Anda di halaman 1dari 13

Pengembangan Sistem Agribisnis Dalam Rangka

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

DISUSUN OLEH :
HAIDAR AZWAN 168220034
RIZAL FAHMI 168220074
RAPI J SIMANULLANG 168220038

U
M
A

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2018
Pengembangan Sistem Agribisnis Dalam Rangka

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

1. Pendahuluan.
Strategi pembangunan ekonomi bangsa yang tidak tepat pada masa lalu ditambah

dengan krisis ekonomi berkepanjangan, menimbulkan berbagai persoalan ekonomi bagi

bangsa Indonesia. Mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan ekonomi,

ketidaktahanan pangan, deplesi sumber daya alam yang menyebabkan kemerosotan mutu

lingkungan, dll merupakan sederetan masalah yang mengganggu perekonomian bangsa

Indonesia.

Saragih, B (2001), menyampaikan untuk mengatasi masalah ekonomi yang begitu

kompleks diperlukan strategi pembangunan ekonomi yang mampu memberi solusi. Strategi

pembangunan yang dimaksud harus memiliki karakteristik sebagai berikut,

1) memiliki

jangkauan kemampuan memecahkan masalah ekonomi dan ketika strategi ini

diimplementasikan maka persoalan ekonomi akan dapat diatasi,

2) strategi yang dipilih harus

dapat memanfaatkan hasil-hasil pembangunan sebelumnya sehingga pembangunan

sebelumnya tidak menjadi sia-sia,

3) strategi yang dipilih harus mampu membawa

perekonomian Indonesia yang lebih cerah dan menjadi sinergis (interdepency economy)
dengan perekonomian dunia.

Di antara pilihan strategi pembangunan ekonomi yang ada, strategi pembangunan

yang memenuhi karakteristik tersebut adalah Pembangunan Agribisnis (agribusiness led

development) yaitu strategi pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan

pertanian berkelanjutan (perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) dengan

pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor-sektor jasa yang terkait di

dalamnya (Saragih, B. 1998).

Strategi pengembangan sistem agribisnis tersebut adalah berbasis pada

pemberdayagunaan keragaman sumberdaya pada setiap daerah (domestic resources based),

akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia, tidak mengandalkan pinjaman

luar negeri, berorientasi ekspor maka strategi pembangunan sistem agribisnis akan bergerak

menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan oleh barang modal dan SDM yang lebih

terampil (capital driven) sehingga mampu beralih pada proses pembangunan agribisnis yang

digerakkan oleh ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-driven),

sehingga diyakini mampu mengantarkan perekonomian Indonesia memiliki daya saing yang

tinggi.
2. Sistem Pengembangan Agribisnis
Davis, H.J. and R.A. Golberg (1957), dalam tulisannya yang berjudul “A concept of

agribusiness” menuliskan bahwa agribisnis berasal dari kata Agribusiness di mana

Agr=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang

menghasilkan keuntungan. Jadi Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan

pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan

kehutanan) yang berorientasi pasar dan peningkatan nilai tambah. Antara, M (2000),

menyampaikan bahwa agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif dan

terdiri dari beberapa subsistem, yaitu;

1) subsistem pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu),

2) subsistem produksi usahatani,

3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri hilir),

4) subsistem pemasaran dan perdagangan,

5) subsistem kelembagaaan penunjang.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan;

a) kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on farm agribusiness) dengan
penerapan

teknologi dan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah (off-farm agribusiness),

b) kegiatan yang memiliki spektrum yang luas, dari skala usaha kecil, rumahtangga hingga skala

usaha raksasa. Sehingga usaha mempercepat pertumbuhan sektor agribisnis dengan kondisi

petani yang lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan yang terbatas) akan

dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan agribisnis. Dengan demikian

Pengembangan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk (model, sistem, pola) yang
mampu memberikan keuntungan bagi pelaku-pelaku agribisnis (petani/ peternak/ pekebun/

nelayan/ pengusaha kecil dan menengah/ koperasi), dalam bentuk peningkatan pendapatan,

peningkatan nilai tambah dan perluasan kesempatan kerja.

3. Prospek Pembangunan Agribisnis Indonesia.


Jika dilihat dari potensi sumberdaya dan arah kebijakan pembangunan nasional serta

potensi pasar atas produk-produk agribisnis, maka Indonesia memiliki prospek untuk

pembangunan sistem agribisnis, yang didukung oleh; a) Keputusan politik yang dimuat dalam

GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif

Indonesia sebagai negara agraris dan maritime, b) Amanat konstitusi yaitu UU No. 22 tahun

1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah.

Esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi dengan

mendayagunakan sumberdaya daerah seperti agribinsis, dimana saat ini beberapa daerah di

Indonesia struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, kesempatan berusaha, eskpor)

disumbang oleh agribinsis, c) Kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan

yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan agroklimat sebagai keunggulan

komperatif untuk agribisnis, d) Berbasis pada sumberdaya domestic (domestic resources

based, high local content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar

negeri), e) Produk Indonesia memiliki keunggulan-keunggulan bersaing terutama produkproduk

agribisnis, seperti barang-barang dari karet, produk turunan CPO (detergen, sabun,

palmoil, dll), (Saragih, B. 2001).

Disamping itu, isu krisis pangan dunia pada saat ini memberi peluang bagi

pengembangan agribisnis Indonesia. Kita memiliki ruang gerak dalam pengembangan


agribisnis terutama bahan pangan dan serat (tekstil, barang-barang karet, kertas, bahan

bangunan dan kayu) yang menguntungkan Indonesia ke depan. Kesadaran masyarakat dunia

semakin meningkat akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup sehingga mendorong

masyarakat dunia mengkonsumsi barang-barang yang bersifat bio-degradable. Hal ini akan

menggeser penggunaan produk petro-fiber baik dalam industri tekstil maupun dalam industri

barang-barang dari karet akan digantikan oleh bio-fiber (serat tanaman) seperti rayon.

Di bidang energi juga sedang terjadi perubahan yang fundamental, dimana sumber

energi utama dunia adalah sumberdaya mineral (petroleum). Namun cadangan minyak dunia

makin tipis, sementara alternatif energi seperti energi nuklir terbukti beresiko tinggi (kasus

Rusia, Jepang). Kelangkaan energi dunia ini memberi kesempatan untuk mengembangkan

bio-energi seperti palmoil-diesel (dari minyak sawit), ethanol (dari tebu). Hal ini memberi

prospek baru bagi Indonesia sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Kelangkaan petro-energi tersebut juga akan berdampak pada industri-industri yang berbasis

pada petro kimia, seperti pupuk, pestisida, detergent. Industri petro-pesticida akan bergeser

kepada bio-pesticide, industri petro-detergent akan beralih pada bio-detergent dan industri

petro-fertilizer akan beralih kepada bio-fertilizer (Saragih, B. 2001).

Untuk bidang farmasi dan kosmetika juga sedang terjadi proses perubahan yang

menguntungkan negara-negara agribisnis seperti Indonesa. Kebutuhan hidup akan kebugaran

(fittness), hidup sehat dan cantik, akan meningkatkan permintaan akan produk-produk

farmasi, toiletries (sabun kecantikan; shampo, detergent). Indonesia yang memiliki kekayaan

keragaman biofarmasi terbesar seperti tanaman, obat-obatan, tanaman minyak atsiri dan
penghasil minyak olein (minyak sawit, minyak kelapa) cenderung akan menjadi satu global

player pada industri bio-farmasi dan kosmetika.


4. Pengembangan Sistem Agribisnis Berkelanjutan.
Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritime

dalam menghadapi tantangan liberalisasi Perdagangan, perubahan pasar internasional,

pemerintah (Departemen terkait) harus mengembangkan sistem dan usaha agribisnis berdaya

saing (competitiveness), berkerakyatan (people-driven) dan berkelanjutan (sustainable).

Pemerintah harus mengembangkan secara sinergis pembangunan sistem agribisnis yang

mencakup;

1) Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yakni industri-industri

yang menghasilkan barang-barang modal pertanian, seperti industri perbenihan/ pembibitan,

tanaman, ternak, ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak/ikan),

industry alat dan mesin pertanian (agro-otomotif);

2) Subsistem pertanian primer (on-farm

agribusiness), yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer

(usahatani tanaman pangan, hortikultura, tanaman obat-obatan, perkebunan, peternakan,

perikanan, dan kehutanan),

3) Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu

industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti industri

makanan/ minuman, pakan, barang-barang serat alam, farmasi dan bio-energi,

4) Subsistem penyedia jasa agribisnis (services for agribusiness) seperti perkreditan,

transportasi dan pergudangan, Litbang, Pendidikan SDM, dan kebijakan ekonomi (lihat Davis

and Golberg, 1957; Downey and Steven, 1987).

Sistem dan usaha agribisnis yang dikembangkan pemerintah, harus berkerakyatan

yang dicirikan dengan keterlibatan rakyat dalam sistem dan usaha agribisnis, berlandaskan
sumber daya yang dimiliki rakyat baik sumberdaya alam, teknologi (indigenous

technologies), kearifan lokal (local widom), budaya ekonomi lokal (local culture, capital

Disamping itu pengembangan sistem dan usaha agribisnis juga harus berkelanjutan,

baik dari segi ekonomi, teknologi maupun dari segi ekologis. Dari sisi ekonomi,

pembangunan sistem dan usaha agribisnis harus berakar pada sumberdaya dan organisasi

ekonomi lokal dan menjadikan inovasi teknologi ramah lingkungan dan kreativitas (skill)

rakyat sebagai sumber pertumbuhan, untuk menghasilkan sistem dan usaha agribisnis yang

berkelanjutan.

5. Pertanian Berkelanjutan.
Turner et al. (1993) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai upaya

memaksimalkan manfaat bersih pembangunan ekonomi dengan syarat dapat

mempertahankan dan meningkatkan jasa, kualitas dan kuantitas sumber daya alam sepanjang

waktu. Selanjutnya The Agricultural Research Service (USDA) mendefinisikan pertanian

berkelanjutan sebagai pertanian yang pada waktu mendatang dapat bersaing, produktif,

menguntungkan, mengkonservasi sumber daya alam, melindungi lingkungan, serta

meningkatkan kesehatan, kualitas pangan, dan keselamatan.

Definisi Pertanian berkelanjutan menurut FAO (1989) adalah “ manajemen dan

konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna

menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupun

mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya

genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak

secara ekonomis, dan diterima secara social “


6. Implikasi Kebijakan Pertanian Berkelanjutan Dalam Sistem Agribisnis.
Saat ini pertanian berkelanjutan sudah menjadi gerakan global dan telah menjadi

dasar pelaksanaan (rules of conduct) “Praktek Pertanian yang Baik” (good agricultural

practices). Negara, lembaga pembangunan, organisasi swadaya masyarakat dan lembaga

konsumen internasional turut mendorong dan mengawasi pelaksanaan prinsip pertanian

berkelanjutan tersebut. Kepatuhan produsen terhadap standar praktek pertanian bekelanjutan

menjadi salah satu acuan bagi konsumen atas produk pertanian. Karena itu, setiap perusahaan

agribisnis harus mematuhi prinsip Praktek Pertanian yang Baik (PPB) agar dapat memperoleh

akses pasar, khususnya di pasar internasional (Saptana dan Ashari, 2007)

Pengawasan atas praktek pertanian berkelanjutan merupakan salah satu pertimbangan

dalam perumusan kebijakan perdagangan suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa

kepatuhan terhadap standar pertanian berkelanjutan merupakan salah satu kunci akses bagi

pasar produk pertanian. Gerakan pertanian berkelanjutan juga didorong oleh lembagalembaga

donor pembangunan internasional (World Bank, IMF, Asia Development Bank).

Bahkan kepatuhan terhadap praktek pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan salah

satu persyaratan pemberian bantuan oleh lembaga donor, maka pada gilirannya, kebijakan

Negara penerima bantuan tersebut akan mengarahkan dan memaksa pengusaha agribisnis

mematuhi standar praktek pertanian berkelanjutan.


7. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Dengan Pengembangan Sistem
Agribisnis.
Sanim, B (2006) menyampaikan bahwa; Pembangunan pertanian berkelanjutan

memiliki tiga tujuan yaitu; tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial

(kepemilikan/ keadilan), dan tujuan ekologi (kelestarian sumber daya alam dan lingkungan).

Ketiga tujuan tersebut saling terkait dimana proses pembangunan pertanian berkelanjutan
Sejak dilaksanakannya proses pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia

telah diterapkan beberapa sistem pengembangan pertanian berskala usaha, baik untuk

komoditi pangan maupun non pangan. Tujuan dan sasaran sistem pengembangan pertanian

adalah pengembangan secara menyeluruh dan terpadu, yakni tidak hanya peningkatan

produksi, tetapi juga pengadaan sarana produksi, pengolahan produk, pengadaan modal usaha

dan pemasaran produk bekerjasama dengan pengusaha. Sistem pengembangan sektor

pertanian semacam ini adalah pengembangan pertanian berdasarkan agribisnis dan di antara

sistem-sistem tersebut telah diterapkan pemerintah berupa kebijakan nasional antara lain:

Unit Pelaksana Proyek (UPP), Insus dan Supra Insus, Sistem Inkubator, Sistem Modal

Ventura, Sistem Kemitraan (Contract Farming) dalam berbagai bentuknya seperti Pola PIR,

Pola Pengelola, Sistem “Farm Cooperative” (Saptana dan Ashari, 2007).

Keberhasilan pembangunan pertanian berkelanjutan ditentukan oleh pelaksanaan

revitalisasi pertanian. Krisnamurthi, B (2006) mengemukakan, revitalisasi pertanian

memiliki tiga pengertian, yaitu;

1) sebagai kesadaran akan pentingnya pertanian bagi

kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia,


2) sebagai bentuk rumusan harapan masa depan

tentang kondisi pertanian,

3) sebagai kebijakan dan strategi besar melakukan revitalisasi itu sendiri.

8. Penutup
Proses pembangunan ekonomi yang keliru pada masa lalu dan munculnya krisis

ekonomi berkepanjangan, mengharuskan Indonesia memilih strategi pembangunan ekonomi

yang tepat. Pembangunan agribisnis merupakan suatu strategi pembangunan ekonomi yang

mengintegrasikan pembangunan pertanian dengan pembangunan industri hulu dan hilir

pertanian serta sektor jasa yang terkait di dalamnya. Strategi pembangunan sistem agribisnis

yang berbasis pada pemberdayagunaan keragaman sumberdaya daerah, akomodatif terhadap

keragaman kualitas sumberdaya manusia, tidak mengandalkan impor dan pinjaman luar

negeri yang besar, namun berorientasi ekspor sehingga mampu memecahkan sebagian besar

permasalahan perekonomian yang ada.

Selain itu, strategi pembangunan sistem agribisnis secara bertahap akan bergerak

dinamis menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan, teknologi dan

SDM terampil (innovation-driven), diyakini mampu mengantarkan pertanian Indonesia

memiliki daya saing dan bersinergis dalam dunia internasional. Jika dilihat dari berbagai

aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional,

potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia,

Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan system agribisnis dalam rangka

pembangunan pertanian berkelanjutan yang berdaya saing dan berkerakyatan.

Anda mungkin juga menyukai