Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEBIJAKAN PERTANIAN DI INDONESIA

MATA KULIAH : PENGANTAR ILMU PERTANIAN

DOSEN PENGAMPU : ZAINUL ADHAR, SP., M. Si

SEMESTER / KELAS : 1A

DISUSUN OLEH :

ADITIA APRIANSAH

DANIA

CHANDRA

RIFQI PRATAMA

FREDY

UBAIDILAH

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER) BELITANG

TAHUN 2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian di Indonesia merupakan sektor terbesar dalam menyerap tenaga kerja,

namun sektor pertanian belum cukup mampu menjadikan petani itu sendiri

sejahtera, mengingat sebagian besar petani di Indonesia bersifat subsisten yang

hanya mencukupi keluarganya saja belum dapat berkembang

Ironisnya lagi perkembangan fungsi dan peran sektor ini tidak berdampak

nyata terhadap mayoritas masyarakat yang bergantung didalamnya. Kondisi ini

berjalan sedemikian rupa, sehingga tanpa terasa telah terjadi ketimpangan yang

cukup mencolok yang menimbulkan masalah baru dalam proses pembangunan

nasional.

Di samping kepincangan ekonomi, yang paling meresahkan saat ini adalah

lambannya pertumbuhan atau peningkatan produktivitas komoditas-komoditas

unggulan baik nasional, regional maupun daerah. Kelambanan tidak hanya dalam

peningkatan kuantiitas produksi saja tetapi juga dalam peningkatan kualitas dan

kontinuitas. Ketiga hal ini merupakan faktor kunci untuk dapat bersaing dalam pasar

global. Saat ini, jangankan untuk bersaing di pasar global, untuk memenuhi

kebutuhan nasional saja negara kita masih tertatih-tatih, sehingga dijadikan

sebagai pasar yang sangat empuk dan potensial bagi negara-negara maju.

Ada 3 faktor dominan yang berpengaruh terhadap lambannya

pertumbuhan sektor pertanian khususnya dan sektor ekonomi umumnya, sehingga

menimbulkan "kepincangan".

Ketiga faktor tersebut adalah :

1
1) Lemahnya posisi tawar petani;
2) Kurangnya SDM aparat yang melayani masyarakat dan
3) Kurang tepatnya sistem yang diterapkan.

Ketiga faktor tersebut bisa disebut sebagai "tiga pilar" atau tiga dasar

utama dalam proses pembangunan pertanian. Didalamnya terkandung unsur

"kualitas sumberdaya petani". Bagaimana upaya yang harus dilakukan, agar

kualitas sumber daya petani bisa ditingkatkan sehingga mempunyai wawasan

yang luas dan terbuka serta mudah menerima pembaharuan.

Berdasarkan pengalaman diatas, nampaknya tugas pembinaan dan

pembimbingan serta pengawasan secara serius dan berkelanjutan ini tidak bisa

dilakukan oleh aparat pemerintah. Oleh karena itu Tenaga atau badan ini akan

berada antara petani dan pemerintah, akan menjadi jembatan antara petani dan pe-

merintah. Tenaga atau badan ini harus bertanggung jawab atas keberhasilan petani

sebagai binaannya dan juga harus bertanggung jawab kepada pemerintah yang

membiayainya.

Penguatan lembaga petani dan perubahan sistem pemberdayaan ini

diyakini akan mampu merubah keadaan, dan akan mampu menggali dan mem-

bangkit potensi petani dan wilayahnya untuk menggapai "keluarga petani yang

sejahtera".

Pembangunan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengolah dan

memanfaatkan sumberdaya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,

idealnya memadukan perimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam

pengambilan keputusan. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memiliki kebutuhan mereka

sendiri (WCED, 1987), keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan

2
lingkungan menjadikan kunci yang harus diperhatikan dalam merumuskan

kebijakan pembangunan.

Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan diperhatikan

sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi

pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengandung arti, lingkungan dapat

mendukung pembangunan dengan terus menerus karena tidak habisnya

sumberdaya yang menjadi modal pembangunan (Soemarwoto, 2001).

Pembangunan berwawasan lingkungan maknanya setara dengan pembangunan

berkelanjutan, yaitu memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia

secara optimal dengan menyelaraskan dan menyerasikan aktivitas manusia

terhadap daya dukung lingkungan. Dengan semakin terbatasnya sumber daya

alam baik dari segi kualitas maupun kuantitas maka pemanfaatan sumber daya alam

tersebut harus dilakukan secara bijaksana dan terencana dengan baik sehingga

dapat menjamin kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan yang ramah

lingkungan atau bisa disebut pembangunan berwawasan lingkungan sudah

sepatutnya dipikirkan lebih lanjut oleh setiap komponen bangsa. Pembangunan

berwawasan lingkungan merapakan upaya sadar dan berencana dalam

pembangunan sekaligus pengelolaan sumber daya secara bijaksana dalam

pembangunan.

Setiap warga negara berhak atas kecukupan pangan, hak atas rasa aman, hak atas

penghidupan dan pekerjaan, hak atas hidup yang sehat, hak atas kebebasan

berpendapat serta hak-hak lainnya sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Hak

Asasi Manusia Tahun 1948. Kesemuanya tersebut tidak hanya merupakan tugas

3
pemerintah saja tetapi juga selurah warga negara untuk memastikan bahwa hak

tersebut dapat dipenuhi secara konsisten dan berkesinambungan.

Di dalam pasal 27 UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia menjamin setiap

warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, sedangkan pasal

33 UUD 1945, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Kesejahteraan petani masih rendah dan tingkat kemiskinan relatif tinggi,

meskipun kontribusi sektor pertanian secara keseluruhan sangat besar terhadap

perekonomian nasional, namun kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.

Sekitar 50-60 persen penduduk atau masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan.

Selanjutnya, sekitar 70-80 persen kelompok masyarakat ini termasuk golongan

miskin dengan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan, yang masih tradisional

dan bersifat subsisten. Minimnya akses terhadap informasi dan sumber

permodalan, menyebabkan masyarakat petani tidak dapat mengembangkan

usahanya secara layak ekonomi.

Maka dari itu, kebijakan pertanian sangat penting adanya untuk

mensejahterakan petani di Indonesia sehingga pertanian di Indonesiapun ikut maju

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran umum kebijakan pertanian ?


2. Kebijakan petani di indonesia !

4
1.3. Tujuan

Berdasarkan permalahan pokok diatas, maka penulisan paper ini adalah untuk

mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui gambaran umum kebijakan pertanian.


2. Untuk mengetahui kebijakan apa saja yang mampu mensejahterakan

1.4. Manfaat

Manfaat bagi pembaca adalah untuk menambah wawasan tentang kebijakan

pertanian dan mengetahui apa saja kebijakan yang mampu mensejahterakan

petani.

5
I. PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum Kebijakan Pertanian

Kebijakan pertanian menjelaskan serangkaian hukum terkait pertanian domestik dan

impor hasil pertanian. Pemerintah pada umumnya mengimplementasikan

kebijakan pertanian dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu di dalam pasar

produk pertanian domestik. Tujuan tersebut bisa mdibatkan jaminan tingkat

suplai, kestabilan harga, kualitas produk, seleksi produk, penggunaan lahan,

hingga tenaga kerja.

Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan

dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan

umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar

pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan

akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani rneningkat. Untuk

mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah

mengeluarkan peraturan-peraruran tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang,

Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-

lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang b-ersifat

pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata

(distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan

rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraruran

yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra

minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi.

Campur tangan pemerintah inilah disebut sebagai "politik pertanian" (agricultural

policy) atau "kebijakan pertanian". Campur tangan pemerintah ini diperlukan

untuk memutus rantai lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal,

6
merupakan gambaran hubungan keterkaitan timbal-balik dari beberapa

karakteristik negara berkembang (seperti Indonesia) berupa sumber daya yang ada

belum dikelola sebagaimana mestinya, mata pencaharian penduduk yang

mayoritas pertanian berlngsung dalam kondisi yang kurang produktif, adanya

dualisme ekonomi ekonomi antara sektor modern yang mengikuti ekonomi pasar dan

sektor tradisional yang mengikuti ekonomi subsistem, serta tingkat pertumbuhan

yang tinggi dengan kualitas sumber daya manusianya yang masih relative rendah.

Politik pertanian pada dasarnya adalah bagaimana melindungi petani dari

ketidakadilan pasar (input, lahan, modal, output, dan lainnya). Politik tersebut

sebagai bagian penting untuk memberdayakan petani, yang pada dasarnya dapat

diimplementasikan melalui berbagai strategi pengelolaan pasar sebagai upaya

"menjamin' kesejahteraan petani dari ketidakadilan dan resiko, kebijakan harga input

pertanian, kebijakan penyediaan lahan pertanian, permodalan, pengendalian hama

dan penyakit, dan kebijakan penanganan dampak bencana alam.

Snodgrass dan Wallace (1975) mendefenisikan kebijakan pertanian >ebagai usaha

pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik dan kesejahteraan yang

lebih tinggi secara bertahap dan kontinu melalui pemilihan Komoditi yang

diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat, pemasaran, perbaikan

structural, politik luar negeri, pemberian fasilitas dan pendidikan. Widodo (1983)

mengemukakan bahwa politik pertanian adalah bagian dari politik ekonomi di sektor

pertanian, sebagai salah satu sektor dalam kehidupan ekonomi suaru masyarakat.

Menurut penjelasan ini, politik pertanian merupakan sikap dan tindakan

pemerintah atau kebijaksanaan pemerintah dalam kehidupan pertanian.

Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan

akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu, seperti

7
memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif,

produksi dan efesien produksi naik, tingkat hidup petani lebih tinggi, dan

kesejahteraan menjadi merata. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sarma

(1985). Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan umum politik pertanian di

Indonesia adalah untuk memajukan sektor pertanian, yang dalam pengertian lebih

lanjut meliputi:

1. Peningkatan produktivitas dan efesiensi sektor pertanian


2. Peningkatan produksi pertanian

3. Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani, serta pemerataan tingkat

pendapatan.

Ruang lingkup politik pertanian meliputi:

1. Kebijakan produksi (production policy)


2. Kebijakan subsidi (subsidy policy)
3. Kebijakan investasi (investment policy)
4. Kebijakan harga (price policy)
5. Kebijakan pemasaran (marketing policy)

6. Kebijakan konsumsi (consumption policy)

Untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan tersebut, pemerintah mengeluarkan

serangkaian peraturan-peraturan.

Menurut Monke dan Pearson (1989), politik pertanian dalah campur tangan

pemerintah di sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan efesiensi yang

menyangkut alokasi sumber daya untuk dapat menghasilkan output nasional yang

maksimal dan memeratakan pendapatan, yaitu mengalokasikan keunrungan

pertanian antargolongan dan antardaerah, keamanan persediaan jangka panjang.

Dalam hal ini, kebijakan pertanian dibagi menjadi 3 kebijakan dasar, antara lain:

8
1. Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi

harga komoditi, subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.

2. Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijkan upah minimum, pajak dan

subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan kualiatas

faktor produksi.

3. Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran

belanja, kebijakan fiscal, dan perbaikan nilai tukar.

Mubyarto (1987) menyebutkan bahawa politik pertanian pada dasarnya

merupakan kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju

pembangunan pertanian, yang tidak saja menyangkut kegiatan petani, tetapi juga

perusahaan-perusahaan pengangkutan, perkapalan, perbankan, asuransi, serta

lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah yang terkait dengan kegiatan

sektor pertanian. Politik pertanian mempunyai kaitan sangat erat

denganrer.gembangan sumber daya manusia, peningkatan efesiensi, serta

pembangunan r*ecesaan yang menyangkut seluruh aspek-aspek ekonomi, sosial,

politik, dan ?«jdaya dari penduduk pedesaan. Sejalan dengan pendapat Schuh

(1975). Mubyarto menyebutkan bahwa lingkup politik pertanian meliputi:

1. Politik stabilitas jangka pendek


2. Peningkatan pertumbuhan pertanian
3. Pengaturan dan pengarahan perdagangan
4. Pengarahan dan peningkatan mobilitas faktor-faktor produksi pertanian

5. Politik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanian.

Dalam garis besarnya, politik ini minimum berurusan dengan pendapatan,

stabilitas, dan kesempatan yang merupakan unsur utama dalam masalah-masalah

usaha tani. Oleh karena itu, memungkinkan adanya pengertian yang lebih

9
mendalam tentang masalah-masalah ketidakstabilan dan kompensasi, serta

kemiskinan, pengangguran, dan pendapat yang sangat rendah di pedesaan. Dalam

mencapai tujuan tersebut, perlu adanya perlakuan dan pandangan bahwa

masyarakat di pedesaan atau pertanian tidak kurang pentingnya dari masyarakat

keseluruhan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.

Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian menempati priotitas penting.

Sebagai komoditas pertaman, pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang

sangat mendasar, dianggap strategis, serta sering mencakup hal-hal yang bersifat

emosional dan bahkan politis. Terpenuhinya pangan secara kuantitas dan kualitas

merupakan hal yang sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia

Indonesia seluruhnya dalam jangka panjang.

2.2. Kebijakan Pertanian di indonesia

Kebijakan pertanian dibuat untuk mensejahterakan petani, mengingat petani di

Indonesia taraf hidupnya belum sejahtera ditambah lagi keadaan pertanian yang tidak

stabil sehingga perlunya kebijakan pertanian diantaranya adalah:

2.2.1. Kebijakan Pertanian dalam Bidang Lahan

Konversi lahan sangat sulit dihindari karena faktor faktor ekonomi yang tercermin

dari rendahnya land rent lahan untuk pertanian dibandingkan dengan kegiatan

sektor lain . rasio land rent adalah 1:500 untuk kawasan industri dan 1:600 untuk

kawasan perumahan (Nasoetion dan Winoto).

Di jaman sekarang ini terlalu banyak orang yang memikirkan kepentingan pribadi

dibanding dengan kepentingan bersama , seperti hal nya mereka yang seenaknya

mengambil lahan pertanian yang menggantinya dengan tempat tempat industri dan

10
perumahan . padahal secara tidak langsung dengan cara seperti itu mereka akan

perlahan merusak alam .

Dengan banyaknya alih fungsi lahan ini menyebabkan merosotnya ketahanan

pangan di Indonesia, sehingga Indonesia mengimpor bahan pangan untuk

mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri. Hal tersebut menyebabkan petani

dalam negeri semakin terjepit, selain itu Indonesia lebih banyak mengimpor

daripada mengekspor dalam segi pangan. Sehingga menyebabkan devisa negara

menjadi menurun, maka dari itu kebijakan pertanian di bidang lahan pertanian sangat

penting adanya.

Kebijakan pertanian yang dapat dilakukan yakni:

1. Kebijakan untuk mengatur alih fungsi lahan yang sembarangan dengan

bebasnya mengalih fungsikan dari lahan pertanian ke sektor lain seperti ke sektor

industri, pariwisata maupun perumahan. Kebijakan ini harus di tindak tegas, kalau

tidak lahan pertanian di Indonesia akan semakin terdesak karena tidak adanya

kebijakan yang tegas dalam alih fungsi lahan ini. Terlebih lagi para investor yang

kerap kali mendesak dan membodohi para petani untuk alih fungsi lahan demi

kepentingan pribadinya. Yang menyebabkan lahan pertanian yang semakin sempit

dan juga petani semakin terhimpit yang lama-kelamaan akan beralih ke profesi yang

lain.

2. Kebijakan untuk menghapuskan pajak lahan bagi sektor pertanian.

Kebijakan ini tentu sangat efektif untuk mengatasi alih fungsi lahan yang

dilakukan petani pada zaman sekarang, yang menyebabkan berhektar-hektar lahan

pertanian beralih kesektor lain sehingga negara sangat banyak kehilangan sektor

pertanian. Petani kerap kali tercekik dengan pajak lahan yang disamakan dengan

11
sektor lainnya seperti pariwisata, industri yang penghasilan sektor tersebut tidak

sebanding dengan sektor pertanian. Sehingga menyebabkan kebanyakan petani

menjual lahan mereka karena tidak bisa membayar pajak yang tinggi yang tidak

sebanding dengan produktivitas pertanian itu sendiri. Sehingga kalau pajak untuk

lahan disektor pertanian dihapuskan, para petani tidak akan menjual lahan mereka

dan mereka akan meningkatkan produktivitas usahataninya.

3. Kebijakan untuk melindungi lahan pertanian serta memberikan

penghargaan bagi petani yang mampu mempertahankan lahan mereka. Mengingat

banyaknya alih fungsi lahan membuat lahan pertanian setiap tahunnya menyempit

yang menyebabkan tidak mencukupinya kebutuhan pangan serta petani di

Indonesia tetap miskin. Kebijakan ini dibuat untuk tidak adanya alih fungsi lahan

lagi dan petani tidak akan beralih ke profesi lainnya. Dengan diberikan

penghargaan, tentu petani akan merasa dihormati sehingga akan meningkatkan

produktivitasnya.

2.2.2. Kebijakan Pertanian di Bidang Perangkutan

Tujuan kebijakan perangkutan adalah untuk memperlancar usahatani para petani dan

mampu memberikan input yang murah bagi petani karena biaya angkut yang murah.

Pentingnya perangkutan adalah bahwa produksi pertanian harus tersebar meluas,

sehingga diperlukan jaringan perangkutan yang menyebar luas, untuk membawa

sarana dan alat produksi ke tiap usaha tani dan membawa hasil usaha tani ke pasaran

konsumen baik di kota besar dan/atau kota kecil.

Selanjutnya, perangkutan haruslah diusahakan semurah mungkin. Bagi petani,

harga suatu input seperti pupuk adalah harga pabrik ditambah biaya angkut ke usaha

taninya. Uang yang diterimanya dari penjualan hasil pertanian adalah harga di pasar

pusat dikurangi dengan biaya angkut hasil pertanian tersebut dari usaha tani ke pasar.

12
Jika biaya angkut terlalu tinggi, maka pupuk akan menjadi terlalu mahal bagi petani

dan uang yang diterimanya dari penjualan hasil pertanian tersebut akan menjadi

terlalu sedikit. Sebaliknya, jika biaya angkut rendah, maka uang yang diterima oleh

petani akan menjadi tinggi.

Berbagai sarana perangkutan dan jarak jauh bersama-sama haras membentuk

sistem perangkuan yang merupakan satu kesatuan yang harmonis. Tidak hanya jalan

raya yang diaspal, jalan setapak, jalan tanah, saluran air, jalan raya, sungai dan jalan

kereta api semuanya ikut memperlancar perangkutan.

Beberapa diantaranya dapat dibuat dan dipelihara oleh usaha setempat, termasuk

pemerintah setempat. Beberapa lagi perlu dibangun dan dipelihara oleh

pemerintah propinsi dan pusat. Kesemuanya harus dihubungkan dan

diintegrasikan satu dengan yang lainnya, sehingga hasil pertanian dapat diangkut

dengan lancar dari usaha tani ke pasar-pasar pusat. Demikian pula sarana dan alat

produksi serta berbagai jasa tidak hanya perlu sampai ke kota kecil dan desa,

melainkan juga sampai ke usaha tani iru sendiri. Sehingga dengan diperlancar segala

akses nya semua yang dibutuh kan para petani didesa desa kecil dapat terpenuhi

dengan cepat dan produksi pertanian pun niakin maksimal.

2.2.3. Kebijakan Pertanian di Bidang Informasi dan Teknologi Pembangunan

pertanian haras diarahkan pada terciptanya tenaga petani yang terampil dalam

mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya masyarakat petani yang maju,

bersemangat profesional sehingga mampu menghadapi tantangan dan

permasalahan dalam melaksanakan usaha taninya.

Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia

dalam jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam

produktivitas pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial

13
dalam praktik pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu

di Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah,

tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan seefisien mungkin dengan

menggunakan perhitungan yang baik.

Sehingga perlunya kebijakan dibidang informasi dan teknologi kepada petani,

untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani. Misalnya tiap bulan atau

pertahun diadakan sosialisasi kedesa-desa dengan memperkenalkan teknologi dan

inovasi baru. Sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani

itu sendiri.

Hambatan pembangunan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah lambatnya

kemajuan teknologi. Kontras teknologi selalu dipersoalkan. Tingkat teknologi

yang rendah menyebabkan petani sulit memperoleh hasil dalam proses produksi

yang maksimal. Kehilangan hasil dalam proses produksi sangat besar, sementara

biaya yang diperlukan sangat tinggi. Contoh paling sederhana adalah dalam

memanen padi. Untuk 9 kg gabah haras dibayar 1 kg gabah. Jika total hasil panen

padi (dalam satu musim tanam) dalam 1 ha adalah 9 ton gabah, maka biaya

pemanenan yang dikeluarkan sebesar 1 ton gabah.

Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan

produktivitas tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang

efisien selalu dihantui oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah

perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga pengangguran semu dalam sektor pertanian di

Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya tenaga kerja semu ini karena

efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia atau memang

karena distribusi kerja yang tidak merata.

14
Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan sektor pertanian

diarahkan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli, taraf hidup,

kapasitas dan kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam proses

pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi

dan keanekaragaman hasil pertanian.

Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan sistem pertanian yang

berkelanjutan yang berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembangunan pertanian memang sudah saatnya menganut pendekatan industri

bukan lagi agraris, artinya menangani pertanian secara industri bukan lagi

tergantung sepenuhnya kepada faktor alam. Pengertian industri dalam hal ini

bukan semata-mata mendirikan pabrik, tetapi yang lebih mendasar adalah

mentransformasikan budaya (pola pikir, sikap mental dan perilaku) masyarakat

industri di kalangan para petani.

Kebudayaan industri tersebut antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,

pertama pengetahuan merupakan landasan utama dalam menentukan langkah atau

tindakan dalam pengambilan keputusan (bukan berdasarkan kebiasaan

semata).Kedua, perekayasan harus menggantikan ketergantungan pada faktor

alam. Ketiga, kemajuan teknologi merupakan sarana utama dalam pemanfaatan

sumber daya. Keempat, efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam

alokasi sumber daya agar penggunaan sumber daya tersebut hemat. Kelima,

mekanisme pasar merupakan media utama transaksi barang dan jasa. Keenam,

profesionalisme merupakan karakter yang menonjol.

Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang

tampaknya.relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi

15
pertanian (penggunaan alat dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai

penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem pertanian nasional meskipun tetap

dilakukan secara selektif.

Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan

peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan

penanganan pasca panen. Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya

peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan sumber daya alam.

Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah merupakan suatu

kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai diperkenalkan kepada petani. Hal

ini tentu beralasan karena tenaga kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai

kesinambungan (kontinuitas).

Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat pengolahan tanah dan panen.

Pada proses lain mereka kurang dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang

tidak kentara (disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia- sia

ini menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah.

Berdasarkan data dalam mvolusi Pertanian, pada saat pengolahan tanah,

traktorisasi di Indonesia sangat rendah dibanding negara lain. Pada hakikatnya

Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor.

Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 Kw/ha. Amerika Serikat 1,7 Kw/ha,

Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6 Kw/ha. Rendannya pemakaian traktor ini

disebabkan oleh rendahnya perkembangan mekanisasi di Indonesia.

Akibatnya, untuk menggarap tanah seluas 1 ha diperlukan waktu berhari-hari dan

melibatkan banyak tenaga manusia. Tenaga manusia akhirnya tidak mendapat

harga yang layak sehingga produktivitas juga semakin rendah. Tenaga manusia

16
adalah tenaga riskan, hanya digunakan paling cepat 4 bulan sekali menjadi buruh

tani.

2.2.4. Kebijakan Pertanian Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan

SDM serta Kelembagaan Usaha di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Pertanian.

Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha pertanian di

tanah air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan

kelembagaan usaha dalam hal penanganan pasca panen, pengolahan dan

pemasaran hasil.

Hal tersebut disebabkan oleh karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih

difokuskan kepada upaya peningkatan produksi (budidaya) pertanian, sedangkan

produktivitas dan daya saing usaha agribisnis sangat ditentukan oleh kemampuan

pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola produk yang dihasilkan (pasca

panen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya. Adapun beberapa kebijakan

operasional terkait dengan strategi tersebut adalah:

1. Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan di

bidang pasca panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian;

2. Mengembangkan kelembagaan usaha pelayanan pascapanen, pengolahan

dan pemasaran hasil pertanian yang langsung dikelola oleh petani/kelompok tani.

2.2.5. Kebijakan Pertanian Meningkatkan Inovasi Dan Diseminasi

Teknologi Pasca Panen Dan Pengolahan .

17
Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik beratkan kepada

usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang memadainya upaya-upaya

inovasi teknologi pasca panen dan pengolahan serta diseminasinya.

Hal tersebut mengakibatkan lemahnya daya saing dan kecilnya nilai tambah yang

dapat dinikmati oleh petani, sehingga kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke

tahun. Untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian maka

perlu ditingkatkan upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen dan pengolahan hasil

pertanian serta diseminasinya.

Dalam hubungan tersebut, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah:

1. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi

teknologi seperti lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkel-bengkel swasta

dalam rangka pengembangan dan diseminasi teknologi tepat guna.


2. Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil

3. Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan) terhadap

inovasi teknologi yang dilakukan oleh masyarakat.

4. Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi pasca

panen dan pengolahan hasil pertanian.

5. Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha,

tampilan terhadap produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha.

2.2.6. Kebijakan Pertanian Efisiensi Usaha Pasca Panen, Pengolahan Dan

Pemasaran Hasil

Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk pertanian baik

produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu produk yang baik dan

efisiensi dalam proses produksi maupun pada tahap pemasarannya.

18
Mutu produk dan efisiensi akan berpengaruh langsung terhadap harga dari setiap

produk bersangkutan. Kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi

produksi dan pemasaran hasil pertanian di antaranya adalah:

1. Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian;

2. Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar;


3. Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP dan

GMP;

4. Mengembangkan kelembagaan pemasaran yang dikelola oleh kelompok

tani di sentra produksi;

5. Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien.


6. Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha pada

bidang pemasaran hasil pertanian

2.2.7. Kebijakan Pertanian Meningkatkan Pangsa Pasar Baik Di Pasar

Domestik Maupun Internasional.

Pasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha agribisnis; oleh

karena itu maka pengembangan pemasaran haras selalu dilakukan sejalan dengan

pengembangan usaha produksi.

Seperti usaha industri pada umumnya, sistem usaha produksi pertanian atau

agribisnis dimulai dengan salah satu kegiatan pemasaran yaitu Riset Pasar. Dari

kegiatan riset pasar dihasilkan informasi pasar yaitu antara lain berapa potensi pasar

dan harga.

Sub sistem selanjutnya adalah perencanaan produksi, termasuk penentuan desain

produk, volume dan waktu. Dalam sistem budidaya pertanian, perencanaan

19
tersebut lazim disebut sebagai penentuan pola tanam atau penentuan luas tanam

untuk tanaman semusim.

Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas harga produk yang

bersangkutan tetap berada pada tingkat harga yang wajar berdasarkan

keseimbangan kebutuhan dan pasokan atas produk yang bersangkutan.

Sub sistem selanjutnya adalah kegiatan pemasaran yang meliputi: promosi,

penjualan dan diakhiri dengan distribusi (delivery). Dalam hubungan tersebut

maka beberapa kebijakan dalam pengembangan pasar ialah:

1. Mengembangkan kegiatan riset pasar


2. Meningkatkan pelayanan informasi pasar;
3. Meningkatkan promosi dan diplomasi pertanian;
4. Mengembangkan infrastruktur dan sistem pemasaran yang efektif dan adil.
5. Rasionalisasi impor produk pertanian.

6. Memfasilitasi pengembangan investasi dalam pengembangan

infrastruktur pemasaran.

20
II. PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan

dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan

umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar

pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan

akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat.

Politik pertanian pada dasarnya adalah bagaimana melindungi petani dari

ketidakadilan pasar (input, lahan, modal, output, dan lainnya). Politik tersebut

sebagai bagian penting untuk memberdayakan petani, yang pada dasarnya dapat

diimplementasikan melalui berbagai strategi pengelolaan pasar sebagai upaya

'menjamin' kesejahteraan petani dari ketidakadilan dan resiko, kebijakan harga input

pertanian, kebijakan penyediaan lahan pertanian, permodalan, pengendalian hama

dan penyakit, dan kebijakan penanganan dampak bencana alam.

Kebijakan pertanian dibuat untuk mensejahterakan petani, mengingat petani di

Indonesia taraf hidupnya belum sejahtera ditambah lagi keadaan pertanian yang

tidak stabil sehingga perlunya kebijakan pertanian diantaranya adalah: Kebijakan

dibidang lahan, perangkutan, teknologi dan invormasi, dan usaha pasca panen dan

pemasaran.

2.2 Saran

Diharapkan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan bisa lebih

dimengerti dan memahami lebih dalam tentang kebijakan pertanian seperti yang

telah di jelaskan dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

21
Anonim. "Ruang Lingkup Kebijakan Pembangunan".
http://blogamsalocmt.blogspot.com/2012/ll/ruang-lingkup-kebiiakan-
pembangunan.html. Diakses tanggal 29 Mei 2015

Anonim. "Kebijakan Pertanian". http://anakekp.blogspot.com/2013/10/makalah-


kebijakan-pertanian.html. diakses tanggal 29 Mei 2015

22

Anda mungkin juga menyukai