Anda di halaman 1dari 25

PROSPEK AGRIBISNIS DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

(TUGAS INI : UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH DASAR AGRONOMI)

DOSEN PENGAMPU : IR. ABDUL RAHMAN, MS

DISUSUN OLEH :

IRVAN HOTMANDO SIMARMATA (198220158) A4

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MEDAN AREA

MEDAN

2020 / 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah kekayaan yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia. Pertanian Indonesia memeliki banyak potensi, sejarah pertanian

telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia. Kebudayaan

masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai

kebudayaan agraris. Sejarah pembangunan pertanian berawal pada masa

orde baru. Pada awal masa orde baru pemerintahan menerima beban berat

dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan tahun

untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk

menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi,

stabilitas politik tercapai yang berpengaruh terhadap bantuan luar negeri

yang mulai terjamin dengan adanya IGGI.

Pertanian dalam pengertian yang luas yaitu kegiatan manusia untuk

memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang pada

mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang

telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan

tersebut (Van Aarsten,1953). Pengertian Pertanian dal am arti sempit yaitu segal a

aspek biofisik yang berkaitan dengan usaha penyempurnaan budidaya tanaman

untuk memperoleh produksi fisik yang maksimum (Sumantri, 1980). Indonesia

merupakan salah satu negara agraris dimana, sebagian besar penduduknya tinggal

di perdesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Penduduk Indonesia pada

umumnya mengkonsumsi hasil pertanian untuk makanan pokok mereka.


Pertanian di Indonesia perlu ditingkatkan produksinya semaksimal mungkin

menuju swasembeda pangan akan tetapi, tantangan untuk mencapai hal tersebut

sangat besar karena luas wilayah pertanian yang semakin lama semakin sempit,

penyimpangan iklim, pengembangan komoditas lain, teknologi yang belum modern,

dan masalah yang satu ini adalah masalah yang sering meresahkan hati para petani

yaitu hama dan penyakit yang menyerang tanaman yang dibudidayakan. Hasil

produksi tanaman padi di Indonesia belum bisa memenuhi target kebutuhan

masyarakat karena ada di beberapa daerah di Indonesia yang masih mengalami

kel aparan (Agriculture Sector Review Indonesia,2003). Luas pertanian di Indonesia

yang semakin menyempit hal inilah yang menjadi tantangan terbesar saat ini yang

harus dihadapi akan tetapi, ada cara yang dapat dilakukan untuk

mengantisipasinya yaitu dengan cara melakukan pembangunan sektor pertanian.

Pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipasi yang luas

dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material

(termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas l ainnya yang

dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka

peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers, 1994). Pembangunan ini bertujuan

untuk membantu terlaksanakannya pembangunan daerah baik pertanian maupun

non-pertanian. Pembangunan tersebut bertujuan agar dapat menghasilkan hasil

produksi berupa hasil pertanian dan non-pertanian karena keduanya harus sama-

sama berkembang dan bergandengan. Pembangunan pertanian adalah upaya-upaya

pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan untuk memastikan kapasitas

produksi pertanian jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan petani

melalui pilihan-pilihan pendekatan yang ramah terhadap lingkungan

(Schultink,1990).

Pembangunan pertanian merupakan salah satu bagian dari pembangunan


ekonomi dalam arti luas yang tidak lepas dari upaya pembangunan dibidang

ekonomi, artinya pembangunan tiap sektor saling berkaitan satu dengan yang lain.

Banyak hal yang dapat dikembangkan dalam pertanian di Indonesia khususnya

dalam bidang perekonomian pertanian. Semua usaha pertanian pada dasarnya

merupakan kegiatan ekonomi yang memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang

sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/ bibit, metode budidaya,

pengumpulan hasil, distribusi produk, pengol ahan dan pengemasan produk, dan

pemasaran. Bentuk-bentuk lahan pertanian di Indonesia yaitu diantaranya sawah,

tegalan, pekarangan, l adang berpindah dan lainnya. Hasil pertanian di Indonesia

sangatl ah beragam diantaranya adalah beras, avage, avokad, kopi, jagung, bawang,

cengkeh, kakao, kacang-kacangan, kapas, kapuk, karet, kayu manis, kedel ai, kelapa,

kelapa sawit, kentang, ketel a, ubi jal ar, sagu dan lainnya. Pembangunan Pertanian

di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi,

apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional

karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya

negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1)

potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan

nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada

sektor ini dan (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian yang

besar namun sebagian besar dari petani masih banyak yang termasuk golongan

petani miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan

petani akan tetapi termasuk sektor pertanian secara keseluruhan. Disisi lain

adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh investor

Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang

berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan peranannya kecil
dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani.

Berdasarkan hal tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas

pada investor asing/ swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam

pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya

grand strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil.

Melal ui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor

pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi

perekonomian Indonesia, khususnya dal am hal pencapaian sasaran : (1)

mensejahterakan petani, (2) menyediakan pangan, (3) sebagai wahana pemerataan

pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun

kesenjangan antar wilayah, (4) merupakan pasar input bagi pengembangan

agroindustri, (5) menghasilkan devisa, (6) menyediakan lapangan pekerjaan, (7)

peningkatan pendapatan nasional , dan (8) tetap mempertahankan kelestarian

sumberdaya (Universitas Brawijaya, 2006).

Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian

integral dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Namun

demikian selama dua dekade terakhir, sektor pertanian diposisikan hanya

sebagai sektor pendukung sektor lain dan bukan sebagai mesin penggerak

pertumbuhan perekonomian nasional. Sejak awal 1970-an pembangunan

pertanian tanaman pangan diarahkan kepada pencapaian tingkat

swasembada pangan dengan dukungan berbagai kebijakan pemerintah

melalui subsidi (air, bibit, pupuk dan obatobatan) di samping subsidi harga

dasar (Anugrah dan Ma’mun, 2003). Pembangunan Pertanian adalah suatu

proses yang ditujukan untuk selau menambah produksi prtanian untuk

menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus


mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan

jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar turut campur

tangannya manusia di dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan.

Oleh A. T. Mosher di dal am bukunya Getting Agriculture Moving, bahwa

pembangunan pertanian adalah suatu bagian integral daripada

pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Secara luas

pembangunan pertanian bukan hanya proses atau kegiatan menambah

produksi pertanian melainkan sebuah proses yang menghasilkan perubahan

sosial baik nilai, norma, peril aku, lembaga, sosial dan sebagainya demi

mencapai pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani

dan masyarakat yang lebih baik. Pertanian merupakan sektor utama

penghasil bahan-bahan makanan dan bahan-bahan industri yang dapat diolah

menjadi bahan sandang, pangan, dan papan yang dapat dikonsumsi maupun

diperdagangkan, maka dari itu pembangunan pertanian merupakan bagian

dari pembangunan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan l atar belakang di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan adalah:

1. Bagaimana Realita Keadaan Pertanian di Indonesia?

2. Apa kebijakan pemerintah dalam membangun sector pertanian?

3. Seberapa besar pengganda pendapatan sektor pertanian?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelititan ini adalah :


1. Untuk mengetahui Realita Keadaan pertanian Indonesia.

2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam membangun

perkembangan sector pertanian.

3. Mengetahui besarnya pengganda pendapatan sektor pertanian.

1.4 Manfaat

Manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pel atihan intelektual (intellectual

exercise) yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta

meningkatkan kompetensi keilmuan dalamdisiplin yang digeluti.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

penentuan kebijakan pembangunan ekonomi khususnya mengenai kaitan

faktor-faktor ekonomi makro terhadap besarnya investasi pada sektor

pertanian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Prospek Agribisnis

Prospek adalah peluang yang terjadi karena adanya usaha seseorang

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk mendapatkan profit atau

keuntungan (Krugman dan Maurice, 2004). Pengembangan menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 adalah kegiatan ilmu

pengetahuan yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu

pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi,

manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan yang telah ada atau menghasilkan

sesuatu yang baru.

Prospek pengembangan dapat diartikan sebagai suatu peluang untuk

mengembangkan dan memajukan usaha secara lebih baik dari kondisi saat

ini. Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap

pengusaha atau wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi

dan kreativitas, untuk melaksanakan pengembangan usaha dibutuhkan

dukungan dari berbagai aspek seperti bidang produksi dan pengolahan,

pemasaran, sumber daya manusia, teknologi dan l ainlain (Anoraga,

2007).

3.2 Pembangunan Pertanian

Pembangunan seringkali diartikan pada pertumbuhan dan

perubahan.Jadi, pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan

kalau terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus

terjadi perubahan masyarakat tani dari kurang baik menjadi yang lebih
baik.Seperti diketahui sektor pertanian di Indonesia dianggap penting. Hal

ini terlihat dari peranan sektor pertanian terhadap penyediaan lapangan

kerja, penyedia pangan, penyumbang devisa Negara melalui ekspor dan

sebagainya (Soekartawi, 1995).

Disisi lain, didalam negeri juga dihadapkan pada berbagai tantangan,

seperti: (1) Dinamika permintaan pangan dan bahan baku industri; (2)

Kelangkaan dan degradasi kualitas sumberdaya alam; dan (3) Manajemen

pembangunan yang mencakup: (a) otonomi, dimana pembangunan

dilaksanakan sesuai dengan UU nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan

Daerah, dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan (b) partisipasi

masyarakat, dimana pembangunan lebih diarahkan kepada peningkatan

sebesar-besarnya peran serta masyarakat, sementara pemerintah

berperan sebagai regulator, fasilitator, dan dinamisator.

Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan

secara optimal sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan

pembangunan, yaitu: (1) membangun sumber daya manusia aparatur

profesional, petani mandiri dan kel embagaan pertanian yang kokoh; (2)

meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan;

(3) memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; (4) meningkatkan daya

saing dan nilai tambah produk pertanian; (5) menumbuh kembangkan usaha

pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan; dan (6)

membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak

kepada petani (Apriyanto, 2005).

Pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi hasil usahatani.


Untuk hasil-hasil ini perlu ada pasar serta harga yang cukup tinggi untuk

menbayar kembali biaya-biaya tunai dan tenaga yang dipakai petani

sewaktu mengerjakan usahataninya, untuk ini diperl ukaan tiga hal, yaitu: (1)

adanya tempat menjual hasil usahatani, (2) adanya penyalur untuk menjual

hasil usahatani, dan (3) kepercayaan petani pada kelancaran sistem

penjualan usahatani. (Mosher, 1965) .

Posisi pertanian akan semakin strategis jika dilakukan perubahan pola

pikir masyarakat yang awalnya cenderung memandang pertanian hanya

sebagai penghasil (output) komoditas menjadi pola pikir yang melihat multi

-fungsi dari pertanian, seperti agribisnis. Sistem agribisnis mengedepankan

sistem budaya, organisasi dan manajemen yang rasional dan dirancang

untuk memperoleh nilai tambah yang dapat disebar dan dinikmati oleh

seluruh pelaku ekonomi secara fair dari petani produsen, pedagang dan

konsumen. Tsing (2010) mengatakan bahwa untuk mewujudkan ketahanan

pangan dan meningkatkan kemajuan petani dibutuhkan kerjasama dengan

pengambil kebijakan dalam hal meningkatkan pengetahuan petani agar

mereka bisa mengembangkan hasilhasil pertaniannya.

3.3 Pertanian Perkotaan

Pertanian perkotaan, dalam bahasa Inggris memiliki beberapa

pemahaman, dapat disebut sebagai Urban farming maupun Urban

Agriculture. Jika dal am bahasa Indonesia, pertanian perkotaan berasal dari

kata tani, dal am kamus bahasa Indonesia, tani adalah mata pencaharian

dalam bentuk bercocok tanam, sedangkan pertanian adalah perihal bertani

(mengusahakan tanah dengan tanam menanam). Secara singkat pertanian

perkotaan adalah kegiatan pertanian yang dilakukan di kota. Namun


pertanian perkotaan lebih dari sekedar kegiatan pertanian di kota.

Menurut Baikley et al. (2000) dalam from brownfields to greenfields

producing food in North American cities, yang dimaksud dengan pertanian

perkotaan adalah penumbuhan (pembuatan), pemrosesan dan distribusi

makanan dan produk lainnya melalui budidaya tanaman intensif dan

peternakan di sekitar kota. Dal am pengertian tersebut, disebutkan bahwa

pertanian perkotaan tidak hanya dalam dimensi kegiatan pertanian

tanaman hortikultura saja, namun juga pada kegiatan peternakan. Menurut

Mazeereuw (2005), pertanian didalam kota mempengaruhi aspek ekonomi,

kesehatan, sosial dan lingkungan kota. Dengan demikian akan ada manfaat

meningkatnya kesejahteraan, keadil an, kebersamaan, kenyamanan,

kualitas kehidupan dan kelestarian lingkungan hidup.

Pertanian perkotaan didefinisikan sebagai aktifitas atau kegiatan

bidang pertanian yang dilakukan di dalam kota (intra-urban) dan pinggiran

kota (peri-urban) untuk memproduksi/ memelihara, mengolah dan

mendistribusikan beragam produk pangan dan non pangan, dengan

memanfaatkan atau menggunakan kembali sumberdaya manusia, material ,

produk dan jasa di daerah perkotaan (Smith et al., 1996; dan FAO, 1999).

Lembaga Internasional FAO (2003) memposisikan pertanian perkotaan

sebagai; (1) sal ah satu sumber pasokan sistem pangan dan opsi ketahanan

pangan rumah tangga perkotaan; (2) salah satu kegiatan produktif untuk

memanfaatkan ruang terbuka dan limbah perkotaan; dan (3) salah satu

sumber pendapatan dan kesempatan kerja penduduk perkotaan.

Karena itu, pertanian perkotaan mempunyai peluang dan prospek yang

baik untuk pengembangan usahatani berbasis agribisnis dan berwawasaan


lingkungan. Menurut CAST (Counsil for Agriculture Scince and Technology)

(2003), yang dimaksud dengan pertanian perkotaan adalah sistem yang

kompleks yang meliputi spektrum kepentingan, dari produksi, pengol ahan,

pemasaran, distribusi dan konsumsi. Untuk manfaat lainnya dan jasa yang

kurang diakui misalnya untuk rekreasi dan bersantai, kesehatan individu,

kesehatan masyarakat, pemandangan yang indah serta pemulihan

lingkungan. Kaethler (2006), dalam Growing Space: The Potential for Urban

Agriculture in the City of Vancouver, membagi kegiatan pertanian kota

menjadi dua jenis, yaitu: (1) pertanian kota skal a kecil, yakni kegiatan

pertanian perkotaan yang memiliki luas 15 kurang dari 1.000 m2 , (2)

pertanian perkotaan skala besar yakni kegiatan pertanian kota yang

memiliki luas lebih dari 1.000 m2 atau 10 are.

Fenomena pertanian perkotaan dengan ciri luasan lahan yang terbatas

akan tumbuh di berbagai wilayah di Indonesia. Gejala tersebut ditunjukkan

oleh kecepatan rata-rata pertumbuhan petani gurem di Indonesia 2,6 % per

tahun dan di Jawa 2,4% per tahun (BPS, 2004). Di Wilayah perkotaan atau di

perbatasan pemekaran kota, seperti di Jabotabek, kegiatan usahatani

lahan sempit mampu memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi

kelangsungan kehidupan petani (Siregar dkk., 2000). Meskipun Negara

dal am kondisi krisis, tetapi petani dengan lahan sempit dan di pinggir

perkotaan tersebut tetap berusahatani (umumnya komoditas sayuran),

mampu menjaring konsumen di perkotaan, memiliki pasar yang relatif

kontinyu, serta memperoleh penghasilan kontinyu. Dalam mengatasi

persoal an ketahanan pangan, l angkah yang dapat diterapkan oleh kota

adalah dengan mengaplikasikan Food Oriented Development (FOD).

Selama ini, pembangunan kota yang terjadi, pada umumnya belum


mempertimbangkan aspek ketahanan pangan bagi kota itu sendiri. FOD

merupakan konsep yang mencoba mempertimbangkan aspek ketahanan

pangan dalam pembangunan kota. Pertimbangan mengenai ketahanan

pangan ini diharapkan dapat mendukung pembangunan sektoral perkotaan

yang berujung pada hasil pembangunan yang berkelanjutan. Kegiatan

pertanian kota termasuk dalam bagian dari FOD, karena kegiatan pertanian

kota merupakan kegiatan pertanian yang dilakukan di kawasan perkotaan

dengan tujuan untuk mengatasi persoalan pangan yang ada di kota

tersebut. Kegiatan pertanian kota dapat mendorong kota tersebut semakin

mandiri dalampenyediaan pangannya.

Selain tidak membutuhkan lahan banyak, tetapi juga hasil pertaniannya

cukup diminati masyarakat.Tantangan yang dihadapi untuk pengembangan

pertanian di wilayah perkotaan antara lain keterbatasan lahan,

keterbatasan pengetahuan dan teknologi, keterbatasan waktu yang bisa

dicurahkan, dan yang tidak kal ah pentingnya adalah keterbatasan media

tanam.

Hal ini tentunya menjadi permasal ahan yang sangat besar, karena kita

tahu bahwa masyarakat kota memerlukan pangan yang besar, bagaimana

menangani hal ini sementara lahan yang ada diperkotaan sangat sempit,

begitu juga lahan yang dimiliki oleh setiap individu yang ada diperkotaan

dapat dipastikan sempit juga, kemungkinan yang bisa dioptimalkan yakni

lahan pekarangan. Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena

dari lahan yang relatif sempit ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti

umbi-umbian, sayuran, buah-buahan; bahan tanaman rempah dan obat,

bahan kerajinan tangan; serta bahan pangan hewani yang berasal dari

unggas, ternak kecil maupun ikan. Manfaat yang akan diperoleh dari
pengelolaan pekarangan antara lain dapat : memenuhi kebutuhan konsumsi

dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan juga dapat memberikan

tambahan pendapatan bagi keluarga (Mustopa, 2011). Aktivitas pertanian

perkotaan menurut Mogout (2000) dan diperbaharui oleh Smit et al (2001)

berhubungan dengan tujuan, aktivitas ekonomi, lokasi, letak, stakeholder,

sistem produksi, ukuran, dan produk, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Menurut Enciety (2011), pertanian perkotaan adalah suatu aktivitas

pertanian di dalam atau sekitar perkotaan yang melibatkan keterampilan,

keahlian dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan. Definisi

pertanian perkotaan sendiri menurut Balkey M dalam www.berkebun-

yuuk.blogspot.com (2011) adalah rantai industri yang memproduksi, memproses

dan menjual makanan dan energi untuk memenuhi kebutuhan konsumen kota.

Semua kegiatan dilakukan dengan metoda using dan re-using sumber alam dan

limbah perkotaan.

Menurut Wikipedia the free encyclopedia, pertanian perkotaan adalah

praktek pertanian (meliputi kegiatan tanaman pangan, peternakan, perikanan,

kehutanan) di dal am atau di pinggiran kota yang dil akukan di lahan pekarangan,

balkon, atau atap Aktivitas Pertanian Perkotaan Tujuan Letak Aktivitas

Ekonomi Lokasi Pengguna Sistem Produksi Ukuran Produksi 18 atap bangunan,

pinggiran jalan umum, atau tepi sungai dengan tujuan untuk menambah
pendapatan atau menghasilkan bahan pangan. Sedangkan menurut UNDP (1996)

pertanian perkotaan memiliki pengertian, satu kesatuan aktivitas produksi,

proses, dan pemasaran makanan dan produk lain, di air dan di daratan yang

dilakukan di dalam kota dan di pinggiran kota, menerapkan metode-metode

produksi yang intensif, dan daur ul ang (reused) sumber al am dan sisa sampah

kota, untuk menghasilkan keaneka ragaman peternakan dan tanaman pangan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pertanian perkotaan mengandung arti suatu aktivitas pertanian yang dapat

berupa kegiatan bertani, beternak, perikanan, kehutanan, yang berlokasi di

dalam kota atau dipinggiran suatu kota dengan melakukan proses produksi

(menghasilkan), pengolahan, dan menjual serta mendistribusikan berbagai

macam hasil produk makanan dan non makanan dengan menggunakan sumber

daya serta bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi konsumsi masyarakat

yang tinggal di suatu kota. Pertanian perkotaan sebagai suatu konsep yang

sering disebut usaha pertanian perkotaan yaitu sebagai peri urban agriculture

adalah aktifitas/ kegiatan yang dilakukan di dalam kota dan pinggiran kota

untuk memproduksi/ memelihara, mengolah dan mendistribusikan beragam

produk pangan dan non pangan dengan menggunakan atau menggunakan

kembali sumberdaya manusia dan material, produk serta jasa yang diperoleh

dari dalamdan daerah urban.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Realita Keadaan Pertanian di Indonesia

Sejarah pembangunan pertanian berawal pada masa orde baru. Pada awal

masa orde baru pemerintahan menerima beban berat dari buruknya

perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi

ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk menurunkan inflasi dan

menstabilkan harga. Dengan dikendal ikannya infl asi, stabilitas politik tercapai

yang berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan

adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk

rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun

(REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA.

1. REPELITA I (1969-1974)

Repelita I mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 hingga 31 Maret

1974. Repelita I ini merupakan landasan awal pembangunan pertanian di

orde baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per

tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup

sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian.

Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Titik berat Repelita I ini adalah

pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar

keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,

karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

Pada repelita I ini muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari)


terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM

Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan

demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan

dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak

beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-

barang buatan Jepang.

2. REPELITA II (1974-1979)

Repelita II mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1974 hingga 31

Maret 1979. Target pertumbuhan ekonomi adal ah sebesar 7,5% per tahun.

Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk

memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya

industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu

sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja. Repelita II berhasil

meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun.

Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna

produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

3. REPELITA III (1979-1984)

Repelita III mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1979 – 31 Maret

1984. Repelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang

bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah

pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya

adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.

4. REPELITA IV (1984-1989)
Repelita IV mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1984 – 31 Maret

1989. Repelita IV Adalah peningkatan dari Repelita III. Peningkatan usaha-

usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian

pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja.

Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan

dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri

sendiri. Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara lain swasembada

pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak

25,8 ton. Hasilnya Indonesia berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini

mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian

Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia.

Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan

Rumah untuk keluarga.

5. REPELITA V (1989-1994)

Repelita V mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1989 – 31 Maret

1994. Pada Repelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan

industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan

produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor. Pelita V

adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu

dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan

Repelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas

Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi

menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Pancasila.

6. REPELITA VI (1989-1994)

Repelita VI mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1994 – 31 Maret

1999. Pada Repelita VI titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor
ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan

dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada

periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia

Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik

dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde

Baru runtuh.

Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan

internasional yang sangat ketat dan bebas, pembangunan pertanian semakin

dideregul asi melalui pengurangan subsidi, dukungan harga dan berbagai proteksi

lainnya. Kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien merupakan pijakan

utama bagi kelangsungan hidup usahatani. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

partisipasi dan kemampuan wirausaha petani merupakan faktor kunci keberhasilan

pembangunan pertanian. Pemerintahan pada Kabinet Indonesia Bersatu telah

menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur (tripletrack

strategy) sebagai manifestasi dari strategi pembangunan yang lebih pro- growth, pro-

employmentdan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut

dirancang melalui hal-hal sebagai berikut:

1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui

percepatan investasi dan ekspor.

2. Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan

kerja dan menciptakan lapangan kerja baru.

3. Revitalisasi pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada

pengentasan kemiskinan.

4. Revitalisasi pertanian diartikan sebagai kesadaran untuk

menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan


kontekstual , melalui 26 peningkatan kinerja sektor pertanian dal am

pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Revitalisasi

pertanian dimaksudkan untuk menggalang komitmen dan kerjasama

seluruhstakeholderdan mengubah paradigma pola piker masyarakat dal am melihat

pertanian tidak hanya sekedar penghasil komoditas untuk dikonsumsi.

Pertanian harus dilihat sebagai sektor yang multi-fungsi dan sumber kehidupan

sebagian besar masyarakat Indonesia.

3.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Pertanian

Pemerintah Indonesia dinilai belum serius menjalankan kebijakan agribisnis

nasional. Pembiayaan terhadap sektor ini dinilai masih terbatas yang membuat petani

tetap kesulitan mendapatkan pendanaan. Terdapat beberapa kebijakan pemerintah

dalamusaha membangun sektor pertanian dan agribisnis :

1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang gencar dijalankan pemerintah, mayoritas

dinikmati oleh sektor perdagangan dan jasa. Tetapi kebijakan agribisnis

belum dirasakan langsung oleh petani. Salah satu poin yang disorotnya

menyangkut pembiayaan. KUR, dianggapnya, tak bisa dijadikan andalan

lantaran 67 persennya digunakan oleh sektor perdagangan dan jasa.

Sementara, fakta di lapangan, produksi agribisnis masih terkendala.

2. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Indonesia merupakan produsen produk pertanian kelas dunia. Contohnya,

produksi beras berada di nomor empat di pasar global. Hal ini tak terlepas

dari besarnya jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta orang. Selain itu,

UMKM sektor agribisnis pun mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah

besar yakni 38 juta orang.

3. Lembaga Keuangan Mikro (LKM)


Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pedesaan dibentuk untuk membantu modal

petani dalam menggarap lahannya. petani melalui kelompoknya bisa

membentuk lembaga keuangan mikro untuk menyalurkan pinjaman lunak

secara bergulir pada anggotanya. Di Indonesia tercatat sekitar 10 ribu desa.

Untuk itu, Deptan akan membantu atau mengucurkan dana bantuan masing-

masing sebesar Rp 100 juta per desa. Dana itu nantinya dapat digunakan

petani melalui pinjaman lunak tanpa agunan dan syarat yang mudah untuk

modal membeli bibit, pupuk dan lainnya. Selanjutnya pinjaman itu dibayar

bila sudah panen, lalu digulirkan pada anggota lainnya, dan petani juga bisa

mengembangkan lembaga keuangan mikro itu menjadi koperasi simpan

pinjam. Pemerintah akan fokus mengembangkan ekonomi kerakyatan di

pedesaan, terutama pada petani lewat bantuan pinjaman dana dari berbagai

instansi terkait. Khusus Deptan dana sebesar Rp 100 juta per desa itu diberi

nama program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), dan

instansi lain juga memiliki tujuan yang sama namun programnya berbeda.

4. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)

Departemen Pertanian membantu para petani dengan cara mengucurkan

dana bantuan masing-masing sebesar Rp 100 juta per desa. Peningkatan usaha

ekonomi kerakyatan itu bertujuan untuk membangun ketahanan pangan di

Indonesia. Ini bertujuan agar Indonesia tidak lagi bergantung pada luar

negeri, bil a perlu sebagai negara pengekspor kebutuhan pangan dunia.

5. Pembangunan STA (Sub Terminal Agribisnis)

Dalam pengembangan agribisnis hortikultura, permasalahan klasik yang

masih saja muncul adalah pemasaran. Masalah ini timbul karena banyaknya

pihak yang terlibat dalam rantai pemasaran serta struktur pasar yang tidak

sempurna. Pemerintah telah berupaya keras untuk menangani permasalahan

tersebut, antara l ain dengan menumbuhkan lembaga-lembaga pemasaran


seperti Subterminal Agribisnis (STA). STA merupakan kelembagaan agribisnis

modern karena dirancang dengan kualifikasi harus dilengkapi dengan

fasilitas dan sarana yang memadai. Fungsi STA, selain sebagai lembaga

pemasaran juga berperan sebagai lembaga yang menyediakan sarana

produksi pertanian seperti benih/ bibit, pupuk, dan obat-obatan

(insektisida/ pestisida).

6. Program revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK).

Secara nasional , fokus pengembangan produk dan bisnis PPK mencakup

lingkup kategori produk yang berfungsi dalamhal :

Membangun ketahanan pangan, yang terkait dengan aspek pasokan produk,

aspek pendapatan dan keterjangkauan, dan aspek kemandirian.

Sumber perolehan devisa, terutama yang terkait dengan keunggul an komparatif

dan keunggulan kompetitif di pasar internasional.

Penciptaan lapangan usaha dan pertumbuhan baru, terutama yang terkait

dengan peluang pengembangan kegiatan usaha baru dan pemanfaatan pasar

domestik.

Pengembangan produk-produk baru yang terkait dengan berbagai isu global dan

kecenderungan pasar global.

7. Penerapan GAP (GoodAgriculturalPractices

Maksud dari GAP adalah untuk menjadi panduan umum dalam melaksanakan

budidaya tanaman buah, sayur, biofarmaka, dan tanaman hias secara benar

dan tepat, sehingga diperol eh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik,

keuntungan optimum, ramah lingkungan dan memperhatikan aspek keamanan,

keselamatan dan kesejahteraan petani, serta usaha produksi yang

berkelanjutan.
Tujuan dari penerapan GAP diantaranya; (1) Meningkatkan produksi dan

produktivitas, (2) Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi, (3)

Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing, (4) Memperbaiki efisiensi

penggunaan sumberdaya alam, (5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian

lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan, (6) Mendorong petani dan

kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap

kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, (7) Meningkatkan peluang penerimaan

oleh pasar internasional, dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.

Sedangkan sasaran yang akan dicapai adal ah terwujudnya keamanan pangan, jaminan

mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya saing.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpul an

Secara luas pembangunan pertanian bukan hanya proses atau kegiatan

menambah produksi pertanian melainkan sebuah proses yang menghasilkan

perubahan sosial baik nilai, norma, perilaku, lembaga, sosial dan sebagainya

demi mencapai pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani

dan masyarakat yang lebih baik. Pertanian merupakan sektor utama penghasil

bahan-bahan makanan dan bahan-bahan industri yang dapat diolah menjadi

bahan sandang, pangan, dan papan yang dapat dikonsumsi maupun

diperdagangkan, maka dari itu pembangunan pertanian merupakan bagian

dari pembangunan ekonomi.

4.2 Saran

1. Didalam pembangunan sektor pertanian peran pemerintah daerah perlu

ditingkatkan terutama didalam menganalisa dan meningkatkan komoditi

sumber pangan unggul an dari tiap daerah masing-masing, sehingga masing-

masing daerah memiliki ketersediaan pangan unggulan yang dapat saling

memenuhi dengan daerah lainnya.

2. Perlu adanya undang-undang peningkatan produksi pertanian serta

perlindungan petani sebagai subjek utama produksi pangan di daerah/

pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA

www.Anggikurniasih.blogspot.co.id/ 2012/ 11/ sejarah-dan-perkembangan-pertanian-di-

indonesia.html

http:// dokumen.tips/ documents/ sejarah-pembangunan-pertanian-di-indonesia-dan-

manfaatnya.html

https:// anggifiktirianihonaris.wordpress.com/ 2010/ 06/ 14/ sistem-agribisnis-peran-

pemerintah-dalam-agribisnis-anggi-fiktiriani-h-150510090082-agroteknologi-f-fakultas-

pertanian-universitas-padjadjaran-bab-i-agribisnis-berasal-dari-kata-agribu/

https:// id.wikipedia.org/ wiki/ Pembangunan_pertanian

http:// eprints.undip.ac.id/ 54445/ 3/ DITANORAO_23040113140059_SKRIPSI_BAB

_II.pdf

https:// sinta.unud.ac.id/uploads/ dokumen_dir/ 6f79ebac82a2a8b98d646139a87

0d8bc.pdf

https:// sinta.unud.ac.id/ uploads/ wisuda/ 1291462010-2-BAB%20I.pdf

https:// journal.unnes.ac.id/ nju/ index.php/ jejak/ article/ view/ 4650

http:// molamakalah.blogspot.com/ 2017/ 12/ pembangunan-pertanian.html

Anda mungkin juga menyukai