sebesar 1,83 mm/hari dan untuk varietas
Ciherang sebesar 1,72 mm/ hari. Hal ini dikarenakan bahwa kebutuhan air pada
fase reproduktif memiliki kebutuhan air yang lebih besar dibandingkan fase
awal, kemudian menurun kembali memasuki fase pemasakan. Hal ini sesuai
dengan Literatur Islami dan Utomo (1995) yang menyatakan bahwa pada
periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil
sehingga luas permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil,
sedangkan pada fase reproduktif merupakan fase pertumbuhan maksimal dan
pada fase pemasakan tanaman sudah mulai masa tua yang kurang produktif dan
proses metabolisme sudah mulai melambat yang sudah berkurang akan
kebutuhan airnya. Hal ini sesuai dengan Literatur Andoko (2002) yang
menyatakan bahwa fase reproduktif yaitu pada tahap masa bunting sampai pada
tahap pembungaan air sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak, sedangkan pada
fase pemasakan yaitu pada tahap gabah matang penuh dimana setiap gabah
matang, keras dan berwarna kuning ditandai dengan daun bagian atas mulai
mengering dengan cepat sehingga kebutuhan air pada tahap ini semakin
berkurang.
Koefisien tanaman padi (kc padi) nilai koefisien tanaman padi setiap fase
pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
bahwa koefisien tanaman padi yang lebih besar, baik pada varietas Makongga,
Situ Bagendit maupun Ciherang yaitu pada umur pertumbuhan 0 – 55 hari yaitu
sebesar 1,21, 1,20 dan 1,20 secara berturut-turut. Dan pada umur pertumbuhan
91 – 118 hari dapat dilihat bahwa nilai koefisien tanaman padi varietas
Makongga sebesar 1,05, varietas Situ Bagendit sebesar 1,05 dan pada varietas
Ciherang sebesar 1,03. Hal ini sesuai dengan Literatur Sosrodarsono dan
Takeda (1976) menyajikan data beberapa nilai Kc pada tanaman padi sawah
yang besaran nilainya bervariasi bergantung pada lokasi, musim, varietas,
pengelolaan tanaman, cuaca, dll. Namun umumnya mempunyai kecenderungan
yang sama dalam hal besarnya nilai koefisien tanaman sesuai dengan proses
pertumbuhannya, dimana pada awal pertumbuhannya (0-30 hari) nilai Kc lebih
kecil, kemudian meningkat pada pertengahan pertumbuhan dan kembali
menurun di akhir masa pertumbuhannya (umur > 120 hari). Hal yang sama
disampaikan Dept. PU (1987 dalam Suwarno, 2000) dari hasil penelitian
Nedeco, baik untuk padi lokal maupun padi unggul.
D. Mentimun
1. Evapotranspirasi tanaman,
2. Jenis tanaman,
3. Umur tanaman,
4. Faktor klimatologi
Kebutuhan air tanaman dapat dihitung dengan persamaan (1) berikut ini.
Keterangan:
kc = Koefisien tanaman
Nilai kebutuhan air tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) dapat dilihat
pada Tabel 3 dan Gambar 1 di bawah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Irnad. 2010. Menuju Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Berkelanjutan : Integrasi
Ekonomi dan Kelembagaan. Riau: Universitas Andalas.
Robert Kodoatie. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi 2). Jakarta:
Index.Sentra
Allen, RG. Pereira, L. Raes, D. dan Smit, M. (1998) Crop Evapotranspiration -
Guidelines for Computing Crop Water Requirements - FAO Irrigation and
Drainage Paper 56. FAO - Food and Agriculture Organization of the United
Nations. Rome. 321 hlm.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
http://www.litbang.pertanian.go.id/varietas/130/ di akses pada 8 desember
2019
Djunainah, Suwanto TW, Husni K. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi. Jakarta
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Islami, T., dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan tanaman. IKIP.
Simanjuntak, Linus. 2010. Usaha Tani Terpadu PATI (Padi, Azolia, Tiktok, dan
Ikan) Agromedia Pustaka. Depok.
Milza, F., Chairani, S., dan Syahrul. Analisis Pengaruh Pemberian Irigasi Secara
Defisit Terhadap Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis Sativus L.) Melalui
Sistem Irigasi Tetes. Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017. ISBN: 978-
602-60401-3-8.