Disusun oleh :
2021
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan menjadi kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga ketersediaan pangan
harus selalu terjamin dan tercukupi dengan baik. Pemenuhan pangan merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tahun 1945. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang
memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan,
Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Maka dari itu kebutuhan pangan yang
berkualitas sangat dibutuhkan untuk di konsumsi rakyat sehingga menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Kebutuhan pangan selalu beriringan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Maka dari
itu pemerintah harus bisa melaksanakan kebijakan pangan, yaitu dengan menjamin kedaulatan
pangan yang meliputi pasokan, diversifikasi, keamanan, kelembagaan, dan organisasi pangan.
Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kemandirian pangan bagi rakyat. Keswadayaan pangan
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya supaya tidak tergantung pada
negara lain, sehingga negara yang berdaulat bisa terwujud (Purwaningsih, 2008).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan program kedaulatan pangan menurut Haryanto (2014), yaitu menjamin hak atas
pangan, menjadi basis pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan menjadi pilar
ketahanan nasional. Tujuan pembangunan ketahanan pangan itu sendiri adalah untuk menjamin
ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan gizi seimbang, baik pada
tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga.
1. Strategi SO
Strategi meamksimalkan kekuatan
• Lahan marginal masih luas
• Sumber bahan organik melimpah
• Konsumen yang banyak
2. Strategi ST
Strategi untuk mengatasi ancaman dengan memanfaatkan kekuatan
• Subsidi
• Jumlah penduduk yang semakin bertambah
3. Strategi WO
Strategi untuk memanfaatkan peluang dalam mengatasi kelemahan
• Sarana dan prasarana belum terpenuhi
• Teknik-tenik baru rekayasa genetika banyak dikembangkan
4. Strategi OT
Strategi untuk menghindari ancaman sekaligus meminimalisir kelemahan
• infrastruktur dasar belum mendukung
• Kesuburan rendah
• Impor masih berlanjut
5
III. PEMBAHASAN
Faktor Internal (S-W)
Lahan di Indonesia secara tidak langsung sering digunakan sebagai media penanaman
tanam pangan, karena lahan yang sebagian besar adalah tanah, mengandung unsur-unsur hara
untuk pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, saat ini banyak terdapat lahan-lahan yang
mengalami kerusakan seperti sifat fisik tanah yang menjadi keras, menggumpal, kering, dan
menurunnya tingkat kesuburan lahan. Hal ini membuat lahan tidak lagi menjadi media tanam
yang baik bagi pertumbuhan tanaman, karena media yang baik harus memiliki persyaratan-
persyaratan sebagai tempat berpijak tanaman, memiliki kemampuan mengikat air dan
menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman, mampu mengontrol kelebihan air (drainase)
serta memiliki sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik, dapat mempertahankan
kelembaban di sekitar akar tanaman dan tidak mudah lapuk atau rapuh (Prayugo, 2007).
Di Indonesia lahan marginal dijumpai baik pada lahan basah maupun lahan kering.
Lahan basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang surut seluas 24 juta
ha, sementara lahan kering kering berupa tanah Ultisol 47,5 juta ha dan Oxisol 18 juta ha
(Suprapto, 2003). Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 106.000 km dengan
potensi luas lahan 1.060.000 ha, secara umum termasuk lahan marginal. Berjuta-juta hektar
lahan marginal tersebut tersebar di beberapa pulau, prospeknya baik untuk pengembangan
pertanian namun sekarang ini belum dikelola dengan baik. Lahan-lahan tersebut kondisi
kesuburannya rendah, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki
produktivitasnya (Suprapto, 2003).
maka peningkatan kegiatan satu sektor akan mempengaruhi penggunaan di sektor lain(Astuti,
2011)
penyerapan unsur hara akan akan terganggu yang akan berakibat menurunya kemampuan
produksi lahan tersebut. Selain itu penggunaan konsentrasi pupuk anorganik dari musim
kemusim harus lebih meninggkat atau lebih tinggi untuk mendapatkan hasil yang sama dengan
misin sebelumnya. Serta semakin keras tanah juga berpegaruh pada proses pertumbuhan
tanaman, karena tanaman akan sulit menyerap unsur hara yang terkandung dalam tanah.
Setelah melihat tingginya konsumsi dan permintaan padi, jagung, kedelai, tebu, cabai
dan bawang merah. Perlu dilakukan optimalisasi lahan pertanian yang berfungsi untuk
memaksimalkan produktivitas yang dapat di produksi petani.
Melakukan penerapan GAP pada proses pengolahan lahan dan pada saat budidaya
tanaman padi, jagung, kedelai, tebu, cabai dan bawang merah. Masih banyak petani di
Indonesia yang belum menerapkan GAP pada proses pengolahan lahan dan budidaya tanaman
karena membutuhkan biaya dan perawatan yang lebih, sementara itu kondisi finansial para
petani di Indonesia kebanyakan masih tergolong rendah (Awaliah et al., 2020).
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedaulatan pangan dapat terlaksana apabila kebijakan dan penerapan program dengat tepat
dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki bangs akita, sehingga dapat menciptakan
kemandirian pangan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa harus melakukan impor bahan pangan
dari luar negeri
8
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Umi Pudji. 2011. Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Pangan Menjadi Kelapa
Sawit Di Bengkulu : Kasus Petani Di Desa Kungkai Baru. Dalam: Wibawa, Wahyu. &
Ishak, Andi. (eds.) Bengkulu 2011: Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi
Lahan Pertanian: Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian, Bengkulu 2006, 7
Juli 2011,Balai Pengkajian Pertanian Bengkulu. pp. 191-195.
Awaliah, L., Nahraeni, W., Masithoh, S., & Rahayu, A. (2020). PENERAPAN GOOD
AGRICULTURAL PRACTICES (GAP) JERUK PAMELO ( Citrus maxima (Burm.)
Merr.). Jurnal AgribiSains, 6(1).
Djaenudin, D., H., M., H., S., & Hidayat, A. (2011). Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. In Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian.
Fredy, Rangkuti, 2001, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta:PT.
Gramedia Pustaka), hal x
Irawan, Bambang. & Friyatno, Supena. 2002. Dampak Konversi Lahan Sawah Di Jawa
Terhadap Produksi Beras Dan Kebijakan Pengendaliannya.SOCA (Socio-Economic Of
Agriculturre And Agribusiness.[Online] 2 (2), 1-33. Tersedia di:
http://library.unud.ac.id/index.php/soca /article/download/4012/3001[diunduh: 19
Maret 2013].
Indrakusuma. 2000. Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya Pratama Alam.
Yogyakarta.
Mashar Ali Zum. 2010. Bukti Keunggulan Pupuk Hayati Bio P 2000 Z dalam
PeningkatanProduktivitasdanProduksi Pertanian.PT.AlamMaju
LestariIndonesia,Bogor.
9
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 02/Pert/HK.060/2/2006 Tentang Pupuk Organik dan
Permbenah Tanah. Kementerian Pertanian
Prayugo, S. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sitti Wakiah, Johan A. Rombang, dan Johannes E.X. Rog. (2016). EVALUASI LAHAN
UNTUK PENGEMBANGAN LAHAN PERKEBUNAN DI PULAU BACAN
KABUPATEN HALMAHERA SELATAN. Agri-SosioEkonomiUnsrat, ISSN 1907±
4298, Volume 12 (2). Hal 377 - 382
Yoyon Haryanto, Wida Pradiana. 2014. “Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh
Pertanian dalam Penyediaan Pangan di Kota Bogor”. Jurnal Aplikasi Manajemen
(JAM). Vol 12. No 4.
10
11