DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 13
DOSEN PEMBIMBING :
DR. IR. AMRUZI MINHA, M.S.
INDRALAYA
2020
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil sumberdaya alam
dengan daratan yang terbentang luas. Hal ini menjadi sumber mata pencaharian
hampir sebagian besar rakyat Indonesia dan merupakan sektor rill yang memiliki
peran sangat nyata dalam membantu menghasilkan devisa negara. Salah satu sektor
pendukung tersebut adalah pertanian.
Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia, yaitu
potensi sumberdayanya yang beragam, memiliki potensi terhadap pendapatan
nasional cukup besar, banyak penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor
ini dan pertanian juga menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Beberapa subsektor
yang tergabung di dalam sektor pertanian antara lain tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan. Subsektor yang saat ini tengah dikembangkan, yakni
subsektor hortikultura. Hal ini dikarenakan hortikultura merupakan bagian dari
pembangunan pertanian di bidang pangan yang ditujukan untuk lebih memantapkan
swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki
keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan.
Salah satu komoditi hortikultura yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan adalah sayuran. Potensi tersebut meliputi nilai ekonomi, kandungan
nutrisi yang relatif tinggi dan kemampuan menyerap tenaga kerja yang relatif banyak.
Sayuran merupakan sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat
setiap hari karena kandungan protein, vitamin, mineral dan serat yang dimiliki
sayuran berguna bagi tubuh manusia. Selain sebagai sumber pangan dan gizi, produk
hortikultura juga memiliki manfaat lain, seperti manfaat bagi lingkungan yaitu rasa
estetika, konservasi genetik dan sebagai penyangga kelestarian alam.
Komoditas hortikultura, khususnya sayuran mempunyai beberapa peranan
strategis, antara lain: (1) sumber bahan makanan bergizi bagi masyarakat yang
kaya akan vitamin dan mineral; (2) sumber pendapatan dan kesempatan kerja,
serta kesempatan berusaha; (3) bahan baku agroindustri; (4) sebagai komoditas
potensial ekspor yang merupakan sumber devisa negara; dan (5) pasar bagi sektor
non pertanian, khususnya industri hulu. Kelompok komoditas sayuran sangatlah
strategis maka perlu memperoleh prioritas pengembangan. Hal ini dilandasi dari
sisi permintaan, berupa konsumsi segar maupun olahan meningkat dari waktu ke
waktu seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat
dan berkembangnya pusat kota industriwisata. Sementara itu dari sisi produksi
masih berpotensi untuk terus ditingkatkan, baik melalui peningkatan intensitas
tanam maupun peningkatan produktivitas melalui intensifikasi usahatani.
Pengembangan agribisnis sayuran dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu
berkelanjutan dari segi usaha maupun pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan (Wirjosentono 2003). Kegiatan agribisnis di wilayah pedesaan
menghadapi berbagai masalah, seperti produksi dan produktivitas rendah,
pemilikan lahan sempit, penerapan teknologi pascapanen masih lemah, pemilikan
modal terbatas, infrastruktur belum memadai, dan akses pemasaran kurang
berkembang. Menyikapi masalah/kelemahan tersebut dan adanya tantangan pasar
bebas, pada masa mendatang para pelaku usaha perlu mengembangkan agribisnis
yang mampu merespons pasar dengan menawarkan produk yang berdaya saing.
Menurut Saragih (1998), ke depan agribisnis sayuran harus berorientasi pasar
karena konsumen makin menuntut atribut yang lebih rinci dan lengkap pada
produk pertanian. Pembangunan agribisnis sayuran perlu dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi sumber daya lahan dan agroekosistem melalui
pendekatan resource base dan perencanaan wilayah yang terintegrasi. Oleh karena
itu, perlu disusun strategi yang tepat dan terencana agar pengembangan agribisnis
sayuran di wilayah pedesaan memberi kontribusi nyata terhadap pembangunan
ekonomi nasional yaitu melalui analisis SWOT.
Analisis SWOT bertujuan menganalisis potensi/kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman agribisnis sayuran di wilayah pedesaan. Potensi dan
kelemahan merupakan faktor internal, sedangkan peluang dan ancaman
merupakan faktor eksternal. Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi kegiatan. Analisis
dilakukan untuk memaksimalkan kekuatan (strength), peluang (opportunities),
serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses
pengambilan keputusan selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan,
strategi, dan kebijakan. Dengan demikian, perencanaan strategis harus
menganalisis faktor-faktor strategi kegiatan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman) sesuai kondisi saat ini (Rangkuti 1997). Lingkungan diartikan sebagai
tempat yang tidak terlepas dari suatu kondisi, situasi, dan peristiwa yang
memengaruhi perkembangan setiap usaha. Setiap pengelolaan usaha diupayakan
sedapat mungkin menyederhanakannya melalui penyelidikan/observasi terhadap
berbagai faktor lingkungan. Oleh karena itu, perlu ditetapkan kriteria untuk
mempelajari lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan memiliki pengaruh
nyata terhadap kemungkinan keberhasilan dan kegagalan agribisnis sehingga
timbul peluang dan ancaman usaha. Melalui analisis peluang maka strategi usaha
dapat disusun dengan memerhatikan analisis faktor internal, yang terdiri atas
unsur kekuatan dan kelemahan usaha tani. Dengan demikian, identifikasi ke-
kuatan dan kelemahan diarahkan untuk mengeksploitasi peluang dan mengatasi
ancaman. Sebagai suatu kegiatan ekonomi, usaha tani sayuran tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri
atas pendidikan sumber daya manusia, produktivitas, modal, tenaga kerja, dan
pengalaman berusaha tani, sedangkan faktor eksternal meliputi kelembagaan,
pemasaran, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.
Menurut Hendayana (2011), ada tiga tahap kegiatan yang dilakukan dalam
analisis SWOT, yaitu 1) pengumpulan data, 2) analisis data, dan 3) penyusunan
strategi. Berdasarkan hasil analisis SWOT, dapat dikemukakan beberapa strategi
pengembangan agribisnis sayuran di wilayah pedesaan sebagai berikut:
1.) Strategi S-O: memaksimalkan potensi/ kekuatan untuk meraih peluang.
Strategi ini bersifat agresif, meliputi a) pemanfaatan teknologi produksi, b)
perluasan lahan dan pangsa pasar, c) kebijakan pemerintah/pengembangan
kelembagaan usaha agribisnis, dan d) peningkatan kualitas SDM. Menurut
Maddolangan (2005), petani yang berpendidikan akan lebih mudah
menyerap materi pelatihan dibandingkan dengan petani yang tidak
berpendidikan.
2.) Strategi S–T: memaksimalkan potensi/kekuatan untuk mengatasi ancaman.
Strategi ini mengarah pada upaya diversifikasi, terdiri atas a) usaha tani
ramah lingkungan, b) pemberdayaan penangkar benih, dan c) penerapan
komponen pengendalian hama terpadu (PHT).
3.) Strategi W–O: meminimalkan kelemahan/hambatan untuk meraih peluang.
Strategi ini bermakna investasi atau divestasi, meliputi a) peningkatan
produksi/produktivitas serta mutu produk, b) penguatan sarana usaha
pertanian (pengembangan kios saprodi, perbaikan jalan usaha tani,
penyediaan irigasi, pemanfaatan alat dan mesin pertanian, penyediaan
pupuk), pemanfaatan lembaga keuangan mikro, optimalisasi skim kredit
perbankan dan nonperbankan, dan c) diversifikasi dan pengaturan pola
tanam sesuai permintaan pasar.
4.) Strategi W–T: meminimalkan kelemahan dan hambatan untuk mengatasi
pengaruh ancaman. Strategi ini bersifat defensif atau bertahan, meliputi :
a) efisiensi biaya produksi, b) perluasan informasi pasar, c) dan
meminimalkan pemakaian input kimia.
Menurut Suwandi (1995) dan Taufik (2008), pengembangan agribisnis
sayuran memerlukan empat pilar penunjang, yaitu: 1) eksistensi semua komponen
agribisnis secara lengkap di kawasan sentra produksi, 2) terjalinnya kemitraan
usaha antarpelaku agribisnis, 3) iklim usaha yang kondusif, dan 4) adanya gerakan
bersama dalam memasyarakatkan agribisnis. Kondisi ini menjadi tantangan bagi
pemerintah dan para pelaku usaha. Terlebih lagi dalam menghadapi globalisasi
yang gejalanya sudah dirasakan dengan masuknya sayuran luar negeri, padahal
daya saing sayuran dalam negeri masih lemah, terutama dari segi kualitas. Untuk
itu, perlu dibangun kemitraan usaha yang dapat meningkatkan daya saing secara
berkelanjutan (Saptana et al. 2009).
Strategi pengembangan agribisnis sayuran diarahkan pada upaya
pengembangan produksi sesuai dengan kebutuhan, penciptaan pola tanam/pola
produksi yang merata sepanjang tahun, peningkatan daya saing, peningkatan
kemampuan SDM dan kesempatan kerja, penguatan kelembagaan petani,
permodalan dan pemasaran, serta pengoptimalan penggunaan lahan secara lestari
dan dukungan sarana prasarana. Sasarannya adalah terpenuhinya produksi sayuran
yang sesuai standar mutu dan gizi, aman dikonsumsi, dan terciptanya lingkungan
yang nyaman. Pengembangan agribisnis diarahkan pada upaya peningkatan
pendapatan petani, terutama yang berbasis ekonomi kerakyatan di pedesaan
(Saptana et al. 2002; Sutrisno 2003). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
pemerintah memprioritaskan strategi pengembangan sayuran melalui ekstensi-
fikasi di daerah yang sesuai serta intensifikasi dan diversifikasi di sentra-sentra
produksi.
Untuk memperdalam ilmu terkait strategi pengembangan agribisnis
sayuran di wilayah pedesaan, maka mari kita lihat sebagaimana dari contoh studi
kasus yang ada yaitu pada kelompok Tani Putera Alam Desa Sukagalih,
Kecamatan Megamendung, Kabuaten Bogor dimana di dapatkan data – data yang
dimuat dalam tabel 1 dan 2 adalah faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor eksternal (peluang dan ancaman) serta strategi dalam bentuk analisis
SWOT.
Tabel 1. Kekuatan dan Kelemahan yang Dihadapi Kelompok Tani Putera Alam
Faktor Internal Kekuatan Kelemahan
Manajemen Hubungan Ketua Kualitas SDM
dengan anggota yang masih rendah
kelompok tani, Kontrak kerjasama
Dapat menyerap tidak tertulis.
tenaga kerja.
Pemasaran Produk yang berkualitas, Belum memiliki
Pelayanan ke konsumen kemasan dan
yang sudah baik. label,
Kurangnya
upaya promosi,
Belum ada
sertifikasi produk,
Lemahnya
akses kelompok
tani tentang
pasar sayuran
organik.
Keuangan/ Pengarsipan
akuntansi data yang belum
rapi,
Keterbatasan
modal,
Produksi/operasi Perencanaan tanam Teknologi produksi
yang sudah baik, yang digunakan
masih sederhana.
Penelitian dan
Pengembangan
Sistem Informasi
Manajemen
Kelompok tani memiliki kekuatan produk yang berkualitas dengan
sistem tanam yang sudah baik sehingga produk yang ditanam dapat dipanen
secara kontinyu, dengan demikian permintaan konsumen dapat terus
terpenuhi. Hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan kelompok tani untuk
mempertahankan pelayanan ke konsumen yang sudah baik saat ini. Kekuatan
lain yang dimiliki kelompok tani yaitu berdirinya kelompok tani sebagai suatu
usaha yang bergerak di bidang pertanian organik telah dapat menyerap tenaga
kerja setempat, karena usaha pertanian organik memerlukan banyak tenaga
kerja dalam kegiatan produksi/ operasinya. Hubungan antara ketua dengan
anggota kelompok juga terjalin dengan baik.
Kelemahan yang dimiliki oleh kelompok tani yang paling mendasar
adalah keterbatasan modal. Selama ini modal yang digunakan untuk
menjalankan usahanya berasal dari modal pribadi para anggota tani, tidak ada
iuran khusus yang dikumpulkan ke kas kelompok tani. Dengan keterbatasan
modal, kelompok tani tidak mampu berbuat banyak terhadap usaha yang
dijalankan, sehingga timbul kelemahan-kelemahan lain seperti belum
memiliki kemasan dan label, belum ada sertifkasi organik, kurangnya upaya
promosi, serta teknologi yang digunakan masih sederhana. Kelemahan lainnya
adalah kualitas SDM yang masih rendah, kontrak kerja tidak tertulis dan
lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik.
Tabel 2. Peluang dan Ancaman yang Dihadapi Kelompok Tani Putera Alam
Faktor Eksternal Peluang Ancaman
Ekonomi Daerah pemasaran
sayuran organik yang
masih luas,
Sosial, Budaya, Perubahan gaya hidup Perkembangan
Demografi, dan yang cenderung back jenis hama dan
Lingkungan to nature, penyakit pada
Tersedianya tenaga tanaman,
kerja yang potensial di Perubahan cuaca
daerah setempat. dan perubahan
Loyalitas konsumen fungsi lahan dari
yang tinggi. lahan pertanian
menjadi lahan
pemukiman.
Politik, Pemerintah, Kebijakan pemerintah
dan Hukum mengenai program
”Go Organic 2010”,
Adanya asosiasi
pertanian organik
Teknologi Perkembangan teknologi.
Kompetitif Hambatan untuk masuk Kemudahan
industri sayuran mendapatkan
organik cukup besar. produk substitusi.
Beberapa peluang yang dimiliki oleh kelompok tani Putera Alam
adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung ”back to
nature” menumbuhkan semangat kelompok tani untuk mengoptimalkan
usahanya, karena perubahan gaya hidup tersebut akan membuka daerah
pemasaran sayuran organik semakin luas. Peluang lain yang dimiliki oleh
kelompok tani yaitu hambatan untuk masuk industri sayuran organik cukup
besar, tersedianya tenaga kerja yang potensial di daerah setempat, kebijakan
pemerintah mengenai program ”Go Organic 2010”, adanya asosiasi pertanian
organik, perkembangan teknologi dan loyalitas konsumen yang tinggi.
Ada pun ancaman yang dihadapi oleh kelompok tani yaitu
perkembangan jenis hama dan penyakit pada tanaman. Perkembangan jenis
hama dan penyakit tanaman harus diperhatikan, mengingat sayuran organik
sangat rentan terkena serangan hama dan penyakit karena proses produksinya
yang tidak menggunakan obat-obatan kimia. Selain itu ancaman lain yang
dihadapi kelompok tani adalah perubahan cuaca dan perubahan fungsi lahan
dari lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, serta kemudahan
mendapatkan produk substitusi.
SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan terkait strategi pengembangan
agribisnis sayuran di wilayah pedesaan, sebagaimana yang telah disinggung di
pembahasan sebelumnya bahwa usaha yang berkembang artinya sudah harus
berfikir bahwa “petani sukses harus sebagai pemasar”, maka kami pun
merangkumnya dalam konsep 3P (Penataan, Pengemasan dan Pengawetan
sayuran). Kami mengharapkan, bagaimana petani desa itu memahami penataan
sayuran yang baik, pengemasan sayuran yang dapat bernilai jual yang tinggi serta
seperti yang kita ketahui bahwa hasil pertanian umumnya sayuran bersifat mudah
rusak dan mudah busuk maka seharusnya petani sudah memikirkan bagaimana
teknologi dan sarana yang pas untuk mengawetkan sayuran agar sampai di tangan
konsumen tetap segar dan berkualitas baik. Oleh karena itu, kelompok kami
memberikan tips terkait penanganan 3P ini, yaitu melalui beberapa gambar berikut
ini :
1. Penataan Sayuran
Bandingkan gambar berikut ini, mana yang lebih baik.
Untuk hasil pertanian seperti sayur - sayuran yang bersifat mudah rusak
atau busuk, dianjurkan untuk menggunakan kendaraan berbak tertutup
yang dilengkapi dengan pendingin atau pengatur suhu. Sementara untuk
komoditas yang membutuhkan sirkulasi udara yang cukup seperti kopi,
cokelat, bawang merah, dan bawang putih, dapat menggunakan kendaraan
dengan bak terbuka atau berventilasi.